penyakit penting yang sering menyerang tanaman cabai merah rebah kecambah akibat F.oxysporum dan S. rolfsii.
Gambar 2.1 Penyakit rebah kecambah pada cabai Tanijogonegoro, 2013
2.2 Bakteri Kitinolitik
Bakteri kitinolitik merupakan kelompok bakteri penghasil kitinase yang dapat mendegradasi senyawa kitin. Mikroorganisme ini dapat diperoleh dari
berbagai sumber seperti rizosfer, filosfer, tanah atau dari lingkungan air seperti laut, danau, kolam atau limbah udang dan sebagainya. Selain lingkungan
mesofil, mikroorganisme kitinolitik juga telah berhasil diisolasi dari lingkungan termofilik seperti sumber air panas, daerah geotermal dan lain-lain Herdyastuti et
al. 2009. Berbagai laporan menyebutkan bahwa bakteri kitinolitik sangat potensial
digunakan dalam bidang pertanian sebagai agen biokontrol yang efektif terhadap sejumlah kapang fitopatogenik. Hasil uji antagonisme yang dilakukan oleh
Ferniah et al. 2008, menunjukkan interaksi antara jamur F. oxysporum dengan bakteri kitinolitik. Hal ini disebabkan oleh adanya bakteri kitinolitik pada media
yang mampu menghasilkan enzim kitinase yang dapat menghambat dan mengganggu proses pertumbuhan jamur F. oxysporum. Pertumbuhan miselium
yang cenderung serong ke atas menjauhi media merupakan mekanisme pertahanan diri untuk menghindari bakteri kitinolitik dan untuk mencari oksigen
yang ada di udara. Bakteri kitinolitik menghasilkan senyawa bioaktif yang dapat
Universitas Sumatera Utara
merusak komponen struktural kapang. Adanya enzim hidrolitik, misalnya kitinase pada bakteri kitinolitik, mampu mendegradasi kitin penyusun dinding sel
kapang Ferniah et al. 2008. Singh et al. 1999 menunjukkan bahwa kitinase dari Streptomyces
mampu melisiskan dinding sel dan menghambat pertumbuhan F. oxysporum. Jamur F. oxysporum yang menyerang tanaman penyebab busuk rimpang yang
ditandai dengan layu dan menguningnya daun serta berujung pada kematian tanaman sebelum panen. Bakteri kitinolitik juga telah diketahui dapat
menghambat pertumbuhan dan menghambat serangan jamur patogen S. rolfsii penyebab rebah kecambah. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan tinggi tanaman
dan jumlah daun tanaman kedelai yang terserang oleh S. rolfsii dan yang diberi perlakuan inokulum bakteri kitinolitik Malinda et al. 2013. Hardaningsih 2011
juga melaporkan enam isolat Trichoderma telah diuji daya hambatnya terhadap S. rolfsii dengan zona hambat antara 32,1-70.
Dari beberapa penelitian yang yang telah dilakukan selain bakteri kitinolitik pada pengendalian secara hayati, beberapa mikroorganisme seperti
cendawan T. harzianum Tindaon 2008, P. flourescens Rismawan, 2011, B. subtilis, G. virens, Penicillium spp. Ferreira Boley, 2006, dan S. nigrifaciens
Reddy, 2010 juga dapat digunakan sebagai pengendali patogen S. rolfsii. Selain itu Widyanti 2012 mengemukakan isolat aktinomiset memiliki potensi sebagai
agen pengendalian hayati terhadap S. rolfsii dengan nilai penghambatan sebesar 91.73 pada inkubasi minggu ketiga. Streptomyces sp. dan jamur mikoriza
arbuskula digunakan sebagai pengendali hayati pada tanaman kedelai Sastrahidayat et al. 2009.
Bakteri kitinolitik juga memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan Curvularia sp. penyebab penyakit bercak daun pada tanaman
mentimun hingga mencapai 43,75 Hanif et al. 2012, bakteri kitinolitik berpotensi dalam menghambat pertumbuhan R. solani penyebab rebah kecambah
pada kentang varietas granola hingga mencapai 37,5 Novina et al. 2012, bakteri kitinolitik berpotensi dalam pengendalian A. niger penyebab penyakit
Universitas Sumatera Utara
busuk pangkal akar pada tanaman kacang tanah hingga mencapai 58,82 Ayu et al. 2012.
2.3 Fusarium