5. Konferensi kasus
b. Tahap Pengungkapan dan Pemahaman Masalah asessment, mencakup:
1. Analisa kondisi penerima manfaat, keluarga dan lingkungan
2. Karakteristik masalah, sebab dan implikasi masalah
3. Kapasitas mengatasi masalah dan sumber daya
4. Konferensi kasus
c. Tahap Perencanaan Pelayanan, meliputi:
1. Penetapan tujuan pelayanan
2. Penetapan jenis pelayanan yang dibutuhkan penerima manfaat
3. Sumber daya yang akan digunakan
d. Tahap Pelaksanaan Pelayanan, terdiri dari:
1. Bimbingan individu
2. Bimbingan kelompok
3. Bimbingan sosial
4. Penyiapan lingkungan sosial
5. Bimbingan mental psikososial
6. Bimbingan pelatihan keterampilan
7. Bimbingan fisik kesehatan
2.5 Sistem Pelayanan dan Pemberdayaan Penyandang Disabilitas Tuna Rungu Wicara
2.5.1 Sistem Pelayanan Terapi Wicara bagi Penyandang Disabilitas Tuna Rungu Wicara
Gangguan pendengaran yang terjadi pada anak perlu untuk dilakukan deteksi seawal mungkin mengingat peranan pendengaran dalam proses perkembangan bicara
sangatlah penting. Fungsi pendengaran dan juga perkembangan bicara sudah
Universitas Sumatera Utara
termasuk ke dalam program evaluasi perkembangan anak secara umum yang biasa dilakukan mulai dari tingkatan Posyandu oleh profesi di bidang kesehatan. Pada anak
berkebutuhan khusus tuna rungu, gangguan pendengaran dapat dikurangi dengan memanfaatkan sisa pendengaran dan menggunakan alat bantu dengar meskipun
hasilnya tidak sempurna. Selain itu, anak tuna rungu juga perlu mendapatkan terapi wicara untuk memperbaiki gangguan berbahasa sehingga anak tuna rungu bisa
menjadi produktif dan dapat memperbaiki kualitas hidupnya. Terapi wicara diberikan kepada mereka anak tuna rungu atau mereka yang
mengalami gangguan komunikasi termasuk dalam gangguan berbicara, berbahasa serta gangguan menelan. Terapi wicara juga dapat bermanfaat untuk membangun
kembali kognisi serta produktifitas anak tuna rungu. Adapun beberapa metode sistem pelayanan terapi wicara untuk anak berkebutuhan
khusus dengan gangguan pendengaran diantaranya adalah sebagai berikut.
a. Metode lips reading atau membaca ujaran
Metode ini penekanannya terdapat pada kemampuan anak yang diharuskan bisa menangkap suara atau bunyi bahkan ungkapan dari seseorang melalui
penglihatannya. Dengan kata lain, anak tuna rungu harus bisa membaca gerakan bibir dari lawan bicaranya.
b. Metode oral
Cara atau metode oral ini adalah untuk melatih anak tuna rungu agar bisa berkomunikasi secara lisan dengan lingkungan atau orang-orang yang bisa
mendengar. Caranya yaitu dengan melibatkan anak tuna rungu untuk berbicara secara lisan dihadapan orang atau masyarakat dalam setiap kesempatan.
c. Metode manual
Universitas Sumatera Utara
Terapi wicara dengan metode manual ini adalah cara melatih atau mengajar anak tuna rungu untuk berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat yaitu dengan
ejaan jari. d.
Metode AVT Auditori Visual Therapy Metode auditori visual therapy ini adalah perpaduan antara penerapan suara, bahasa
bibir dan mimik muka. Tujuannya adalah dengan suara yang kita diharapkan bisa mengoptimalkan sisa pendengaran anak, dan dengan membaca mimik muka serta
bahasa bibir diharapkan anak dapat dengan mudah memahami atau lebih mengerti setiap kata yang diucapkan secara visual.
Namun, dalam terapi wicara ini juga ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :
1. Alat artikulasi anak untuk mengetahui apakah terdapat kecacatan atau tidak.
2. Pembentukan vocal dan konsonan
3. Mengetahui tingkat kekurangan pendengaran anak. Ringan, sedang, berat
atau bahkan sangat berat. 4.
Tingkat kelainan anak. Jika anak mengalami beberapa kelainan yang telah disebutkan diatas maka mereka
perlu mendapatkan perhatian khusus, karena hal tersebut akan sangat berpengaruh terhadap penanganan awal atau konsep awal seperti apa yang akan diberikan kepada
anak tuna rungu. Sekarang ini tentunya sudah banyak berbagai macam modifikasi terapi untuk anak
berkebutuhan khusus yang lebih modern dan juga lebih detail, namun pada dasarnya semua metode terapi tersebut tergantung dari cara penanganan yang dilakukan
terhadap anak. Hendaknya anak tuna rungu dilatih untuk berbicara sedini mungkin dengan orang normal agar mereka merasa terbiasa dan organ artikulasi mereka dapat
Universitas Sumatera Utara
terlatih sejak dini. https:tunarungu.wordpress.com di akses pada tanggal 11 desember 2015 pukul 22: 20 Wib.
2.5.2 Pemberdayaan Penyandang Disabilitas Tuna Rungu Wicara
Jika dilihat lebih jauh pemberdayaan hampir sama dengan pendidikan yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang lemah atau tidak
beruntung. Pemberdayaan dapat diartikan suatu proses atau serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah atau penyandang
disabilitas tuna rungu wicara dalam masyarakat sehingga mereka dapat: 1.
Memenuhi kebutuhan dasarnya agar dapat memiliki kebebasan dalam mengemukakan pendapat, dan tidak hanya itu saja melainkan juga bebas
dari kesakitan. 2.
Menyangkut sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatanya dan memperoleh barang-barang dan
jasa-jasa yang mereka perlukan. 3.
Dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan- keputusan yang dapat mempengaruhi mereka Mujahiddin, 2012: 144.
Agar ketiga hal tersebut dapat terlaksana maka pendidikan yang bermodelkan pemberdayaan perlu diperhatikan kepada penyandang disabilitas tuna rungu wicara.
Contoh dalam kasus penderita penyandang disabilitas tuna rungu wicara ditemukan suatu fakta tentang keinginan atau kesukaan penyandang disabilitas tuna rungu
wicara dalam bidang menjahitsablon, saloon, pertukangan kayu, berarti ada konten kreatif mereka yang perlu dikembangkan dan diberdayakan. Kreatifitas-kreatifitas
inilah yang kemudian harus diberdayakan sehingga penyandang disabilitas tuna rungu wicara mampu mandiri dan memenuhi kehidupan kelak.
Universitas Sumatera Utara
2.6 Kemandirian