Paradigma Teoritis Latar belakang

40

E. Paradigma Teoritis

Keterangan: Menyebabkan Terdiri dari Fokus penelitian Approach-approach conflict Avoidance-avoidance conflict Approach-avoidance conlfict Multiple approach- avoidance conflict Lesbian Konflik Tahap pembentukan identitas lesbian: 7. Identity confusion 8. Identity comparison 9. Identity tolerance Bertentangan dengan: 1. Agama 2. Kebijakan pemerintah 3. Sosial Budaya Universitas Sumatera Utara 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Seorang remaja berada pada tahapan identity versus identity confusion dalam tahapan perkembangan kehidupan. Pada tahap ini individu dituntut untuk memahami siapa dirinya. Pemahaman terhadap diri sendiri dibutuhkan untuk menjadi individu dewasa yang memiliki nilai di lingkungan masyarakat. Ketika dia berhasil melewati masa ini dan memperoleh identitas dirinya maka ia akan melewati tahapan berikutnya dengan baik dan sebaliknya. Remaja yang tidak berhasil pada tahapan ini akan mengalami identity confusion Erikson, 1982. Identity confusion adalah istilah Erikson bagi tahap perkembangan yang mencirikan anak-anak remaja ketika mengalami ketidakharmonisan di antara berbagai peran Reber Reber, 2010. Misalnya seseorang merasa bingung akan identitas dirinya, tidak mengerti peran dirinya sehingga bingung dalam menentukan sikap. Keberhasilan tahap ini tidak terlepas dari kehidupan di masa kanak-kanak sebelumnya dan menurut Erikson 1982 tidak semua remaja berhasil melewati masa ini. Erikson 1982 mengatakan bahwa terdapatnya beberapa kekacauan merupakan sesuatu yang normal. Namun hati-hati pada kekacauan yang berlebihan karena hal itu dapat menghambat kedewasaan seseorang. Remaja yang mengalami identity confusion cenderung kembali Universitas Sumatera Utara 2 ke masa sebelumnya, kanak-kanak, menghindari penyelesaian konflik atau melakukan sesuatu dengan tidak dipikirkan sebelumnya. Papalia, Old dan Fieldman 2009 mengungkapkan bahwa fokus utama di dalam pencarian identitas pada masa remaja berkaitan dengan pilihan bidang pekerjaan yang diminati, kemudian pemilihan nilai-nilai yang diyakini sebagai panutan dalam menjalani kehidupan dan yang terakhir adalah pemilihan identitas seksual. Identitas seksual bukan hanya hal-hal yang berkaitan dengan kenikmatan atau erotisme di dalam melakukan hubungan seksual saja Laazulva, 2013. Mengenali orientasi seksual diri sendiri, menerima dorongan seksual, dan membentuk kedekatan romantis atau seksual adalah bagian dari pencapaian identitas seksual Papalia, Old, Fieldman, 2009. Mengetahui dan menyadari orientasi seksual dan segala hal yang berhubungan dengan seksualitas merupakan salah satu aspek penting di dalam pembentukan identitas seseorang. Identitas seksual dapat mempengaruhi citra diri seseorang serta mempengaruhi bagaimana individu berperilaku dalam kehidupan sosial, berhubungan dengan orang lain Papalia, Old, Fieldman, 2009. Papalia, Old Fieldman 2009 menyatakan bahwa orientasi seksual mengacu pada kepada siapa seseorang merasakan ketertarikan secara seksual atau hubungan romantis. Terdapat tiga kategori orientasi seksual, yaitu biseksual, heteroseksual dan homoseksual. Heteroseksual adalah ketertarikan individu pada jenis kelamin yang berbeda. Biseksual Universitas Sumatera Utara 3 adalah ketertarikan individu pada jenis kelamin yang sama maupun jenis kelamin yang berbeda. Homoseksual adalah ketertarikan individu pada jenis kelamin yang sama. Subhrajit 2014 mengatakan bahwa homoseksual merupakan kaum minoritas yang memiliki kemungkinan mendapat perlakuan diskriminatif yang tinggi. Beberapa negara bahkan telah mencetuskan bahwa homoseksual merupakah perilaku yang ilegal. Bahkan terdapat negara yang telah menetapkan bahwa individu yang terbukti melakukan hubungan sesama jenis akan diberi hukuman mati Subhrajit, 2014. Davidson Neale 2004 menyebutkan bahwa identitas seksual terdiri dari dua jenis, yaitu lesbian dan gay. Lesbian adalah kecenderungan pada wanita yang menyukai dan memiliki rangsangan seksual pada jenis kelamin yang sama. Begitu juga halnya dengan gay, namun gay merupakan kecenderungan pria menyukai secara seksual pada sesama jenisnya. Penelitian kali ini akan memfokuskan hanya pada lesbian karena setelah mendalami lebih lanjut ditemukan bahwa referensi ilmiah yang berkaitan dengan lesbian masih sangat minim, khususnya di Indonesia. Individu yang menjadi lesbian disebabkan oleh beberapa hal. Menurut Tan 2005 yang menyebabkan seseorang menjadi lesbian adalah sebagai berikut: Pertama, pengaruh keadaan keluarga dan kondisi hubungan orang tua. Kedua, individu yang berada di lingkungan lesbian dapat terpengaruh dan akhirnya menjadi lesbian. Penyebab ketiga adalah pengalaman seksual buruk pada masa kanak-kanak. Penelitian Matthews Universitas Sumatera Utara 4 dkk 2002 juga menemukan bahwa kekerasaan yang terjadi baik itu fisik maupun seksual dapat menyebabkan seorang anak menjadi lesbian. Hal ini sejalan dengan penuturan Mei bukan nama sebenarnya yang mengatakan penyebab ia lebih tertarik pada perempuan daripada laki-laki karena di dalam keluarganya laki-laki tidak berperan dengan baik. Menurut Mei ayahnya tidak bertanggung jawab dan suka berbuat kasar kepadanya serta anggota keluarganya yang lain. Mei kemudian menggeneralisasikannya kepada semua laki-laki sehingga ia akhirnya lebih menyukai perempuan daripada laki-laki. Berikut penyataan Mei mengenai hal tersebut: “…dari dulu itu ayahku gak ada pedulinya sama kali kurasa, gak ada tanggung jawabnya. Kalo misal emosi gak bisa ngomong baik-baik dia, langsung main kasar, entah itu ngomongnya yang kasar ato perbuatannyanya. Itu dari dulu, jadi aku udah keseringan liat contoh laki-laki yang buruk. Aku nganggapnya laki-laki itu buruk, gak bagus. Abangku juga gitu soalnya…” Wawancara Personal, 2015 Ketertarikan terhadap sesama jenis bukan hanya dirasakan oleh mereka yang telah beranjak dewasa, anak-anak yang masih berada pada tahapan remaja juga telah saat ini telah memiliki perasaan tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Laazulva tahun 2013 pada 335 responden yang tersebar di wilayah Jakarta, Makassar dan Yogyakarta ditemukan bahwa perasaan suka terhadap jenis kelamin yang sama kebanyakan muncul pada rentang usia antara 12 sampai 18 tahun, namun ternyata perasaan suka terhadap sesama jenis juga bisa muncul di usia kurang dari 12 tahun. Hal ini juga dipengaruhi oleh pubertas seseorang, ketika seorang remaja telah sampai pada tahap pubertas maka akan mulai muncul Universitas Sumatera Utara 5 perasaan suka baik secara fisik, emosi maupun seksual Laazulva, 2013. Iswahudi 2013 mengatakan bahwa remaja yang memiliki ketertarikan seksual terhadap sesama jenis tersebut bahkan telah memiliki keberanian untuk menjalin hubungan dengan sesama jenis mereka. Kesadaran memiliki orientasi seksual lesbian bukan merupakan hal yang mudah. Terjadi proses yang sangat panjang sebelum akhirnya seseorang menyadari bahwa ia memiliki orientasi seksual yang berbeda dari kebanyakan orang. Seorang lesbian akan melewati enam tahapan sebelum benar-benar menyadari orientasi seksualnya. Enam tahapan tersebut adalah identity confusion, identity comparison, identity tolerance, identity acceptance, identity pride, identity synthesis. Individu yang berada pada tahapan identity confusion sampai dengan identity tolerance merupakan lesbian yang mengungkapkan orientasi seksualnya hanya kepada sesama lesbian. individu yang berada pada tahapan identity acceptance sampai dengan identity synthesis merupakan individu yang telah mengungkapkan orientasi seksualnya kepada beberapa orang terdekat bahkan publik. Masing-masing tahapan tersebut memiliki kemungkinan terjadinya pemberhentian atau yang biasa disebut dengan istilah identity foreclosure Cass, 1984. Penelitian yang dilakukan oleh Juster, Smith, Oullet, Sindi, dan Lupien pada tahun 2013 menemukan bahwa lesbian yang mengakui orientasi seksualnya meskipun hanya kepada beberapa teman dan keluarga yang memiliki orientasi heteroseksual akan memiliki tingkat Universitas Sumatera Utara 6 kecemasan, depresi dan burnout yang lebih rendah. Mereka yang masih takut untuk mengakui bahwa mereka memiliki orientasi seksual lesbian malah sebaliknya. Lesbian tersebut cenderung memiliki banyak pertimbangan terkait orientasi seksualnya Juster dkk, 2013. Hal tersebut sejalan dengan ungkapan Nata bukan nama yang sebenarnya, seorang lesbian yang telah berada di tahap identity acceptance dan Mei bukan nama yang sebenarnya yang masih berada pada tahap identity tolerance. Berikut pernyataan Nata dan Mei tersebut: “…gak ada yang harus ditutup-tutupilah, aku gak merugikan orang lain kok, dan itu sah-sah aja menurutku karena memang itu yang aku rasakan, hak ku juga kan, ngapain takut…” Wawancara Personal, 2016 “…kan lebih banyak yang gak suka sama lesbian daripada yang suka, apalah yang aku dapat kalo mereka tau aku lesbian? Dijauhi pasti, mending kalo cuma dijauhi aja, bisa jadi dihina, disindir-sindir. Padahal kita kan gak ganggu kan, tapi tetep aja pasti diperlakukan bedalah. Gak habis- habislah kalo mikirin itu, yang ada pusing sendiri, mending dipendam baik- baik ajalah…” Wawancara Personal, 2015 Saat ini banyak penelitian yang coba menggali homoseksual yang terjadi di masyarakat. Dahulu homoseksual dipandang sebagai gangguan mental namun dari banyak penelitian yang telah dilakukan oleh para ilmuan menemukan bahwa tidak terdapat hubungan antara orientasi homoseksual dengan masalah emosional atau sosial Patterson, 1992, 1995a, 1995b. Pada tahun 2000 American Psychiatric Association Manual Of mental Disorders DSM menghapus homoseksual yang berarti homoseksual telah terbukti bukan merupakan gangguan. Universitas Sumatera Utara 7 Penghapusan homoseksual dari daftar gangguan mental tidak menjadikan homoseksual sesuatu yang dapat diterima. Bila ditelaah dari sudut pandang masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia sampai saat ini beranggapan negatif terhadap homoseksual termasuk lesbian. Masyarakat memiliki stigma yang negatif terhadap lesbian. Masyarakat beranggapan bahwa lesbian adalah pendosa yang tidak sepantasnya diterima Lovina, 2014. Hal ini sejalan dengan ungkapan seorang masyarakat, Risma ketika diwawancari, berikut pernyataan beliau: “…sampe sekarang kau peneliti neliti inipun aku gak yang mikir itu pantas, aneh-aneh aja orang zaman sekarang. Dari mana coba orang itu kepikiran bisa jalani kek gitu. apa gak beragama orang itu? di agama manapun rasaku itu dilarangla. Gak usah nambah-nambah dosala kalo apa hahaha, kau terapila sana orang itu hahah..” Wawancara Personal, 2016 Penolakan dari kalangan masyarakat juga dirasakan oleh lesbian tersebut. Manaf dalam tulisannya yang berjudul “Kami Tidak Bisu” pada tahun 2011 mengungkapkan bahwa kaum lesbian merasa kurang aman dan nyaman dengan mayoritas masyarakat. Masyarakat masih banyak yang tidak menerima orientasi seksual mereka. Isu-isu yang berhubungan dengan lesbian masih menjadi sesuatu yang tabu dan sensitif di kalangan publik Manaf, 2011. Penolakan tersebut tidak hanya datang dari anggapan masyarakat saja. Bila ditinjau dari sisi keagamaan menjadi lesbian juga merupakan suatu larangan. Larangan tersebut terdapat pada Al quran 1998 surah Al Universitas Sumatera Utara 8 ankabut dan Al Kitab 2004 surat Imamat. Kitab suci yang datangnya dari Sang Pencipta bahkan melarang homoseksual. Selain itu, negara Indonesia juga masih teguh berpengangan pada aturan bahwa pernikahan sesama jenis merupakan perilaku yang ilegal. Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin dalam Kompas menyatakan bahwa pernikahan sesama jenis tidak dapat diterima karena masyarakat Indonesia merupakan warga yang religius dan di dalam religi hubungan sesama jenis dilarang Gatra, 2015. Laazulva 2013 juga mengatakan bahwa orang-orang yang memiliki orientasi seksual lesbian kerap kali mendapatkan stigma. Masyarakat beranggapan bahwa lesbian merupakan orang-orang menyimpang karena tidak sesuai dengan apa yang seharusnya. Selain sebagai orang yang menyimpang, mereka yang memiliki orientasi seksual lesbian juga dianggap sebagai pendosa karena yang mereka lakukan tidak sesuai dengan ajaran agama. Anggapan abnormal dan pendosa tersebut membuat para lesbian mendapatkan perlakuan dan hak yang berbeda dengan kebanyakan warga negara. Keadaan tersebut menimbulkan pertentangan pada lesbian dan menurut Lewin dalam Hall, Lindzey, Loehlin, Locke, 1985 ketika individu memiliki dorongan yang sama-sama kuat namun saling bertentangan maka akan menimbulkan konflik. Lahey 2007 juga di dalam teorinya menyebutkan bahwa konflik merupakan keadaan dimana Universitas Sumatera Utara 9 dua atau lebih motif tidak dapat dipuaskan karena mereka saling mengganggu satu sama lain. Bila dua motif saling bertentangan, maka kepuasan motif yang satu akan menimbulkan frustasi pada motif yang lain. Subhi dkk 2011 dalam penelitiannya yang berjudul Intrapersonal Conflict Between Christianity And Homosexuality: The Personal Effect Faced By Gay Men And Lesbian, menemukan bahwa lesbian atau gay yang mengalami konflik berkaitan dengan keagamaan dan homoseksualitas memiliki kemungkinan untuk mengalami depresi. Selain depresi, konflik yang terjadi pada lesbian atau gay juga dapat menimbulkan perasaan kecemasan, rasa bersalah, keterasingan dan bahkan dapat menyebabkan adanya keinginan untuk melakukan bunuh diri Subhi dkk, 2011. Lewin dalam Hall, Lindzey, Loehlin, Locke, 1985 mengatakan bahwa konflik yang dialami oleh individu dapat dijabarkan melalui 4 tipe konflik. Konflik yang pertama adalah approach-approach conflict, yaitukonflik ini terjadi ketika seseorang memiliki dua pilihan yang sama- sama positif. Tipe konflik yang kedua adalah avoidance-avoidance conflict, yaitu tipe konflik yang terjadi ketika seseorang dihadapkan pada dua keadaan yang sama-sama negatif. Ambar bukan nama sebenarnya merupakan salah satu lesbian yang mengalami tipe konflik ini: Universitas Sumatera Utara 10 “…lingkungan aku itu enggak mendukung buat out mengungkapkan orientasi seksualnya, dari pada nanti di keluarkan dari rumah, dikucilkan…” Wawancara Personal, 2015 D’Augelli, Hershberger, dan Pilkington pada tahun 1998 juga menemukan bahwa proses mengungkapkan orientasi seksual kepada orang lain, terutama kepada orang tua merupakan hal yang menegangkan. Sehingga para lesbian lebih memilih untuk tidak mengungkapkan orientasi seksualnya. Alasan utama lesbian tidak mengungkapkan orientasi seksualnya karena terdapat perasaan takut pada reaksi yang nantinya akan ia terima D’Augelli, Hershberger, Pilkington, 1998. Tipe konflik yang ketiga adalah approach-avoidance conflict, yaitu konflik yang dihadapi seseorang ketika ia memiliki tujuan yang positif tetapi sekaligus akan berdampak negatif. Tipe konflik yang terakhir adalah multiple approach-avoidance conflict, yaitu konflik yang terjadi ketika seseorang dihadapkan pada dua situasi positif dan dua situasi negatif secara bersamaan. Ketika konflik terjadi baik konflik tipe approach-approach, approach- avoidance, avoidance-avoidance maupun multiple approach-avoidance tentu saja akan menimbulkan dampak bagi lesbian tersebut Lewin dalam Hall, Lindzey, Loehlin, Locke, 1985. Kelleher 2009 mengatakan bahwa konflik dapat terjadi kepada individu yang masuk dalam golongann kaum minoritas, seperti lesbian, gay, biseksual, transgender waria dan questioning. Hal tersebut juga Universitas Sumatera Utara 11 sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Colonne pada tahun 2005 tentang waria. Colonne 2005 menemukan bahwa sebagai golongan kaum minoritas, waria mengalami konflik. Hasil penelitian Colonne 2005 menunjukkan bahwa waria tersebut mengalami approach-approach conflict dan approach-avoidance conflict. Approach-approach conflict dialami oleh waria tersebut ketika di satu sisi ia ingin menunjukkan diri sebagai perempuan karena memang terdapat dorongan tersebut dari dalam dirinya, namun di sisi lain ia tidak dapat menyangkal bahwa dirinya adalah seorang laki-laki dan ingin benar- benar menjadi laki-laki. Approach-avoidance conflict terjadi ketika waria tersebut memiliki perekonomian yang sulit. Keadaan tersebut memaksa dirinya untuk melacurkan diri namun di sisi lain ia merasa malu apabila berjumpa dengan orang-orang yang mengenal dirinya. Bersumber dari rangkaian fakta bahwa memiliki orientasi seksual yang berbeda dari kebanyakan orang, yaitu lesbian tidak mudah. Terdapat pertentangan dari berbagai hal, seperti dari lingkungan sosial budaya, kebijakan pemerintah dan juga agama. Di sisi lain mestipun menyadari hal tersebut tetap saja terdapat perempuan-perempuan yang tertarik secara seksual kepada perempuan lainnya. Menelaah fakta-fakta di atas peneliti merasa tertarik dan perlu mengadakan penelitian yang berkaitan dengan konflik yang dialami oleh lesbian. Konflik dalam hal ini berkaitan dengan fakta bahwa mereka memiliki orientasi seksual yang bertentangan dengan Universitas Sumatera Utara 12 hal yang telah disebutkan diatas. Setelah melakukan penelitian ini peneliti berharap mendapatkan gambaran mengenai tipe konflik seperti apa sebenarnya yang dirasakan oleh remaja lesbian.

B. Identifikasi Permasalahan