Kredibilitas penelitian Pembahasan Gambaran Tipe Konflik pada Remaja Lesbian

51 verbatim. Penulisan verbatim peneliti rancang dalam bentuk tabel supaya mempermudah proses penganalisaan. Di tahap ini juga peneliti membubuhkan kode-kode pada setiap data yang diperoleh. Pengkodean ini dikenal dengan istilah koding. Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan dan mensistematisasikan data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang akan dipelajari Poerwandari, 2009. Pengkodean ini peneliti bubuhkan pada setiap jawaban dari responden yang berhubungan dengan topik yang telah peneliti tentukan.

G. Kredibilitas penelitian

Kredibilitas dalam penelitian kualitatif terletak pada keberhasilan peneliti dalam mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi Poerwandari, 2009. Selain itu kredibilitas yang baik ditunjukkan dengan cara yang digunakan oleh peneliti dalam menjamin bahwa subjek penelitian diidentifikasi dan dideskripsikan secara akurat Poerwandari, 2009. Peneliti mengkonfirmasi ulang data-data yang telah didapat kepada subjek guna menjamin keakuratan data yang ada. Hal ini dilakukan guna menghindari kesalahan dalam pencatatan data. Peneliti juga melakukan pendekatan terlebih dahulu kepada subjek sehingga subjek sendiri dapat mengungkapkan hal yang terjadi secara lebih terbuka. Selain itu peneliti Universitas Sumatera Utara 52 tidak lupa mencari sumber referensi dari penelitian-penelitian sebelumnya, kemudian peneliti selalu berdiskusi dengan orang-orang yang telah ahli di dalam penelitian. Terakhir, peneliti berulang kali melakukan checking pada keseluruhan proposal penelitian.

H. Metode Analisis Data

1. Organisasi Data

Pada penelitian kali ini peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif sehingga data yang diperoleh akan banyak dan beragam, oleh karena itu dibutuhkan pengorganisasian data yang baik. Menurut Highlen dan Finley dalam Poerwandari 2009 organisasi data yang sistematis digunakan untuk menghasilkan kualitas data yang baik, mendokumentasikan analisis yang dilakukan, menyimpan data dan analisis yang berkaitan dengan penyelesaian penelitian. Hal yang penting untuk disimpan antara lain data mentah catatan lapangan atau kaset hasil rekaman, data yang sudah diproses verbatim wawancara dan catatan refleksi, data yang sudah dikoding serta dokumentasi umum Poerwandari, 2009. Pada penelitian kali ini peneliti juga melakukan pengoranisasian data, diawali dengan melakukan pengumpulan data. Data tersebut didapat dari proses wawancara dan setiap wawancara peneliti melakukan observasi. Ketika melakukan Universitas Sumatera Utara 53 wawancara peneliti mereka percakapan, rekaman tersebut kemudian peneliti dokumentasikan dalam bentuk verbatim. Ketika mengetik hasil verbatim, peneliti sekaligus memperhatikan kalimat mana yang masih belum jelas. Jika ada yang belum jelas peneliti membuat refleksi-refleksi, kemudian pada wawancara selanjutnya peneliti menanyakan hal tersebut. Data-data yang ada kemudian peneliti simpan di tempat yang berbeda-beda, mulai dari di laptop, flash disk, sampai penyimpanan di internet one drive. Hal ini dilakukan guna memastikan bahwa data yang telah diperoleh tidak akan hilang.

2. Koding

Koding adalah proses membubuhkkan kode-kode pada materi yang diperoleh. Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan dan mensistematisasikan data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat dengan mudah ditelusuri. Menurut Poerwandari 2009 mengatakan bahwa proses koding ini dilakukan seefektif mungkin dan merupakan hak serta tanggunjawab peneliti. Peneliti melakukan analisa pada setiap kalimat yang diucapkan oleh subjek dimana setiap analisa dibubuhkan koding berupa responden keberapa yang disingkat dengan R, contohnya R1; wawancara keberapa yang disingkat dengan W, contohnya Universitas Sumatera Utara 54 W1; tangggal wawancara; baris wawancara, yang disingkat dengan B, contohnya B30 yaitu baris ke tiga puluh; halaman keberapa, yang disingkat dengan H, contohnya H1. Teori yang akan digunakan oleh peneliti adalah teori tipe konflik oleh Kurt Lewin yang telah dijabarkan di dalam bab II Landasan Teori

3. Analisa Tematik

Analisa tematik merupakan suatu proses mengkode suatu informasi sehingga pada akhirnya akan mendapatkan daftar tema, model tema serta indikator yang kompleks, kualifikasi yang berkaitan dengan tema tersebut. Tema-tema tersebut dapat diperoleh secara induktif dari informasi mentah, selain itu dapat juga diperoleh secara deduktif dari teori-teori atau penelitian- penelitian sebelumnya Boyatzis, 1998. Pada penelitian kali ini tema yang akan digunakan adalah tipe-tipe konflik, yaitu approach-approach conflict, avoidance- avoidance conflict, approach-avoidance conflict, dan multiple approach avoidance conflict. Selain itu peneliti juga akan melakukan analisa tematik berkaitan dengan hal-hal yang mendukung serta memperjelas gambaran tipe konflik pada remaja lesbian tersebut, yaitu latar belakang mengapa ia menjadi lesbian. Tema-tema tersebut akan dituliskan pada kolom analisa tematik. Universitas Sumatera Utara 55 Berikut pedoman kode analisa tematik tipe konflik: Tipe konflik A. Approach-approach conflict B. Avoidance-avoidance conflict C. Approach-avoidance conflict D. Multiple approach avoidance conflict Penyebab menjadi lesbian E. Latar belakang menjadi lesbian

4. Tahapan Interpretasi

Interpretasi data merupakan proses yang mengacu pada upaya untuk memahami data yang telah didapatkan secara lebih ekstensif serta mendalam. Dalam hal ini peneliti memiliki cara pandang tersendiri di dalam penelitiannya berkaitan dengan apa sebenarnya yang sedang ia teliti. Peneliti kemudian dapat menginterpretasi data melalui cara pandangnya tersebut. Pada penelitian ini peneliti menginterpretasi data melalui teori Kurt Lewin berkaitan dengan empat tipe-tipe konflik. Menurut Poerwandari 2009 proses interpretasi memerlukan upaya mengambil jarak dari data, dimana hal ini dapat dilalui melalui langkah-langkah metodis dan teoritis yang jelas, serta dengan cara dimasukkannya data ke dalam konteks konseptual yang khusus. Universitas Sumatera Utara 56

5. Penulisan Laporan Penelitian

Penelitian kualitatif tidak memiliki cara penulisan laporan penelitian yang baku dari mulai penyusunan proposal, pengambilan data, pengolahan dan analisis, hingga ke penyusunan laporan Poerwandari, 2009. Pada penelitian ini laporan penelitian akan ditulis dalam 5 bab. Bab pertama akan diisi dengan latar belakang penelitian yang berisikan data dan fenomena lapangan tentang lesbian, identifikasi permasalahan yang akan diangkat, tujuan peneliti melakukan penelitian ini, manfaat penelitian ini dilakukan baik dari segi teoritis maupun dari segi praktis, serta sistematika penulisan. Bab kedua akan berisikan landasan teori yang akan menjadi acuan peneliti saat melakukan interpretasi, terdapat tiga teori yang akan dibahas yaitu teori tentan konflik, remaja, serta lesbian. Bab ketiga akan berisikan metodologi penelitian, dimana di dalamnya akan dijabarkan bagaimana peneliti akan melakukan penelitian ini, mulai dari metodologi yang digunakan, proses pengumpulan datanya, lokasi penelitian, subjek penelitian, alat bantu yang akan digunakan di dalam pengumpulan data, prosedur penelitian yang dilakukan, kredibilitas dari penelitian, serta bagaimana cara peneliti menganalisis data yang ada. Bab keempat akan berisi tentang hasil data yang diperoleh serta pembahasan yang dilakukan berdasarkan pada teori tipe-tipe konflik. Bab Universitas Sumatera Utara 57 kelima akan berisian kesimpulan yang dari keseluruhan penelitian serta saran yang membangun. Universitas Sumatera Utara 58

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi penjabaran dari hasil wawancara yang telah dianalisa dan dituangkan dalam bentuk narasi. Penjabaran ini dilakukan guna memberikan kemudahan bagi para pembaca dalam memahami tipe konflik yang terjadi pada remaja lesbian. Hasil data yang diperoleh dari Febri dan April dianalia dan diinterpretasi satu per satu. Proses analisa dan interpretasi dilakukan berdasarkan teori yang telah dicantumkan dalam bab II Landasan Teori. Setiap proses analisa pada bab ini akan diberikan kode tertentu, misalnya R1. W2. 100416. C. B997-999. H41 . Kode tersebut diartikan sebagai berikut; R1 berarti Febri; W2 berarti wawancara kedua; 100416 berarti wawancara dilakukan pada 10 april 2016; C berarti pengkodean untuk analisa tematik yang disesuaikan dengan teori; B997-999 berarti ungkapan tersebut berada pada baris 997 sampai dengan 999; H41 berarti ungkapan tersebut berada pada data verbatim halaman 41. Gambaran Umum Subjek Penelitian Pertama Tabel 1. Gambaran Umum Partisipan Pertama Nama Samaran Febri Usia 18 tahun Jenis Kelamin Perempuan Anak Ke 2 Jumlah Saudara Laki-laki 1 Jumlah Saudara Perempuan - Universitas Sumatera Utara 59 Suku Bangsa Batak Status Mahasiswa Tabel 2. Jadwal Wawancara Partisipan Pertama Pertemuan Waktu 1 Senin, 04 April 2016, pukul 20.17-21.20 WIB 2 Minggu, 10 April 2016, pukul 16.30-17.12 WIB 3 Jumat, 15 April 2016, pukul 14.48-15.30 WIB

1. Subjek Pertama

a. Hasil Observasi

1. Pertemuan Pertama

Senin, 04 April 2016, pukul 20.17-21.20 WIB Wawancara pertama dilakukan di sebuah restoran cepat saji yang berada di kota Medan, tak jauh dari kediaman Subjek. Restoran tersebut dipilih guna mempermudah Subjek. Wawancara dilakukan pada hari Senin, 4 April 2016, pada pukul 20.17- 21.20 WIB. Sebelumnya peneliti dan Febri memastikan bahwa restoran tersebut merupakan tempat yang nyaman untuk melakukan wawancara. Restoran tersebut terdiri dari dua lantai, dan wawancara dilakukan di lantai dua. Dinding restoran tersebut terbuat dari kaca sehingga membuat aktifitas di dalam restoran terlihat oleh orang yang berada di luar. Universitas Sumatera Utara 60 Ketika memasuki restoran, yang pertama kali terlihat adalah deretan tempat makan yang tersusun rapi dengan meja persegi dan sofa bulat yang sejatinya hanya dapat diduduki oleh satu orang saja. Sebelah kanan pintu masuk yang terbuat dari kaca merupakan tempat pembelian. Tempat pembelian tersebut dijaga oleh lima orang, masing-masing berhadapan dengan satu komputer. Pada bagian atas tempat pembelian terpampang berbagai sajian yang disediakan beserta dengan harga satuannya. Setiap pembeli dapat menerima pesanannya antara 5-15 menit setelah melakukan pembayaran. Di samping tempat pemesanan terdapat tangga yang merupakan akses untuk naik ke lantai dua. Tangga tersebut terbuat dari semen yang dilapisi oleh marmer berwarna putih. Pertama kali memasuki lantai dua maka yang terlihat adalah susunan meja yang berbentuk persegi dan bangku yang terbuat dari besi. Dinding restoran yang terbuat dari kaca membuat tempat tersebut menjadi semakin menarik. Pengunjung dapat melihat kemerlipan lampu jalan dan bangunan-bangunan indah yang berada di sekitar restoran. Wawancara dilakukan di sudut kanan restoran setelah sebelumnya peneliti memesan makanan serta minuman. Universitas Sumatera Utara 61 Pada saat melakukan wawancara hanya terdapat 5 orang pengunjung yang berada di lantai 2 tersebut. 2 di antaranya adalah peneliti dan Febri bukan nama sebenarnya, 3 orang lagi adalah orang tak dikenal yang duduk di bagian sudut kiri ruangan. Peneliti memperkirakan bahwa lantai 2 tersebut berukuran 9 x 6 meter. Bisa dipastikan bahwa 3 orang yang berada di sudut kiri tersebut tidak mendengar pembicaraan yang terjadi antara peneliti dan Febri. Saat melakukan wawancara Febri dan peneliti duduk berhadapan sehingga dapat menatap satu sama lain dengan jelas. Peneliti dan Febri hanya berjarak sekitar 60 cm. Saat itu Febri menggunakan baju berwarna kuning berlengan pendek dan pants berwarna putih. Febri tergolong memiliki badan yang besar. Berat badannya 62 kg dan tinggi badannya 166 cm. Febri memiliki kulit putih bersih, tangannya terlihat memiliki bulu yang lumayan lebat, wajahnya berbentuk bulat dengan dagu agak tirus, matanya panjang dengan pelupuk mata yang terlihat mestipun sedikit, hidungnya sedikit mancung, mulutnya kecil dengan bibir yang berisi, dan rambut panjannya tergerai lurus. Dia tidak memakai aksesoris yang berlebihan, hanya menggunakan jam tangan dan anting-anting berbentuk bunga. Universitas Sumatera Utara 62 Sekitar sebulan sebelum wawancara dimulai peneliti dan Febri telah 3 kali bertemu, hal ini dilakukan sebagai bentuk pendekatan. Pada saat akan memulai wawancara, peneliti dan Febri bersalaman, tangannya terasa dingin. Febri merupakan orang yang ceria. Dia selalu tersenyum namun ketika ia memastikan bahwa identitasnya tidak akan diketahui oleh orang lain, senyumnya hilang diiringi dengan mata yang dikedipkan dengan cepat, dahi berkerut dan tangan di depan meja dengan posisi menyilang terlihat seperti orang yang takut. Namun setelah memastikan hal tersebut raut wajahnya kembali normal seperti biasanya, mudah tersenyum. Pada awal wawancara Febri terlihat santai saja. Amarah Febrijelas terlihat pada saat menceritakan kisahnya di saat masih kecil, hal ini terlihat dari perilaku yang ia tampilkan, seperti pengucapan kata perkata lebih lambat dan tangan kanan memegang siku kiri bagian bawah dan sebaliknya tangan kiri memegang siku kanan bagian atas. Febri sempat mengeluarkan kalimat anjir ketika menceritakan kisah tersebut. Nada suaranya juga jauh lebih tinggi ketika menyebutkan kata tersebut. Kedua bibir Febri ditarik ke bagian bawah yang menandakan ia merasakan emosi negatif. Bibirnya hanya tersenyum sesekali, namun bukan senyum keceriaan seperti biasanya melainkan senyum kecil yang getir. Universitas Sumatera Utara 63 Raut wajahnya juga berubah ketika ia menjawab bagaimana bila ketahuan bahwa ia adalah seorang lesbian. Bibirnya tersenyum tipis dan wajahnya menunduk, terlihat seperti menahan sedih. Pengucapan kata-katanya tetap lancar namun terdengar lambat. Secara keseluruhan Febri menjawab setiap pertanyaan dengan lancar. Tatapan Febri juga lebih sering tertuju kepada peneliti yang menandakan bahwa ia menjalani wawancara dengan sepenuh hati. Wawancara juga berjalan lancar, tidak terdapat gangguan yang berarti. Febri sangat kooperatif ketika proses wawancara, jawaban yang dilontarkannya juga cukup banyak. Pertemuan sebelumnya membuat hubungan peneliti dengan Febri menjadi dekat. Terkadang terdengar suara tawa pengunjung lainnya namun hal tersebut tidak menghambat proses wawancara. Suara tawanya juga tidak dekat. Kebetulan restoran cepat saji tersebut sepi pada saat itu. 2. Pertemuan Kedua Minggu, 10 April 2016, pukul 16.30-17.12 WIB Wawancara kedua dilaksanakan pada hari Minggu, 10 April 2016. Wawancara kedua ini dilakukan pada sore hari, tepatnya pukul 16.30-17.12 WIB di rumah Febri. Wawancara seharusnya dilaksanakan pada hari senin, 11 April 2016, karena Febri mengatakan akan sangat sibuk di hari minggu, ada tugas kuliah Universitas Sumatera Utara 64 yang harus ia kerjakan. Namun pada hari minggu tersebut tiba-tiba Febri memberitahukan bahwa ia bisa diwawancarai karena tugas yang harus ia kerjakan telah selesai. Peneliti tiba di rumah Febri sekitar pukul 16.00 WIB. Wawancara tidak bisa dilangsungkan segera karena Febri meminta izin untuk mandi terlebih dahulu. Rumah tersebut dipagari oleh besi berwarna putih setinggi 2 meter. Ketika pagar terbuka kita akan dihadapkan pada sebuah pintu, yang mana pintu tersebut adalah pintu masuk ke dalam rumah. Jarak pagar ke pintu tersebut sekitar 2 meter. Terdapat beberapa pot besar yang diisi dengan bunga pada bagian depan. Ketika memasuki bagian dalam rumah, maka yang pertama kali terlihat adalah empat buah sofa, 2 di antaranya berukuran panjang yang dapat diduduki oleh 3 orang, dan 2 lagi berukuran kecil yang hanya dapat diduduki oleh 1 orang. Di bagian tengah susunan sofa tersebut terdapat meja persegi panjang yang terbuat dari kaca berwarna hitam. Lebar rumah sekitar 8 meter, namun sayang peneliti tidak dapat memperkirakan panjang rumah tersebut. Ketika tiba di rumahnya peneliti langsung diarahkan ke kamar Febri yang berada tepat di samping ruangan yang berisikan sofa tersebut. Universitas Sumatera Utara 65 Kamar tersebut berukuran persegi sekitar 4x4 meter dengan dinding berwarna ungu muda. Terdapat 1 buah meja belajar beserta kursinya di bagian dalam, 1 buah lemari dua pintu berwarna coklat dan 1 tempat tidur yang di atasnya terdapat 4 boneka. Pada bagian atas meja belajar yang berwarna hitam tersebut terdapat susunan buku dan beberapa makanan ringan yang susunannya tidak beraturan. Pada pintu bagian belakang terdapat beberapa baju dan celana yang tergantung. Terdapat tiga foto yang ditempelkan di dinding sebelah atas meja belajar. Suhu di ruangan tersebut tidak panas dan tidak terlalu dingin, sedang. Selesai mandi Febri ke kamar dengan membawa 1 buah kursi. Wawancara dilakukan di depan meja belajar yang mana peneliti dan Febri duduk berhadapan tanpa dihalangi oleh meja sehingga baik peneliti maupun Febri dapat saling melihat dari ujung kepala sampai ujung kaki. Sama halnya denggan wawancara sebelumnya peneliti dan Febri hanya berjarak sekitar 60 cm saja. Saat wawancara Febri menggunakan baju tidur berlengan panjang berwarna biru, rambutnya diikat ke atas. Febri masih tetap sering tersenyum. Sebelum memulai wawancara Febri berulang kali mempertanyakan apakah peneliti ingin minum teh. Terdapat 3 jenis makanan ringan yang dibawanya ke kamar dan menyuruh peneliti untuk memakannya. Setelah meletakkan makanan ringan Universitas Sumatera Utara 66 tersebut, ia keluar dari kamarnya kembali dan masuk lagi dengan membawa gawainya. Ketika akan memulai wawancara terlihat Febri berulang kali memeriksa gawainya yang berbunyi. Sesekali keningnya berkerut ketika membuka gawai tersebut. Namun setelah peneliti menanyakan apakah wawancara sudah bisa dimulai, ia menganggung dan meletakkan gawainya. Suasana hening menemani jalannya wawancara karena memang hanya ada peneliti dan Febri di rumah tersebut. Febri masih sama seperti pertemuan sebelumnya, tetap kooperatif dan aktif. Ia menjawab dengan lancar dan tegas pada setiap pertanyaan yang diajukan. Ia juga menanyakan pertanyaan- pertanyaan yang masih belum jelas. Ketika menjawab pertanyaan berkaitan dengan tanggapan temannya berkaitan LGBT ia lebih dominan menatap lantai dan menurunkan tangannya yang mana sebelumnya berada di atas meja belajar namun hal tersebut terjadi ketika diawal saja, tidak lama kemudian ia kembali mengarahkan pandangannya kepada peneliti seolah menandakan bahwa ia sedih namun harus tetap menghadapi apapun yang terjadi. Ketika membahas tentang kebahagiaannya menjadi lesbian ia sering tertawa seolah menandakan bahwa ia benar-benar bahagia. Febri juga kerap kali menggoda peneliti untuk menjadi seperti dirinya, memiliki orientasi seksual lesbian. Universitas Sumatera Utara 67 Proses wawancara kali ini lebih kondusif daripada wawancara sebelumnya, wawancara berjalan dengan tanpa hambatan. Pada awalnya peneliti takut wawancara akan terganggu apabila gawai terus berbunyi, namun ternyata selama wawancara gawai tersebut tidak berbunyi sama sekali. Sampai wawancara selesai pun orang tua dan abang Febri masih belum pulang.

3. Pertemuan Ketiga

Jumat, 15 April 2016, pukul 14.48-15.30 WIB Wawancara ketiga dilaksanakan pada hari Jumat, 15 April 2016 pada pukul 14.48-15.30 WIB. Wawancara dilakukan setelah Febri pulang dari kampus. Berdasarkan pengalaman sebelum- sebelumnya, peneliti dan Febri sepakat bahwa wawancara lebih efektif bila dilaksanakan di rumah Febri bukan nama sebenarnya. Peneliti tiba di rumah Febri sekitar pukul 14.30 WIB. Rumah masih sama seperti sebelumnya tidak ada perubahan yang berarti, letak pot-pot besarnya juga masih sama. Hanya saja di bagian sudut halaman rumah terdapat sebuah sepeda motor lengkap dengan helmnya. Ketika memasuki rumah yang pertama kali akan terlihat masih tetap sama, yaitu 4 buah sofa. Peneliti disambut oleh Febri dengan senyumnya yang lebar, seakan-akan menyambut orang terdekatnya. Memang setelah melakukan dua kali wawancara peneliti dan Febri menjadi akrab. Universitas Sumatera Utara 68 Setelah menyambut peneliti dengan membukakan pagar dan membukakan pintu rumah, Febri langsung mengarah ke kamar seperti pertemuan sebelumnya. Sepertinya Febri telah menyiapkan segala hal yang diperlukan untuk wawancara. Ketika memasuki kamar, sudah terdapat dua buah kursi yang berada di depan meja belajar. Ruangan kamar Febri juga tidak banyak berubah, hanya saja diatas lemari sebelumnya tidak terdapat koper, namun kali ini terdapat koper berwarna ungu di atas lemari. Pada pertemuan sebelumnya buku-buku tersusun rapi namun pada kali ini, beberapa buku terlihat tidak berada ditempatnya, terdapat ruang-ruang kosong diantara jejeran buku. menandakan buku tersebut diambil dari tempatnya. Di atas meja terdapat buku-buku yang tertumpuk, terdapat 5 buku. Dua diantaranya tebal, sekitar 4 cm bila diukur dengan menggunakan penggaris dan tiga lagi merupakan buku dengan ukuran sedang dengan ketebalan yang sedang juga, sekitar 2 cm bila diukur dengan menggunakan penggaris. Keadaan rumah juga berbeda dari sebelumnya, saat wawancara ketiga ini, Febri tidak sendirian di rumah, melainkan bersama dengan mamanya. Sesaat sebelum wawancara dimulai seorang wanita paruh baya masuk ke dalam kamar, wanita tersebut mengenakan long dress berwarna coklat. Wanita tersebut adalah Ibu Febri . Ibu Febri datang dengan membawa 2 buah minuman, Universitas Sumatera Utara 69 ternyata Febri telah bercerita kepada Ibunya bahwa ia akan kedatangan seorang teman namun tentu ia tidak mengatakan akan melakukan wawancara. Ia mengatakan bahwa ia dan peneliti akan mengerjakan tugas kuliah. Ibu Febrisangat bersahabat. Ia masuk dengan tersenyum lebar dan mengatakan bahwa peneliti dan Febri harus mengerjakan tugas dengan benar. Peneliti dan Febrimengiyakan perkataannya. Ibu Febri berbicara dengan penuh kelembutan yang menunjukkan bahwa Febri diasuh oleh seorang Ibu yang penyayang. Setelah berbicara sebentar Ibunya langsung meninggalkan ruangan dan tidak lupa menutup pintu. Setelah itu, Febri berjalan ke arah pintu dan mengunci pintu dan mengatakan ia melakukan hal tersebut supaya aman dan tidak ada yang masuk. Setelah itu Febri kembali duduk ke kursi yang berada di depan meja belajar. Kali ini ia duduk dengan menaikkan kakinya dan duduk bersila. Kemudian ia meminum minuman yang telah dibuat oleh Ibunya tersebut.Sebelum minum ia mempersilahkan peneliti untuk meminumnya juga. Pada wawancara kali ini Febri menggunakan baju kemeja coklat muda yang berlengan panjang dan bercorak volkadot berwarna putih. Ia menggunakan celana longgar yang tidak panjang, sekitar 12 cm di atas lutut. Celana berwarna merah muda Universitas Sumatera Utara 70 tersebut memberikan kesan santai, ditambah dengan tampilan rambutnya yang dijepit ke atas dengan penjepit rambut yang biasa dikenal dengan sebutan jedayatau penjepit baday. Wawancara kali ini berlangsung seperti biasa. Perilaku yang ditunjukkan oleh Febri juga sama. Febri selalu menyunggingkan senyuman dan fokus ketika wawancara. Ia memperhatikan setiap pertanyaan yang diajukan, ketika pertanyanyaannya masih belum jelas Febri meminta penjelasan akan pertanyaan tersebut terlebih dahulu baru kemudian menjawabnya . Terkadang ia juga menggoda peneliti lewat kata- kata, seperti mengatakan akan mengenalkan peneliti dengan teman- teman lesbiannya, atau mengatakan supaya peneliti menjadi lesbian saja. Wawancara kali ini jauh lebih santai dari pada dua wawancara sebelumnya. Namun ketika membahas mengenai abang kandungnya, Febri menurunkan badannya dan menarik sebelah bibirnya ke bawah, seperti tidak ingin membahas hal tersebut. Meskipun begitu ia tetap menjawab pertanyaan peneliti. Berbeda dengan ketika membahas sang ibu, ia tidah hanya menurunkan badannya namun juga menundukkan kepalanya sejenak, seolah – olah ia merasakan suatu kesedihan. Universitas Sumatera Utara 71 Selama proses wawancara, tidak ada yang mengetuk pintu kamar Febrisehingga proses wawancara berjalan lancar. Hanya saja terkadang terdengar suara-suara kecil yang timbul dari ruang televisi yang menurut penuturan Febri memang berada di sebelah kamarnya. Namun hal tersebut tidak mengganggu proses wawancara. Baik peneliti maupun Febri tetap fokus pada wawancara.

b. Rangkuman Hasil Wawancara

1. Latar Belakang Menjadi Lesbian

Febri bukan nama yang sebenarnya merupakan seorang perempuan yang berusia 18 tahun dan saat ini sedang menempuh pendidikan di salah satu Perguruan Tinggi di kota Medan. Febri merupakan perempuan yang memiliki suku batak dan diasuh dengan penuh kasih sayang oleh kedua orangtua, terutama ibunya. Febri merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Ia memiliki seorang kakak laki-laki. Febri dan saudara laki-lakinya tidak begitu dekat. Febri mulai menyadari perasaan suka terhadap perempuan sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Saat itu Febri suka memperhatikan teman-teman perempuannya yang memiliki pembawaan tomboi. Namun pada saat itu ia belum mengartikan perasaan sukanya tersebut sebagai suatu ketertarikan atau perasaan suka secara seksual. Febri mengaku bahwa sebelum menjadi Universitas Sumatera Utara 72 lesbian ia adalah perempuan straightatau penyuka lawan jenis. Sebelumnya ia sempat berpacaran dengan seorang laki-laki dan sangat menyayangi laki-laki tersebut. Berikut pernyataan Febri yang berhubungan dengan jabaran di atas: “Iya pernah dulu sama cowok” R1. W1. 040416. E. B36. H3 “…kerasa betulnya itu pas udah pacaran lah ya, tapi dulu waktu aku SMA aku udah suka gitu liat cewek- cewek yang tomboy gitu ..” R1. W1. 040416. E. B54. H3 Hubungannya dengan laki-laki yang sebelumnya sangat ia sayangi tersebut harus berakhir akibat laki-laki tersebut harus melanjutkan pendidikannya di luar kota. Menurut Febri alasan tersebut sangat tidak pantas dan ia merasa sangat terpukul. Menurut Febri, laki-laki tersebut tidak akan selamanya berada di luar kota sehingga Febri tidak dapat menerima alasan tersebut dan ia merasa sakit hati. Bersamaan dengan retaknya hubungan Febri dengan seorang laki-laki, salah satu teman Febri mengaku homoseksual kepadanya. Febri merasa mulai saat itulah ia menjadi lebih dekat dengan dunia lesbian. Namun Febri mengaku bahwa temannya tersebut tidak pernah memberi dorongan kepada Febri untuk masuk ke dalam dunia lesbian bahkan cenderung melarang. Berikut penuturan Febriberkaitan dengan hal tersebut: “Awalnya itu aku yang eee awalnya coba-coba aja kan. Itu emm awalnya karena ada temenku yang coming Universitas Sumatera Utara 73 out ke aku jadi dia bilang kalau dia itu homo, nah dari situlah aku mulai selangkah lebih dekat eh hahah iya haha jadi maksudnya aku jadi lebih dekat sama dunia belok kaan. Tapi sebenarnya teman aku itu yang homo itu ngewanti-wanti aku sebenarnya, dia sering bilang kalo aku itu aku gak boleh jadi homo juga. Terus kebetulanlah pula pacar aku ini , pacar yang cowo dulu, mantan mulai berubah sampe akhirnya kami putus tanpa alasan yang kuat. Hmm kuat sih sebenarnya tapi menurutku itu gak pantes dijadikan alasan sama dia. Hah gitulah ” R1. W1. 040416. E. B76-87. H4 “Karena kami jauh, dia kuliah diluar kota. Hah gitulah, iya, dia bilangnya karna kamu jauh sih, gak taulah kalo misal dianya bohong. Maksudnya kan dia gak selamanya juga kan diluar kota itu kan, tapi dianya kaya gitu, yaudahlah. Aku model yang kalo cinta jadi bakalan cinta banget gitulo, jadi sama dia kemarin gitu aku, sumpah itu sakit ...” R1. W1. 040416. E. B89-94. H4 Putus dengan laki-laki tersebut membuat Febrimerasa kehilangan dan ada saat dimana ia merasa bosan dan tidak tahu harus berbuat apa sehingga saat itu yang ia lakukan adalah mengunduh beberapa aplikasi. Salah satu aplikasi yang diunduhFebri adalah aplikasi berbasis umum namun ia tidak memunculkan profil atau identitas pemilik akun. Di aplikasi inilah Febri akhirnya berkomunikasi dengan pengguna lainnya yang merupakan seorang lesbian. Febri kemudian menjadi penasaran dengan dunia lesbian, ia mulai mengetahui istilah-istilah yang digunakan oleh lesbian hingga akhirnya ia mendapatkan pacar dari Universitas Sumatera Utara 74 aplikasi tersebut.Berikut penuturan Febri yang berkaitan dengan hal tersebut. “Hmm iya disitu awalnya aku mulai bencilah sama cowok. Pas putus itukan kadang aku bosan, gak tau kadang aku mau ngapain. Jadi download- downloadaplikasi trus akudapat ada aplikasi kan,bisa fake , gak ketahuan kalo itu kita. Pas ada yang post tentang lesbian gitukan, dia cari anak belok gitulah, jadi chat lah kami kan, aku pura-pura belok ” R1. W1. 040416. E.B98-103.H5 “… Nah di situ aku penasaran gimana rasanya dekat, dekat yang gitu dekat kaya pacar gitukan sama cewek ” R1. W1. 040416. E.B112-113. H5 Setelah mendapatkan pacar perempuan Febri tidak langsung merasa senang, sebaliknya ia juga merasa sedih karena menjadi lesbian, menurutnya banyak yang tersakiti oleh laki-laki sepertinya namun tidak langsung sangat membenci semua laki-laki seperti dirinya. Ia awalnya masih mencari-cari penyebab ia sebenci itu kepada laki-laki. Hingga pada akhirnya ia menyadari bahwa pengalaman masa kecilnya mempengaruhi alasan mengapa ia sangat membenci laki-laki. Ketika masih kecil Febri pernah mengalami pelecehan seksual. Hal ini jadi semakin menyakitkan baginya karena yang melakukan pelecehan seksual tersebut adalah saudara kandungnya sendiri. Hal ini membuat Febri menganggap bahwa ia hanya akan mendapatkan perasaan sakit bila berhubungan Universitas Sumatera Utara 75 dekat dengan laki-laki. Berikut ungkapan Febri mengenai hal tersebut: “…banyak yang entah kaya mana-mana lebih parah dari aku mungkin, tapi masih tetap normal dia, akuu, hahaha jadi belok ” R1. W2. 100416. E. B804-806. H33 “ Jadi dulu waktu kecil, aku gak ngerti apa-apa. Yang aku tau kami lagi main-main. Dan waktu itu kami lagi main, waktu itu, sebenarnya awalnya bukan sama dia, tapi pas kami udah lama main, dia datang dan ikut- ikut gitu, dan dia ngajak aku ke tempat yang sepi dan di situ, dia suruh aku buka celana. Aku gak ingat jelas kejadian detailnya gimana, yang pasti di situ dia masukin punya dia ke punyaku, anjr. Kurang ajar, ih benci kali aku kok ingat itu anjr” R1. W1. 040416. E. B174-182. H8 Pengalaman buruk yang terjadi antara Febri dan abangnya benar-benar membuat Febri berpikir bahwa hal tersebut tidak termaafkan sehingga sulit bagi dirinya untuk menjadi heteroseksual. Setelah mengingat hal tersebut Febri semakin meyakini bahwa ia lesbian dan tidak ingin berhubungan dekat dengan laki-laki. Hingga saat ini Febri merasakan kenyamanan ketika berhubungan dekat dengan perempuan. “…gimana ya, susah, aku udah terlanjur apa ya, mestipun aku sekarang aku mikirnya kalopun aku masih perawan tapi apa yang dia lakukan itu, si bejat itu gak termaafkan menurut aku, dan gak tau aku menganggap semua laki-laki miriplah smaa dia …” R1. W1. 040416. E. B233-237 Universitas Sumatera Utara 76

2. Tipe Konflik

Menurut Kurt Lewin terdapat 4 tipe konflik yang bisa saja terjadi pada seseorang, yaitu approach-approach conflict, avoidance-avoidance conflict, approach-avoidance conflict, dan multiple approach-avoidance conflict. Terdapat tiga jenis konflik yang ditemukan pada Febripertama yaitu avoidance-avoidance conflict, approach-avoidance conflict, dan multiple approach- avoidance conflict. Berikut pembahasan mengenai hal tersebut.

1. Avoidance-avoidance Conflict

Avoidance-avoidance conflict merupakan tipe konflik yang kedua menurut kurt Lewin. Avoidance-avoidance conflictadalah konflik yang dialami seseorang ketika ia dihadapkan pada dua pilihan yang memiliki konsekuensi yang negatif. Konflik ini terjadi pada Febri pertama. Febri benar-benar menyadari bahwa orientasi seksual yang ia miliki saat ini lesbian merupakan sesuatu yang salah menurut ajaran Tuhan. Febri dengan penuh rasa bersalah mengatakan ingin mendapatkan ampunan dari Tuhan. Febri sedikit menundukkan kepala sambil perlahan memejamkan matanya ketika mengucapkan hal tersebut. Ia benar-benar memohon ampun karena di sisi lain meskipun menyadari hal tersebut Febri tidak bisa meninggalkan Universitas Sumatera Utara 77 dunia lesbian tersebut. Berikut pengakuan Febri mengenai hal tersebut: “…Tapiii aku juga sadar, aku hidup di tengah-tengah orang yang taat beragama, dan Tuhan gak mengajarkan aku untuk jadi begini, ini gak benar kalo dilihat dari ajaran Tuhan. Tapi aku gak bisa ninggalkan ini, astaga, ampun Tuhan ampun …” R1. W1. 040416. B. B327-331. H14 Menyadari bahwa orientasi seksualnya merupakan hal yang salah membuat Febri sangat berhati-hati bila berkaitan dengan identitas seksualnya. Seraya menggeleng-gelengkan kepala Febri mengaku masih belum berani mengungkapkan bahwa ia lesbian, Menurut Febri orang lain tidak akan mengerti perasaannya dan dengan penuh keyakinan Febri mengatakan tidak mau bila disuruh untuk meninggalkan dunia lesbian ketika ketahuan. Berikut ungkapan Febri mengenai hal tersebut: “…aku itu hati-hati betul, jangan sampe ada yang sadar kalo aku belok, bisa rusak semuanya. Orang gak bakal ngertikan sama aku terus aku juga berat kalolah misal disuruh gak jadi belok lagi” R1. W1. 040416. B. B313-316. H13 Merahasiakan orientasi seksualnya membuat Febriharus menjalin hubungan dengan sesama jenisnya secara diam-diam. Menurut Febri menjalin hubungan secara diam-diam bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Meskipun begitu Febri tidak bisa berbuat apa-apa, Febri menundukkan kepalanya sejenak sambil mengatakan bahwa ia tidak bisa mengatakan kepada orang lain Universitas Sumatera Utara 78 bahwa ia menjalin hubungan dengan sesama jenis. Febri menuturkan bahwa orang yang berada di lingkungannya tidak akan menerima hal tersebut. Berikut pengakuan Febri mengenai hal tersebut: “…Kadang kepikiran juga, cuma apalah yang bisa aku perbuat. Sabar-sabar ajalah. Kadang stres sendiri karna sembunyi kaya gini, mau bilang gabisa…” R1. W1. 040416. B. B400-402. H17 Penuturan Febri berkaitan dengan lingkungan yang tidak akan menerima orientasi seksualnya memiliki alasan. Pasalnya Febri mengaku orang-orang yang berada disekitarnya menganggap bahwa lesbian adalah hal yang negatif. Meskipun begitu Febrisambil tersenyum hambar mengatakan tidak dapat berbuat apa-apa ketika orang lain membicarakan hal yang negatif tentang LGBT, meskipun hatinya sakit mendengar hal tersebut. Febri mengatakan bahwa sebenarnya ingin menanggapi perkataan orang tersebut namun tentu saja hal tersebut tidak bisa ia lakukan. Berikut penuturan dari Febri berkaitan dengan hal tersebut: “…kalo dipukul itu sakit yang dikita cuma berapa harilah kan paling. Nyakiti yang ngata-ngatain itu lo yang bikin gak tahan. Makin nyakitkan karna kita gak bisa yang tanggepin, gak bisa kita yang kaya ngasi tau kalo orang itu udah nyakitin per asaan kita…” R1. W2. 100416. B. B777-781. H32 Keadaan ini mendatangkan dilema tersendiri bagi Febri. Febri mengaku berpikir dua kali untuk mengungkapkan identitas Universitas Sumatera Utara 79 seksualnya. Menurut Febri mengungkapkan orientasi seksualnya bukan hal yang mudah sehingga sampai saat ini Febri belum mengungkapkan bahwa ia lesbian kepada temannya. Febri menggeleng-gelengkan kepala sambil membesarkan matanya dan berkata bahwa ia takut jika teman-temannya akan menjauh bila mengetahui bahwa ia seorang lesbian. Berikut hasil wawancara dengan Febri yang mengungkapkan hal tersebut: “…gak segampang itu loh. Sejauh ini temanku pada masih keliatan kali nentangnya, kalo aku bilang mereka ntar malah mikir yang enggak-enggak, entahpun dibhayin aku …” R1. W2. 100416. B. B933-B936. H38 Febri mengatakan bahwa teman-temannya bukan hanya menentang melainkan menganggap bahwa lesbian adalah hal menjijikkan. Selain itu dengan senyum tipisnya yang hambar Febri mengatakan bahwa temannya menganggap bahwa orang-orang yang memiliki orientasi seksual lesbian seolah-olah tidak beragama. Dengan kondisi seperti ini Febri mengaku ingin menghentikan anggapan jijik teman-temannya dengan mengatakan bahwa ia lesbian namun Febri bingung harus menuruti keinginannya untuk mengungkapkan atau memendamnya saja. Apabila ia ungkapkan maka menurutnya teman-teman akan jijik melihat dan akhirnya menjauh. Namun Febri mengaku bertindak diam saja terhadap anggapan teman-temannya juga membuat ia merasa sedih. Berikut pernyataan Febri mengenai hal tersebut: Universitas Sumatera Utara 80 “…terus mereka yang kaya jijik gitukan, ya disitu aku baru ngerasa gak enak, ya tapi gimana, mau nyalahin mereka juga kan gak bisa ya, ya sama kaya aku yang milih pro sama LGBT, temanku itu juga ya bebas ya milih untuk gak pro, gak suka sama L. Tapi kadang responnya orang itu ya, kadang respon itu mereka kaya yang jijik gitu, sedih. Pengen rasanya ya kadang bilang ke temen- temen, “jangan gituu, aku, teman kalian bagian dari LGBT ” haha ya tapi mana mungkin, yang ada mereka jijik ke aku, jauhi aku ..” R1. W1. 040416. B. B279-288. H12 “…Waktu bahas itulah mereka keliatan kali gak sukanya, ngatain kalo anak belok kaya gak punya agama, anak belok menggelikan …” R1. W2. 100416. C. B997-999. H41 Usia Febri sebentar lagi menginjak masa dewasa namun Ia berharap keluarganya tidak memaksanya menikah. Febri mengatakan bahwa ia akan menghindari permintaan menikah dari orang tuanya namun bila akhirnya dipaksa untuk menikah, sambil menaikkan volume suara Febri mengatakan akan pergi dari rumah mestipun tahu bahwa hal itu memalukan. Menurutnya jika tidak pergi dari rumah maka ia akan dinikahkan dengan orang yang tidak diinginkannya. Pernikahan semacam itu menurut Febri tidak baik dan akan terasa hambar. Berikut pernyataan Febri mengenai hal tersebut: “…aku pun gak tau. Tapi kayanya aku bakal cari-cari alasanlah, supaya jangan dipaksa. Toh ngapain aku nikah kalo hatiku gak dipernikahan itunya. Buat sengsara itu. Malas pun …” R1.W3. 150416. B. B1795-1798. H70 Universitas Sumatera Utara 81 “…mungkin gak bisa ngelak lagi lah. Antara aku kabur, tapi kok memalukan gitu hahaha, paling tanya pacarlah kalo udah gitu. Tapi janganlah gitu, gak mau ah gak mau aku. Gak enak itu nanti, gak ikhlas gitu, hambar nanti …” R1.W3. 150416. B. B1820-1821. H71

2. Approach-avoidance Conflict

Approach-avoidance conflict merupakan tipe konflik yang ketiga menurut kurt Lewin. Approach-avoidance conflict adalah konflik yang dialami oleh seseorang ketika disatu sisi ia memiliki tujuan yang positif namun di sisi lain tujuannya tersebut memiliki konsekuensi yang negatif. Berikut rangkaian approach-approach conflict yang dialami oleh Febri. Febri menyatakan bahwa ia merasa bahagia menjadi lesbian, ia mengucapkan hal tersebut sambil berulang kali menganggukkan kepala dan membesarkan matanya. Namun matanya kemudian kembali mengecil dan ia mengatakan bahwa bahwa orang-orang yang berada disekitarnya menganggap bahwa hal ini salah sehingga ia takut bila orang lain mengetahui identitas seksualnya. Berikut penuturan Febri mengenai hal tersebut: “…aku bahagia ya iya, tapi aku juga hidup di tengah- tengah orang yang orang itu menyalahkan perilaku yang begini, jadi akupun jadi takut orang-orang tau, jadi terakhir jadi kurang bahagianya …” R1. W1. 040416. C. 335-339. H14 Universitas Sumatera Utara 82 Perasaan senang menjadi lesbian tersebut Febri rasakan karena ia memiliki pacar, tentu saja pacarnya adalah seorang perempuan. Ungkapan senang dan nyaman berpacaran dengan sesama jenisnya Febri hanturkan dengan diiringi senyuman yang lebar. Di sisi lain Febri juga menyadari bahwa menjadi lesbian adalah sesuatu yang tidak diperbolehkan. Meskipun begitu, Febri mengaku susah untuk menjadi straight atau heteroseksual. Menurut Febri tidak adil bila ia tidak diperbolehkan menyukai sesama jenis. Menurutnya ketika orang yang memiliki orientasi heterokseksual merasa bahagia dengan lawan jenisnya, ia sebagai homoseksual malah sebaliknya, ia bahagia bila dengan sesama jenisnya. Berikut ucapan Febri mengenai hal tersebut: “…tau kok aku tau kalo misalnya belok itu gak boleh tapi aku mau aja jadi belok. Aku kaya nyari susah sendiri gitu. Tapi ya kaya mana, siapa suru cowok buat sakit hati kaya gitu, dan Tuhan malah buat aku sama cewekku ini, nyaman pula itu, aku senang pacaran sama pacarku ini, sama cewek. jadi stres, susah nyari jalan keluarnya, jalan keluarnya satu sih ya, jadi straight , tapi ya itu, akunya udah nyaman gini. Susah …” R1. W1. 040416. B. B404-412.H17 “…Kalian bahagia pacaran sama yang lawan jenis gitu, lah kami gak bahagia. Apa iya kami harus pacaran sama yang lain jenis gitu juga? Gak adilkan ” R1. W2. 100416. C. B726-728. H30 Universitas Sumatera Utara 83 Kebahagiaan yang dirasakan oleh Febri tidak lantas menandakan semua berjalan dengan baik. Febri mengatakan ingin menghilangkan beban di dalam hatinya dengan mengungkapkan bahwa ia memiliki pacar sesama jenis, namun jika ia melakukan hal tersebut maka terdapat kemungkinan ia akan dijauhi, ia tidak mau orang lain menjauhinya. Febri mengucapkan hal tersebut sambil mencoba tetap tersenyum. Bersamaan dengan senyum tersebut bibir atas Febri terdorong ke atas sehingga senyuman yang terpampang merupakan senyuman kepedihan. Berikut pernyataan Febri mengenai hal tersebut: “…aku pengen kasi tau orang-orang gitu, bilang, pacar aku ini pacar aku cewek, tapi aku gak bisa, aku harus sembunyi- sembunyi, karena aku tau kalo misalnya, aku kasi tau ke orang-orang kalo misalnya pacarku ini cewek, ee pasti ee pasti gak sama lagilah kehidupan aku …” R1. W1. 040416. C. B377-382. H16 “…pengen bilang ke orang kalo aku belok tapi aku gak mau dijauhi. Beratlah jadi kaya beban gitu, beban tapi bebannya gak bisa dibuang …” R1. W2. 100416. C. B887-889. H36 Ketika membahas topik LGBT dengan teman-temannya, Febri mengatakan bahwa ia sengaja menceritakan hal-hal yang baik karena merasa tidak enak hati mendengar ucapan mereka yang cenderung menyalahkan lesbian. Namun ternyata teman-temannya tetap menganggap bahwa LGBT merupakan sesuatu yang salah dan tidak seharusnya dijalani. Sambil mengarahkan kelima jari Universitas Sumatera Utara 84 kirinya ke arah dada Febri mengaku tersiksa karena anggapan teman-temannya tersebut. Berikut penuturan Febri mengenai hal tersebut: “…Sama teman sih yang paling kerasa, jadi tersiksanya itu karna mereka bahas tentang LGBT misalnya kan, trus mereka ngomongnya yang menyalah-nyalahkan LGBTnya aja gitu, jadi itu kadang yang buat aku agak gak enak sama mereka. Kadang ni ya aku udah ngomong kan, bilang yang baik-baiklah gitu tentang ini LGBT, tapi tetep aja, mereka gak setuju, malah terakhir aku kadang yang dianuin sama mereka…” R1. W2. 100416. C. B645-652. H27 Febri merasa senang menjadi lesbian dan ia selalu menganggukkan kepalanya dengan cepat ketika mengungkapkan hal tersebut. Di sisi lain ia merasa bersalah bila mengingat ibunya. Wajah Febri terlihat penuh harap dengan mata sedikit berkaca-kaca namun tetap mencoba untuk tersenyum ketika mengatakan bahwa ia ingin meminta maaf kepada ibu yang telah susah payah membesarkannya kerena telah menjadi lesbian. Namun ia tidak tau bagaimana cara mengatakan permohonan maaf atas perilakunya tersebut. Berikut penuturan Febri mengenai hal tersebut: “…capek-capek dia besarin aku, supaya jadi anak baik tapi malah senang jadi belok hmm bukan berarti aku jahat karna cuma kan orang lain mana, mamaku pasti malu kalo orang tau aku belok kan, jadi yang kaya pengen minta ampun sama dia, pengen minta maaf, aku udah gini, tapi kaya mana bilangnya, aku gak jahat kok …” R1.W3. 150416. C. B1768-1773. H69 Universitas Sumatera Utara 85

3. Multiple approach-avoidance Conflict

Multiple Approach-avoidance conflict merupakan tipe konflik yang keempat menurut kurt Lewin. Multiple Approach- avoidance conflict adalah konflik yang dihadapi seseorang ketika ia dihadapkan pada dua keadaan yang mana keduanya memiliki konsekuensi yang positif dan negatif. Berikut ulasan mengenai Multiple Approach-avoidance conflict yang dialami oleh Febri. Febri mengaku bahwa ia membutuhkan kasih sayang, kasih sayang sebagai seorang kekasih. Febri mengatakan ingin mendapatkan kasih sayang dari seseorang yang ia inginkan, tentu saja dalam hal ini ia menginginkan kasih sayang dari seorang perempuan. Bersamaan dengan hal tersebut Febri sambil tersenyum mengaku sadar bahwa menjalin hubungan sesama jenis merupakan sesuatu yang tidak dapat diterima oleh orang lain sehingga pada akhirnya Febri memilih untuk melakukannya secara diam-diam. Dengan menjalin hubungan secara diam-diam maka ia tidak akan dijauhi dan tidak akan dianggap yang aneh-aneh. Berikut pernyataan Febri mengenai hal tersebut: “…kaya dosa, jadi ya gitu, kita belok harus diam-diam, kalo enggak orang-orang bakal jauhi kita, kamu kira mudah itu, .ibaratnya itu aaa kaya yang, gini, kaya yang kamu pengen minum kan terus tapi minum dilarang, gak boleh jadi kalo mau minum harus diam- diam. Terus kalo ketahuan kamu disalah-salahkan, dihukum atau diapainlah, padahal itu minum loh, kamu pengen, bukan cuma pengen tapi butuh kan, iya Universitas Sumatera Utara 86 kali orang gak minum. Ha yang kaya itulah kira-kira. Aku butuh kasih sayang, tapi kasih sayangnya itu aku pengen dari cewek terus cewek sama cewek jadi nya, dilarang itu. Diam-diamlah aku berhubungannya, pintar-pintar biar gak dijauhi, biar gak dicap yang aneh-aneh …” R1. W2. 100416. D. B862-874. H35 Universitas Sumatera Utara 87 Rekapitulasi Data Hasil Wawancara Subjek I Tabel 3. Rekapitulasi Data Tipe Konfik Subjek Tipe Konflik Gambaran Avoidance- avoidance conflict Sampai saat ini subjek menyembunyikan orientasi seksualnya, menurutnya orang lain tidak akan mengerti perasaannya jika mengetahui bahwa ia lesbian dan ia tidak ingin disuruh tidak menjadi lesbian lagi Subjek menyadari bahwa lesbian salah dimata Tuhan namun ia tidak bisa meninggalkannya Subjek merasa stres karena menjalin hubungan secara sembunyi-sembunyi namun ia tidak bisa mengungkapkan orientasi seksualnya Subjek merasa sakit hati bila mendengar orang membicarakan hal yang negatif tentang lesbian, ia ingin menanggapi namun tidak bisa Subjek menyembunyikan orientasi seksualnya, jika ia ungkapkan orang lain tidak akan mengerti dan akan menyuruhnya menjadi heteroseksual Approach- avoidance conflict Subjek merasa lesbian benar namun orang-orang sekitar tidak membenarkan sehingga ia merasa takut dan kurang bahagia Subjek terkadang sadar bahwa lesbian itu tidak diperbolehkan namun ia merasa nyaman berpacaran dengan perempuan sehingga ia merasa susah untuk menjadi straight kembali Subjek ingin memberitahu bahwa ia lesbian supaya tidak membebaninya namun tidak mau jadi dijauhi karena hal tersebut. Subjek merasa senang menjadi lesbian namun ia merasa bersalah kepada ibu yang telah bersusah payah membesarkannya, subjek ingin meminta maaf maaf namun tidak mengerti bagaimana caranya Multiple approach- avoidance conflict Subjek membutuhkan kasih sayang sama seperti orang lain namun ia ingin kasih sayang dari perempuan dan tentu saja hal itu merupakan sesuatu yang salah sehingga supaya keinginannya terpenuhi ia harus menjalin hubungan secara diam-diam supaya is tidak dijauhi Universitas Sumatera Utara 88 Penyebab Bertentangan Dengan Pohon Masalah Tipe Konflik Subjek I Remaja Identity Vs Role Confusion Lesbian 1. Agama 2. UU Kebijakan pemerintah 3. Sosial Budaya Konflik Avoidance-avoidance conflict Multiple Avoidance- avoidance conflict Pelecehan seksual Approach-avoidance conflict  Subjek mengetahui bahwa menjadi lesbian salah dimata Tuhan namun ia tidak dapat meninggalkan dunia lesbian  Subjek merasa sakit hati bila ada yang mengatakan hal yang negatif tentang lesbian namun tetap saja ia tidak bisa menanggapi karena dapat menyebabkan ia ketahuan  Subjek menjalin hubungan dengan pacarnya secara sembunyi-sembunyi, ia yakin orang lain tidak memahaminya dan ia tidak mau disuruh jadi straight bila ketahuan  Mengungkapkan orientasi seksualnya merupakan sesuatu yang tidak mudah, subjek takut temannya menjauh bila mengetahui orientasi seksualnya  Subjek menyembunyikan orientasi seksualnya, jika ia ungkapkan orang lain tidak akan mengerti dan akan menyuruhnya menjadi heteroseksual  Subjek menganggap lesbi sesuatu yang benar namun ia takut karena orang lain menganggap hal tersebut salah  Subjek bahagia menjadi lesbian namun orang lain tidak menerima  Subjek ingin menghilangkan beban pikiran dengan mengatakan ia lesbian kepada temannya namun ia takut teman-temannya menjauh  Subjek merasa senang menjadi lesbian namun ia merasa bersalah kepada ibunya dan tidak tau bagaimana cara meminta maaf kepada sang ibu  Subjek membutuhkan kasih sayang sebagai seorang kekasih seperti orang lain namun ia menginginkan kasih sayang dari perempuan dan tentu saja hal tersebut salah sehingga supaya keinginannya terpenuhi ia harus menjalin hubungan secara diam-diam supaya ia tidak dijauhi. Keterangan: Menyebabkan Bertentangan Tipe Homoseksual Universitas Sumatera Utara 89 Gambaran Umum Subjek Penelitian Kedua Tabel 1. Gambaran Umum Partisipan Kedua Nama Samaran April Usia 18 tahun Jenis Kelamin Perempuan Anak Ke 1 Jumlah Saudara Laki-laki - Jumlah Saudara Perempuan 2 Suku Bangsa Tionghoa Status Mahasiswa Tabel 2. Jadwal Wawancara Partisipan Kedua Pertemuan Waktu 1 Sabtu, 19 Maret 2015 pukul 12.11-13.03 WIB 2 Sabtu, 23 April 2016 pukul 17.14- 18.23 WIB 3 Minggu, 8 Mei 2016 pukul 18.15-19.01 WIB

2. Subjek Kedua

a. Hasil Observasi

1. Pertemuan Pertama

Sabtu, 19 Maret 2015 pukul 12.11-13.03 WIB Wawancara pertama dilakukan di salah satu tempat makan yang berada di kota Medan. Tempat ini merupakan pilihan April karena tepat setelah pertemuan dengan peneliti April akan bertemu dengan temannya dan kebetulan pertemuan mereka berada di daeran tempat makan tersebut. Selain itu tempat tersebut dipilih Universitas Sumatera Utara 90 karena menurutnya merupakan tempat yang nyaman untuk mengungkapkan apa yang ingin diungkap. Wawancara dilakukan pada hari Sabtu, 19 Maret 2016 tepatnya pada pukul 12.11- 13.03 WIB. Lantai pertama tempat makan tersebut terlihat luas namun peneliti tidak dapat memperkirakan berapa ukuran tempat makan tersebut karena peneliti tidak dapat melihat lantai satu tersebut secara menyeluruh karena terhalangi oleh meja tempat pemesanan. Namun peneliti sempat melihat bahwa di sudut ruangan terdapat botol-botol berukuran sedang yang di dalamnya terdapat bumbu- bumbu. Selain itu dibagian tengah terdapat dua buah tiang yang terbuat dari semen yang kemudian diberi cat berwarna putih. Pelayan yang berada dalam tempat makan tersebut berpakaian seragam berwarna hitam. Selama berada di sana peneliti melihat bahwa semua pegawai wanita menggunakan jilbab yang berwarna hitam dengan terdapat sebuah garis berwarna merah di bagian tengah jilbabnya. Masing-masing pelayan memakai tanda pengenal yang dikancingkan dibagain dada. pada dinding tempat makan tersebut juga terdapat lukisan-lukisan yang indah, seperti lukisan sungai. Selain lukisan terdapat juga beberapa foto makanan. Sepertinya itu adalah contoh-contoh makanan yang tersedia di tempat makan mereka. Universitas Sumatera Utara 91 Wawancara dilakukan dilantai dua tempat makan tersebut. Hal ini dipilih untuk menghindari keramaian. Lantai dua tersebut berukuran kecil, sangat kontras dengan ruangan yang berada di lantai dua. Peneliti memperkirakan ukurannya sekitar 9 X 4 meter. Sebelum naik ke lantai dua peneliti yang tiba terlebih dahulu memesan makanan. Tempat pemesanan tepat berada di bawa tangga. Ruangan tersebut memiliki pemandangan yang menyejukkan hati. Terdapat dedaunan palsu yang di gantung di bagian dindingnya. Selain itu di sudut ruangan terdapat lukis an air terjun yang kira-kira berukuran 100 X 60 cm. sementara itu tepat di depan tangga terdapat wastafel yang dilengkapi dengan sebuah keran, pencuci tangan dan pengering tangan. Tempat duduknya terbuat dari besi yang tentunya hanya bisa didudukin oleh satu orang saja. Masing-masing meja dilengkapi dengan empat buah kursi. April datang tidak lama setelah peneliti memesan makanan. April terlihat sedikit lebih kecil dari peneliti. Pembawaannya terlihat tomboi, ia berjalan dengan langkah kaki yang terbuka. Berat badannya sekitar 45 kg dengan tinggi badan 154. Hal ini peneliti pastikan sendiri dengan bertanya pada April pada saat sedang makan. April menjawabnya sambil tertawa. Ketika wawancara April mengenakan kemeja polos berlengan pendek berwarna hitam dan dilapis lagi dengan sweater tanpa lengan Universitas Sumatera Utara 92 berwarna hitam. Selain itu April juga mengenakan celana selutut berwarna coklat. Sepatunya juga berwarna coklat polos. April memiliki rambut yang lurus. Rambutnya tidak panjang namun juga tidak pendek. Kulitnya putih bersih. Wajahnya berbentuk bulat dengan daging di bagian pipi sedikit lebih banyak, orang sering menyebut pipi seperti itu dengan sebutan pipi chubby. Matanya kecil dan sipit dengan bulu mata pendek yang lurus ke depan. Alisnya tidak beraturan dan terbilang tidak lebat. Mulutnya kecil dan tipis yang mana bila ia tersenyum yang terlihat hanyalah bagian pinggir bibir. Hidungnya pendek dan kecil, meskipun tidak dapat dikatakan mancung namun tidak pesek. Suaranya terdengar berat dan tidak cempreng. Ketika makan April terlihat gugup, ia hanya berbicara sekedarnya, hanya ketika peneliti menanyakan. Jawabannya juga terbilang singkat apalagi pada pertanyaan-pertanyaan yang tertutup. Ia menyatakan bahwa ia gugup sebenarnya tapi ia juga meyakinkan peneliti bahwa ia akan menjawab pertanyaan peneliti. Awalnya ia juga meminta maaf karena bebicara seadanya. Ia mengatakan bahwa ia bisanya memang seperti itu untuk pertemuan pertama, apalagi pertemuan pertama dengan kondisi akan diwawancarain tentang orientasi seksualnya. Jarak peneliti dengan April saat berbicara tidak berjauhan, hanya sekitar 60 cm. Peneliti dan April hanya dihalangi oleh sebuah meja. Universitas Sumatera Utara 93 Setelah makan peneliti tidak langsung memulai wawancara, melainkan mencairkan suasana dengan bercerita tentang pengalaman peneliti dengan para homoseksual dan saat itu April mulai terlihat santai, tangan yang sebelumnya ia sembunyikan di bawah meja mulai naik ke atas meja. Kursi yang sebelumnya berjarak dengan meja yang berarti membuat jarak antara dirinya dengan peneliti menjadi semakin jauh, namun setelah peneliti membahas tentang homoseksual April mulai memajukan kursinya menjadi rapat dengan meja yang menandakan bahwa April mulai tertarik dengan apa yang dibahas oleh peneliti. Ia juga sudah mulai tersenyum lebar memamerkan giginya yang pendek dan tersusun rapi. Setelah semua terlihat tidak kaku, peneliti kemudian memulai wawancara. Pada awal wawancara April kembali meletakkan tangannya dibawah meja yang menandakan bahwa April belum terlalu rileks untuk bercerita. Namun wajahnya tidak tegang seperti ketika sedang makan. April menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti dengan sangat baik namun terdapat beberapa bagian yang awalnya ia terdiam baru kemudian menjawab dan April menjawabnya dengan baik, yaitu ketika dipertanyakan mengapa ia bisa sampai suka dengan perempuan dan menjadi lesbian. Universitas Sumatera Utara 94 Secara keseluruhan wawancara berjalan dengan baik dan lancar. Terkadang April juga menaikkan tangannya yang semula berada dibawah meja, ia meletakkannya di atas meja dengan keadaan jari kanan dimasukkan pada sela-sela yang berada di jari sebelah kiri yang menunjukkan April belum terlalu santai di dalam bercerita. Pandangan matanya juga tidak hanya fokus kepada peneliti. Aprilterkadang menatap bawah atau terkadang juga menatap ke arah peneliti namun tidak tepat ke mata peneliti. Wawancara kemudian berakhir setelah sebelumnya April menerima telepon. Ia memang telah mengkonfirmasi sebelumnya bahwa waktunya tidak banyak namun hal tersebut bukan masalah menurutnya. Setelah menerima tepelon tersebut April tidak berlama-lama lagi. Ia langsung mohon diri kemudian pergi. Sebelum pergi ia juga mengatakan kalau masih ada pertanyaan ia bersedia menjawab dan meminta maaf karena ia terburu-buru.

2. Pertemuan kedua

Sabtu, 23 April 2016 pukul 17.14- 18.23 WIB Pertemuan kedua untuk melakukan wawancara dilakukan pada hari Sabtu, 23 April 2016 pukul 17.14- 18.23 WIB. Wawancara yang kedua kalinya dilakukan di tempat makan yang sama dengan wawancara pertama. Sama seperti sebelumnya tempat wawancara dipilih sendiri oleh April, menurut April wawancara Universitas Sumatera Utara 95 yang dilakukan sebelumnya cukup nyaman sehingga ia memutuskan untuk bertemu di tempat makan tersebut lagi. Tempat duduk yang digunakan juga tetap sama dengan tempat duduk sebelumnya. Tidak terdapat perubahan yang berarti pada tempat makan tersebut. Tempat pemesanan masih menghalangi pandangan mata. Kita tetap tidak dapat melihat keseluruhan ruangan pada lantai satu kecuali apabila kita makan di lantai satu. Hal ini dikarenakan tempat pemesanan tepat berada di depan pintu masuk. Hanya saja kali ini terdapat pelayan wanita yang tidak menggunakan jilbab. Pelayan tersebut tetap berpenampilan rapi dengan menggunakan baju yang sama dengan para pelayan wanita lainnya namun rambutnya digulung sampai ke bagian atas kepala. April mengenakan pakaian yang lebih santai pada pertemuan kali ini. April mengenakan baju kaos berkerah berwarna warni, kerahnya berwarna merah, kemudian baju yang ia kenakan bermotif garis-garis berwarna merah, hitam, kuning. April menggunakan celana pendek yang tidak ketat selutut dan berwarna hitam. Rambutnya yang pendek lurus tetap tergerai, tidak diikat. Ia juga mengenakan jam hitam dan gelang yang berwarna warni di tangan kirinya. April datang dengan tidak membawa tas, ia hanya membawa telepon genggam. Kemudian setelah duduk ia mengeluarkan dompet dari saku celana bagian belakangnya. Universitas Sumatera Utara 96 Pada pertemuan kedua ini April terlihat lebih akrab daripada pertemuan sebelumnya. Hal ini mungkin dikarenakan setelah pertemuan pertama April dan peneliti sering berhubungan via chat, dan pernah berhubungan via telepon juga. Percakapan di chat atau di telepon bukan percakapan berat, melainkan hanya percakapan berkaitan dengan kuliah ataupun tentang pacarnnya. Ia datang kemudian menyalami peneliti terlebih dahulu diiringin dengan senyuman dan mengucapkan kata “halo”. Setelah menyalami peneliti April kemudian duduk di sebelah kanan peneliti. Pada saat itu jarak antara peneliti kurang dari 60 cm. Meskipun April duduk di sebelah kanan peneliti, peneliti masih dapat melihat wajah April tanpa harus memalingkan wajah. April juga tidak lagi menyembunyikan tangannya dibawah meja. Ia lebih sering menyatukan jari-jarinya di atas meja. Sesekali terlihat ia memeriksa gawai yang ia letakkan di atas meja. Namun hal tersebut ia lakukan sebelum memulai wawancara. Ketika wawancara dimulai ia sama sekali tidak melihat gawainya. wawancara kali ini berjalan lebih baik dari sebelumnya. April tetap menatap peneliti selama proses wawancara. Selain itu Apriljuga menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti dengan tegas dan lancar. April juga tidak lagi menjawab dengan menyimpan tangan di bawah meja, tangan sudah mulai di atas dan Universitas Sumatera Utara 97 sesekali ia gerakkan mengikuti jawaban yang ia lontarkan, hal tersebut menunjukkan April mulai rileks dalam proses wawancara. Pada pertemuan kali ini April juga mengungkapkan hal lain berkaitan dengan penyebab ia akhirnya lebih tertarik secara seksual dengan perempuan daripada laki. Pada pertemuan pertama ia telah mengungkapkan namun hal tersebut masih sebagian dari penyebab yang ada. Pada awalnya April menjawab dengan jawaban yang abstrak, ia terlihat beberapa kali menghela napas ketika dipertanyakan tentang hal ini seakan tidak ingin mengungkapkan secara keseluruhan. Ia juga sempat memegang gawainya namun tidak menyalakannya, hanya memegang saja sebentar kemudian meletakkannya kembali sampai akhirnya ia mengungkapkannya. Ketika peneliti mempertanyakan apakah ia menyalahkan Tuhan atas kondisi dia saat ini, ia menjawab bahwa segala hal yang terjadi saat ini itu merupakan pilihannya sendiri sambil mengangguk-anggukkan kepalanya seolah-olah ia sangat meyakini jawabannya. Secara keseluruhan wawancara tidak memiliki hambatan yang berarti. Memang terdapat pembeli lain yang duduk di lantai dua kira-kira berjarak dua meter dengan peneliti dan April, namun hal tersebut tidak lantas membuat wawancara terganggu. April juga tidak mempermasalahkan orang tersebut dengan menyatakan tidak perlu pindah. Universitas Sumatera Utara 98 Gawai April juga tidak berdering selama proses wawancara, ia tidak mematikan telepon genggam tersebut namun ia mungkin mengaktifkan airplane modeatau mode penerbangan sehingga tidak terdapat chat, telepon atau hal lainnya.

3. Pertemuan ketiga

Minggu, 8 Mei 2016 pukul 18.15-19.01 WIB Pertemuan ketiga dilakukan di salah satu café yang berada di sekitaran kampus April . Pertemuan untuk wawancara ketiga ini dilakukan pada hari Minggu, 8 Mei 2016, pada pukul 18.15-19.01 WIB. Tempat dan jam dipilih oleh April dengan asumsi bahwa cafe tersebut tidak akan ramai dan akan sangat membantu dalam proses wawancara. Tempat tersebut berukuran persegi panjang lebarnya hanya sekitar 4 meter dan panjangnya sekitar 9 meter. Cafe tersebut terdiri atas dua lantai. Lantai satu cafe terdapat tempat memasak yang dibatasi dengan meja yang besar. Meja tersebut tempat makanan yang telah selesai dimasak untuk kemudian disajikan kepada pelanggan oleh pelayan yang memakai seragam hitam putih. Pelayan tersebut semua memakai syal yang bercorak batik di bagian leher. Pada lantai dua cafe terdapat dua bagian yang dibatasi oleh kaca putih. Bagian pertama terletak tepat di depan tangga, tempat Universitas Sumatera Utara 99 tersebut tertutup dan dilengkapi dengan AC. Bagian kedua letaknya di depan ruangan ber-AC tersebut. Di tempat ini pelanggan bebas merokok, tidak seperti di dalam ruangan ber-AC yang berada di belakangnya. Meja dan kursi yang digunakan pada tempat ruangan ber- AC dengan yang tidak juga berbeda. Pada ruangan ber-AC terdapat enak kursi dalam satu meja yang berbentuk persegi panjang. Kursi tersebut terbuat dari besi dengan alas tempat duduk yang berwarna oranye. Pada bagian luar hanya terdapat empat kursi dalam satu meja yang berukuran persegi. Kursi terbuat dari rotan yang berwarna coklat muda. Pada bagian non AC ini hanya terdapat empat buat meja. Dibagian non AC ini pelanggan dapat melihat kebagian luar secara langsung tanpa penghalang. Hanya terdapat besi yang berukuran sekitar satu meter yang dibuat sebagai pembatas. Meskipun tidak terdapat penghalang dengan bagian luar cafe, bagian ini tetap terhindar dari suara berisik dari jalan raya karena memang tempatnya yang lumayan jauh dari jalan raya, yaitu sekitar 3 meter. Tempat tersebut memang terlihat sepi. Hanya ada dua orang pelanggan yang berada di lantai satu. Sementara itu dilantai dua terdapat empat orang dibagian yang memiliki AC, karena di Universitas Sumatera Utara 100 sana terdapat pelanggan lain maka peneliti dan April beranjak ke ruangan yang di ruangan non AC. Di tempat tersebut tidak terdapat pelanggan lainnya. Pada pertemuan kali ini April mengenakan baju yang berwarna putih dengan corak bunga-bunga kecil berwarna hitam. Baju tersebut berlengan panjang namun April menggulung baju tersebut sampai siku. Rambut April kali ini di ikat April ke belakang, kuncir kuda. Ia mengenakan celana jeans selutut berwarna coklat. Tali pinggang yang ia gunakan terlihat menjuntai di bagian samping. April mengenakan bootberwarna hitam. Kali ini April tidak hanya membawa telepon genggam dan dompet tanpa tas seperti pada pertemuan sebelumnya. Kali ini April mengenakan tas sandang kecil. Tas tersebut berwarna hitam. April dan peneliti duduk berhadapan dengan jarak sekitar satu meter. Suasana tempat wawancara begitu tenang, tidak terdengar suara-suara yang kemungkinan akan mengganggu proses wawancara yang akan dilakukan. Peneliti memilih tempat di sudut sebelah kanan ruangan dan April menyetujuinya. posisi ini dipilih oleh peneliti untuk menutupi pandangan ke jalan raya. Di sebelah kanan ruangan terdapat penutup yang terbuat dari bambu. Penutup ini bersifat fleksibel, bisa di buat terjuntai sehingga menutupi Universitas Sumatera Utara 101 pandangan dan bisa di tarik ke atas supaya pelanggan dapat melihat ke arah jalan raya. Pada saat itu penutup tersebut sedang terjuntai. Pencahayaan pada saat itu tidak terlalu terang namun tidak terlalu redup juga. Terdapat lampu yang berwarna kuning yang menghiasi ruangan. Suhu pada ruangan juga tidak panas dan dan tidak terlalu dingin sehingga sangat mendukung proses wawancara yang akan dilakukan. Setelah peneliti dan April duduk, seorang pelayan langsung menghampiri dan menyerahkan daftar menu yang tersedia di café tersebut. Peneliti dan April langsung memesan makanan dan tidak berapa lama makanan pun datang. Selama menyantap makanan peneliti tidak lupa mengajak April berbincang-bincang untuk mencairkan suasana. Setelah selesai, peneliti tidak langsung memulai wawancara melainkan tetap berbincang-bincang ringan. April lebih santai dari pertemuan sebelumnya. April juga telah mau menanyakan peneliti kembali dengan santai. April juga telah dapat tertawa dengan lepas ketika memang terdapat percakapan yang lucu. Setelah beberapa saat akhirnya wawancara dimulai dan April menjawab pertanyaan dengan lancar dan tidak terlalu berbelit-belit. April lebih fokus dari sebelumnya. Hal ini terlihat Universitas Sumatera Utara 102 dari pandangannya yang tidak lepas kepada peneliti. Ketika menjawab juga April tidak meminta peneliti untuk mengulang- ulang pertanyaan. Tangan April berada di atas meja ketika menjawab dan sesekali terlihat dinaikkan ke atas atau kebawah atau ke kanan dan ke kiri seolah memberikan penguatan pada apa yang ia katakan. Ketika membahas sang ibu April terlihat memajukan badannya dan menganggukkan kepalanya dengan cepat ketika membahas betapa ia menyanyangi ibunya. April menjawab setiap pertanyaan dengan pas, tidak terlalu tergesa-gesa namun juga tidak terlalu lama. Wawancara kali ini berjalan dengan baik dan tidak terdapat gangguan yang berarti. Pelayan juga tidak terlihat selama proses wawancara. Selain itu, tidak terdapat juga pelanggan lain yang memasuki ruangan tersebut.

b. Rangkuman Hasil Wawancara

1. Latar Belakang Menjadi Lesbian

April merupakan anak sulung dari tiga bersaudara. April memiliki pengalaman yang buruk ketika masih kecil. April mengaku ia dibesarkan dengan cara pengasuhan yang keras oleh sang ayah. Ayah April tidak memberikan kelonggaran toleransi kepadanya. Menurut April kesalahan yang ia lakukan bukan merupakan sesuatu yang besar. Terkadang hal tersebut hanya Universitas Sumatera Utara 103 dikarenakan ia membantah kata-kata orang tuanya atau tidak taat pada apa yang mereka perintahkan kepadanya. Bantahan dan ketidaktaatan tersebut membuat ia akhirnya dimarah, dipukul bahkan sampai dikejar-kejar menggunakan senapan oleh sang ayah. Mestipun senapan tersebut tidak berisi peluru. Berikut pengakuan April mengenai hal tersebut: “…Dulu papa aku keras banget ajarannya, aku itukan anak pertama, namanya anak pertamakan, labil banget kan, dulu papa ku masih yang belum berubah, jadi kalo sekarang udah berubah jadi gak pernah yang bahas gitu…” R2.W2. 230416.E. B807-809. H13 “…Yaah menurut aku sih kecil tapi menurut orang tua enggak kali yah, namanya orang tua kan, mereka pengen anaknya yang diajarin patuh, taat gitu. Mungkin aku gak taat kali ya waktu itu ya, jadi mereka yang kaya gitu …” R2.W2. 230416.E. B842-845. H34 “…kalo aku salah dimarahin, eemm yang yaa hmm marahnya itu sampe yang dimarahin habis itu, terus gak cuma dimarahin tapi yang sampe dipukulin, eemm yang paling aku sedihnya itu yang sampe dikejer-kejer pake senapan angin, aku gak tau buat nakutin atau gimana…” R2.W2. 230416.E. B815-819. H33 “…Gak tau sih, gak ada peluru sih kayanya pernah kena juga …” R2.W2. 230416.E. B823. H33 April juga mengatakan bahwa ayahnya pernah menamparnya ketika beliau mengetahui bahwa ia memanjat pagar. Universitas Sumatera Utara 104 Hukuman tersebut dilakukan ayahnya bukan ketika mereka sedang berada di rumah melainkan ketika sedang menghadiri acara keluarga. April ditempar di depan keluarga besarnya. Berikut pernyataan April mengenai hal tersebut: “…Emm yang paling gak banget itu ya, waktu itu kejadiannya, aku udah lama sih ini, kapan ya, waktu smp kali ya, waktu smp kaya aku lupa lupa ingat, terus ee, jadii emm waktu itu aku ke rumah tanteku sama sepupu kan, sepupuku ini cowok, kalo pagar rumah aku itu kan ada tajem-tajemnya kan ya, tapi kalo rumah tante aku itu gak ada, udah gitu pendek, naah kan tante aku bukain pagernya lama, kekunci kan, terus aku sama sepupu ini akhirnya lompat pager, eh pas lagi ada aca kumpul keluarga kan, aku tante aku itu ilangin, katanya aku gak boleh gitu lompat-lompat pager nanti blablablablabla, terus akhirnya aku kan sama sepupuku ini cengengesan aja. Terus papaku gak suka, aku langsung digampar sama dianya …” R2.W2. 230416.E. B850-862. H35 “…Ya iya, di depan tante-tante aku di depan om om aku juga, keluaga besarlah …” R2.W2. 230416.E. B864-865. H35 April mengatakan bahwa apa yang diterapkan oleh ayahnya untuk memberikan pembelajaran padanya merupakan sesuatu yang sangat keras. April mengatakan sebagai seorang anak ia tidak menyukai pengajaran yang seperti itu. Hal ini menyebabkan April tidak menyukai laki-laki. Di balik pengajaran yang keras dari ayahnya, April memiliki ibu yang selalu membelanya ketika ia Universitas Sumatera Utara 105 melakukan kesalahan. Hal ini menyebabkan ia sangat menyayangi ibunya. Berikut pengakuan April mengenai hal tersebut: “…Perasaan yang aku ingat itu, sakit. Karna diajarin kaya gitu itu emm buat cewek itu keras banget menurut aku, kaya kita diajarin tapi waktunya gak tepat, jadi itu sakt banget, sakit banget, kalo diliat sekarang, kalau sekarang ini itu udah ya yaudahlah gitu tapi kalo kemarin-kemarin ya sakt banget karna aku belum nerima diperlakukan kaya gitu, aku gak suka digituin, aku cewek, aku gak suka digituin, cewekkan harusnya diajarin dengan baik kan ya, bukan diajarin keras gitu kan …” R2. W3. 080516.E. B1178-1187. H47 “…Mungkin karna ajaran dia yang keras itu kali ya, jadinya aku yang kaya jadinya aku yang kaya gini, gak suka sama cowok …” R2.W2. 230416.E. B826-828. H3 “…Dulu sering dimarah papa kan kalo salah dikit terus yang selalu belain aku itu mama, mama yang mau kaya manapun aku salahnya tetep yang bilangin tanpa kaya marah yang berlebihan giitu kali dan aku suka gitu, jadi aku bersyukur punya mama gituu jadi yang kaya aku gak mau nanti mama kecewa dan sakit hatinya karna aku …” R2. W3. 080516.E. B1298-1304. H51 Ketika di rumah April memiliki seorang ayah yang mengajarinya dengan cara yang tidak ia inginkan, di sekolah ia juga memiliki teman laki-laki yang tidak menyenangkan. Ketika berada di Sekolah Dasar April pernah melanggar aturan yang memang telah ditetapkan oleh pihak sekolah, yakni tidak diperbolehkan membawa barang elektronik. Namun suatu hari ia Universitas Sumatera Utara 106 membawa CD untuk kemudian diberikan kepada tantenya saat pulang sekolah. Saat itu teman laki-lakinya ingin memberitahukan kepada guru namun teman satu kelasnya yang lain, perempuan membelanya. Teman perempuannya tersebut membelanya ketika ia sangat takut ketahuan gurunya. Berikut pernyataan April mengenai hal tersebut: “…awalnya itu waktu kecil itu sih. Waktu itu ada kejadian emmm salah seorang teman saya, cowok secara tidak sengaja menyakiti saya, terus ee teman saya yang cewek itu dipihak saja, istilahnya membela lah. Nah sejak saat itulah saya jadi suka liat cewek. …” R2.W1.190316.E. B67-71. H4 “…Kan kalo di Sd dulu gak boleh bawa-bawa barang- barang elektronik gitu kan, contoh kaya CD, handphone gitukan. Nah kejadiannya itu kan jadi kan hari itu saya bawa CD karena memang setelah pulang dari sekolah ceritanya saya mau ke rumah tante. Tante titip itu CD trus sama teman saya yang cowok ini bilangin ke guru. Biasalah kompor banget gitu kan. Bilang-bilang eee ini si April bawa CD, teriakkan. Terus teman saya yang cewek itu belain, “eh lu gak boleh kaya gitu dong” gitu. Dan di situ saya nangis, takut kan terus teman saya yang cewek itu yang belain saya. Sejak saat itusih saya udah mulai suka sama cewek. Ada rasa yang beda gitu kalau liat cewek itu. …” R2.W1.190316.E. B73-85. H4 Pada saat itu April mulai menyukai teman perempuannya tersebut. Awalnya April hanya menyukai teman perempuan yang membelanya tersebut namun seiring berjalannya waktu April mulai menyukai teman perempuannya yang lain. Namun pada saat itu ia tidak mengira bahwa ia akan menjadi lesbian, bahkan pada saat itu Universitas Sumatera Utara 107 ia belum mengetahui apa yang dimaksud dengan lesbian tersebut. berikut pernyataan April mengenai hal tersebu: “…He eh.. ya semenjak saat itu sih ya secara gak langsung itu udah nyakitin saya gitu, dan kebetulan yang membela saya pada saat itu si cewek ini. …” R2.W1.190316.E. B99-101. H5 “…Awalnya sih sama dia ajasih karena dia belain saya gitu. Tapi lama-kelamaan liat cewek jadi beda gitu …” R2.W1.190316.E. B87-88. H4 “…Tepatnya belum tau sih, karna sebenarnya kan, kita kan waktu sd kan belum tau apa-apa kan. Jadi pikirannya normallah, biasa ajalah, suka-suka biasa aja. …” R2.W1.190316.E. B105-107. H5 April mengaku bahwa ia mengenal dunia lesbian pada saat duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Namun pada saat itu April belum memiki pacar dan tidak berniat mencari pacar. Berikut hasil wawancara yang mengungkap hal tersebut: “…Akhir-akhir SMA ini sih. Iya, akhir-akhir SMA …” R2.W1.190316.E. B138. H7 “…Hahhah enggak, enggak langsung cari pacar sih akunya, karena cinta itu kan gak bisa dipaksakan ya. Maksudnya gak bisa yang langsung jadi gitukan. Jadi yaah biarin aja mengalir …” R2.W1.190316.E. B160-162. H7 Universitas Sumatera Utara 108 Saat ini April telah memiliki pacar seorang perempuan. April mengatakan bahwa ia menjadi lesbian murni karena dirinya sendiri. April mengatakan bahwa ia salah merespon kejadian- kejadian yang tercipta ketika ia masih kecil. Pengalaman buruk dengan laki-laki membuat April akhirnya lebih menyukai perempuan daripada laki-laki-laki. Berikut uraian pernyataan April mengenai hal tersebut: “…Enggak pernah lagi, awalnya iya aku mikirnya gitu, tapi sekarang aku udah ngerti kalo itu bukan, aku lesbi bukan karna Tuhan …” R2.W2. 230416.E. B975-977. H39 “…Hmm kalo lesbian itu gimana ya ya itu dari hati, susah…” R2.W2. 230416.E. B1007. H40 “…Iya kayanya aku yang salah ngerespon, aku milih interest sama cewek daripada cowok, aku yang salah respon tapi ya emang aku ngerasa sukanya itu ke cewek jadi yaah ya ginilah jadinya, aku gak tau juga ke depannya gimana …” R2.W2. 230416.E. B987-990. H39

2. Tipe Konflik

Menurut Kurt Lewin terdapat 4 tipe konflik yang bisa saja terjadi pada seseorang, yaitu approach-approach conflict, avoidance-avoidance conflict, approach-avoidance conflict, dan multiple approach-avoidance conflict. Terdapat tiga jenis konflik yang ditemukan pada April kedua yaitu avoidance-avoidance Universitas Sumatera Utara 109 conflict, approach-avoidance conflict, dan multiple approach- avoidance conflict. Berikut pembahasan mengenai hal tersebut.

1. Avoidance-avoidance Conflict

Avoidance-avoidance conflict merupakan tipe konflik yang kedua menurut kurt Lewin. Avoidance-avoidance conflict adalah konflik yang dialami seseorang ketika ia dihadapkan pada dua pilihan yang memiliki konsekuensi yang negatif. Konflik ini terjadi pada April pertama. April mengaku stres karena ia menyadari bahwa menjadi lesbian merupakan sesuatu yang tidak benar bila ditinjau dari ajaran agama yang dianutnya. Sambil terus mengetuk meja dengan jari telunjuk kanannya, April mengatakan tidak mampu meninggalkan dunia lesbian meskipun telah mengetahui bahwa yang ia jalani saat ini merupakan suatu hal yang tidak benar. Berikut pernyataan yang diungkapkan April ketika wawancara: “…Bikin stres sih. Jadi istilahnya itukan, aku tau yang bener, tapi aku gak bisa ninggalin ini kan …” R2.W1.190316.B. B429-430. H17 Menyadari bahwa lesbian sesuatu yang salah menurut ajaran agamanya membuat April merasa tidak pantas melakukan pelayanan di gereja meskipun ia sangat ingin menjadi pelayan di gereja. April memberikan penekanan ketika mengatakan bahwa ia tidak pantas dengan nada yang tegas namun diucapkan perlahan. Universitas Sumatera Utara 110 Namun disisi lain ia juga tidak bisa meninggalkan pacarnya demi menjadi pelaan di gereja. Sembari menyunggingkan senyum di bibir tipisnya April mengatakan bahwa imannya belum kuat. Berikut pernyataan April mengenai hal tersebut: “…aku lesbi kaya yang belum pantas ikut pelayanan gitu tapi ya gitu aku gak bisa gak kaya gini, belum kuat iman, belum bisa ninggalin pacar demi pelayanan …” R2.W2. 230416.B. B1014-1016. H41 Menurut April lesbian bukan hanya salah di dalam ajaran agama yang ia anut namun lingkungan sekitar juga tidak membenarkan hal tersebut. Sehingga April mengaku menjadi lesbian bukan sesuatu yang mudah. Ketika ia menyukai seseorang ia tidak bisa mengungkapkan secara langsung. Sambil memamerkan giginya April mengaku pernah menyukai teman dekatnya namun pada akhirnya ia hanya memendam perasaan tersebut karena ia tidak mau persahabatannya rusak jika temannya tidak bisa menerima keadaannya. Berikut ungkapan April mengenai hal tersebut: “…karena lingkungan saya sangat tabu dengan hal yang kaya gitu, jadi enggak deh, dipendam-pendam aja. Kalo bilangtakutnya merusak persahabatan nanti …” R2.W1.190316.B. B133-135. H6 April mengaku bukan hanya teman yang tidak mengetahui orientasi seksualnya, melainkan keluarganya juga. Sembari Universitas Sumatera Utara 111 menggeleng-gelengkan kepalanya, April mengatakan belum berani mengungkapkan orientasi seksualnya kepada keluarga. April mengatakan bahwa keluarganya sangat menentang hubungan sesama jenis sehingga ia takut mengungkapkan orientasi seksual yang ia miliki kepada keluarganya akan menyuruhnya putus dengan pacarnya. Berikut pernyataan April mengenai hal tersebut: “…pengen tapi gak berani karena kalau ada yang tau nanti semuanya jadi berabe. Aku takut banget sebenernya. Karena kan keluarga bener-bener yang straight . Dan mereka menentang banget yang kaya gitu. Jadiii yahhh jangan sampe yang ketahuanlah. Takutnya disuru putuskan …” R2.W1.190316.B. B238-242. H10 Menjadi anak perempuan pertama di keluarga membuat April mengaku takut bila suatu saat orang tuanya meminta ia untuk menikah. Permintaan menikah dari keluarga juga merupakan hal yang tidak diinginkan April Ia mengatakan bahwa sebenarnya ia ingin mengatakan bahwa ia tidak ingin menikah namun ia tidak ingin melihat ibunya sedih karena hal tersebut. Berikut pernyataan April mengenai hal tersebut: “…Pengen sih tapi aku lebih mikirin perasaan mamaku, sedih nanti …” R2.W2. 230416.B. B713-714. H29 Universitas Sumatera Utara 112

2. Approach-avoidance Conflict

Approach-avoidance conflict merupakan tipe konflik yang ketiga menurut kurt Lewin. Approach-avoidance conflict adalah konflik yang dialami oleh seseorang ketika disatu sisi ia memiliki tujuan yang positif namun di sisi lain tujuannya tersebut memiliki konsekuensi yang negatif. Berikut rangkaian approach-approach conflict yang dialami oleh April . April menganggukkan kepala seraya tersenyum dan mengatakan bahwa ia merasa bahagia sejak pacaran dengan perempuan. April mengaku nyaman menjalani hubungan dengan pacarnya. Namun di sisi lain ia juga menyadari bahwa apa yang dilakukannya merupakan perbuatan yang salah. Ia tidak menjalani apa yang telah diatur oleh gereja. April seakan tidak berdaya, wajahnya terlihat datar dengan tangan sesekali menunjuk ke arah atas dan dadanya ketika mengatakan hanya Tuhan yang mengetahui apa yang terdapat di dalam hatinya. Berikut ungkapan April mengenai hal tersebut: “…aku emang salah tapi aku bahagia, senengnya sama cewek, kalo sama cowok gak ngefeel …” R2.W2. 230416.C. B994-995. H40 “…Kalau salah dan aku buat sengsara doang pasti gak aku jalankan kan, tapi ini akunya nyaman, happy, ya gimana enggak, dijalanilah. …” R2. W3. 080516.C. B1498-1500. H59 Universitas Sumatera Utara 113 “…pengen juga kan aku ikuti aturan gereja yang memang benar-benar tanpa ada penghalang, tapi gimana ya, dalamnya diri aku juga udah yang menghalangi kan. Diriku sendiri nyamannya ke yang bukan aturan gereja ya itu aku sama Tuhanku yang tau kan. Tuhan tau hatiku, aku salah cuma Tuhan tau hatiku. Dari hati gininya kak …” R2. W3. 080516.C. B1657-1662. H64 April mengaku bahagia karena ia dapat mencintai orang yang benar-benar ia inginkan. Senyumnya terlihat lebar ketika mengatakan hal tersebut. namun disisi lain ia juga merasa sedih karena mengingat orang tuanya. Sambil terus menatap ke arah peneliti April mengatakan bahwa orangtua, terutama ibunya pasti sedih bila mengetahui bahwa selama ini ia berpacaran dengan perempuan juga. Berikut pernyataan April mengenai hal tersebut: “…Di satu sisi aku bahagia tapi di sisi lain aku sedih sih. Kenapa aku bahagia? Kenapa, karena aku bisa jadi diri aku sendiri dan aku bisa mencintai orang yang cinta aku balik gitu. Tanpa harus aku yang dipaksa untuk mencintai dia gitukan. Karena dari diri sendiri aku mencintai dia hehe tapi sedihnya itu, karna pasti bakal buat sedih banyak orang kalau mereka misalnya tau kalau aku kaya gini. Terutama orang tua aku, mama papa, terutama mama aku sih. …” R2.W1.190316.C. B325-333. H14

3. Multiple approach-avoidance Conflict

Multiple Approach-avoidance conflict merupakan tipe konflik yang keempat menurut kurt Lewin. Multiple Approach- avoidance conflict adalah konflik yang dihadapi seseorang ketika ia Universitas Sumatera Utara 114 dihadapkan pada dua keadaan yang mana keduanya memiliki konsekuensi yang positif dan negatif. Berikut ulasan mengenai Multiple Approach-avoidance conflict yang dialami oleh April . April mengaku serba salah ketika benar-benar menyadari bahwa ia tertarik secara seksual kepada perempuan. Pada saat itu ia mengaku kebingungan antara mengungkapkan atau mengabaikan apa yang ada di dalam hatinya. Ketika ia memilih jalan yang benar dengan memendam perasaan sukanya kepada perempuan ia merasa gelisah sehingga pada akhirnya ia mengungkapkan perasaannya namun April menyadari bahwa apa yang ia lakukan tersebut merupakan hal yang salah. Meskipun apa yang dirasakannya sesuatu yang salah namun sambil mengangkat-angkat kedua bahunya April mengatakan bahwa ia bahagia menjadi lesbian. Berikut pernyataan April mengenai hal tersebut: “…Iya, soalnya aku tau kalo lesbi itu salah tapi aku tetap suka jadi lesbi. Mau misal jadi gak lesbi lah misal aku kan, iya aku benar, aku menjalankan apa yang Tuhan mau tapi ya itu, aku gak jadi diriku, ya kan aku udah tau nyamannya aku ke cewe lebih dari ke cowo aku benar tapi gak baik buat aku, gitulah, karna benar belum tentu baik kan ya…” R2. W3. 080516.D. B1670-1675. H65 “…Jadi pas aku sadar aku suka sama cewek memang ada pilihan untuk gak ngelakuinnya dengan ya tetep ajalah kalo ada cewek yang aku suka ya diam-diam aja biar gak kebawa, tapi akhirnya aku gak yang ngerasa itu mau aku, gelisah, gak seneng aku maunya aku bilang tapi itu salah, yaudah aku bilanglah kan. Universitas Sumatera Utara 115 Sampe akhirnya aku pacaran. Dan bener pas pacaran aku bahagia, iya salah memang tapi ya aku dirinya kaya gini, bahagianya gini …” R2. W3. 080516.D. B1470-1477. H58 April mengaku ingin seperti orang pada umumnya yang menyukai laki-laki namun sambil tertawa ia mengatakan bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam hatinya sehingga sampai saat ini ia tetap menjadi lesbian. April tetap menjadi lesbian karena memang ia mengaku nyaman meskipun di sisi lain menurutnya orang-orang disekitar tidak akan suka pada keadaannya. berikut pengakuan April mengenai hal tersebut: “…sebenarnya mau normal sih ya, cuma ya mau gimana? Untuk saat ini aku belum bisa karena ya, ya itu diri aku gitu. Eemmm gak bisa dibilang kamu harus kaya gini gitu. Kamu harus kaya gini, yaa pengensih melakukan apa yang baik. Tapiii, tapi bakal gak jadi diri sendiri dan aku mau jadi diri aku sendiri dulu dan diri aku itu yang kaya gini, tapi kadang aku mikirin juga karena mau diliat dari manapun jadi lain kan? Orang-orang disekitarku pun kalo gak suka pasti. Paling yang kaya aku aja la yang nerima kan.Tapi yang jelas nih ya untuk sekarang ini aku nyaman dengan status aku yang menurut orang lain itu ee yang tapi ni kalo di depan orang lain itu aku seperti orang normal kok.…” R2.W1.190316.D. B266-277. H12 Perasaan sayangnya kepada sang pacar tidak membuat semuanya menjadi mudah. April mengatakan bahwa ia memang sangat menyanyangi pacarnya namun suatu saat ia harus merelakan apabila pacarnya menikah, karena memang usia sang pacar jauh di atasnya dan besar kemungkinan akan diminta untuk menikah. Universitas Sumatera Utara 116 Terkadang mereka berpikiran akan mengabaikan permintaan orangtua supaya bisa tetap bersama namun ia mengatakan tidak mau menambah dosa dengan melawan orangtua. Berikut pengakuan April mengenai hal tersebut: “…Akhir-akhir ini Tuhan kaya negor gitu sih, jadi kaya aku yang sadar gitu kalo apa ya kalo yang aku sekarang sering kepikiran yang seberapa besarnya aku pengen dia sama aku, seberapa sayangnya aku sama dia tapi tetep aja nanti itu aku bakal relain dia dengan orang lain, karena umur dia juga yang udah pantasnya punya suami kan dan yang namanya orangtuakan pasti maunya anaknya menikah ya, pasti nanti pacarku juga dipaksa nikah pasti. Sometimes kita emang yang gak mikirin perasaan orang tua kita tapi pasti kita tau juga kalo itu dosa kan ya, gamau nambah dosa …” R2.W2. 230416.D. B747-756. H31 Universitas Sumatera Utara 117 Rekapitulasi Data Hasil Wawancara Subjek II Tabel 6. Rekapitulasi Data Tipe Konfik Subjek Tipe Konflik Gambaran Avoidance- avoidance conflict Ketika menyukai teman dekatnya subjek lebih memilih untuk memendam perasaan tersebut, ia takut persahabatannya akan rusak bila ia mengatakannya Subjek sadar bahwa lesbian itu salah namun ia tetap memiliki keinginan untuk berpacaran dengan perempuan Subjek tidak berani mengungkapkan orientasi seksualnya kepada keluarga, jika ia memberitahu keluarganya subjek takut akan disuruh putus dengan sang pacar Subjek tidak berani mengatakan orientasi seksualnya karena teman-teman Subjek di gereja suka membully bila terdapat berita tentang LGBT Subjek menyadari bahwa lesbian salah namun ia tidak dapat meninggalkan dunia lesbian karena masih menyanyangi pacarnya Subjek menyembunyikan identitas seksualnya, ia tidak mau teman dekatnya pergi menjauh Subjek merasa tidak pantas ikut pelayanan karena ia lesbian namun ia tidak bisa meninggalkan pacarnya demi pelayanan tersebut Approach- avoidance conflict Subjek bahagia karena mencintai seseorang tanpa paksaan namun ia juga merasa sedih karena memikirkan orang tuanya pasti akan sedih bila mengetahui bahwa ia lesbian Subjek berniat memberitahu temannya namun menurutnya terkadang temannya masih closed minded sehingga ia takut untuk memberitahu temannya Subjek ingin tetap menjadi lesbian namun bila nantinya ibunya meminta ia menikah maka ia terpaksa akan menuruti permintaan tersebut Subjek sadar bahwa ia berada di jalan yang salah namun ia juga tidak bisa meninggalkan jalan ini karena ia merasa happy Subjek ingin mengikuti aturan gereja namun dirinya saat ini sedang nyaman menjadi lesbian yang tentu saja bukan merupakan aturan gereja Universitas Sumatera Utara 118 Jika ia disuruh menikah nantinya, subjek mengaku bersedia namun ia melakukan hal tersebut hanya untuk ibunya bukan dari dalam dirinya Multiple Approach- avoidance conflict Subjek sangat menyanyangi pacarnya namun ia sadar suatu saat ia harus merelakan pacarnya menikah. Terkadang merekaia dan pacarnya berpikir akan mengabaikan permintaan orangtuanya supaya bisa tetap bersama namun ia tidak mau menambah dosa Pada awalnya subjek memendam perasaan sukanya kepada perempuan namun ia merasa gelisah dan ketika ia ingin mengungkapkan perasaannya, ia menyadari itu hal yang salah Subjek memiliki keinginan menjadi “normal” namun tentu saja hal itu tidak sesuai dengan dirinya sehingga saat ini subjek ingin tetap menjadi lesbi karena ia merasa nyaman mestipun ia yakin orang sekitarnya tidak menyukai keadaannya Universitas Sumatera Utara 119 Pohon Masalah Tipe Konflik Subjek II Bertentangan Dengan Penyebab Konflik Identity Vs Role Confusion Remaja Lesbian 1. Agama 2. UU Kebijakan pemerintah 3. Sosial Budaya Pengalaman yang buruk dengan laki-laki Ayah dan teman sekolah  Ketika menyukai temannya ia tidak bisa mengungkapkan perasaannya, karena jika ia ungkapkan bisa merusak persahabatan  Subjek menyadari bahwa lesbian salah namun ia tidak bisa meninggalkan dunia lesbian karena menyanyangi pacarnya  Subjek tidak berani mengungkapkan orientasi seksualnya kepada keluarga, jika ia memberitahu keluarganya subjek takut akan disuruh putus dengan sang pacar  Subjek tidak berani mengatakan orientasi seksualnya kepada teman karena jika ia katakan kemungkinan temannya akan menjauh  Subjek merasa tidak pantas untuk melakukan pelayanan di gereja karena ia lesbian namun ia tidak bisa meninggalkan dunia lesbian.  Subjek bahagia karena bisa mencintai seseorang tanpa paksaan namun ia juga sedih bila memikirkan orangtuanya pasti sedih bila mengetahui ia lesbian  Subjek merasa bahagia namun ia menyadari bahwa menjadi lesbian merupakan hal yang salah  Subjek ingin mengikuti aturan gereja dengan tidak menjadi lesbian lagi namun ia telah merasa nyaman menjadi lesbian  Subjek sangat menyanyangi pacarnya namun ia sadar suatu saat ia harus merelakan pacarnya menikah. Terkadang mereka ia dan pacarnya berpikir akan mengabaikan permintaan orangtuanya supaya bisa tetap bersama pacarnya namun ia tidak mau menambah dosa  Pada awalnya subjek memendam perasaan sukanya kepada perempuan namun ia merasa gelisah dan ketika ia ingin mengungkapkan perasaannya, ia menyadari itu hal yang salah  Subjek memiliki keinginan menjadi “normal” namun tentu saja hal itu tidak sesuai dengan dirinya sehingga saat ini subjek ingin tetap menjadi lesbi karena ia merasa nyaman mestipun ia yakin orang sekitarnya tidak menyukai keadaannya Avoidance-avoidance conflict Multiple Avoidance-avoidance conflict Approach-avoidance conflict Konflik Keterangan: Menyebabkan Bertentangan Tipe Universitas Sumatera Utara 120 Tabel 7. Hasil Analisa banding antar subjek tipe konflik yang terjadi pada remaja yang memiliki orientasi seksual lesbian Subjek Pertama Febri Subjek Kedua April Approach-approach conflict Tidak mengalami Avoidance-avoidance conflict Approach-avoidance conflict Multiple approach-avoidance conflict Approach-approach conflict Tidak mengalami Avoidance-avoidance conflict Approach-avoidance conflict Multiple approach-avoidance conflict Tabel di atas memberikan gambaran analisa banding sebagai berikut: a. Subjek pertama tidak mengalami approach-approach conflict namun mengalami tiga tipe konflik lainnya, yaitu avoidance- avoidance conflict, approach-avoidance conflict dan multiple approach-avoidance conflict. b. Subjek kedua tidak mengalami approach-approach conflict namun mengalami tiga tipe konflik lainnya, yaitu avoidance-avoidance conflict, approach-avoidance conflict dan multiple approach- avoidance conflict. Universitas Sumatera Utara 121

B. Pembahasan

Data dalam penelitian ini dibahas dengan menggunakan teori konflik yang dikemukakan oleh Lewin dalam Hall, Lindzey, Loehlin, Locke, 1985. Menurut Beliau konflik adalah suatu keadaan yang terjadi ketika manusia memiliki dorongan yang saling bertentangan dan keduanya memiliki kekuatan yang sama. Penelitian ini membahas konflik yang dihadapi oleh remaja lesbian berkaitan dengan orientasi seksualnya. Fokus dari penelitian ini terkait dengan empat tipe konflik, yaitu approach- approach conflict, avoidance-avoidance conflict, approach-avoidance conflict, multiple approach-avoidance conflict Lewin dalam Hall, Lindzey, Loehlin, Locke, 1985. Tipe approach-approach conflict terjadi ketika individu berada pada dua keadaan yang sama-sama memiliki tujuan yang positif. Tipe avoidance-avoidance conflict merupakan konflik yang dialami oleh seseorang ketika ia dihadapkan pada dua pilihan yang memiliki konsekuensi yang negatif. Tipe approach-avoidance conflict merupakan konflik yang dialami oleh seseorang ketika disatu sisi ia memiliki tujuan yang positif namun di sisi lain tujuannya tersebut memiliki konsekuensi yang negatif. Dan yang terakhir adalah tipe multiple approach-avoidance conflict merupakan konflik yang dialami seseorang ketika ia dihadapkan pada dua keadaan, yang mana keduanya memiliki konsekuensi yang positif dan negatif Lewin dalam Hall, Lindzey, Loehlin, Locke, 1985. Universitas Sumatera Utara 122 Subjek pada penelitian ini memiliki karakteristik yang sama dalam hal usia serta tahapan pembentukan identitas homoseksualnya. Mereka berusia 18 tahun dan sama-sama berada pada tahapan yang ketiga, yaitu identity tolerance. Menurut Cass 1984 pada tahap ini individu mulai memiliki keberanian berhubungan dengan lesbian lainnya. Pengalaman yang baik ketika berhubungan dengan sesama lesbian akan membuat individu semakin memperkuat komitmennya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek pertama dan subjek kedua tidak mengalami approach-approach conflict. Hal tersebut disebabkan subjek dalam penelitian ini masih berada pada tahap ketiga dalam tahapan pembentukan identitas homoseksual, yaitu identity tolerance. Cass 1984 dalam teorinya mengemukakan bahwa seorang lesbian akan memandang orientasi seksualnya suatu hal yang positif ketika memasuki tahap keempat, yaitu identity acceptance. Hasil penelitian yang telah dilakukan juga menunjukkan bahwa kedua subjek mengalami tipe konflik yang sama yaitu, avoidance- avoidance conflict, approach-avoidance conflict dan multiple approach- avoidance conflict . Berikut akan peneliti sajikan pembahasan mengenai gambaran tipe konflik yang dialami oleh masing-masing subjek. Pembahasan ini merupakan paduan antara teori yang telah peneliti jelaskan sebelumnya dengan hasil data yang diperoleh dari kedua subjek. Universitas Sumatera Utara 123

1. Subjek pertama Febri

Ditinjau dari sudut agama, subjek mengetahui dan menyadari bahwa menjadi seorang lesbian merupakan hal yang salah. Namun hal tersebut tidak membuat dirinya meninggalkan hal-hal yang berkaitan dengan dunia lesbian, seperti keinginan untuk berkomunikasi dan menjalin hubungan dengan sesama lesbian lainnya. Kesadaran akan kondisi lesbian yang salah menurut ajaran agama dan ketidakmampuannya untuk meninggalkan dunia lesbian bahkan ketika ia sadar bahwa hal tersebut salah merupakan dua keadaan negatif yang terjadi dalam satu waktu. Sesuai dengan teori tipe konflik yang dikemukakan oleh Lewin 1985 keadaan tersebut menimbulkan avoidance- avoidance conflict pada subjek. Ketidaksanggupan subjek untuk meninggalkan dunia lesbian menggambarkan bahwa ia telah menerima orientasi seksual yang ia miliki, yaitu lesbian. Selain itu subjek juga telah menjalin hubungan dengan sesama lesbian yang menggambarkan bahwa subjek berada pada tahapan identity tolerance. Menjalin hubungan dengan sesama lesbian ini dilakukan untuk mengurangi rasa keterasingan akibat memiliki orientasi seksual yang berbeda Cass, 1984 Universitas Sumatera Utara 124 Kesadaran bahwa lesbian merupakan hal yang salah membuat subjek akhirnya memilih untuk menyembunyikan orientasi seksualnya. Subjek tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkan bahwa ia seorang lesbian dan telah memiliki kekasih. Menurut subjek orang lain tidak akan memahami perasaannya dan hanya akan berujung pada perintah untuk mengubah orientasi seksualnya serta meninggalkan dunia yang berhubungan dengan lesbian. Ketidakmampuan subjek dalam mengungkap orientasi seksualnya dan anggapan mengenai tidak adanya orang yang peduli dan memahami tentang orientasi seksualnya merupakan suatu keadaan yang negatif bagi dirinya. Lewin 1985 mengatakan bahwa ketika seseorang dihadapkan pada dua keadaan yang sama-sama memiliki konsekuensi yang negatif maka yang terjadi adalah munculnya tipe avoidance- avoidance conflict dalam dirinya. Subjek belum berani mengungkapkan identitas seksualnya, hal ini menandakan bahwa subjek masih berada di tahapan identity tolerance. Sebagaimana Cass 1984 menjelaskan bahwa individu yang berada pada tahap identity tolerance masih belum memiliki keberanian untuk mengungkapkan identitas seksualnya kepada orang lain. Menyembunyikan orientasi seksual mengakibatkan subjek harus menjalin hubungan dengan sesama jenisnya secara diam- diam. Hal ini tentu tidaklah baik. Menurut subjek menjalin Universitas Sumatera Utara 125 hubungan secara sembunyi-sembunyi tidaklah menyenangkan dan memandang hal tersebut sebagai keadaan yang negatif bagi dirinya. Keadaan negatif kembali muncul ketika subjek tetap tidak berani mengungkapkan bahwa dirinya adalah seorang lesbian sehingga menimbulkan avoidance-avoidance conflict pada dirinya. Sebagaimana yang telah dikemukanan oleh Lewin 1985 bahwa avoidance-avoidance conflict terjadi ketika individu berada pada keadaan yang memiliki konsekuensi negatif. Subjek juga merasakan dilema ketika orang-orang disekitarnya membicarakan hal yang negatif tentang lesbian. Ketika orang lain sedang membicarakan hal yang negatif tentang lesbian, subjek merasa sakit hati dan subjek sangat berkeinginan untuk membantah anggapan negatif orang lain tentang lesbian. Namun subjek tidak memiliki keberanian untuk melakukannya dan takut jika nantinya mereka mencurigai dan mengetahui dirinya adalah seorang lesbian. Perasaan sakit hati ketika mendengar tanggapan negatif orang lain tentang lesbian merupakan suatu kondisi yang negatif pada dirinya. Keinginan subjek untuk membantah namun tidak memiliki keberanian merupakan kondisi yang negatif juga yang membuat subjek mengalami avoidance- avoidance conflict. Hal tersebut sejalan dengan penjelasan yang dikemukakan oleh lewin 1985 bahwa avoidance-avoidance Universitas Sumatera Utara 126 conflict terjadi ketika individu dihadapkan pada dua keadaan yang memiliki konsekuensi negatif. Avoidance-avoidance conflict juga dialami subjek ketika dikaitkan dengan teman-temannya yang bukan termasuk lesbian . Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Lewin 1985 bahwa avoidance-avoidance conflict terjadi ketika seseorang berada pada dua kondisi yang sama-sama negatif. Tipe konflik ini terjadi saat subjek masih belum mengungkapkan orientasi seksualnya. Terdapat rasa takut ketika subjek melihat bahwa teman-temannya menentang isu-isu yang berkaitan dengan lesbian. Subjek takut teman-temannya akan menjauh ketika mengetahui bahwa ia seorang lesbian. Keadaan subjek yang merahasiakan bahwa ia seorang lesbian dari teman-temannya dan rasa takut dijauhi ketika mengungkapkan orientasi seksualnya merupakan dua hal yang negatif yang terjadi secara bersamaan pada diri subjek. Tipe konflik kedua yang dialami oleh subjek adalah approach-avoidance conflict . Lewin 1985 menjelaskan bahwa tipe konflik ini dialami seseorang ketika ia dihadapkan pada suatu tujuan yang positif namun disisi lain akan memberikan dampak yang negatif pula pada dirinya. Seperti yang dialami oleh subjek ketika ia telah mengidentifikasikan bahwa dirinya lesbian, subjek merasakan kebahagiaan karena menjadi lesbian. Namun disisi lain, subjek menyadari bahwa orang-orang yang berada di sekitarnya Universitas Sumatera Utara 127 menganggap bahwa orientasi seksual yang ia miliki merupakan suatu kesalahan yang tidak seharusnya terjadi. Oleh karena itu subjek merasa takut bila orang lain mengetahui orientasi seksualnya adalah lesbian. Kenyataan bahwa subjek merasa bahagia ketika menjadi seorang lesbian merupakan suatu hal yang positif namun kesadaran bahwa disekitarnya lesbian adalah suatu kesalahan merupakan hal yang negatif sehingga menghasilkan approach-avoidance conflict. Kebahagiaan yang dirasakan subjek saat berhubungan dengan orang-orang yang memiliki orientasi seksual yang sama dengan dirinya dapat memperkuat komitmen subjek untuk menjadi seorang lesbian. Hal ini sejalan dengan penjelasan Cass 1984 bahwa ketika individu mendapatkan pengalaman yang baik ketika berhubungan maka akan memperkuat komitmennya sehingga kemungkinan individu akan lanjut ke tahapan pembentukan identitas selanjutnya menjadi lebih besar, begitu juga sebaliknya. Kebahagian yang dirasakan subjek saat menjadi lesbian juga bertentangan dengan perasaan bersalah kepada ibu yang telah membesarkannya. Perasaan bersalah karena bahagia menjadi seorang lesbian, membuat subjek ingin mendapatkan maaf dari ibunya.Namun subjek sendiri tidak mengetahui cara yang tepat untukmengungkapkan kata maaf tersebut. Kebahagiaan yang dirasakan subjek merupakan hal yang positif namun perasaan Universitas Sumatera Utara 128 bersalah kepada ibu yang telah membesarkannya merupakan hal yang negatif sehingga menimbulkan approach-avoidance conflict. Hal tersebut sejalan dengan penjelasan Lewin 1985 bahwa individu yang berada pada keadaan yang sebenarnya positif namun sekaligus berdampak negatif akan mengalami tipe approach- avoidance conflict . Kesadaran bahwa berpacaran dengan sesama jenisnya merupakan hal yang salah memberikan beban tersendiri bagi subjek. Subjek ingin menghilangkan atau mengurangi beban yang ia rasakan dengan bercerita kepada seseorang bahwa ia memiliki pacar seorang perempuan.Namun menceritakan orientasi seksualnya kepada orang lain, dapat membuat subjek dijauhi oleh orang-orang yang berada disekitarnya. Bercerita kepada orang lain untuk mengurangi beban yang terdapat di dalam diri tentu merupakan sesuatu yang positif, namun apabila dengan bercerita akan membuat orang lain menjauh maka itu merupakan suatu hal yang negatif sehingga membuat subjek berhadapan dengan approach-avoidance conflict. Hal ini sesuai dengan penjelasan dari Lewin 1985 bahwa approach-avoidance conflict terjadi ketika individu dihadapkan pada satu keadaan yang tujuannya positif namun sekaligus akan berdampak negatif. Tipe konflik terakhir yang dialami oleh subjek adalah multiple approach-avoidance conflit. Tipe konflik ini dialami Universitas Sumatera Utara 129 ketika seseorang dihadapkan pada dua pilihan yang memiliki konsekuensi positif dan negatif sekaligus Lewin dalam Hall, Lindzey, Loehlin, Locke, 1985. Tipe konflik ini dialami oleh subjek ketika ia merasa membutuhkan kasih sayang, namun kasih sayang yang diharapkan oleh subjek berasal dari seorang perempuan yang sama seperti dirinya. Kasih sayang yang subjek harapkan dalam hal ini adalah sebagai seorang kekasih. Keinginan subjek ini merupakan hal yang salah dan subjek juga menyadari hal tersebut. Menyadari bahwa hubungan sesama jenis adalah hal yang salah, membuat subjek memilih untuk menjalin hubungan secara diam-diam yang tentu saja tidak menyenangkan. Namun dengan begitu, ia mendapatkan kasih sayang yang diharapkan dan tidak dijauhi oleh siapapun. Keinginan subjek untuk mendapatkan kasih sayang tentu hal yang positif namun keadaan menjadi negatif ketika subjek menginginkan kasih sayang layaknya seorang kekasih tersebut dari seorang perempuan juga. Menjalin hubungan sesama jenis merupakan hal yang salah juga merupakan hal yang negatif dan keputusannya untuk menjalin hubungan secara diam-diam agar dapat menjalani hubungan tersebut positif bagi dirinya. Keadaan- keadaan seperti di atas membuat subjek mengalami multiple approach-avoidance conflict . Universitas Sumatera Utara 130

2. Subjek kedua April

Terdapat tiga tipe konflik yang dialami oleh subjek kedua, yaitu avoidance-avoidance conflict, approach-avoidance conflict dan multiple approach-avoidance conflict. Pertama avoidance- avoidance conflict , tipe konflik ini terjadi ketika seseorang dihadapkan pada dua pilihan yang memiliki konsekuensi yang negatif Lewin dalam Hall, Lindzey, Loehlin, Locke, 1985. Subjek mengalami tipe konflik ini ketika menganggap bahwa menjadi seorang lesbian adalah suatu hal yang tidak benar ketika dilihat dari sudut pandang agama. namun hal tersebut tidak dapat membuat atau memaksa subjek untuk menjadi seorang heteroseksual. Subjek mengaku tidak bisa meninggalkan dunia lesbian. Kesadaran akan kesalahannya menjadi seorang lesbian menurut agama merupakan hal yang negatif. Ketika subjek tidak bisa meninggalkan dunia lesbian meskipun mengetahui hal tersebut salah juga merupakan hal yang negatif, sehingga terciptalah avoidance-avoidance conflict pada dirinya.Subjek juga telah menjalin hubungan dengan sesama lesbian dan sejalan dengan teori yang dijelaskan oleh Cass 1984 hal tersebut menandakan bahwa subjek telah berada di tahapan ketiga, yaitu identity tolerance. Subjek merupakan anak yang taat beragama. Namun setelah ia menjalani hubungan sesama jenis ada perasaan tidak pantas ketika ia ingin melakukan pelayanan di gerejanya. Menurut Universitas Sumatera Utara 131 subjek, selama ia menjadi lesbian yang artinya tidak mematuhi apa yang diajarkan oleh agamanya, maka ketidakpantasan melayani Tuhan tetap akan ia rasakan.Namun subjek juga mengaku tidak bisa meninggalkan pacarnya demi hal tersebut. Subjek menganggap bahwa imannya masih belum terlalu kuat. Perasaan tidak pantas melakukan pelayanan serta ketidaksanggupan meninggalkan pacar demi pelayanan tersebut adalah dua hal negatif yang terjadi pada satu waktu dan mengakibatkan subjek mengalami avoidance-avoidance conflict. Hal ini sejalan dengan penjelasan yang dikemukakan oleh Lewin 1985 bahwa avoidance-avoidance conflict terjadi ketika individu dihadapkan pada dua keadaan yang sama-sama negatif. Terlepas dari kesadaran bahwa agama yang ia yakini tidak membenarkan orientasi seksualnya, subjek juga menyadari bahwa lingkungannya juga tidak membenarkan hal tersebut. Sehingga subjek mengaku bahwa menjadi lesbian bukanlah hal yang mudah.Salah satu ketidakmudahan tersebut terjadi ketika subjek harus menyembunyikan perasaan sukanya kepada sahabat perempuannya. Subjek tidak berani menyatakan perasaannya, karena takut persahabatan mereka akan rusak. Jika sahabat subjek tahu bukan hanya perasaan sukanya yang akan ditolak, dirinya pun akan ditolak karena memiliki orientasi seksual yang berbeda. Kenyataan bahwa dirinya hanya dapat menyembunyikan perasaan Universitas Sumatera Utara 132 sukanya dan akan merusak persahabatan jika ia menyatakan perasaannya merupakan dua hal yang negatif. Keadaan tersebut menandakan subjek mengalami avoidance-avoidance conflict. Sebagaimana penjelasan Lewin 1985 bahwa individu mengalami tipe avoidance-avoidance conflict ketika terjadi dua hal yang negatif dalam satu waktu. Keluarga subjek juga tidak mengetahui orientasi seksualnya. Subjek ingin mengatakannya, namun ia tidak memiliki keberanian. Subjek takut bila disuruh putus dengan pacarnya, jika menyatakan bahwa ia memiliki hubungan dengan sesama perempuan. Subjek tidak ingin hal tersebut terjadi pada dirinya. Tidak berani menyatakan bahwa ia seorang lesbian dan tidak ingin putus dengan pacarnya apabila menyatakan orientasi seksualnya tersebut pada keluarga merupakan dua hal negatif yang membuat subjek mengalami avoidance-avoidance conflict. Hal ini dijelaskan oleh Lewin 1985, beliau menyatakan bahwa individu yang berada di dua keadaan yang sama-sama negatif maka akan mengalami tipe avoidance-avoidance conflict. Subjek juga mengalami tipe approach-avoidance conflict. Tipe konflik ini dialami seseorang ketika ia dihadapkan pada suatu tujuan yang positif namun disisi lain akan memberikan dampak yang negatif pula Lewin dalam Hall, Lindzey, Loehlin, Locke, 1985. Tipe konflik ini terjadi ketika subjek merasa bahagia Universitas Sumatera Utara 133 memiliki pacar seorang perempuan. Namun kebahagiaan yang ia rasakan terhalang oleh aturan gereja yang tentu saja tidak membenarkan hal tersebut. Kedua hal tersebut adalah dua keadaan yang saling bertentangan yang mana memiliki pacar perempuan merupakan hal yang positif namun tidak mengikuti aturan gereja karena menjadi lesbian merupakan hal yang negatif. Sehingga keadaan ini membuat subjek mengalami approach-avoidance conflict. Kebahagiaan yang dirasakan subjek merupakan pengalaman baik yang bisa memperkuat komitmen subjek menjadi lesbian. Sebagaimana penjelasan Cass 1984 bahwa individu yang berada pada tahapan identity tolerance akan memperkuat komitmen untuk menjadi lesbian ketika ia mengalami pengalaman yang baik saat berhubungan dengan lesbian lainnya, begitu juga sebaliknya. Menjadi lesbian membuat subjek merasa bahagia karena dapat menjadi dirinya sendiri. Subjek dapat mencintai seseorang yang diinginkannya. Meskipun begitusubjek tetap tidak dapat merasakan kebahagiaan yang utuh, karena dibalik kebahagiaannya terdapat orang tua yang pasti akan sedih bila mengetahui bahwa anak perempuannya menjalin hubungan kekasih dengan perempuan juga. Ketika mengingat hal tersebut subjek merasa sedih. Kebahagiaannya mencintai orang yang benar-benar ia cintai Universitas Sumatera Utara 134 merupakan hal yang positif namun kesedihan yang ia rasakan saat memikirkan orang tuanya merasa sedih bila mengetahui bahwa ia lesbian merupakan hal yang negatif sehingga kedua hal tersebut menimbulkan approach-avoidance conflict. Hal in sejalan dengan penjelasan Lewin 1985, beliau mengatakan bahwa approach- avoidance conflict terjadi ketika seseorang berada pada keadaan yang bernilai positif bagi dirinya namun disisi lain berdampak negatif. Kebahagiaan yang dirasakan membuat subjek menginginkan dirinya tetap menjadi lesbian walaupun tidak menikah. Namun hal tersebut sesuatu yang seakan tidak mungkin. Subjek sadar bahwa ia ditakdirkan menjadi seorang perempuan yang tentu akan menikah dengan lawan jenisnya. Sehingga bila suatu saat ibu subjek meminta subjek menikah, maka subjek dengan perasaan terpaksa akan menuruti permintaan tersebut. Keinginan untuk tetap menjadi lesbian sampai kapan pun demi kebahagiaannya merupakan hal yang positif namun ketidakmungkinan karena mungkin suatu saat ibu subjek akan memintanya menikah dan terpaksa memenuhi permintaan tersebut merupakan hal yang negatif sehingga menimbulkan approach- avoidance conflict. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Lewin dalam Hall, Lindzey, Loehlin, Locke, 1985 bahwa tipe konflik ini Universitas Sumatera Utara 135 terjadi ketika subjek berada pada keadaan yang positif namun berdampak negatif. Tipe konflik terakhir yang dialami oleh subjek kedua adalah multiple approach-avoidance conflict. Tipe konflik ini terjadi ketika seseorang dihadapkan pada dua pilihan yang memiliki konsekuensi positif dan negatif sekaligus Lewin dalam Hall, Lindzey, Loehlin, Locke, 1985. Seperti yang terjadi pada subjek ketika sudah mulai menyukai perempuan sejak kecil, subjek tidak mengetahui bahwa perasaan suka tersebut merupakan perasaan suka secara seksual. Saat subjek benar-benar menyadari perasaan suka secara seksual kepada perempuan subjek merasa serba salah. Subjek dihadapkan pada dua pilihan yang positif sekaligus negatif. Ketika subjek memendam perasaan yang ia miliki dan tidak berpacaran, maka ia akan tetap berada di jalan yang benar namun hal itu membuatnya gelisah. Di sisi lain apabila menyatakan perasaannya dan berpacaran, yang berarti subjek tidak memendam apa yang ia rasakan, maka ia melakukan kesalahan karena berpacaran dengan sesama jenisnya.Memendam perasaan sukanya kepada perempuan merupakan hal yang negatif namun terdapat sisi positifnya karena subjek tidak akan berpacaran dengan sesama jenisnya. Kebalikannya, jika subjek mengungkapkan perasaannya dan berpacaran maka hal ini positif bagi subjek, namun tentu Universitas Sumatera Utara 136 menjadi negatif sebab melanggar aturan Tuhan yang ia yakini. Keadaan yang sama-sama memiliki dua hal yang positif dan negatif tersebut menimbulkan multiple approach-avoidance conflict . Subjek sempat berpikiran untuk memaksakan diri menyukai laki-laki. Menyukai laki-laki akan membuat ia terhindar dari dilema yang ia hadapi. Namun subjek kemudian menyadari bahwa ia tidak akan menjadi diri sendiri. Di sisi lain, apabila ia tetap menyukai perempuan dan menjadi lesbian, maka ia akan merasa nyaman serta jadi diri sendiri namun orang-orang yang berada disekitarnya tidak akan merasa suka dengan hal tersebut. Berusaha menyukai laki-laki sehingga terlepas dari dilema yang ia rasakan merupakan hal yang positif namun menjadi negatif karena subjek tidak akan menjadi diri sendiri. Tetap menyukai perempuan dengan kata lain tetap menjadi lesbian merupakan hal yang negatif namun menjadi positif karena subjek dapat menjadi dirinya sendiri. Keadaan ini membuat subjek mengalami multiple approach-avoidance conflict. Sebagaimana penjelasan Lewin 1985 bahwa tipe konflik ini terjadi ketika individu berada pada dua keadaan yang sama-sama memiliki konsekuensi positif dan negatif sekaligus. Universitas Sumatera Utara 137 Pada akhirnya subjek tidak tahan untuk memendam perasaannya.Subjek menyatakan perasaan yang ia miliki dan berpacaran dengan perempuan. Terlepas dari dilema sebelumnya, subjek ternyata menemukan dilema baru ketika berpacaran dengan perempuan. Saat ini subjek berpacaran dengan perempuan yang memiliki umur jauh di atasnya. Subjek menyatakan bahwa ia sangat menyayangi pacarnya, namun suatu saat pasti sang pacar akan dituntut untuk menikah dengan orang tuanya. Subjek dan pacarnya pernah berpikiran untuk mengabaikan permintaan orang tuanya agar tetap bersama, namun subjek merasa hal itu sama saja melawan orangtua dan subjek tidak menginginkannya. Subjek merasa telah berdosa karena menjadi lesbian, ia tidak mau menambah dosa tersebut dengan melawan orang tua lagi. Ketika subjek sangat menyayangi pacarnya, maka hal itu merupakan hal yang positif namun menjadi negatif karena ia harus merelakan apabila pacarnya disuruh untuk menikah. Di sisi lain ada pilihan untuk mengabaikan permintaan tersebut supaya mereka bisa bersama dan tentu hal ini positif bagi mereka, namun sama dengan melawan apa yang diinginkan oleh orang tuanya dan itu merupakan hal yang negatif. Dua hal yang positif dan negatif di atas membuat subjek mengalami multiple approach-avoidance conflict. Hal tersebut sejalan dengan ungkapan Lewin 1985 bahwa tipe multiple approach-avoidance conflict terjadi ketika Universitas Sumatera Utara 138 seseorang dihadapkan pada dua keadaan dan keadaan tersebut sama-sama memiliki konsekuensi yang positif dan negatif. Universitas Sumatera Utara 139

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan dijabarkan kesimpulan yang menjawab permasalahan dalam penelitian. Bab ini juga menyajikan saran praktis dan saran bagi peneliti selanjutnya. Hal tersebut disajikan dengan harapan dapat memberikan manfaat bagi penelitian yang memiliki tema lesbian juga.

A. Kesimpulan