4 Menjadwalkan waktu istirahat yang cukup bagi seorang tenaga kerja.
5 Menciptakan suasana lingkungan kerja yang sehat, aman, dan nyaman bagi
tenaga kerja. 6
Melakukan pengujian dan evaluasi kinerja tenaga kerja secara periodik untuk mendeteksi indikasi kelelahan secara lebih dini dan menemukan
solusi yang tepat. 7
Menerapkan sasaran produktivitas kerja berdasarkan pendekatan manusiawi dan fleksibilitas yang tinggi.
2.7 Pengukuran Kelelahan
Menurut para ahli ergonomi, terdapat keterkaitan antara kelelahan dengan tingkat stres, atau lebih tepatnya kelelahan dengan produktivitas kerja. Hal ini
ditunjukkan melalui reaksi tubuh terhadap jenis-jenis stres yang berbeda-beda. Untuk itu perlu dilakukan pengukuran untuk mendapatkan solusi bagi
kecenderungan implikasi kelelahan yang diderita oleh tenaga kerja dan pengaruhnya terhadap kinerja perusahaan. Kesulitan terbesar dalam pengukuran
kelelahan adalah karena tidak adanya cara langsung yang dapat mengukur sumber penyebab kelelahan itu sendiri. Tidak ada satupun ukuran yang mutlak dalam
pengukuran kelelahan. Menurut eksperimen yang pernah dilakukan, sejauh ini pengukuran kelelahan hanya mampu mengukur beberapa manifestasi atau
indikator kelelahan saja. Namun demikian diantara sejumlah metode pengukuran terhadap kelelahan, secara umum dikelompokkan sebagain berikut Ramandhani,
2003.
Universitas Sumatera Utara
1 Kualitas dan kuantitas kerja
2 Perekaman terhadap kelelahan menurut impresi subjektif
3 Electroencephalography EEG
4 Mengukur frekuensi subjektif kedipan mata
5 Pengujian psikomotorik
6 Pengujian mental
Menurut Suma’mur 2009, untuk mengetahui dan menilai kelelahan dapat dilakukan pengukuran atau pengujian sebagai berikut.
1 Waktu reaksi reaksi sederhana atas rangsang tunggal atau reaksi
kompleks yang memerlukan koordinasi 2
Konsentrasi pemeriksaan Bourdon Wiersma, uji KLT 3
Uji fusi kelipan flicker fusion test 4
Elektroensefalogram EEG Bentuk pengukuran dengan menggunakan metode-metode tersebut sering
dilakukan pada saat sebelum, selama, dan sesudah melakukan aktivitas suatu pekerjaan dan sumber kelelahan dapat disimpulkan dari hasil pengujian tersebut.
Hasil dari suatu pengukuran mempunyai signifikasi yang sangat relatif, maka hasilnya akan dibandingkan dengan kondisi tenaga kerja yang sehat, atau
setidaknya mereka berada pada kondisi yang tidak stres. Kondisi demikian menyebabkan sampai saat ini tidak ada satupun cara pengukuran kelelahan yang
dianggap mutlak benar. Korelasi hasil pengukuran terhadap impresi perasaan subjektif terlihat pada pelaksanaan pengukuran, yang menggunakan sekaligus
kombinasi beberapa indikator sehingga penafsiran terhadap hasil pengukuran
Universitas Sumatera Utara
menjadi lebih akurat. Dengan demikian suatu pengukuran terhadap faktor fisik didukung oleh perasaan subjektif sebelum pengujian kelelahan dilakukan dengan
tepat untuk menunjukkan suatu bentuk kelelahan tertentu Ramandhani, 2003. Sampai saat ini belum ada metode pengukuran kelelahan yang baku karena
kelelahan merupakan suatu perasaan subyektif yang sulit diukur dan diperlukan pendekatan secara multidisiplin. Menurut Grandjean dalam Santoso, 2013,
pengukuran kelelahan dapat dilakukan dengan berbagai cara sebagai berikut. 1
Kualitas dan kuantitas hasil kerja Pada metode kualitas dan kuantitas ini, kualitas output digambarkan
sebagai jumlah proses kerja waktu yang digunakan setiap item atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak
faktor yang harus dipertimbangkan seperti target produksi, faktor sosial, dan perilaku psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas output kerusakan
produk, penolakan
produk atau
frekuensi kecelakaan
dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah
merupakan causal factor. Kuantitas kerja dapat dilihat pada prestasi kerja yang dinyatakan dalam banyaknya produksi persatuan waktu. Sedangkan
kualitas kerja didapat dengan menilai kualitas pekerjaan seperti jumlah yang ditolak, kesalahan, kerusakan material, dan sebagainya.
2 Perasaan kelelahan secara subjektif Subjektive feelings of fatigue
Subjective Self Rating Tes dari Industrial Fatigue Research Committee IFRC Jepang, merupakan kuesioner untuk mengukur tingkat kelelahan
subjektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari
Universitas Sumatera Utara
10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan, meliputi perasaan berat di kepala, lelah di seluruh badan, berat di kaki, menguap, pikiran kacau,
mengantuk, ada beban pada mata, gerakan canggung dan kaku, berdiri tidak stabil, ingin berbaring. Kemudian 10 pertanyaan tentang pelemahan
motivasi seperti susah berfikir, lelah untuk bicara, gugup, tidak berkonsentrasi, sulit untuk memusatkan perhatian, mudah lupa,
kepercayaan diri berkurang, merasa cemas, sulit mengontrol sikap, tidak tekun dalam pekerjaan. Dan 10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan
fisik antara lain adalah sakit di kepala, kaku di bahu, nyeri di punggung, sesak nafas, haus, suara serak, merasa pening, spasme di kelopak mata,
tremor pada anggota badan, merasa kurang sehat. 3
Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja KAUPK2 KAUPK2 Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja merupakan
parameter untuk mengukur perasaan kelelahan kerja sebagai gejala subjektif yang dialami pekerja dengan perasaan yang tidak menyenangkan.
Keluhan yang dialami pekerja setiap harinya membuat mereka mengalami kelelahan kronis Tarwaka dkk, 2004.
4 Pengukuran Gelombang Listrik pada Otak
Pengukuran gelombang listrik pada otak dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa Electroencephalography
EEG Suma’mur, 2009. 5
Uji psiko-motor psychomotor test Pada metode ini dapat dilakukan dengan cara melibatkan fungsi persepsi,
interpretasi dan reaksi motor dengan menggunakan alat digital reaction
Universitas Sumatera Utara
timer untuk mengukur waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau
dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Terjadinya
pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya perlambatan pada proses faal syaraf dan otot.
6 Uji Hilangnya Kelipan
Evaluasi pada frekuensi flicker-fusion adalah suatu teknik untuk menggambarkan hasil yang realistis dan dapat diulang. Subjek orang
yang diteliti melihat pada sebuah sumber cahaya yang dinyalakan dengan energi yang berfrekuensi rendah dan berkedip-kedip flickering.
Kemudian frekuensi berkedipnya dinaikkan sampai subjekya merasakan bahwa cahaya yang berkedip tersebut sudah laksana garis lurus. Frekuensi
dimana cahaya yang berkedip dianggap sebagai garis lurus memberikan kesan bahwa subjek yang diteliti berada pada kondisi lelah. Sedangkan
subjek yang lelah tidak mampu mendeteksi cahaya yang berkedip. Pada saat istirahat fusing terjadi dengan 35 sampai 40 Hz Nurmianto, 1998.
Uji kelipan disamping untuk mengukur kelelahan kerja juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Alat Flicker Fusion Test 7
Uji Mental Pada metode ini, konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang dapat
digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan menyelesaikan pekerjaan. Bourdon Wiersma test merupakan salah satu alat yang dapat
digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian, dan konsentrasi. Hasil tes akan menunjukkan bahwa semakin lelah seseorang maka tingkat
kecepatan, ketelitian dan konstansi akan semakin rendah atau sebaliknya. Tes ini lebih tepat untuk mengukur kelelahan akibat aktivitas atau
pekerjaan yang lebih bersifat mental.
2.8 Pengertian Produktivitas