BAB V PEMBAHASAN
5.1 Distribusi Frekuensi
Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur di PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong tahun 2014, kelompok umur terbanyak adalah
kelompok umur 50-54 tahun yaitu 12 orang 34,3. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin adalah perempuan lebih banyak
dibandingkan laki-laki, yaitu 27 orang 77,1 sedangkan laki-laki sebanyak 8 orang 22,9.
Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan pemetik teh paling banyak pada pendidikan SD yaitu sebanyak 23 orang 65,7, sisanya
pada tingkat pendidikan SMP dan tidak sekolah sebanyak 5 orang 14,3, dan SMA dan Sarjana sebanyak 1 orang 2,9.
Distribusi frekuensi responden berdasarkan masa kerja pemetik teh paling banyak pada masa 18-21 tahun sebanyak 11 orang 31,4, sisanya pada masa
22-25 tahun sebanyak 7 orang 20,0, 14-17 tahun sebanyak 6 orang 17,1, 26-29 tahun sebanyak 6 orang 17,1, 30-33 tahun sebanyak 4 orang 11,4
dan 10-13 tahun sebanyak 1 orang 2,9.
Universitas Sumatera Utara
5.2 Kelelahan Kerja
Kelelahan fatigue adalah suatu kondisi yang telah dikenal dalam
kehidupan sehari-hari. Istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan, walaupun ini bukan satu-satunya gejala.
Secara umum gejala kelelahan yang lebih dekat adalah pada pengertian kelelahan fisik dan kelelahan mental. Kelelahan dapat dibedakan menjadi dua yaitu
kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot ditunjukan melalui gejala sakit nyeri yang luar biasa seperti ketegangan otot dan daerah sekitar sendi.
Sebaliknya kelelahan umum dapat terlihat pada munculnya sejumlah keluhan yang berupa perasaan lamban dan keengganan untuk melakukan aktivitas
Ramandhani, 2003. Kelelahan kerja termasuk suatu kelompok gejala yang berhubungan
dengan adanya penurunan efisiensi kerja, keterampilan serta peningkatan kecemasan atau kebosanan. Kelelahan kerja ditandai oleh adanya perasaan lelah,
output menurun, dan kondisi fisiologis yang dihasilkan dari aktivitas yang berlebihan
. Kelelahan akibat kerja juga sering kali diartikan sebagai menurunnya
performa kerja dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan yang harus dilakukan Wignjosoebroto, 2008.
Alat Flicker Fusion atau Uji Hilangnya Kelipan digunakan untuk melihat kemampuan tenaga kerja dalam melihat cahaya kelipan yang dipancarkan. Dalam
kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat cahaya kelipan akan berkurang dimana cahaya yang berkedip dianggap sebagai garis lurus.
Pengukuran dilakukan 3 kali saat sebelum bekerja dan begitu juga setelah bekerja.
Universitas Sumatera Utara
Sebelum dilakukan pengukuran, tenaga kerja dijelaskan dahulu mengenai cara kerja alat Flicker Fusion. Apabila tenaga kerja telah menganggap cahaya yang
berkedip sebagai garis lurus maka diinstruksikan untuk menekan tombol stop. Frekuensi yang muncul di display dicatat. Setelah didapatkan hasil
pengukurannya, dibandingkan antara sebelum kerja dan setelah bekerja. Contohnya, pada tenaga kerja I didapatkan rata-rata hasil pengukuran sebelum
bekerja adalah 38 Hz dan rata-rata hasil pengukuran setelah bekerja adalah 40 Hz. Tenaga kerja I tidak mengalami kelelahan karena kemampuannya dalam
melihat sumber cahaya berkedip meningkat, tidak mengalami penurunan. Contoh pada tenaga kerja II didapatkan rata-rata hasil pengukuran sebelum bekerja
adalah 37 Hz dan rata-rata hasil pengukuran setelah bekerja adalah 35 Hz. Tenaga kerja II mengalami kelelahan karena kemampuannya dalam melihat sumber
cahaya berkedip menurun. Pengukuran sebelum kerja dilakukan sesaat sebelum bekerja, yaitu dimulai
pukul 05:30 dan setelah bekerja dilakukan pengukuran pukul 14:00. Tenaga kerja dibagi menjadi dua kelompok, hari pertama terdiri dari 20 orang dan hari
berikutnya terdiri dari 15 orang. Berdasarkan hasil pengukuran Flicker Fusion terhadap 35 orang tenaga kerja, menunjukkan bahwa terdapat 20 orang 57,1
yang mengalami kelelahan kerja. Responden yang tidak mengalami kelelahan kerja sebanyak 15 orang 42,9.
Proses kerja pemetik teh yang menggunakan gunting yaitu melakukan pengguntingan daun teh dengan menggunakan gunting yang telah dirancang
khusus oleh pemetik itu sendiri dan kemudian hasilnya akan diletakkan di
Universitas Sumatera Utara
keranjang yang berada di punggungnya. Isi dari keranjang tersebut adalah sekitar 25 kg daun teh. Dalam sehari, mereka menghasilkan daun teh minimal sebanyak
2-3 keranjang atau seberat 60 kg per hari per orang. Pemetikan teh dengan menggunakan gunting ini sangat membutuhkan ketelitian mata, konsentrasi yang
tinggi serta daya fikir. Dengan pola kerja seperti itu, pemetik teh mengeluhkan lelah setiap selesai
bekerja. Bekerja yang lebih banyak melibatkan intensitas kontraksi otot dan dalam keadaan anaerob akan lebih cepat menimbulkan kelelahan karena asam laktat
meningkat dan glukogen sebagai salah satu sumber energi tubuh cepat berkurang. Hal ini sebagaimana menurut Niels dalam Santoso, 2013 bahwa dalam keadaan
anaerob, tubuh menghasilkan asam laktat sehingga menimbulkan rasa lelah dan dalam hal ini glukogen dalam otot berkurang. Beberapa bentuk kelelahan yang
terjadi pada dunia kerja merupakan suatu kondisi kronis ilmiah. Keadaan ini tidak hanya disebabkan oleh suatu sebab tunggal seperti terlalu kerasnya beban kerja,
namun juga oleh tekanan-tekanan yang terakumulasi setiap harinya pada suatu masa yang panjang Ramadhani, 2003.
Dalam bekerja, harus dicari posisi alamiah atau posisi fisiologis agar tidak banyak melibatkan intensitas kontraksi otot, tidak mudah lelah, dan produktivitas
kerja dapat meningkat. Bagi pekerja pemetik teh ini, tentu diperlukan kesiapan fisik, mental, dan kondisi lingkungan kerja yang baik. Karena jika tidak, kelelahan
kerja dapat terjadi setiap saat dan dapat mengganggu kinerja pekerja yang nantinya mungkin akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja pada perusahaan
tersebut.
Universitas Sumatera Utara
5.3 Produktivitas Kerja