Hubungan Kelelahan Kerja Dengan Produktivitas Kerja Pada Pemetik Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Bah Butong Kabupaten Simalungun Tahun 2014

(1)

Lampiran 1 Lembar Pengukuran

HUBUNGAN KELELAHAN KERJA DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PADA PEMETIK TEH DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV BAH

BUTONG KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2014

Karakteristik Responden Nama :

Umur : tahun Status Kawin : Kawin/ Tidak Kawin Masa Kerja : tahun

Pendidikan :

A. Flicker Fusion Test 1) Sebelum Bekerja

Hasil pengukuran (Hz) =

2) Setelah Bekerja

Hasil pengukuran (Hz) =

B. Produktivitas Kerja Kg/hari/orang


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

Lampiran 6. Dokumentasi


(9)

Gambar 3 Pengukuran Flicker Fusion Terhadap Pemetik Teh 1


(10)

(11)

Lampiran 7. Master Data

NR JKk U Uk SK MK MKk Pndk KB1 KB2 KB3 KA1 KA2 KA3 KB KA Kk P Pk

1 2 50 4 1 18 3 2 38 40 37 40 41 40 38 40 2 85 2

2 1 43 2 1 20 3 1 40 33 33 32 34 36 32 34 2 70 2

3 2 53 4 1 21 3 5 39 36 37 41 40 38 37 40 2 56 1

4 1 47 3 1 28 5 2 37 35 39 37 34 35 37 35 1 82 2

5 1 35 1 1 17 2 1 38 37 37 34 38 35 37 36 1 83 2

6 2 46 3 1 26 5 1 35 33 30 35 35 35 33 35 2 80 2

7 1 37 1 1 21 3 1 38 38 37 33 36 35 38 35 1 85 2

8 2 43 2 1 20 3 1 32 31 30 36 36 38 31 37 2 100 2

9 1 59 5 1 30 6 1 35 35 35 40 37 37 35 38 2 75 2

10 1 49 3 1 27 5 1 38 36 40 34 38 35 38 36 1 80 2

11 2 51 4 1 30 6 1 38 36 35 39 38 40 36 39 2 87 2

12 1 46 3 1 22 4 1 37 34 35 35 38 37 35 37 2 70 2

13 1 62 6 1 24 4 1 39 37 36 35 36 34 37 35 1 50 1

14 1 54 4 1 26 5 1 41 36 37 35 37 35 38 36 1 50 1

15 1 53 4 1 16 2 5 38 37 37 37 36 34 37 36 1 48 1

16 1 50 4 1 23 4 1 37 35 34 41 40 39 35 40 2 74 2

17 1 45 3 1 18 3 1 38 37 40 37 38 37 38 37 1 80 2

18 1 49 3 1 16 2 1 37 33 37 33 33 32 36 33 1 70 2

19 1 41 2 1 18 3 2 32 33 31 35 35 36 32 35 2 75 2


(12)

22 1 39 1 1 17 2 2 32 30 35 38 36 34 32 36 2 80 2

23 1 44 2 1 21 3 1 38 36 39 35 31 37 38 34 1 72 2

24 2 45 3 1 25 4 1 33 32 33 37 39 36 33 37 2 70 2

25 1 44 2 1 21 3 1 35 32 34 39 38 36 34 38 2 70 2

26 1 51 4 1 26 5 1 40 41 42 35 35 34 41 35 1 60 2

27 2 52 4 1 25 4 1 38 37 37 41 41 39 37 40 2 90 2

28 1 55 5 1 30 6 1 36 36 36 31 34 32 36 32 1 60 2

29 2 52 4 1 30 6 1 38 36 37 37 33 32 37 34 1 80 2

30 1 50 4 1 24 4 1 38 38 37 36 35 35 38 35 1 40 1

31 1 58 5 1 24 4 5 41 40 40 35 33 36 40 35 1 50 1

32 1 51 4 1 26 5 5 36 37 39 37 37 35 37 36 1 42 1

33 1 46 3 1 16 2 4 40 37 38 40 34 31 38 35 1 50 1

34 1 44 2 1 18 3 2 38 36 37 34 36 35 37 35 1 55 1

35 1 44 2 1 15 2 3 35 33 32 41 40 37 33 39 2 75 2

Keterangan

NR : Nomor Responden

JKk : Jenis kelamin dalam bentuk kategori (1 = perempuan, 2 = laki-laki)

U : Umur responden

Uk : Umur responden dalam bentuk kategori (1 = 35-39 tahun, 2 = 40-44 tahun, 3 = 45-49 tahun, 4 = 50-54 tahun, 5 = 55-59 tahun, 6 = 60-64 tahun) SK : Status perkawinan responden dalam bentuk kategori (1 = kawin. 2 =


(13)

MK : Masa kerja responden

MKk : Masa kerja responden dalam bentuk kategori (1 = 10-13 tahun, 2 =

14-17 tahun, 3 = 18-21 tahun, 4 = 22-25 tahun, 5 = 26-29 tahun, 6 = 30-33 tahun)

Pndk : Tingkat pendidikan responden (1 = SD, 2 = SMP, 3 = SMA, 4 = Sarjana, 5 = Tidak Sekolah) KB1 : Pengukuran pertama sebelum bekerja dengan menggunakan alat Flicker Fusion dalam satuan Hertz KB2 : Pengukuran kedua sebelum bekerja dengan menggunakan alat Flicker Fusion dalam satuan Hertz KB3 : Pengukuran ketiga sebelum bekerja dengan menggunakan alat Flicker Fusion dalam satuan Hertz

KB : Rata-rata ketiga pengukuran sebelum bekerja dengan menggunakan alat Flicker Fusion dalam satuan Hertz KA1 : Pengukuran pertama setelah bekerja dengan menggunakan alat Flicker Fusion dalam satuan Hertz

KA2 : Pengukuran kedua setelah bekerja dengan menggunakan alat Flicker Fusion dalam satuan Hertz KA3 : Pengukuran ketiga setelah bekerja dengan menggunakan alat Flicker Fusion dalam satuan Hertz

KA : Rata-rata ketiga pengukuran setelah bekerja dengan menggunakan alat Flicker Fusion dalam satuan Hertz Kk : Kelelahan responden dalam kategorik (1 = lelah, 2 = tidak lelah)

P : Produktivitas Responden


(14)

Lampiran 8. Output

Jenis Kelamin Responden

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Perempuan 27 77.1 77.1 77.1 Laki-Laki 8 22.9 22.9 100.0

Total 35 100.0 100.0

Umur Responden

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

35-39 tahun 4 11.4 11.4 11.4 40-44 tahun 7 20.0 20.0 31.4 45-49 tahun 8 22.9 22.9 54.3 50-54 tahun 12 34.3 34.3 88.6

55-59 tahun 3 8.6 8.6 97.1

60-64 tahun 1 2.9 2.9 100.0

Total 35 100.0 100.0

Masa Kerja Responden Kategorik

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

10-13 tahun 1 2.9 2.9 2.9

14-17 tahun 6 17.1 17.1 20.0 18-21 tahun 11 31.4 31.4 51.4 22-25 tahun 7 20.0 20.0 71.4 26-29 tahun 6 17.1 17.1 88.6 30-33 tahun 4 11.4 11.4 100.0


(15)

Pendidikan Responden

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

SD 23 65.7 65.7 65.7

SMP 5 14.3 14.3 80.0

SMA 1 2.9 2.9 82.9

Sarjana 1 2.9 2.9 85.7

Tidak Sekolah 5 14.3 14.3 100.0 Total 35 100.0 100.0

Produktivitas Kerja Responden

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Produktivitas Tidak

Sesuai 10 28.6 28.6 28.6

Produktivitas Sesuai 25 71.4 71.4 100.0

Total 35 100.0 100.0

Hz_RARB

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Lelah 21 60.0 60.0 60.0

Tidak Lelah 14 40.0 40.0 100.0 Total 35 100.0 100.0


(16)

Hz_RARB * Produktivitas Kerja Responden Crosstabulation Produktivitas Kerja Responden Total Produktivitas Tidak Sesuai Produktivitas Sesuai Hz_RARB Lelah

Count 9 12 21

Expected

Count 6.0 15.0 21.0

% of Total 25.7% 34.3% 60.0%

Tidak Lelah

Count 1 13 14

Expected

Count 4.0 10.0 14.0

% of Total 2.9% 37.1% 40.0%

Total

Count 10 25 35

Expected

Count 10.0 25.0 35.0

% of Total 28.6% 71.4% 100.0%

Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 5.250a 1 .022

Continuity Correctionb 3.646 1 .056 Likelihood Ratio 5.992 1 .014

Fisher's Exact Test .028 .024

Linear-by-Linear

Association 5.100 1 .024 N of Valid Cases 35

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,00. b. Computed only for a 2x2 table


(17)

DAFTAR PUSTAKA

Ambar. 2006. Hubungan antara Kelelahan dengan Produktivitas Tenaga Kerja di Bagian Penjahitan PT Bengawan Solo Garment Indonesia. Skripsi, Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang. (http://lib.unnes.ac.id/706/1/1275.pdf). Diakses tanggal 4 Februari 2015.

Budiono, A.M., R.M.S. Jusuf, Adriani Pusparini, A.S. Ramandhani. 2009. Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Hasibuan, Malayu S.P. 2014. Organisasi dan Motivasi. Jakarta : Bumi Aksara. Hasibuan, Y. 2011. Hubungan Kelelahan Kerja dan Kepuasan Kerja dengan

Produktivitas Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Dr Tengku Mansyur Tanjung Balai Tahun 2010. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Iwaki, S., Harada, N. 2013. Mental Fatigue Measurement Based on The Changes in Flicker Perception Threshold using Consumer Mobile Devices. Advanced Biomedical Engineering. Volume 2. 137-142. (https://www.jstage.jst.go.jp/article/abe/2/0/2_137/_pdf). Diakses tanggal 20 Februari 2015.

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Balai Keselamatan dan Kesehatan Kerja Medan.

Kurniawidjaja, L. M.. 2012. Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Jakarta : UI-Press.

Kuswana, W.S. 2014. Ergonomi dan Kesehatan Keselamatan Kerja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Muizzudin, A. 2013. Hubungan Kelelahan Kerja dengan Produktivitas Kerja pada Tenaga Kerja Bagian Tenun PT Alkatex Tegal. Skripsi, Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.

(http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph/article/viewFile/3063/2831). Diakses tanggal 5 Februari 2015.

Nasir, Abd., Abdul Muhith, M.E. Ideputri. 2011. Buku Ajar:Metodologi Penelitian Kesehatan Konsep Pembuatan Karya Tulis dan Thesis untuk Mahasiswa Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Nurmianto, E. 1998. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasi. Edisi I. Cetakan II. Surabaya : Guna Widya.


(18)

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun

2009 tentang Kesehatan.

Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Roshadi, I. 2014. Hubungan Kelelahan Kerja dengan Produktivitas Kerja Karyawan Fakultas Dakwah dan Komunikasin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Skripsi, Jurusan Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

(http://digilib.uin-suka.ac.id/13831/1/BAB%20I,%20IV,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf). Diakses tanggal 5 Februari 2015.

Santoso, G. 2004. Ergonomi Manusia, Peralatan dan Lingkungan. Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher.

______________. 2013. Ergonomi Terapan. Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher. Santoso, I. 2013. Manajemen Data Untuk Analisis Data Penelitian Kesehatan.

Yogyakarta : Gosyen Publishing.

Sedarmayanti. 2009. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas. Bandung : CV Mandar Maju.

___________. 2009. Tata Kerja dan Produktivitas Kerja. Bandung : CV Mandar Maju.

Siagian, S.P. 2009. Kiat Meningkatkan Produtivitas Kerja. Jakarta : Rineka Cipta. Sinungan, M. 2008. Produktivitas Apa dan Bagaimana. Jakarta : Bumi Aksara. Soedirman. Suma’mur. 2014. Kesehatan Kerja dalam Perspektif Hiperkes dan

Keselamatan Kerja. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Sugiyono. 2002. Metodologi Penelitian Administrasi Kesehatan. Bandung : Alfabeta.

Suma’mur, P.K. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta : Sagung Seto.

Sumantri, A. 2013. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Kencana.

Sunyoto, D. 2013. Teori, Kuesioner, dan Analisis Data Sumber Daya Manusia (Praktik Penelitian). Yogyakarta : CAPS.


(19)

Trisnawati, E. 2012. Kualitas Tidur, Status Gizi, dan Kelelahan Kerja pada Pekerja Wanita dengan Peran Ganda. Prosiding Seminar Nasional Kesehatan Jurusan Kesehatan Masyarakat FKIK UNSOED. (http://kesmas.unsoed.ac.id/sites/default/files/file-unggah/Elly%20Tri-12.pdf). Diakses tanggal 12 Februari 2015.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Wignjosoebroto, S. 2008. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu Teknik Analisis untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. Surabaya : Prima Printing.

Zuraida, R., Andi J., Henrico P., Richard S. 2013. Analisis Beban Kerja dan Kelelahan Kerja Karyawan Front Liner di Institusi X. Volume 14. Nomor 2.


(20)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian survei analitik dengan rancangan cross sectional. Variabel dependen dan independen diukur atau dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan, dengan tujuan untuk menganalisis korelasi antara faktor resiko dengan faktor efek penelitian yaitu kelelahan kerja dengan produktivitas kerja pada tenaga kerja.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi

Penelitian ini dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Kebun Bah Butong Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara.

3.2.2 Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan pada Agustus 2014 sampai Juni 2015.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga kerja yang bekerja dengan menggunakan gunting di bagian pemetikan daun teh yang tersebar di 4


(21)

afdeling PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Kebun Bah Butong, yaitu sebanyak 80 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini sebanyak 35 orang, yang berada di afdeling III dan IV. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan pertimbangan jarak yang dekat, dana yang dimiliki, dan waktu.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

1) Kelelahan Kerja

Kelelahan kerja diperoleh dengan menggunakan alat Flicker Fusion. 2) Produktivitas Kerja

Produktivitas kerja diperoleh dengan menghitung jumlah daun teh yang digunting oleh pemetik teh per hari per orang dalam kg.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari bagian manajemen perusahaan PT Perkebunan Nusantara IV Unit Kebun Bah Butong, yaitu berupa gambaran umum tentang perusahaan, jumlah dan masalah tenaga kerja, hasil produksi perusahaan, dan produktivitas.


(22)

3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah kelelahan kerja pada pekerja pemetik teh yang bekerja dengan menggunakan gunting.

3.5.2 Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah produktivitas kerja pada pemetik teh yang bekerja dengan menggunakan gunting.

3.5.3 Definisi Operasional

1) Kelelahan kerja adalah penurunan kondisi tubuh pemetik teh yang menggunakan gunting di PT Perkebunan Nusantara IV Unit Kebun Bah Butong, yang bekerja mulai pukul 06:30 sampai 14.00.

2) Produktivitas kerja adalah jumlah daun teh yang dihasilkan oleh pemetik teh yang menggunakan gunting di PT Perkebunan Nusantara IV Unit Kebun Bah Butong per hari, yaitu 60 kg/hari/orang.

3.6 Metode Pengukuran 1) Flicker Fusion Test

Flicker Fusion digunakan untuk melihat kemampuan tenaga kerja dalam melihat cahaya kelipan yang dipancarkan. Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan berkurang. Pengukuran dengan Flicker Fusion ini dilakukan dengan dua waktu,


(23)

sebelum kerja dan setelah kerja. Cara penggunaan alat flicker fusion sebagai berikut.

a) Tenaga kerja pemetik teh duduk di depan alat.

b) Tenaga kerja melihat sumber cahaya yang dinyalakan dengan energi yang berfrekuensi rendah dan berkedip-kedip (flickering), lalu frekuensi berkedipnya dinaikkan sampai terlihat cahaya yang berkedip seperti garis lurus maka tenaga kerja menekan tombol. c) Catat frekuensi pada display dalam satuan Hertz.

Sebelum bekerja, pengukuran dilakukan 3 kali lalu dirata-ratakan, setelah bekerja juga dilakukan sama seperti diatas. Setelah didapatkan hasil pengukurannya, dibandingkan antara sebelum kerja dan setelah bekerja. Dinyatakan :

1. Lelah = bila frekuensi setelah bekerja lebih kecil daripada frekuensi sebelum bekerja.

2. Tidak lelah = bila frekuensi setelah bekerja lebih besar daripada frekuensi sebelum bekerja.

2) Produktivitas Kerja

Produktivitas kerja dihitung dari jumlah daun teh yang dihasilkan oleh pemetik teh yang menggunakan gunting, yaitu 60 kg/hari/orang.

3.7 Metode Analisis Data

Dalam suatu penelitian, analisis data merupakan salah satu langkah yang penting. Hal ini disebabkan karena data yang diperoleh langsung dari penelitian


(24)

masih mentah dan belum memberikan informasi. Data-data tersebut dianalisis menggunakan program Statistic Package For The Social Science (SPSS) versi 17.

3.7.1 Analisis Univariat

Analisis ini bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian, menghasilkan distribusi dan prosentase dari tiap variabel (S. Notoatmodjo, 2010). Hal ini sangat dibutuhkan untuk mendapatkan gambaran awal keadaan umum tenaga kerja pemetik teh.

3.7.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan uji statistik yang disesuaikan dengan skala data yang ada. Uji statistik yang digunakan adalah chi square dengan taraf signifikan yang digunakan adalah 95% dengan nilai kemaknaan 5%. Uji statistik ini akan dilakukan secara terkomputerisasi dengan perangkat lunak SPSS versi 17.


(25)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum PT Perkebunan Nusantara IV Unit Kebun Bah Butong

4.1.1 Sejarah Singkat

Perkebunan Bah Butong dibuka pada tahun 1917 oleh Nederland Handel Maskapai (NV.NHM). Pabrik pertama didirikan pada tahun 1927 dan mulai beroperasi sejak tahun 1931. Secara kelembagaan, tahun 1957 Pemerintah Indonesia melakukan pengambil alihan perusahaan yang dikelola bangsa asing, termasuk perusahaan NHM, melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 229/UM/57, Tanggal 10 Agustus 1957 yang diperkuat dengan Undang-Undang Nasional Nomor 86//1958.Tahun 1961, PPN Baru dan Pusat Perkebunan Negara dilebur menjadi Badan Pimpinan Umum PPN Daerah Sumatera Utara I-IX melalui U.U. Nomor 141 Tahun 1961 Sumut III dan Jo PP Nomor 141 Tahun 1961. Tahun 1963 perkebunan teh Sumatera Utara dialihkan menjadi Perusahaan Aneka Tanaman IV (ANTAN-IV) melalui PP Nomor 27 Tahun 1963. Tahun 1968 terjadi perubahan menjadi Perusahaan Negara Perkebunan VIII (PNP VIII) melalui PP Nomor 141 tahun 1968 tanggal 13 April 1968. Perubahan berikutnya mulai tahun 1974 menjadi Persero yaitu PT Perkebunan VIII (PTP VIII) melalui Akta Notaris GHS Lumban Tobing SH Nomor 65 tanggal 31 April 1974 yang diperkuat SK Menteri Pertanian Nomor YA/5/5/23, Tanggal 07 Januari 1975.


(26)

Semenjak tanggal 11 Maret 1996 terjadi restrukturisasi kembali, dimana Perkebunan Bah Butong masuk dalam lingkup PTP Nusantara IV melalui Akte Pendirian PTPN IV Nomor 37 tanggal 11 Maret 1996 yang mengatur peleburan PTP VI, VII dan VIII menjadi PT Perkebunan Nusantara IV (PERSERO). Sejak tahun 1998 s/d 2000 dibangun pabrik baru yang lebih besar dan modern, diresmikan tanggal 20 Januari 2001. Lokasi kebun Bah Butong berada di Kecamatan Sidamanik, 26 km dari kota Pematang Siantar dan 155 km dari kantor pusat yang berada di kota Medan. Luas areal HGU adalah 2602,95 ha dengan luas TM adalah 922,66 ha dengan ketinggian 890 mdpl. Jenis klon tanaman teh terdiri dari tanaman klonal (Gambung Grup). Berikut adalah komposisi areal.

Luas area TM : 922,66 ha Luas area TBM-I : 239,32 ha Luas area TBM-III K Sawit : 11,00 ha Luas area TBM-II : 127,29 ha Luas area TB-O/ : 56,15 ha Luas area diberahkan : 306,54 ha Rencana TU 2014 : 103,39 ha Luas area lain-lain : 836,58 ha Jumlah area HGU seluruh : 2602,95 ha


(27)

Tabel 4.1 Jumlah Karyawan Unit Usaha Bah Butong

Uraian 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Karyawan

Pimpinan 8 8 8 11 10 10

Karyawan

Pelaksana 1066 1032 978 926 889 853

Jumlah 1074 1040 986 937 899 863

4.1.2 Letak Perusahaan

Lokasi Kebun Bah Butong berada di Kecamatan Sidamanik, 26 Km dari

Kota Pematang Siantar dan 155 Km dari Kantor Pusat yang berada di Kota Medan. Luas Areal HGU = 2891.84 Ha dengan luas TM = 1969.75 Ha. Unit

usaha Sidamanik, Bah Butong dan Tobasari merupakan 3 (tiga) unit usaha Teh di bawah BUMN PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dengan ketinggian 862 s/d 1100 diatas permukaan laut (DPL) yang berlokasi di Kecamatan Sidamanik, 26 Km dari Pematang Siantar dan 155 Km dari kantor pusat yang berada di kota Medan.

Unit Usaha Sidamanik, Bah Butong dan Toba Sari manajemen PTPN IV mempertahankan komoditas teh tetap diusahakan dan mulai Januari 2012 produksi dari Unit Tobasari dan Sidamanik diolah di pabrik unit usaha Bah Butong Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara.

4.1.3 Visi Perusahaan

Menjadi pusat keunggulan perusahaan agro industri pada segment teh dengan tata kelola perusahaan yang baik, mampu bersaing baik disektor hulu dan hilir di tingkat nasional maupun internasional serta berwawasan lingkungan.


(28)

4.1.4 Misi Perusahaan

a. Menjamin keberlanjutan usaha yang kompettitif.

b. Menigkatkan daya saing produk secara berkesinambungan dengan sistem, cara dan lingkungan kerja yang mendorong munculnya kreativitas dan inovasi untuk meningkatkan produktivitas dan efisien. c. Meningkatkan laba secara berkesinambungan.

d. Mengelola usaha secara profesional untuk menigkatkan nilai perusahaan yang mempedomani etika bisnis dan Tata Kelola Perusahaan yang baik (GCG).

e. Meningkatkan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

f. Melaksanakan dan menunjang kebijakan serta program pemerintah pusat/ daerah.

4.1.5 Sistem Manajemen Mutu

Untuk Menjamin kualitas dari Produk teh hitam yang dihasilkan, Unit Usaha Bah Butong telah menerapkan Sistem Manajemen Mutu dan memperoleh sertifikat ISO 9001-2008 (Bagian pengolahan dan tanaman) dan Standart Nasional Indonesia (SNI) 01-1902-1995 serta sertifikat Halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang Teh Hitam.

4.1.6 Kesejahteraan Sosial

Kepada Karyawan, Perusahaan memberikan fasilitas sebagai berikut. a. Perumahan


(29)

b. Air Minum c. Sarana Ibadah

d. Saran Pendidikan yang dikelola Kebun (TK dan MTs/SLTP) e. Tempat Pengasuhan Anak

f. Sarana Olah Raga

g. Poliklinik disetiap Afdeling

4.1.7 Pelayanan Kesehatan

Di setiap afdeling disediakan Poliklinik. Pada kasus-kasus yang memerlukan penanganan lanjut dirujuk ke Puskesbun Sidamanik atau ke Rumah Sakit Balimbingan dan bahkan ke Rumah Sakit lain sesuai rujukan dari Dokter Perusahaan.

4.1.8 Koperasi Karyawan (KOPKAR)

Koperasi Karyawan Bah Butong “Aroma Bahagia” beranggotakan seluruh

Karyawan dengan kegiatan simpan pinjam serta melayani atau menyediakan barang konsumsi yang dilengkapi dengan 4 unit kios.

4.1.9 Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Perusahaan membentuk suatu wadah dalam melaksanakan Program dan Kebijakan K3 yaitu P2K3 (Panitia Pembina Kesehatan dan Keselamatan Kerja) untuk menciptakan suasana kerja yang aman, nyaman dan sehat sehingga tenaga kerja dapat bekerja secara efisien dan produktif. Tahun 2009 Kebun Bah Butong


(30)

telah menerima Sertifikat dan Bendera Emas dari Pemerintah c/q Menteri Tenaga Kerja atas Penerapan SMK3 (Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja).

4.1.10 Serikat Pekerja

Serikat Pekerja di Kebun Bah Butong hanya ada 1 (satu), yaitu Serikat Pekerja Perkebunan (SP BUN) PTPN.IV Basis Kebun Bah Butong yang beranggotakan seluruh pekerja. Serikat Pekerja merupakan bagian integral dari Perusahaan dalam rangka bersama-sama menjalankan misi dan mewujudkan visi atau tujuan Perusahaan, khususnya dalam mewujudkan lingkungan kerja yang sehat dan kondusif.

4.1.11 Kemitraan dengan Masyarakat

Masyarakat sekitar Kebun Bah Butong pada umumnya petani yang sebagian adalah pensiunan dari Perusahaan. Beberapa kemitraan yang dibangun antara lain sebagai berikut.

a. Pemberian Community Development (CD) yang dikelola oleh Kantor Pusat.

b. Menerima siswa yang berasal dari masyarakat sekitar pada lembaga pendidikan yang dikelola Kebun.

c. Melaksanakan program pemerintah dengan melaksanakan penanaman 1 milyar pohon.


(31)

d. Menyalurkan bantuan program CSR kepada masyarakat sekitar perusahaan.

e. Memberikan bea siswa Program Kemitraan Bina Lingkungan (KBL) kepada murid yang berprestasi dari keluarga yang kurang mampu dan bukan anak Karyawan yang berlokasi sekitar kebun dari tingkat SD dan SMP.

4.1.12 Pengolahan Teh Hitam

Sistem pengolahan teh hitam ada dua macam yaitu sistem ortodox dan sistem CTC. Perkebunan Bah Butong mengolah teh hitam dengan sistem kombinasi Ortodox-Rotor Vane dengan kapasitas olah 1530 kg teh kering per jam dan kapasitas tampung daun teh basah kurang lebih 100 ton. Tahapan pengolahan teh hitam adalah sebagai berikut.

1) Stasiun Penerimaan Daun Teh Basah (DTB)

Pelayanan DTB dari afdeling dilakukan 3 kali sehari. DTB diangkut ke ruang pelayuan dan dimasukkan ke Withering Trough (WT) dengan alat angkut monorail, selanjutnya DTB dibeber atau dikirap untuk dilayukan.

2) Stasiun Pelayuan

Pelayuan DTB bertujuan untuk menurunkan kandungan air, sehingga DTB menjadi layu fisik serta memberi kesempatan terjadinya perubahan senyawa-senyawa kimia. Untuk membantu proses pelayuan


(32)

dialirkan udara panas dari Heat Exchanger dengan suhu 26-30o C. Lama pelayuan antara 18-20 jam.

3) Stasiun Penggulungan

Penggulungan bertujuan untuk memeras atau memulas cairan getah daun dan untuk membentuk pecahan daun menjadi menggulung. Pada proses ini dihasilkan Bubuk I, II, III, IV dan Badag. Selama proses penggulungan, suhu dan kelembaban ruangan haris terjaga antara 22-24o C dan RH > 95 %. Untuk mengendalikan suhu dan RH digunakan alat pengabut air (Humidifier).

4) Stasiun Fermentasi (Oksidasi Enzimatis)

Fermentasi atau oksidasi enzimatis bertujuan untuk memberikan kesempatan terjadinya reaksi oksidasi enzymatis dalam bubuk teh dan mengendalikannya sehingga terbentuk kualitas teh hitam yang baik. Negara tujuan ekspor teh adalah negara-negara Timur Tengah (Mesir, Irak, Iran, Syria), negara-negara Eropa (Jerman, Irlandia, Italia, Belanda, Prancis, Spanyol, Inggris) dan negara-negara lain seperti Amerika, New Zealand, Fiji, Taiwan, Singapura.

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian 4.2.1 Jenis Kelamin

Distribusi karakteristik responden yang berdasarkan dari jenis kelamin di PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong dapat dilihat pada tabel berikut.


(33)

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin di PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong tahun 2014

Jenis Kelamin N %

Perempuan 27 77,1

Laki-Laki 8 22,9

Jumlah 35 100,0

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian responden terdiri dari perempuan yaitu sebanyak 27 orang (77,1%) dan laki-laki sebanyak 8 orang (22,9%).

4.2.2 Umur Responden

Distribusi karakteristik responden yang berdasarkan dari umur dibagi menjadi 6 kategori berdasarkan hasil perhitungan kelas interval. Umur pemetik teh di PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur di PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong tahun 2014

Umur (tahun) N %

35-39 4 11,4

40-44 7 20,0

45-49 8 22,9

50-54 12 34,3

55-59 3 8,6

60-64 1 2,9

Jumlah 35 100,0

Berdasarkan tabel di atas, umur pemetik teh paling banyak pada usia 50-54 tahun yaitu 12 orang (34,3%), dan sisanya pada usia 45-49 tahun sebanyak 8 orang (22,9%), usia 40-44 tahun sebanyak 7 orang (20,0%), usia 35-39 tahun


(34)

sebanyak 4 orang, usia 55-59 tahun sebanyak 3 orang (8,6%) dan 60-64 tahun sebanyak 1 orang (2,9%).

4.2.3 Masa Kerja Responden

Masa kerja pemetik teh di PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong pada tahun 2014 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan masa kerja di PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong tahun 2014

Masa Kerja (tahun) N %

10-13 1 2,9

14-17 6 17,1

18-21 11 31,4

22-25 7 20,0

26-29 6 17,1

30-33 4 11,4

Jumlah 35 100,0

Berdasarkan tabel di atas, bahwa masa kerja pemetik teh paling banyak pada masa 18-21 tahun sebanyak 11 orang (31,4%), sisanya pada masa 22-25 tahun sebanyak 7 orang (20,0%), 14-17 tahun sebanyak 6 orang (17,1%), 26-29 tahun sebanyak 6 orang (17,1%), 30-33 tahun sebanyak 4 orang (11,4%) dan 10-13 tahun sebanyak 1 orang (2,9%).

4.2.4 Pendidikan Responden

Tingkat pendidikan pemetik teh di PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong pada tahun 2014 dapat dilihat pada tabel berikut.


(35)

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan di PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong tahun 2014

Pendidikan N %

Tidak Sekolah 5 14,3

SD 23 65,7

SMP 5 14,3

SMA 1 2,9

Sarjana 1 2,9

Jumlah 35 100,0

Berdasarkan tabel di atas, bahwa tingkat pendidikan pemetik teh paling banyak pada pendidikan SD yaitu sebanyak 23 orang (65,7%), sisanya pada tingkat pendidikan SMP dan tidak sekolah sebanyak 5 orang (14,3%), dan SMA dan Sarjana sebanyak 1 orang (2,9%).

4.2.5 Kelelahan Kerja Responden

Berdasarkan hasil pengukuran dengan menggunakan alat Flicker Fusion terhadap pemetik teh di PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong maka kelelahan kerja dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.6 Hasil pengukuran kelelahan kerja berdasarkan Alat Flicker

Fusion pada pemetik teh di PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong tahun 2014

No Responden Hasil Pengukuran Sebelum Bekerja (Hz) Hasil Pengukuran Setelah Bekerja (Hz) Kategori

1 38 40 Tidak Lelah

2 32 34 Tidak Lelah

3 37 40 Tidak Lelah

4 37 35 Lelah

5 37 36 Lelah

6 33 35 Tidak Lelah

7 38 35 Lelah


(36)

Tabel 4.6 Lanjutann

10 38 36 Lelah

11 36 39 Tidak Lelah

12 35 37 Tidak Lelah

13 37 35 Lelah

14 38 36 Lelah

15 37 36 Lelah

16 35 40 Tidak Lelah

17 38 37 Lelah

18 36 33 Lelah

19 32 35 Tidak Lelah

20 39 37 Lelah

21 37 36 Lelah

22 32 36 Tidak Lelah

23 38 34 Lelah

24 33 37 Tidak Lelah

25 34 38 Tidak Lelah

26 41 35 Lelah

27 37 40 Tidak Lelah

28 36 32 Lelah

29 37 34 Lelah

30 38 35 Lelah

31 40 35 Lelah

32 37 36 Lelah

33 38 35 Lelah

34 37 35 Lelah

35 33 39 Tidak Lelah

Tabel 4.7 Distribusi frekuensi kelelahan kerja berdasarkan Alat Flicker Fusion pada pemetik teh di PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong tahun 2014

No. Kelelahan Kerja (Flicker Fusion) N %

1. Lelah 20 57,1

2. Tidak Lelah 15 42,9

Jumlah 35 100,0

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa sebanyak 20 orang (57,1%) mengalami kelelahan dan sebanyak 15 orang (42,9%) tidak mengalami kelelahan.


(37)

4.2.6 Produktivitas Kerja

Produktivitas kerja pemetik teh di PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.8 Produktivitas kerja pemetik teh di PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong tahun 2014

No

Responden Produktivitas Kerja Kategori

1 85 Produktivitas Sesuai 2 70 Produktivitas Sesuai 3 56 Produktivitas Tidak Sesuai 4 82 Produktivitas Sesuai 5 83 Produktivitas Sesuai 6 80 Produktivitas Sesuai 7 85 Produktivitas Sesuai 8 100 Produktivitas Sesuai 9 75 Produktivitas Sesuai 10 80 Produktivitas Sesuai 11 87 Produktivitas Sesuai 12 70 Produktivitas Sesuai 13 50 Produktivitas Tidak Sesuai 14 50 Produktivitas Tidak Sesuai 15 48 Produktivitas Tidak Sesuai 16 74 Produktivitas Sesuai 17 80 Produktivitas Sesuai 18 70 Produktivitas Sesuai 19 75 Produktivitas Sesuai 20 40 Produktivitas Tidak Sesuai 21 60 Produktivitas Sesuai 22 80 Produktivitas Sesuai 23 72 Produktivitas Sesuai 24 70 Produktivitas Sesuai 25 70 Produktivitas Sesuai 26 60 Produktivitas Sesuai 27 90 Produktivitas Sesuai 28 60 Produktivitas Sesuai 29 80 Produktivitas Sesuai 30 40 Produktivitas Tidak Sesuai 31 50 Produktivitas Tidak Sesuai 32 42 Produktivitas Tidak Sesuai 33 50 Produktivitas Tidak Sesuai 34 55 Produktivitas Tidak Sesuai 35 75 Produktivitas Sesuai


(38)

Tabel 4.9 Distribusi frekuensi produktivitas kerja pada pemetik teh di PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong tahun 2014

No. Produktivitas Kerja N %

1. Sesuai 25 71,4

2. Tidak Sesuai 10 28,6

Jumlah 35 100,0

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa di PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong sebanyak 25 orang (71,4%) produktivitasnya sesuai dan sebanyak 10 orang (28,6%) produkivitasnya tidak sesuai.

4.3 Analisis Bivariat

Berdasarkan hasil yang didapatkan dari 35 pemetik teh diketahui bahwa 21 orang mengalami kelelahan kerja berdasarkan alat ukur Flicker Fusion. Selanjutnya dilakukan uji chi square untuk melihat apakah ada hubungan antara kelelahan kerja dengan produktivitas kerja pada pemetik teh di PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong tahun 2014.

4.3.1 Hubungan Kelelahan Kerja dengan Produktivitas Kerja

Hubungan antara kelelahan kerja dengan produktivitas kerja dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(39)

Tabel 4.10 Analisis Uji Exact Fisher Kelelahan Kerja (Flicker Fusion) dengan Produktivitas Kerja pada Responden di PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong Tahun 2014

Flicker Fusion

Produktivitas Kerja

Jumlah Sig. (p) Tidak Sesuai Sesuai

N % N % N %

Lelah 9 25,7 11 31,4 20 57,1

0,022 Tidak Lelah 1 2,9 14 40,0 15 42,9

Jumlah 10 28,6 25 71,4 35 100,0

Berdasarkan tabel hasil pengukuran di atas, dapat dilihat bahwa produktivitas kerja tidak sesuai yang mengalami kelelahan sebanyak 9 orang (25,7%) dan yang tidak mengalami kelelahan sebanyak 1 orang (2,9%) sedangkan produktivitas kerja sesuai yang mengalami kelelahan sebanyak 11 orang (31,4%) dan tidak mengalami kelelahan sebanyak 14 orang (40,0%).

Pada hasil uji Exact Fisher antara kelelahan kerja berdasarkan pengukuran Flicker Fusion dengan produktivitas kerja dapat diketahui nilai p = 0,022 dimana p < 0,05 artinya ada hubungan antara kelelahan kerja berdasarkan pengukuran Flicker Fusion dengan produktivitas kerja pada pemetik teh di PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong tahun 2014.


(40)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Distribusi Frekuensi

Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur di PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong tahun 2014, kelompok umur terbanyak adalah kelompok umur 50-54 tahun yaitu 12 orang (34,3%). Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin adalah perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki, yaitu 27 orang (77,1%) sedangkan laki-laki sebanyak 8 orang (22,9%).

Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan pemetik teh paling banyak pada pendidikan SD yaitu sebanyak 23 orang (65,7%), sisanya pada tingkat pendidikan SMP dan tidak sekolah sebanyak 5 orang (14,3%), dan SMA dan Sarjana sebanyak 1 orang (2,9%).

Distribusi frekuensi responden berdasarkan masa kerja pemetik teh paling banyak pada masa 18-21 tahun sebanyak 11 orang (31,4%), sisanya pada masa 22-25 tahun sebanyak 7 orang (20,0%), 14-17 tahun sebanyak 6 orang (17,1%), 26-29 tahun sebanyak 6 orang (17,1%), 30-33 tahun sebanyak 4 orang (11,4%) dan 10-13 tahun sebanyak 1 orang (2,9%).


(41)

5.2 Kelelahan Kerja

Kelelahan (fatigue) adalah suatu kondisi yang telah dikenal dalam kehidupan sehari-hari. Istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan, walaupun ini bukan satu-satunya gejala. Secara umum gejala kelelahan yang lebih dekat adalah pada pengertian kelelahan fisik dan kelelahan mental. Kelelahan dapat dibedakan menjadi dua yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot ditunjukan melalui gejala sakit nyeri yang luar biasa seperti ketegangan otot dan daerah sekitar sendi. Sebaliknya kelelahan umum dapat terlihat pada munculnya sejumlah keluhan yang berupa perasaan lamban dan keengganan untuk melakukan aktivitas (Ramandhani, 2003).

Kelelahan kerja termasuk suatu kelompok gejala yang berhubungan dengan adanya penurunan efisiensi kerja, keterampilan serta peningkatan kecemasan atau kebosanan. Kelelahan kerja ditandai oleh adanya perasaan lelah, output menurun, dan kondisi fisiologis yang dihasilkan dari aktivitas yang berlebihan. Kelelahan akibat kerja juga sering kali diartikan sebagai menurunnya performa kerja dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan yang harus dilakukan (Wignjosoebroto, 2008).

Alat Flicker Fusion atau Uji Hilangnya Kelipan digunakan untuk melihat kemampuan tenaga kerja dalam melihat cahaya kelipan yang dipancarkan. Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat cahaya kelipan akan berkurang dimana cahaya yang berkedip dianggap sebagai garis lurus. Pengukuran dilakukan 3 kali saat sebelum bekerja dan begitu juga setelah bekerja.


(42)

Sebelum dilakukan pengukuran, tenaga kerja dijelaskan dahulu mengenai cara kerja alat Flicker Fusion. Apabila tenaga kerja telah menganggap cahaya yang berkedip sebagai garis lurus maka diinstruksikan untuk menekan tombol stop. Frekuensi yang muncul di display dicatat. Setelah didapatkan hasil pengukurannya, dibandingkan antara sebelum kerja dan setelah bekerja. Contohnya, pada tenaga kerja I didapatkan rata-rata hasil pengukuran sebelum bekerja adalah 38 Hz dan rata-rata hasil pengukuran setelah bekerja adalah 40 Hz. Tenaga kerja I tidak mengalami kelelahan karena kemampuannya dalam melihat sumber cahaya berkedip meningkat, tidak mengalami penurunan. Contoh pada tenaga kerja II didapatkan rata-rata hasil pengukuran sebelum bekerja adalah 37 Hz dan rata-rata hasil pengukuran setelah bekerja adalah 35 Hz. Tenaga kerja II mengalami kelelahan karena kemampuannya dalam melihat sumber cahaya berkedip menurun.

Pengukuran sebelum kerja dilakukan sesaat sebelum bekerja, yaitu dimulai pukul 05:30 dan setelah bekerja dilakukan pengukuran pukul 14:00. Tenaga kerja dibagi menjadi dua kelompok, hari pertama terdiri dari 20 orang dan hari berikutnya terdiri dari 15 orang. Berdasarkan hasil pengukuran Flicker Fusion terhadap 35 orang tenaga kerja, menunjukkan bahwa terdapat 20 orang (57,1%) yang mengalami kelelahan kerja. Responden yang tidak mengalami kelelahan kerja sebanyak 15 orang (42,9%).

Proses kerja pemetik teh yang menggunakan gunting yaitu melakukan pengguntingan daun teh dengan menggunakan gunting yang telah dirancang khusus oleh pemetik itu sendiri dan kemudian hasilnya akan diletakkan di


(43)

keranjang yang berada di punggungnya. Isi dari keranjang tersebut adalah sekitar 25 kg daun teh. Dalam sehari, mereka menghasilkan daun teh minimal sebanyak 2-3 keranjang atau seberat 60 kg per hari per orang. Pemetikan teh dengan menggunakan gunting ini sangat membutuhkan ketelitian mata, konsentrasi yang tinggi serta daya fikir.

Dengan pola kerja seperti itu, pemetik teh mengeluhkan lelah setiap selesai bekerja. Bekerja yang lebih banyak melibatkan intensitas kontraksi otot dan dalam keadaan anaerob akan lebih cepat menimbulkan kelelahan karena asam laktat meningkat dan glukogen sebagai salah satu sumber energi tubuh cepat berkurang. Hal ini sebagaimana menurut Niels (dalam Santoso, 2013) bahwa dalam keadaan anaerob, tubuh menghasilkan asam laktat sehingga menimbulkan rasa lelah dan dalam hal ini glukogen dalam otot berkurang. Beberapa bentuk kelelahan yang terjadi pada dunia kerja merupakan suatu kondisi kronis ilmiah. Keadaan ini tidak hanya disebabkan oleh suatu sebab tunggal seperti terlalu kerasnya beban kerja, namun juga oleh tekanan-tekanan yang terakumulasi setiap harinya pada suatu masa yang panjang (Ramadhani, 2003).

Dalam bekerja, harus dicari posisi alamiah atau posisi fisiologis agar tidak banyak melibatkan intensitas kontraksi otot, tidak mudah lelah, dan produktivitas kerja dapat meningkat. Bagi pekerja pemetik teh ini, tentu diperlukan kesiapan fisik, mental, dan kondisi lingkungan kerja yang baik. Karena jika tidak, kelelahan kerja dapat terjadi setiap saat dan dapat mengganggu kinerja pekerja yang nantinya mungkin akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja pada perusahaan tersebut.


(44)

5.3 Produktivitas Kerja

Secara umum, produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik (barang atau jasa) dengan masukan yang sebenarnya atau dengan kata lain diartikan sebagai ukuran efisiensi produktif, perbandingan antara hasil input dan output (Sinungan, 2008). Input sering dibatasi dengan input tenaga kerja, sedangkan output diukur dalam kesatuan fisik bentuk dan nilai. Secara teknis produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai dan keseluruhan sumber daya yang dipergunakan, sedangkan produktivitas tenaga kerja adalah perbandingan antara hasil yang dicapai dengan pasar tenaga kerja per satuan waktu dan sebagai tolak ukur jika ekspansi dan aktivitas dari sikap sumber yang digunakan selama produktivitas berlangsung dengan membandingkan jumlah yang dihasilkan dengan setiap sumber yang digunakan. Jadi produktivitas kerja adalah ukuran yang menunjukkan pertimbangan antara input dan output yang dikeluarkan perusahaan serta peran tenaga kerja yang dimiliki per satuan waktu (Sunyoto, 2013).

Produktivitas kerja akan selalu dikaitkan dengan pengertian efektifitas dan efisiensi kerja. Produktivitas sering didefinisikan dengan efisiensi dalam arti suatu rasio antara keluaran (output) dan masukan (input). Rasio keluaran dan masukan ini dapat juga digunakan untuk menghampiri usaha yang dilakukan oleh manusia. Sebagai ukuran efisiensi atau produktivitas kerja manusia, maka rasio tersebut umumnya berbentuk keluaran yang dihasilkan oleh aktivitas kerja dibagi dengan


(45)

jam kerja (man hours) yang dikontribusikan sebagai sumber masukan dengan rupiah atau unit ptoduksi lainnya (Wignjosoebroto, 2008).

Produktivitas kerja pemetik teh di PT Perkebunan Nusantara IV Unit Kebun Bah Butong dihitung dari jumlah daun teh yang dihasilkan oleh pemetik teh yang menggunakan gunting per hari per orang, yaitu 60 kg. Berdasarkan hasil penelitian produktivitas kerja pada pemetik teh di PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong tahun 2014, menunjukan bahwa sebanyak 25 orang (71,4%) produktivitasnya sesuai dan sebanyak 10 orang (28,6%) produktivitasnya tidak sesuai. Produktivitas nantinya akan dikaitkan dengan adanya kelelahan kerja yang dialami oleh pemetik teh.

Produktivitas kerja yang tidak sesuai dapat disebabkan oleh kelelahan kerja yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Kelelahan mental dan fisik merupakan hal yang sangat penting untuk menjadi perhatian karena keadaan mental dan fisik yang lelah mempunyai hubungan yang erat dengan produktivitas kerja. Semakin tinggi tingkat kelelahan kerja fisik dan mental maka semakin dapat menurunkan produktivitas (Sedarmayanti, 2009).

5.4 Hubungan Kelelahan Kerja dengan Produktivitas Kerja

Terdapat keterkaitan yang erat antara kelelahan yang dialami oleh tenaga kerja dengan kinerja perusahaan. Apabila tingkat produktivitas seorang tenaga kerja terganggu yang disebabkan oleh faktor kelelahan fisik maupun psikis, maka akibat yang ditimbulkannya akan dirasakan oleh perusahaan berupa penurunan produktivitas perusahaan. Tenaga kerja sebagai aset investasi perusahaan perlu


(46)

dikelola dengan baik dan benar, antara lain dengan memperhatikan faktor-faktor kemungkinan timbulnya kelelahan (Ramadhani, 2003).

Pada hasil uji Exact Fisher antara kelelahan kerja berdasarkan pengukuran Flicker Fusion dengan produktivitas kerja dapat diketahui nilai p = 0,022 dimana p < 0,05 artinya ada hubungan antara kelelahan kerja berdasarkan pengukuran Flicker Fusion dengan produktivitas kerja pada pemetik teh di PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong tahun 2014. Hubungan tersebut menunjukkan bahwa peningkatan kelelahan kerja diikuti dengan penurunan produktivitas tenaga kerja atau sebaliknya, yaitu penurunan kelelahan kerja yang diikuti dengan peningkatan produktivitas tenaga kerja.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Muizzudin (2013) di industri kain tenun PT. Alkatex Tegal. Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden yang mengalami kelelahan kerja ringan sebagian besar produktivitas kerjanya sesuai dengan target produksi, yaitu sebesar 42,9% (12 orang). Responden yang mengalami kelelahan kerja sedang dan kelelahan kerja berat sebagian besar produktivitasnya tidak sesuai dengan target produksi perusahaan, yaitu juga sebesar 42,9% (12 orang). Berdasarkan hasil tabulasi silang diketahui bahwa terdapat hubungan antara kelelahan kerja dengan produktivitas kerja pada tenaga kerja bagian tenun di PT. ALKATEX Tegal yaitu dengan nilai p sebesar 0,001. Ini berarti terdapat hubungan yang signifikan antara kelelahan kerja dengan produktivitas kerja.

Hasil penelitian juga sesuai dengan penelitian Hasibuan (2010). Terdapat 28 orang (59,6%) perawat yang mengalami kelelahan dan 19 orang (40,4%)


(47)

perawat yang tidak mengalami kelelahan sedangkan produktivitas kerja yang tidak sesuai sebanyak 33 orang (70,2%) dan produktivitas yang sesuai sebanyak 14 orang (29,8%). Berdasarkan uji statistik didapatkan yaitu nilai p sebesar 0,006 yang berarti probabilitas lebih kecil dari 0,05 (0,006 < 0,05), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Ini berarti terdapat hubungan antara kelelahan kerja dengan produktivitas kerja perawat di ruang rawat inap RSU Dr. Tengku Mansyur Tanjung Balai

Hasil penelitian oleh Roshadi (2014) menyatakan terdapat hubungan yang negatif dan signifikan dari kelelahan kerja karyawan terhadap produktivitas kerja karyawan. Korelasi negatif ini menunjukkan hubungan variabel kelelahan kerja dan produktivitas kerja berlawanan, artinya apabila kelelahan kerja meningkat maka produktivitas kerja akan menurun. Kelelahan kerja berpengaruh sebesar 20,8 % terhadap produktivitas kerja, dan sisanya 79,2 % produktivitas kerja dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti umur, tempramen, motivasi, serta faktor eksternal seperti kondisi fisik pekerjaan, lingkungan sosial, dan upah.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pernyataan Grandjean yaitu kelelahan kerja merupakan suatu kelompok gejala yang berhubungan dengan penurunan kesiagapan, kapasitas, dan efisiensi kerja, keterampilan, motivasi serta peningkatan kecemasana atau kebosanan yang dapat berakibat pada peningkatan kesalahan kerja, ketidakhadiran, keluar kerja, kecelakaan kerja, dan penurunan produktivitas kerja (Ambar, 2006).

Dengan peningkatan kinerja organisasi melalui penanganan tata cara kerja yang ergonomis adalah salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas,


(48)

khususnya apabila organisasi tersebut tidak memiliki tambahan dana investasi. Oleh karena itu, perbaikan terhadap sistem kerja, rancangan piranti kerja dan faktor-faktor fisik serta lingkungan kerja harus segera dilakukan sehingga tercipta suasana lingkungan kerja yang aman, nyaman, sehat dan kondusif (Ramadhani, 2003).


(49)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada pemetik teh di PT Perkebunan Nusantara IV Unit Kebun Bah Butong tahun 2014, dapat disimpulkan sebagai berikut.

a. Kelelahan kerja pada 35 orang pemetik teh menunjukan bahwa terdapat 20 orang (57,1%) mengalami kelelahan kerja dan 15 orang (42,9%) tidak mengalami kelelahan kerja berdasarkan pengukuran alat Flicker Fusion di PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong tahun 2014.

b. Produktivitas kerja pada 35 orang pemetik teh menunjukan bahwa terdapat 25 orang (71,4%) produktivitas sesuai dan terdapat 10 orang (28,6%) yang produktivitas tidak sesuai di PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong tahun 2014.

c. Ada hubungan yang bermakna antara kelelahan kerja berdasarkan pengukuran alat Flicker Fusion dengan produktivitas kerja di PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong tahun 2014.

6.2 Saran

1) Bagi Pemetik Teh

a. Kelelahan kerja dapat meningkatkan risiko terjadinya kesalahan, kecelakaan dan cedera maka pekerja sebaiknya dapat mengelola


(50)

kelelahan kerja yang dialaminya misalnya dengan istirahat dan tidur yang cukup (pengaturan waktu tidur dan terjaga).

a. Peningkatan produktivitas kerja sangat penting oleh karena itu harus diikuti dengan peningkatan kualitas terutama gizi dan kesehatan, misalnya dengan pemenuhan zat gizi dengan cara penyediaan makanan oleh perusahaan sehingga dapat memenuhi kebutuhan gizi pekerja. 2) Bagi Perusahaan

a. Perusahaan perlu mengidentifikasi secara berkala pekerja mana yang memiliki resiko yang disebabkan oleh beban kerja yang mengarah pada timbulnya kelelahan yang berlebihan agar dapat ditindak lanjuti.


(51)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kelelahan Kerja

Kelelahan (fatigue) adalah suatu kondisi yang telah dikenal dalam kehidupan sehari-hari. Istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan, walaupun ini bukan satu-satunya gejala. Secara umum, gejala kelelahan yang lebih dekat adalah pada pengertian kelelahan fisik (physical fatigue) dan kelelahan mental (mental fatigue). Kelelahan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu kelelahan otot (muscular fatigue) dan kelelahan umum (general fatigue). Kelelahan otot ditunjukkan melalui gejela sakit nyeri yang luar biasa seperti ketegangan otot dan daerah sekitar sendi. Sebaliknya kelelahan umum terlihat pada munculnya sejumlah keluhan yang berupa perasaan lamban dan keengganan untuk melakukan aktivitas (Budiono, 2003).

Menurut Suma’mur (2009), kata lelah (fatigue) menunjukkan keadaan

tubuh fisik dan mental yang berbeda tetapi semuanya berakibat kepada penurunan daya kerja dan berkurangnya ketahanan tubuh untuk bekerja. Terdapat dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan otot dan kelelahan kelelahan umum. Kelelahan otot ditandai antara lain oleh tremor atau rasa nyeri yang terdapat pada otot. Kelelahan umum ditunjukkan oleh hilangnya kemauan untuk bekerja yang penyebabnya adalah keadaan persarafan sentral atau kondisi psikis-psikologis. Akar masalah kelelahan umum adalah monotonnya pekerjaan, intensitas dan lamanya kerja mental serta fisik yang tidak sejalan dengan kehendak tenaga kerja yang


(52)

bersangkutan, keadaan lingkungan yang berbeda dari estimasi semula, tidak jelasnya tanggung jawab, kekhawatiran yang mendalam dan konflik batin serta kondisi sakit yang diderita oleh tenaga kerja. Pengaruh dari keadaan yang menjadi sebab kelelahan tersebut seperti berkumpul dalam tubuh dan mengakibatkan perasaan lelah. Perasaan lelah demikian yang berkadar tinggi dapat menyebabkan seseorang tidak mampu lagi bekerja sehingga berhenti bekerja sebagaimana halnya kelelahan fisiologis yang mengakibatkan tenaga yang bekerja fisik menghentikan kegiatannya karena merasa lelah bahkan yang bersangkutan tertidur karena kelelahan.

Menurut Soedirman dan Suma’mur (2014), kelelahan didefinisikan

sebagai suatu pola yang timbul pada suatu keadaan yang secara umum terjadi pada setiap individu yang telah tidak sanggup lagi untuk melakukan aktivitasnya.

Kelelahan (kelesuan) adalah perasaan subjektif tetapi berbeda dengan kelemahan dan memiliki sifat bertahap. Tidak seperti kelemahan, kelalahan dapat diatasi dengan periode istirahat. Kelelahan dapat disebabkan secara fisik dan mental. Kelelahan fisik atau kelelahan otot adalah ketidakmampuan fisik sementara otot untuk tampil maksimal. Permulaan kelelahan otot selama aktivitas fisik secara bertahap, dan bergantung pada tingkat kebugaran fisik individu dan juga pada faktor-faktor lain seperti kurang tidur dan kesehatan secara keseluruhan. Hal ini dapat diperbaiki dengan istirahat. Kelelahan mental adalah ketidakmampuan sementara untuk mempertahankan kinerja kognitif yang optimal. Permulaan kelelahan mental selama kegiatan kognitif yang optimal. Permulaan kelelahan mental selama kegiatan kognitif secara bertahap dan bergantung pada


(53)

kemampuan kognitif seseorang dan juga pada faktor-faktor lain seperti kurang tidur dan kesehatan secara keseluruhan. Kelelahan mental juga telah terbukti menurunkan kinerja fisik. Hal ini dapat bermanifestasi sebagai mengantuk, lesu, atau diarahkan kelelahan perhatian (Kuswana, 2014).

Kelelahan kerja termasuk suatu kelompok gejala yang berhubungan dengan adanya penurunan efisiensi kerja, keterampilan serta peningkatan kecemasan atau kebosanan. Kelelahan kerja ditandai oleh adanya perasaan lelah, output menurun, dan kondisi fisiologis yang dihasilkan dari aktivitas yang berlebihan. Kelelahan akibat kerja juga sering kali diartikan sebagai menurunnya performa kerja dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan yang harus dilakukan (Wignjosoebroto, 2008).

2.2 Jenis Kelelahan

Menurut Budiono (2003), kelelahan dibedakan menjadi dua yaitu kelelahan otot dan kelehan umum.

a. Gejala Kelelahan Otot

Gejala kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang tampak dari luar (external signs). Ini dikarenakan kinerja otot berkurang dengan meningkatnya ketegangan otot sehingga stimulasi tidak lagi menghasilkan respon tertentu. Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan melalui fisik untuk suatu waktu tertentu disebut kelelahan otot secara fisiologi dan gejala yang ditunjukkan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik namun juga pada semakin rendahnya gerakan.


(54)

Pada akhirnya kelelahan fisik ini dapat menyebabkan sejumlah hal yang kurang menguntungkan seperti melemahnya kemampuan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya dan meningkatnya kesalahan dalam melakukan kegiatan kerja serta akibat fatalnya adalah terjadinya kecelakaan kerja.

b. Kelelahan Umum

Gejala utama kelelahan umum adalah suatu perasaan letih yang luar biasa dan terasa tidak biasa. Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena munculnya gejala kelelahan tersebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis, semuanya terasa berat. Timbulnya gejala kelelahan seperti ini dapat diatasi dengan menyediakan waktu khusus untuk beristirahat dan bersikap lebih santai. Perasaan letih seperti rasa haus, lapar, dan perasaan lainnya yang sejenis merupakan alat pelindung alami sebagai indikator bahwa kondisi fisik dan psikis seseorang sedang dalam keadaan menurun.

Disamping kelelahan yang murni merupakan kelelahan otot, kelelahan secara umum dikelompokkan sebagai berikut.

a. Kelelahan penglihatan, yang muncul dari terlalu letihnya mata.

b. Kelelahan seluruh tubuh, sebagai akibat terlampau besarnya beban fisik bagi seluruh organ tubuh.

c. Kelelahan mental, penyebabnya dipicu oleh pekerjaan yang bersifat mental dan intelektual.


(55)

d. Kelelahan syaraf, disebabkan oleh terlalu tertekannya salah satu bagian dari sistem psikomotorik.

e. Terlalu monontonnya pekerjaan dan suasana sekitarnya.

f. Kelelahan kronis, sebagai akibat terjadinya akumulasi efek kelelahan pada jangka waktu yang panjang.

g. Kelelahan siklus hidup sebagai bagian dari irama hidup siang dan malam serta pertukaran periode tidur.

2.3 Penyebab Kelelahan Kerja

Faktor yang mempengaruhi kelelahan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Yang termasuk faktor internal antara lain adalah faktor somatis atau faktor fisik, gizi, jenis kelamin, usia, pengetahuan dan gaya hidup. Faktor eksternal adalah keadaan fisik lingkungan kerja antara lain adalah kebisingan, suhu, pencahayaan, faktor kimia, faktor biologis, faktor ergonomi, kategori pekerjaan, sifat pekerjaan, disiplin atau peraturan perusahaan, upah, hubungan sosial dan posisi kerja atau kedudukan. Penyebab kelelahan dikelompokkan menjadi lima kelompok, yaitu sebagai berikut.

a. Keadaan monoton.

b. Beban dan lamanya pekerjaan baik fisik maupun mental.

c. Keadaan lingkungan kerja, seperti cuaca kerja, penerangan dan kebisingan di tempat kerja.

d. Keadaan kejiwaan seperti tanggung jawab, kekhawatiran atau konflik.


(56)

Menurut Grandjean (Tarwaka, dkk., 2004) menjelaskan faktor penyebab terjadinya kelelahan di industri sangat bervariasi, untuk mempertahankan kesehatan dan efisiensi proses penyegaran harus dilakukan. Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode istirahat dan waktu berhenti disela-sela kerja juga dapat memberikan penyegaran. Kelelahan yang disebabkan oleh kerja statis berbeda dengan kerja dinamis. Pada kerja otot statis, dengan pengerahan tenaga 50% dari kekuatan maksimal otot hanya dapat bekerja selama 1 menit, sedangkan pada pengerahan tenaga <20% kerja fisik dapat berlangsung cukup lama. Tetapi pengerahan tenaga otot statis sebesar 15-20% akan menyebabkan kelelahan dan nyeri jika pembebanan berlangsung sepanjang hari.

Kelelahan memiliki beragam penyebab yang berbeda, namun secara umum kelelahan dapat dikelompokkan sebagai berikut.

a. Intensitas dan lamanya upaya fisik dan psikis.

b. Masalah lingkungan kerja (kebisingan dan penerangan). c. Irama detak jantung.

d. Masalah-masalah fisik (tanggung jawab, kecemasan, dan konflik). e. Nyeri dan penyakit lainnya.

f. Gizi atau nutrisi.

Untuk memelihara kesehatan dan efisiensi maka proses penyembuhan seharusnya dapat menghilangkan kelelahan. Proses penyembuhan terjadi terutama selama masa tidur malam hari tetapi waktu-waktu bebas siang hari dan setiap masa jeda atau rehat juga dapat memberi kontribusi bagi istirahat psikis dan fisik (Grandjean dalam Budiono, 2003).


(57)

Konsep kelelahan merupakan hasil penelitian terhadap manusia, percobaan pada hewan serta juga pengalaman yang luas dari para ahli. Konsep tersebut menyatakan bahwa keadaan dan perasaan lelah adalah reaksi fungsional pusat kesadaran yaitu otak (cortex cerebri) yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonistis, yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi). Sistem penghambat bekerja terhadap talamus yang mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecenderungan untuk tidur. Adapun sistem penggerak terdapat dalam formasio retikularis yang dapat merangsang pusat-pusat vegetatif untuk konversi ergotropis dari organ-organ dalam tubuh ke arah kegiatan bekerja, berkelahi, melarikan diri dan lain-lain. Maka berdasarkan konsep tersebut, keadaan seseorang pada suatu saat sangat bergantung kepada hasil kerja antara dua sistem antagonis dimaksud. Apabila sistem penghambat berada pada posisi lebih kuat daripada sistem penggerak, seseorang berada dalam kondisi lelah. Sebaliknya, apabila sistem penggerak lebih kuat dari sistem penghambat, maka seseorang berada dalam keadaan segar untuk aktif dalam kegiatan termasuk bekerja. Konsep ini dapat dipakai untuk menerangkan peristiwa-peristiwa yang sebelumnya tidak dapat dijelaskan. Misalnya peristiwa seseorang yang lelah tiba-tiba kelelahannya hilang karena terjadi suatu peristiwa yang tidak diduga atau terjadi tegangan emosi. Dalam hal itu, sistem penggerak tiba-tiba terangsang dan dapat menghilangkan pengaruh sistem penghambat. Demikian juga pada peristiwa monotomi, kelelahan terjadi dikarenakan kuatnya hambatan dari sistem penghambat walaupun sebenarnya


(58)

beban kerja tidak seberapa untuk menjadi penyebab timbulnya kelelahan

(Suma’mur, 2009).

Menurut Kuswana (2014), kelelahan dapat terjadi sebagai akibat dari berbagai faktor yang mungkin berhubungan dengan pekerjaan, gaya hidup, atau kombinasi keduanya. Faktor kerja terkait dapat mencakup hal-hal sebagai berikut.

a. Waktu kerja

b. Penjadwalan dan perencanaan (misalnya pola daftar, panjang dan waktu shift)

c. Waktu istirahat yang tidak memadai d. Lamanya waktu terjaga

e. Waktu pemulihan cukup antara shift

f. Insentif pembayaran yang dapat menyebabkan bekerja shift lagi

g. Kondisi lingkungan (misalnya iklim, cahaya, kebisingan, desain workstation)

h. Jenis pekerjaan yang dilakukan (misalnya fisik maupun mental menuntut kerja)

i. Tuntutan pekerjaan ditempatkan pada orang (misalnya jangka waktu, tenggat waktu dan intensitas)

j. Budaya organisasi

k. Peran seseorang dalam organisasi

Faktor gaya hidup dapat meliputi hal-hal berikut ini.

a. Mutu tidur yang tidak memadai atau buruk akibat gangguan tidur b. Kehidupan sosial


(59)

c. Tanggung jawab keluarga d. Pekerjaan lain

e. Waktu tempuh (dapat dianggap waktu kerja dalam beberapa kasus)

f. Kesehatan dan kesejahteraan (misalnya gizi dan diet, olahraga, nyeri, dan penyakit)

2.4 Gejala Kelelahan Kerja

Gambaran mengenai gejala kelelahan (fatigue symptoms) secara subjektif dan objektif antara lain sebagai berikut (Ramandhani, 2003).

a. Perasaan lesu, ngantuk, dan pusing. b. Tidak atau kurang mampu berkonsentrasi. c. Berkurangnya tingkat kewaspadaan. d. Persepsi yang buruk dan lambat.

e. Tidak ada atau berkurangnya gairah untuk bekerja. f. Menurunnya kinerja jasmani dan rohani.

Beberapa gejala ini dapat menyebabkan penurunan efisiensi dan efektivitas kerja fisik dan mental. Sejumlah gejala tersebut manifestasinya timbul berupa keluhan oleh tenaga kerja dan seringnya tenaga kerja tidak masuk kerja.

Beberapa bentuk kelelahan yang terjadi pada dunia kerja merupakan suatu kondisi kronis ilmiah. Keadaan ini tidak hanya disebabkan oleh suatu sebab tunggal seperti terlalu kerasnya beban kerja, namun juga oleh tekanan-tekanan yang terakumulasi setiap harinya pada suatu masa yang panjang. Apabila keadaan seperti ini berlarut-larut maka akan muncul tanda-tanda memburuknya kesehatan


(60)

yang lebih tepat disebut kelelahan klinis atau kronis. Pada keadaan seperti ini, gejalanya tidak hanya muncul selama periode stres atau sesaat setelah masa stres tetapi cepat atau lambat akan sangat mengancam setiap saat. Perasaan lelah kerapkali muncul ketika bangun di pagi hari, justru sebelum saatnya bekerja misalnya berupa perasaan yang bersumber dari terganggungnya emosi. Sejumlah orang kerapkali menunjukkan gejala-gejala seperti meningkatnya ketidakstabilan jiwa, depresi, kelesuan umum seperti tidak bergairah kerja, dan meningkatnya sejumlah penyakit fisik (Ramandhani, 2003).

Semua gejala tersebut terutama ditunjukkan dalam wujud keluhan psikosomatis, dimana terjadi gangguan fungsional organ dalam tubuh atau sirkulasi yang merupakan wujud eksternal akibat konflik psikologis dan kesulitan-kesulitan lainnya. Bentuk umum dari gejala ini adalah sakit kepala, perasaan pusing atau mabuk, sulit tidur, detak jantung yang tidak normal, keluar keringat secara berlebihan (keringat dingin), kehilangan nafsu makan, dan masalah pencernaan (nyeri lambung, diare, sembelit). Sama halnya dengan kelelahan umum, munculnya tanda-tanda kelelahan psikosomatis berpengaruh juga pada waktu-waktu absen dari pekerjaan. Hal ini menunjukkan bahwa penyebab ketidakhadiran di tempat kerja karena yang bersangkutan membutuhkan waktu istirahat yang lebih banyak. Tenaga kerja yang mempunyai masalah psikologis dan kesulitan-kesulitan lainnya akan mudah untuk mengidap suatu bentuk kelelahan kronis dan sulit melepaskan keterkaitannya dengan masalah kejiwaan. Kenyataannya dalam kasus kelelahan kronis sebab dan akibatnya sangat sulit untuk dibedakan. Hal ini mungkin disebabkan oleh ketidakcocokan tenaga kerja


(61)

terhadap pekerjaannya, terlalu mendesaknya pekerjaan atau suasana tempat kerja yang tidak nyaman, atau sebaliknya tenaga kerja tersebut tidak mampu menyesuaikan diri terhadap pekerjaan maupun terhadap suasana sekitarnya (Ramandhani, 2003).

2.5 Penyakit Berhubungan dengan Kelelahan

Kelelahan berkepanjangan adalah yang dilaporkan sendiri, persisten (konstan) kelelahan yang berlangsung setidaknya satu bulan. Kelelahan kronis adalah kelelahan yang dilaporkan sendiri berlangsung setidaknya enam bulan berturut-turut. Kelelahan kronis dapat berupa persisten atau kambuh. Kelelahan kronis adalah gejala dari banyak penyakit dan kondisi. Menurut Kuswana (2014), beberapa kategori utama penyakit yang berhubungan dengan kelelahan antara lain sebagai berikut.

a. Penyakit autoimun seperti penyakit celiac, lupus, multiple sclerosis, myasthenia gravis, dan spondyloarthropathy.

b. Gangguan darah seperti anemia dan hemochromatosis. c. Kanker dalam hal ini disebut kelelahan kanker.

d. Sindrom kelelahan kronis (CFS).

e. Penyalahgunaan narkoba termasuk penyalahgunaan alkohol.

f. Depresi dan gangguan mental lainnya yang menampilkan perasaan depresi.

g. Gangguan makan yang dapat menghasilkan kelelahan karena gizi yang tidak memadai.


(62)

h. Penyakit endokrin seperti diabetes melitus dan hipotiroidisme. i. Fibromyalgia.

j. Penyakit jantung. k. HIV.

l. Kesalahan metabolisme bawaan seperti fruktosa malabsorpsi. m. Penyakit menular seperti infeksi mononucleosis.

n. Irritable Bowel Syndrome. o. Leukimia atau limfoma. p. Kegagalan hati.

q. Penyakit Lyme.

r. Gangguan neurologis, seperti narkolepsi, penyakit parkinson, dan sindrom pascagegar otak.

s. Trauma fisik dan kondisi nyeri penyebab lainnya seperti rheumatoid. t. Kurang tidur atau gangguan tidur.

u. Stroke.

v. Uremia yang disebabkan oleh penyakit ginjal.

Kelelahan juga bisa sebagai efek samping dari obat tertentu misalnya garam lithium, ciprofloxacin, beta blocker, yang dapat menyebabkan intoleransi dan dalam pengobatan kanker khususnya kemoterapi dan radioterapi.

2.6 Mengatasi Kelelahan

Kelelahan dapat dikurangi bahkan ditiadakan dengan pendekatan berbagai cara yang ditujukan kepada aneka hal yang bersifat umum dan pengelolaan


(63)

kondisi pekerjaan dan lingkungan kerja di tempat kerja. Misalnya banyak hal dapat dicapai dengan menerapkan jam kerja dan waktu istirahat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, pengaturan cuti yang tepat, penyelenggaraan tempat istirahat yang memperhatikan kesegaran fisik dan keharmonisan mental psikologis, pemanfaatan masa libur dan peluang untuk rekreasi, dan lain-lain. Penerapan ergonomi yang bertalian dengan perlengkapan dan peralatan kerja, cara kerja serta pengelolaan lingkungan kerja yang memenuhi persyaratan fisiologi dan psikologi kerja merupakan upaya yang sangat membantu mencegah timbulnya kelelahan. Demikian juga sangat besar peranan dari pengorganisasian proses produksi yang tepat. Selain itu, upaya perlu ditujukan kepada pengendalian faktor fisik seperti kebisingan, tekanan panas, ventilasi udara ruang kerja dan penerangan serta pencahayaan di tempat kerja dengan menggunakan standar yang bukan NAB melainkan standar yang lebih memberikan kesejukan bahkan kenyamanan kepada faktor manusia dalam melakukan pekerjaannya (Suma’mur, 2009).

Menurut Ramandhani (2003), untuk mencegah dan mengatasi memburuknya kondisi kerja akibat faktor kelelahan pada tenaga kerja, maka disarankan hal-hal sebagai berikut.

1) Memperkenalkan perubahan pada rancangan produk (apabila perusahaan menghasilkan produk barang).

2) Merubah metode kerja menjadi lebih efisien dan efektif.

3) Menerapkan penggunaan peralatan dan piranti kerja yang memenuhi standar ergonomi.


(64)

4) Menjadwalkan waktu istirahat yang cukup bagi seorang tenaga kerja. 5) Menciptakan suasana lingkungan kerja yang sehat, aman, dan nyaman bagi

tenaga kerja.

6) Melakukan pengujian dan evaluasi kinerja tenaga kerja secara periodik untuk mendeteksi indikasi kelelahan secara lebih dini dan menemukan solusi yang tepat.

7) Menerapkan sasaran produktivitas kerja berdasarkan pendekatan manusiawi dan fleksibilitas yang tinggi.

2.7 Pengukuran Kelelahan

Menurut para ahli ergonomi, terdapat keterkaitan antara kelelahan dengan tingkat stres, atau lebih tepatnya kelelahan dengan produktivitas kerja. Hal ini ditunjukkan melalui reaksi tubuh terhadap jenis-jenis stres yang berbeda-beda. Untuk itu perlu dilakukan pengukuran untuk mendapatkan solusi bagi kecenderungan implikasi kelelahan yang diderita oleh tenaga kerja dan pengaruhnya terhadap kinerja perusahaan. Kesulitan terbesar dalam pengukuran kelelahan adalah karena tidak adanya cara langsung yang dapat mengukur sumber penyebab kelelahan itu sendiri. Tidak ada satupun ukuran yang mutlak dalam pengukuran kelelahan. Menurut eksperimen yang pernah dilakukan, sejauh ini pengukuran kelelahan hanya mampu mengukur beberapa manifestasi atau indikator kelelahan saja. Namun demikian diantara sejumlah metode pengukuran terhadap kelelahan, secara umum dikelompokkan sebagain berikut (Ramandhani, 2003).


(65)

1) Kualitas dan kuantitas kerja

2) Perekaman terhadap kelelahan menurut impresi subjektif 3) Electroencephalography (EEG)

4) Mengukur frekuensi subjektif kedipan mata 5) Pengujian psikomotorik

6) Pengujian mental

Menurut Suma’mur (2009), untuk mengetahui dan menilai kelelahan dapat

dilakukan pengukuran atau pengujian sebagai berikut.

1) Waktu reaksi (reaksi sederhana atas rangsang tunggal atau reaksi kompleks yang memerlukan koordinasi)

2) Konsentrasi (pemeriksaan Bourdon Wiersma, uji KLT) 3) Uji fusi kelipan (flicker fusion test)

4) Elektroensefalogram (EEG)

Bentuk pengukuran dengan menggunakan metode-metode tersebut sering dilakukan pada saat sebelum, selama, dan sesudah melakukan aktivitas suatu pekerjaan dan sumber kelelahan dapat disimpulkan dari hasil pengujian tersebut. Hasil dari suatu pengukuran mempunyai signifikasi yang sangat relatif, maka hasilnya akan dibandingkan dengan kondisi tenaga kerja yang sehat, atau setidaknya mereka berada pada kondisi yang tidak stres. Kondisi demikian menyebabkan sampai saat ini tidak ada satupun cara pengukuran kelelahan yang dianggap mutlak benar. Korelasi hasil pengukuran terhadap impresi perasaan subjektif terlihat pada pelaksanaan pengukuran, yang menggunakan sekaligus kombinasi beberapa indikator sehingga penafsiran terhadap hasil pengukuran


(66)

menjadi lebih akurat. Dengan demikian suatu pengukuran terhadap faktor fisik didukung oleh perasaan subjektif sebelum pengujian kelelahan dilakukan dengan tepat untuk menunjukkan suatu bentuk kelelahan tertentu (Ramandhani, 2003).

Sampai saat ini belum ada metode pengukuran kelelahan yang baku karena kelelahan merupakan suatu perasaan subyektif yang sulit diukur dan diperlukan pendekatan secara multidisiplin. Menurut Grandjean (dalam Santoso, 2013), pengukuran kelelahan dapat dilakukan dengan berbagai cara sebagai berikut.

1) Kualitas dan kuantitas hasil kerja

Pada metode kualitas dan kuantitas ini, kualitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja (waktu yang digunakan setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti target produksi, faktor sosial, dan perilaku psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas output (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan causal factor. Kuantitas kerja dapat dilihat pada prestasi kerja yang dinyatakan dalam banyaknya produksi persatuan waktu. Sedangkan kualitas kerja didapat dengan menilai kualitas pekerjaan seperti jumlah yang ditolak, kesalahan, kerusakan material, dan sebagainya.

2) Perasaan kelelahan secara subjektif (Subjektive feelings of fatigue)

Subjective Self Rating Tes dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang, merupakan kuesioner untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari


(67)

10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan, meliputi perasaan berat di kepala, lelah di seluruh badan, berat di kaki, menguap, pikiran kacau, mengantuk, ada beban pada mata, gerakan canggung dan kaku, berdiri tidak stabil, ingin berbaring. Kemudian 10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi seperti susah berfikir, lelah untuk bicara, gugup, tidak berkonsentrasi, sulit untuk memusatkan perhatian, mudah lupa, kepercayaan diri berkurang, merasa cemas, sulit mengontrol sikap, tidak tekun dalam pekerjaan. Dan 10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik antara lain adalah sakit di kepala, kaku di bahu, nyeri di punggung, sesak nafas, haus, suara serak, merasa pening, spasme di kelopak mata, tremor pada anggota badan, merasa kurang sehat.

3) Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2)

KAUPK2 (Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja) merupakan parameter untuk mengukur perasaan kelelahan kerja sebagai gejala subjektif yang dialami pekerja dengan perasaan yang tidak menyenangkan. Keluhan yang dialami pekerja setiap harinya membuat mereka mengalami kelelahan kronis (Tarwaka dkk, 2004).

4) Pengukuran Gelombang Listrik pada Otak

Pengukuran gelombang listrik pada otak dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa Electroencephalography (EEG) (Suma’mur, 2009). 5) Uji psiko-motor (psychomotor test)

Pada metode ini dapat dilakukan dengan cara melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor dengan menggunakan alat digital reaction


(68)

timer untuk mengukur waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Terjadinya pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya perlambatan pada proses faal syaraf dan otot.

6) Uji Hilangnya Kelipan

Evaluasi pada frekuensi flicker-fusion adalah suatu teknik untuk menggambarkan hasil yang realistis dan dapat diulang. Subjek (orang) yang diteliti melihat pada sebuah sumber cahaya yang dinyalakan dengan energi yang berfrekuensi rendah dan berkedip-kedip (flickering). Kemudian frekuensi berkedipnya dinaikkan sampai subjekya merasakan bahwa cahaya yang berkedip tersebut sudah laksana garis lurus. Frekuensi dimana cahaya yang berkedip dianggap sebagai garis lurus memberikan kesan bahwa subjek yang diteliti berada pada kondisi lelah. Sedangkan subjek yang lelah tidak mampu mendeteksi cahaya yang berkedip. Pada saat istirahat fusing terjadi dengan 35 sampai 40 Hz (Nurmianto, 1998). Uji kelipan disamping untuk mengukur kelelahan kerja juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja.


(69)

Gambar 2.1 Alat Flicker Fusion Test 7) Uji Mental

Pada metode ini, konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan menyelesaikan pekerjaan. Bourdon Wiersma test merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian, dan konsentrasi. Hasil tes akan menunjukkan bahwa semakin lelah seseorang maka tingkat kecepatan, ketelitian dan konstansi akan semakin rendah atau sebaliknya. Tes ini lebih tepat untuk mengukur kelelahan akibat aktivitas atau pekerjaan yang lebih bersifat mental.

2.8 Pengertian Produktivitas

Secara umum, produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik (barang atau jasa) dengan masukan yang sebenarnya atau dengan kata lain diartikan sebagai ukuran efisiensi produktif, perbandingan antara hasil input dan output (Sinungan, 2008). Input sering dibatasi dengan input tenaga kerja, sedangkan output diukur dalam kesatuan fisik bentuk dan nilai Greenberg mendefinisikan produktivitas sebagai perbandingan antara totalitas pengeluaran


(70)

pada waktu tertentu dibagi dengan totalitas masukan selama periode tersebut. Produktivitas juga diartikan sebagai berikut.

a. Perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil.

b. Perbedaan antara kumpulan jumlah pengeluaran dan masukan yang dinyatakan dalam satu-satuan (unit) umum. (Sinungan, 2008)

Produktivitas merupakan sikap mental yang selalu berusaha dan mempunyai pandangan bahwa suatu kehidupan hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini. Secara teknis, produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai dan keseluruhan sumber daya yang dipergunakan (Sunyoto, 2013). Produktivitas juga termasuk bagaimana menghasilkan atau meningkatkan hasil barang dan jasa setinggi mungkin dengan memanfaatkan sumber daya secara efisien. Oleh karena itu produktivitas sering diartikan sebagai rasio antara keluaran dan masukan dalam satuan waktu tertentu. Beberapa pengertian produktivitas yang lain antara lain sebagai berikut.

a. Dalam doktrin pada Konferensi Oslo 1984

Produktivitas adalah suatu konsep yang bersifat universal yang bertujuan untuk menyediakan lebih banyak barang dan jasa untuk lebih banyak manusia dengan menggunakan sumber-sumber riil yang semakin sedikit (M. Sinungan, 2008).

b. Menurut A. Blunchor dan E. Kapustin (dalam Sinugan, 2008), produktivitas kadang-kadang dipandang sebagai penggunaan intensif terhadap sumber-sumber konversi seperti tenaga kerja dan mesin yang


(71)

diukur secara tepat dan benar-benar menunjukkan suatu penampilan yang efisiensi.

c. Produktivitas pada dasarnya akan berkaitan erat pengertiannya dengan sistem produksi, yaitu sistem dimana terdapat faktor-faktor tenaga kerja (direct atau indirect labor) dan modal atau kapital berupa mesin, peralatan kerja, bahan baku, bangunan pabrik dan lain-lain (Wignjosoebroto, 2008). d. Menurut International Labour Organization (dalam Hasibuan, 2014),

produktivitas adalah perbandingan secara ilmu hitung antara jumlah yang dihasilkan dan jumlah setiap sumber yang dipergunakan selama proses produksi berlangsung. Sumber-sumber itu dapat berupa tanah, bahan baku dan bahan pembantu, pabrik, mesin-mesin, alat-alat serta tenaga kerja manusia.

Dalam berbagai referensi terdapat banyak sekali pengertian mengenai produktivitas, maka dari itu produktivitas dikelompokkan menjadi tiga sebagai berikut (Sinungan, 2008).

a. Rumusan tradisional bagi keseluruhan produktivitas tidak lain adalah rasio daripada apa yang dihasilkan (output) terhadap keseluruhan peralatan produksi yang dipergunakan (input).

b. Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik daripada kemarin, dan hari esok lebih baik dari hari ini.


(1)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian...37

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...37

3.2.1 Lokasi ...37

3.2.2 Waktu ...37

3.3 Populasi dan Sampel ...37

3.3.1 Populasi ...37

3.3.2 Sampel ...38

3.4 Metode Pengumpulan Data ...38

3.4.1 Data Primer ...38

3.4.2 Data Sekunder ...38

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ...39

3.5.1 Variabel Independen ...39

3.5.2 Variabel Dependen ...39

3.5.3 Definisi Operasional ...39

3.6 Metode Pengukuran ...39

3.7 Metode Analisis Data ...40

3.7.1 Analisis Univariat ...41

3.7.2 Analisis Bivariat ...41

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum PTPN IV ...42

4.1.1 Sejarah Singkat ...42

4.1.2 Letak Perusahaan ...44

4.1.3 Visi Perusahaan ...44

4.1.4 Misi Perusahaan ...45

4.1.5 Sistem Manajemen Mutu ...45

4.1.6 Kesejahteraan Sosial ...45

4.1.7 Pelayanan Kesehatan ...46

4.1.8 Koperasi Karyawan (KOPKAR)...46

4.1.9 Kesehatan dan Keselamatan Kerja...46

4.1.10 Serikat Pekerja ...47

4.1.11 Kemitraan dengan Masyarakat ...47

4.1.12 Pengolahan Teh Hitam ...48

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ...49

4.2.1 Jenis Kelamin ...49

4.2.2 Umur ...50

4.2.3 Masa Kerja ...51

4.2.4 Pendidikan...51

4.2.5 Kelelahan Kerja ...52


(2)

4.3 Analisis Bivariat...55 4.3.1 Hubungan Kelelahan Kerja dengan

Produktivitas Kerja ...55 BAB V PEMBAHASAN

5.1 Distribusi Frekuensi ...57 5.2 Kelelahan Kerja ...58 5.3 Produktivitas Kerja ...61 5.4 Hubungan Kelelahan Kerja dengan Produktivitas

Kerja ...62 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ...66 6.2 Saran ...66

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(3)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Jumlah Karyawan Unit Usaha Bah Butong ...44 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan

Jenis Kelamin di PT Perkebunan Nusantara IV Bah

Butong tahun 2014 ...50 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur

di PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong tahun

2014 ...50 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Masa

Kerja di PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong

tahun 2014 ...51 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat

Pendidikan di PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong

tahun 2014 ...52 Tabel 4.6 Hasil Pengukuran kelelahan Kerja berdasarkan Alat

Flicker Fusion pada pemetik Teh di PT Perkebunan

Nusantara IV Bah Butong tahun 2014 ...52 Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Alat Flicker Fusion pada Pemetik

Teh di PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong

tahun 2014 ...53 Tabel 4.8 Produktivitas kerja pemetik teh di PT Perkebunan

Nusantara IV Bah Butong tahun 2014 ... 54 Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Produktivitas Kerja pada Pemetik

Teh di PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong tahun

2014 ...55 Tabel 4.10 Analisis Uji Exact Fisher Kelelahan


(4)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Alat Flicker Fusion Test ...27 Gambar 2.2 Kerangka Operasional ...36


(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Pengukuran

Lampiran 2. Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran 3. Surat Izin Penelitian

Lampiran 4. Surat Permohonan Izin Peminjaman Alat Lampiran 5. Surat Keterangan Selesai Penelitian Lampiran 6. Dokumentasi

Lampiran 7. Master Data Lampiran 8. Output


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ivory Inderani

Tempat Lahir : Bontang-Kalimantan Timur Tanggal Lahir : 04 April 1994

Suku Bangsa : Minang

Agama : Islam

Nama Ayah : M. Indra

Suku Bangsa : Minang

Nama Ibu : Siti Aminah

Suku Bangsa : Aceh

Pendidikan Formal

1. SD/Tamat Tahun : SD Yayasan Pupuk Kaltim Bontang/2005 2. SLTP/Tamat Tahun : SMP Yayasan Pupuk Kaltim Bontang/2008 3. SMA/Tamat Tahun : SMA Yayasan Pupuk Kaltim Bontang/

2011 4. Lama Studi di FKM USU : 2011-2015


Dokumen yang terkait

Hubungan Penerapan Program Keselamatan Kerja dengan Tindakan Tidak Aman oleh Karyawan PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Teh Bah Butong

6 69 104

Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong

14 120 90

Pengaruh Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Bah Butong (Studi pada PT Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Bah Butong Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun)

1 24 117

PENGARUH PRODUKSI DAUN TEH KERING TERHADAP PENDAPATAN PERUSAHAAN PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV BAH BUTONG SIDAMANIK KABUPATEN SIMALUNGUN.

0 8 18

Hubungan Beban Kerja Dengan Kelelahan Kerja Pada Pekerja Pemetik Daun Teh di Perkebunan Teh Kemuning Karangayar BAB 0

0 0 10

Hubungan Beban Kerja Dengan Kelelahan Kerja Pada Pekerja Pemetik Daun Teh di Perkebunan Teh Kemuning Karangayar JURNAL. JURNAL

1 4 10

Hubungan Kelelahan Kerja Dengan Produktivitas Kerja Pada Pemetik Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Bah Butong Kabupaten Simalungun Tahun 2014

0 1 28

BAB I PENDAHULUAN 1.1 - Hubungan Kelelahan Kerja Dengan Produktivitas Kerja Pada Pemetik Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Bah Butong Kabupaten Simalungun Tahun 2014

0 11 8

Hubungan Kelelahan Kerja Dengan Produktivitas Kerja Pada Pemetik Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Bah Butong Kabupaten Simalungun Tahun 2014

0 1 16

Hubungan Penerapan Program Keselamatan Kerja dengan Tindakan Tidak Aman oleh Karyawan PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Teh Bah Butong

0 0 19