2. Tujuan Penggunaan Merek Kolektif
Pemilik merek kolektif terdaftar hanya dapat menggunakan merek tersebut bersama-sama dengan perusahaan, perkumpulan atau perhimpunan lain yang juga
memakai merek kolektif yang bersangkutan, apabila hal tersebut dinyatakan dengan tegas persyaratannya dalam persetujuan penggunaan merek kolektif yang
dijanjikan.
96
Tujuan penggunaan merek kolektif sama halnya dengantujuan penggunaan merek. Tujuan penggunaan merek antara lain:
97
a. Sebagai identitas, yang bermanfaat sebagai pengendali pasar dalam
diferensiasi produk dengan produk pesaing yang memudahkan konsumen untuk mengenalinya saat melakukan pembelian ulang.
b. Alat promosi, yaitu sebagai daya tarik produk.
c. Untuk membuat citra, yang memberikan keyakinan jaminan kualitas,
serta prestise tertentu kepada konsumen. d.
Untuk mengendalikan pasar. e.
Menciptakan keuntungan kompetitif, jika merek yang memiliki ekuitas yang tinggi akan menghasilkan keuntungan sebagai berikut:
1
Dapat memberikan pertahanan terhadap persaingan harga yang kompetitif.
2
Perusahaan akan lebih mudah meluncurkan perluasan merek, karena produk memiliki kredibilitas yang tinggi.
96
M. Djumhana dan Djubaedillah, op. cit., hlm.173.
97
“Tujuan Pendaftaran Merek”, http:koombis.com, diakses pada tanggal 10 Maret 2017.
Universitas Sumatera Utara
3
Pelanggan sangat mengharapkan merek yang mereka maksud sehingga posisi tawar menawar produsen dengan distributor
pengecer lebih kuat.
4
Karena tingkat kesadaran dan kesetiaan konsumen terhadap merek sangat tinggi, maka perusahaan dapat menikmati biaya pemasaran
yang lebih rendah. Di dalam merek kolektif, tujuan itu masih dipakai namun ada sedikit
tambahan dalam tujuan merek kolektif yaitu berbagai merek yang didaftarkan dari beberapa orang dan telah menjadi merek kolektif, maka tujuan yang paling
menonjol yaitu agar salah satu dari merek tersebut masih tetap dapat eksis di kalangan masyarakat ketika menggunakan merek kolektif.
3. Pengaturan Merek Kolektif di Indonesia
Ketentuan mengenai merek kolektif ini bukanlah merupakan hal yang baru dalam UU Merek 2016. Bahkan jika ditelusuri lebih lanjut sebagaimana telah
dijabarkan diatas, ketentuan yang semacam ini adanya pengklasifikasian merek dagang, merek jasa, dan merek kolektif, sudah lama dijumpai dalam Konvensi
Paris tahun 1883.
98
98
OK. Saidin I, loc.cit.
Pengaturan merek kolektif di Indonesia berawal sejak munculnya Undang- Undang No. 19 Tahun 1992 Tentang Merek. Di dalam Undang-Undang tersebut
diatur apa itu merek kolektif, bagaimana permohonan pendaftaran merek kolektif, serta ganti ruginya pelanggaran terhadap merek kolektif.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 menyatakan bahwa merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan
karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis
lainnya. Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa merek kolektif itu dapat berupa
merek barang dan dapat pula berupa merek jasa. Jadi dengan adanya klasifikasi merek kolektif ini bukan berarti merek mempunyai tiga jenis, tetapi merek hanya
ada dua jenis yaitu merek barang dan merek jasa. Penambahan pada merek kolektif hanyalah menunjukkan subyek pemakai merek, yaitu boleh perorangan
dan boleh secara kolektif. Untuk merek kolektif pun boleh dipakai oleh beberapa orang atau boleh juga oleh badan hukum.
Lima tahun berselang, muncul perubahan terhadap undang-undang ini, yaitu Undang-Undang No. 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Terhadap Undang-
Undang No. 19 Tahun 1992 Tentang Merek. Munculnya UU tersebut tidak membawa perubahan terhadap merek kolektif. Namun, dengan munculnya
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, maka definisi tentang merek kolektif ini berubah, yaitu merek yang digunakan pada barang danatau jasa
dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang danatau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang
atau jasa sejenis lainnya. Pengertian tersebut diperluas dengan adanya kata “danatau” yang berarti merek tersebut boleh merek yang digunakan dalam barang
danatau jasa, serta boleh diperdagangkan oleh beberapa orang danatau badan
Universitas Sumatera Utara
hukum yang berarti bahwa merek kolektif boleh dipakai pada barang dan juga jasa secara bersamaan, serta boleh diperdagangkan oleh beberapa orang juga badan
hukum secara bersamaan pada kedua-duanya, berbeda apabila memakai kata atau, maka pengertiannya hanya salah satu.
Pada tahun 2001, muncul Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Di dalam UU ini banyak terjadi perubahan tentang merek kolektif termasuk tentang
definisi dan prosedur pebdaftaran dari merek kolektif. Kemudian, ketika UU Merek 2016 diberlakukan, terdapat perluasan dari definisi merek kolektif, yaitu
diperjelasnya tentang apa itu karakteristik yang sama. Karakteristik yang sama itu meliputi sifat, ciri umum, dan mutu barang atau jasa serta pengawasannya yang
akan diperdagangkan. Merek kolektif dalam UU Merek Tahun 2016 tepatnya di Pasal 46 sampai
Pasal 51. Dalam UU tersebut diatur tentang bagaimana merek kolektif itu serta dilengkapi dengan tata cara prosedur permohonan pendaftaran merek kolektif.
Dalam pengertian merek kolektif yang sekarang, pengaturan merek kolektif harus memuat:
a. Sifat, ciri-ciri umum atau mutu dari barang atau jasa yang diproduksi
dan diperdagangkannya akan menggunakan merek kolektif tersebut. b.
Ketentuan bagi pemilik merek kolektif untuk melakukan pengawasan yang efektif atas penggunaan merek tersebut dengan peraturan.
Peraturan lain tentang pendaftaran merek sebelumnya diatur di dalam Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1993 tentang Tata Cara Permintaan
Pendaftaran Merek. Namun, sejak berlakunya UU Merek 2016 maka peraturan
Universitas Sumatera Utara
yang sekarang menjadi acuan untuk pendaftaran merek yaitu Peraturan Menteri No. 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek. Dalam peraturan menteri tersebut
jelas disebutkan apa-apa saja syarat dan tata cara permohonan pendaftaran merek yang selanjutnya akan dibahas di bab berikutnya.
Berdasarkan pemaparan di atas, untuk menjawab perumusan masalah pertama, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa merek kolektif di Indonesia
diawali dengan munculnya Undang-Undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek. Dalam undang-undang tersebut, dijelaskanlah apa itu merek kolektif dan cara
pendaftarannya. Pada tahun 1997, muncul perubahan terhadap undang-undang tersebut, namun perubahan tersebut tidak ada menyinggung tentang merek
kolektif. Tahun 2001, muncul Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek muncul sedikit perubahan tentang merek kolektif. Undang-undang ini berlaku
hanya 15 tahun sebelum munculnya undang-undang merek yang terbaru yaitu UU Merek 2016.
Sekarang ini, pengaturan merek kolektif diatur sepenuhnya di dalam UU Merek 2016 tepatnya pasal 46 sampai dengan pasal 51. Untuk persyaratan dan tata
cara permohonan pendaftaran juga diatur di dalam UU Merek 2016, namun untuk lebih lengkapnya pengaturan permohonan pendaftaran merek kolektif terdapat
dalam Peraturan Menteri No. 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek.
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hak Kekayaan Intelektual HKI merupakan hak yang berasal dari karya, karsa, dan daya cipta kemampuan intelektualitas manusia yang memiliki manfaat
serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia dan mempunyai nilai ekonomi.
1
Kemajuan teknologi informasi dan transportasi telah mendorong globalisasi ekonomi, skala investasi dibidang industri dan pemasaran produk tidak
terbatas pada pasar nasional akan menjadi lebih meluas melewati batas-batas negara.
2
Perubahan pasar di luar batas-batas negara juga diikuti oleh HKI yang digunakan dalam pembuatan produk dan pemasarannya.Kepentingan yang
dilindungi dengan demikian tidak lagi hanya produknya tapi juga hak kekayaan intelektualnya.
3
Kekayaan intelektual merupakan kreativitas yang dihasilkan dari olah pikir manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan hidup manusia.
Kreativitas yang dihasilkan dari olah pikir manusia merupakan suatu karya intelektual seseorang yang dapat memberikan pengaruh besar terhadap peradaban
1
Shanti Eka Marthani, “Implementasi Perlindungan Merek Kolektif Dalam Model One Village One Product OVOP”, Tesis Program Studi Pasca Sarjana Kekhususan Hukum Ekonomi
Universitas Indonesia, Jakarta, 2013, hlm.1.
2
Kholis Roisah, Konsep Hukum hak Kekayaan intelektual, Malang: Setara Press, 2015 hlm.1.
3
Ibid.
Universitas Sumatera Utara