BAB III ANALISIS MORALITAS KESETIAAN BERTINGKAT YANG
DIUNGKAPKAN DALAM NOVEL UESUGI KENSHIN
3.1 Sinopsis Cerita Uesugi Kenshin
Pada awal cerita terdapat salah seorang daimyo yang gagah berani yang
bernama Uesugi Kenshin. Pada zaman Muromachi 1136-1637M ada seorang pemimpin yang menjunjung tinggi moralitas. Sebagai seorang pemimpin Uesugi
mampu membimbing moral para pengikutnya agar tetap bersikap tenang dan sabar dalam menghadapi suatu tugas dari Shogun.
Sebagai seorang daimyo dan samurai sejati, Kenshin tentu tak dapat mengelak untuk mengabdi sepenuh hati. Apalagi ketika dia telah mendapat
mandat dari Kaisar untuk mengatasi kerusuhan dan menaklukkan negeri-negeri yang mengacaukan Jepang. Karena itu, demi menjunjung tinggi kehormatan
Kaisar, Kenshin berikrar untuk berjuang hingga napas terakhir. Maka tak ada pilihan lain, waktu klan Hojo menyerang negeri-negeri kecil, Kenshin memanggul
senjata dan mengerahkan pasukan mengepung Hojo. Tapi, saat Kenshin memanggul tugas berat dari Kaisar itu, Takeda Shingen
yang menjadi musuh Kenshin justru menyerang dan membumi hanguskan Kastel Warigadake kastel milik Uesugi Kenshin. Padahal, antara Echigo dan Kai telah
terikat perjanjian damai. Ulah Singen itu pun dianggap sebagai sebuah pengkhianat dan pasukan Echigo pun geram. Tetapi, Kenshin dengan tenang
menarik pasukan Echigo pulang dari ekspedisi lantas masuk ke kastel
Universitas Sumatera Utara
Kasugayama sebagai pertanda mengalah. Para punggawa Kenshin menelan kekecewaan. Apalagi Kenshin setelah itu mengutus Saito Shimotsuke pergi ke
Kofu untuk melakukan perundingan damai. Uesugi Kenshin memang dikenal sebagai seorang daimyo yang brilian,
cerdik dan berjiwa besar. Sebagian besar orang, tak memungkiri jika permusuhan antara Kenshin dan Shingen itu dipicu dari kedatangan Yoshikiyo, keturunan
Minamoto Yoriyoshi yang datang minta perlindungan setelah negerinya dihancurkan Shingen dan seluruh keluarganya mati. Tahun demi tahun berlalu,
peperangan antara klan Uesugi Kenshin dan Klan Takeda Shingen terjadi di beberapa tempat dan seakan tanpa henti.
Akibat perang itu, negeri Echigo dan Kai dipenuhi istri tanpa suami juga anak tanpa ayah semuanya dilakukan sebagai rasa bentuk kesetiaan bawahan pada
atasan. Itulah harga mahal dari sebuah perang yang harus dibayar demi sebuah kekuasaan.
Tetapi, bagi pemimpin seperti Kenshin, di balik kenestapaan peperangan itu termaktum impian dan tujuan besar demi memberantas kejahatan,
membangun masa depan, dan mewujudkan perubahan yang memang tak dapat dihindari dan hal itu hanya bisa diwujudkan lewat perang. Meski, dalam
peperangan itu darah ditumpahkan, prajurit dikuburkan, tapi semua itu demi tugas mulia memberantas kejahatan, membangun masa depan Jepang, dan bentuk rasa
kesetianaan pada atasan.
Universitas Sumatera Utara
3.2 Analisis Cerita Uesugi Kenshin