BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Karya sastra adalah bagian dari sebuah karya seni yang dihasilkan dari daya cipta, karsa manusia dimana mengandung nilai seni yang tinggi dan juga
merupakan perwujudan pikiran dalam bentuk tulisan. Karya sastra pada hakikatnya merupakan seni yang bermediumkan bahasa dan tercipta melalui
proses yang intensif, selektif dan subjektif. Penciptaan terhadap karya sastra bermula dari pengalaman batin pengarang yang dikonstruksikan dengan imajinasi
sehingga akan di hasilkan sebuah karya yang tidak hanya sekedar menghibur, tetapi juga sarat dengan makna. Dalam menciptakan karya sastra, banyak aspek
yang harus dipertimbangkan, misalnya aspek keindahan, nilai guna ataupun manfaatnya. Sastra merupakan karya seni yang dikarang menurut standar bahasa
kesusastraan, penggunaan kata-kata yang indah, gaya bahasa dan gaya cerita yang menarik Zainuddin,1992 : 99.
Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran
kongkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Sastra, selain dipergunakan sebagai karya seni yang memiliki budi, imajinasi, dan emosi, sastra
juga sebagai karya kreatif yang dimanfaatkan sebagai konsumsi intelektual dan emosional. Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil suatu pekerjaan seni kreatif
yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya Semi,1988:8.
Universitas Sumatera Utara
Sastra terbagi menjadi dua yaitu, Puisi dan Prosa. Puisi adalah karya sastra yang terikat dengan kaidah dan aturan tertentu, dan prosa adalah karya sastra yang
tidak terikat dan memiliki sifat penguraian seluruh pikiran dan perasaan Zainuddin,1992:99-101. Contoh puisi adalah pantun dan syair, sedangkan
contoh prosa adalah novel, cerita dan drama. Seiring dengan perkembangan dunia sastra, akhir - akhir ini mulai terjadi pembatasan yang tipis antara khayalan dan
kenyataan. Oleh sebab itu mulai dibicarakan pembagian sastra yanag lain. Dalam perkembangan sastra akhir-akhir ini, karya sastra dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu a sastra imajinatif, dan b sastra non-imajinatif. Sastra imajinatif mempunyai ciri : a isinya bersifat khayali,
bmenggunakan bahasa yang konotatif, c memenuhi syarat-syarat estetika seni. Sedangkan sastra non-imajinatif mempunyai ciri-ciri: a isinya menekankan
unsur faktualfaktanya, menggunakan bahasa yang cenderung denotative, c
memenuhi unsur-unsur estetika seni.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesamaan antara sastra imajinatif dan non-imajinatif adalah masalah estetika seni. Unsur estetika seni meliputi
keutuhan, keselarasan, keseimbangan. Sedangkan perbedaannya terletak pada isi dan bahasanya. Isi sastra imajinatif sepenuhnya bersifat khayalfiktif, sedangkan
isi sastra non-imajinantif didominasi oleh fakta-fakta. Selain itu dalam arti kesusasteraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra lisan oral dan sastra tulisan. Dan
salah satu karya sastra tulisan adalah novel. Jassin dalam Zulfahnur 1996:67 mengatakan bahwa novel menceritakan
suatu kejadian yang luar biasa dari tokoh cerita, dimana kejadian-kejadian itu menimbulkan pergolakan batin yang mengubah perjalanan nasib tokohnya.
Universitas Sumatera Utara
Pembagian novel berdasarkan mutunya menurut Zulfahnur 1996:72 dapat dibagi menjadi novel populer dan novel literer. Novel populer adalah novel
yang menyuguhkan problema kehidupan yang berkisar pada cinta asmara yang simpel dan bertujuan menghibur. Sedangkan novel literer disebut juga novel
serius karena keseriusan atau kedalaman masalah-masalah kehidupan kemanusiaan yang diungkapkan pengarangnya. Dengan demikian, novel ini
menyajikan persoalan-persoalan kehidupan manusia secara serius, filsafat, dan langgeng abadi yang bermanfaat bagi penyempurnaan dan aripnya kehidupan
manusia, disamping pesona hiburan dan nikmatnya cerita. Salah satu unsur yang ada dalam novel adalah teks. Teks adalah ungkapan
bahasa yang menurut isi, sintaksis dan pragmatik merupakan suatu kesatuan yang saling bertautan yang memiliki makna dan juga sebagai pesan dalam situasi
komunikasi Luxemberg dkk,1992:90. Sedangkan menurut Halliday 1992:13- 14 teks adalah bahasa, tutur ataupun tulisan atau juga bentuk-bentuk sarana yang
kita gunakan untuk menyatakan apa saja yang dipikirkan, yang memiliki makna- makna atau terdiri dari satuan makna.
Karya sastra senantiasa menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia.
Sifat-sifat luhur kemanusiaan tersebut pada dasarnya bersifat universal. Artinya sifat-sifat itu dimiliki dan di yakini kebenarannya oleh manusia sedunia. Pesan
moral biasanya dikaitkan dengan agama. Menurut Mill dalam Hazlitt 2003:427 agama senantiasa menerima
kepercayaan yang luas untuk mempertahankan moralitas, karena manakala moralitas itu diajarkan secara formal, hampir selalu sebagai moralitas
Universitas Sumatera Utara
sebagaimana yang diajarkan agama. Motif utama bagi moralitas adalah pendapat yang baik.
Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral
atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk dalam kehidupan Burhan, 1995: 320.
Menurut Kenny dalam Burhan 1995:321 Moral dalam cerita biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu
yang bersifat praktis yang dapat diambil dan ditafsirkan lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Pesan moral merupakan petunjuk yang sengaja
diberikan pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Jenis dan atau
wujud pesan moral yang terdapat dalam karya sastra akan bergantung pada keyakinan, keinginan, dan interes pengarang sebagai suatu saran.
Moral berhubungan dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh manusia, yang berkenaan dengan sifat baik dan buruk. Sedangkan agama lebih menunjukkan
pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan dengan hukum-hukum yang resmi dan juga sebagai sarana ritual yang memungkinkan hubungan manusia dengan hal-hal
yang diluar jangkauannya, yang memberikan jaminan dan keselamatan bagi manusia dalam mempertahankan moralnya.
Pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dan pesan-pesan moral yang disampaikan oleh pengarang melalui cerita, sikap dan tingkah laku tokoh-
tokoh yang ada dalam sebuah karya sastra.
Universitas Sumatera Utara
Karakter moral rakyat Jepang dibentuk sejak mereka kecil. Prinsip moral
yang mereka anut terdiri dari empat elemen moral, yaitu On, Gimu, Giri dan Ninjo. Keempat unsur ini tidak diajarkan di bangku sekolah dasar. Menurut,
Benedict 1982:121 On berarti rasa hutang budi. Gimu, berarti kewajiban. Giri, adalah kebaikan. Ninjo, adalah rasa kasih sayang. Dengan prinsip On, seseorang
akan merasa berutang setiap kali orang lain berbuat baik padanya. Jika seseorang menerima On, maka orang tersebut akan berkewajiban untuk membayarnya yang
disebut Gimu. Dengan prinsip Ninjo, seseorang akan membantu temannya atau keluarganya semampunya. Dan prinsip giri mengajarkan rasa empati terhadap
sesama. Dengan prinsip ini, seseorang akan merasa semua manusia adalah satu dan sama, di bawah perbedaan yang telah diatur oleh karma.
Berbicara mengenai etika tradisional bangsa Jepang, akan terdapat suatu hal yang menonjol yaitu memiliki unsur budaya berupa semangat samurai atau
etika bushido yang telah tertanam dalam diri masyarakat Jepang yang dapat memberikan suatu motivasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada
masyarakat Jepang, baik dari perubahan dalam bidang politik, pendidikan, ekonomi, sumberdaya manusia, dan penguasaan dalam bidang teknologi dan
industri dimana tidak dapat dipisahkan ini merupakan warisan dari nilai samurai yang selalu melekat dalam masyarakat Jepang. Pada zaman feodal di Jepang,
terdapat golongan elit yang disebut dengan bushi. Kaum bushi ini memiliki falsafah hidup yang disebut dengan bushido. Golongan samurai yang rela
memberikan nyawanya pada tuannya, karena dianggap suatu kehormatan apabila rela mati demi tuannya.
Universitas Sumatera Utara
Istilah bushido yang digunakan untuk menggambarkan etika status kelas samurai atau bushi. Menurut Suryohadiprodjo 1981 : 31 , busido adalah suatu
kode etik kaum samurai yang tumbuh sejak terbentuknya samurai. Sumbernya adalah pelajaran agama Budha, khususnya ajaran Zen dan Shinto. Bushido
mengandung keharusan samurai untuk senantiasa memperhatikan: kejujuran, keberaniaan, kebajikan atau murah hati, kesopanan atau hormat, keadilan,
kesungguhan atau integritas, kehormatan atau martabat, dan keseniaan. Salah satu karya sastra yang penulis anggap mengandung pesan moral,
yang akan ditelaah teksnya adalah terdapat dalam novel dengan judul Uesugi Kenshin Daimyo Legendaris dari Kasugayama ditulis oleh Eiji Yoshikawa. Novel
ini menceritakan tentang kehidupan seorang samurai yang banyak melahir pesan- pesan moral pada masa era kepemimpinannya, meskipun istananya diserang dan
di bumi hanguskan oleh klan musuh namun dia tetap sabar dan tabah dalam menghadapi cobaan yang di hadapinya, dia tidak tergesa-gesa dalam mengambil
suatu tindakan. Sebagai seorang pemimpin dia memiliki sifat yang patut di contoh, sifat kesabaran, tidak gampang marah, dan berfikir lebih dulu dalam mengabil
suatu tindakan sehingga tidak merugikan orang lain dan pasukannya sendiri. Dalam keadaan genting dia masih bisa tertawa dan bercanda pada pengikutnya,
dia tidak memperlihatkan kepanikan pada pengikutnya, dia tetap memberi semangat dan motivasi, agar tetap sabar dan tetap mengendalikan kemarahan dan
emosi. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1561M di Shinano, pertempuran ini di sebut pertempuran Kawanakajima tahun 1561-1573M .
Universitas Sumatera Utara
Pesan-pesan moral yang ditujukan dalam novel ini adalah moral hidup, yang menunjukkan sikap-sikap kepribadian yang kuat ini terdapat dalam moral
Bushido, seperti halnya kejujuran sebagai suatu kekuatan resolusi, keberanian merupakan kemampuan untuk mengatasi setiap keadaan dengan keberanian dan
keyakinan, kemurahan hatikebajikan merupakan semangat dalam membangun kaum samurai dan mencegah mereka dalam berbuat sewenang-wenang,
kesopanan yang berkenaan dengan prilaku yang pantas kepada orang lain, kekuasaan ataupun kekuatannya untuk hal-hal yang tidak wajar, kehormatanharga
diri yang mencerminkan bertambahnya pengalaman hidup dan reputasi serta kesetiaan dalam menjalankan tugas yang diberikan oleh tuannya. Pesan moral
yang terkandung dalam novel ini ada kaitannya juga dengan kebudayaan dan masyarakat Jepang.
Setelah membaca novel ini, penulis menemukan suatu yang menarik untuk dianalisis. Karena dalam novel ini, penulis banyak menemukan pesan-pesan moral
yang terdapat pada masyarakat Jepang. Salah satunya dapat dilihat melalui cuplikan sebagai berikut:
Kenshin :
”Kemari, mendekatlah.” Kau suka minum sake, kan? Kemana saja kau sejak tadi pagi, padahal hari ini
kesempatan bagus untuk minum sepuasnya ternyata kau cukup ceroboh, tidak sesuai dengan ucapanmu sendiri
.” Hahaha...
Konoe Sakitsugu :
“Anda sering datang demi menghormati Istana Tidakkah Anda mengkhawatirkan keadaan negeri
Universitas Sumatera Utara
Anda selama ditinggal? Apakah pertahan negeri Anda sudah cukup baik?”
Kenshin :
”Datang ke ibukota demi menunjukkan rasa hormat sama sekali bukan masalah jika negeri hamba dibiarkan begitu
saja.”
Peristiwa ini terjadi pada tahun ke-2 era Eiroku 1559M di Kyoto. Dari cuplikan dapat dilihat makna indeksikal dari etika bushido, hubungannya dengan
On yang berarti hutang budi, Kenshin merasa berhutang budi kepada Shogun Ashikaga Takauji 1336M karena masih di percaya sebagai daimyo, dia adalah
seorang daimyo yang selalu mengabdi, Gimu sebagai seorang daimyo Kenshin mempunyai rasa tanggung jawab, Giri baik, selalu baik terhadap sesama
tergambar dari tutur katanya, Ninjo mempunyai rasa kasih sayang terhadap sesama, dapat dilihat saat Kenshin datang ke istana dia tidak merasa takut
meninggalkan negerinya meskipun pertahanan negerinya tidak begitu kuat. Tetapi sebagai seorang daimyo dia lebih menghormati istana, tidak khawatir negerinya
akan diserang oleh klan lain.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan Masalah