4.2. Pembahasan
4.2.1.   Pengaruh diameter die terhadap kualitas pelet
Pengaruh variasi diameter die 8 mm ketebalan 40 mm rasio L:D = 5 dan 10 mm  ketebalan  30  mm  rasio  L:D  =  3  secara  statistik  berpengaruh  sangat  nyata
terhadap  PDI  p=0,00.  Berdasarkan  Tabel  4.1.  dapat  dilihat  bahwa  kombinasi perlakuan yang melibatkan kedua jenis die, menghasilkan pelet dengan PDI beragam
mulai dari kelompok rendah dibawah 70 sampai dengan kelompok tinggi di atas 89  tergantung  kombinasi  dengan  faktor  lain.  Berdasarkan  rentang  variabel  yang
dipelajari,  die  dengan  rasio  L:D  =  5  menghasilkan  pelet  dengan  nilai  PDI  tertinggi 97,13, sedangkan die dengan rasio L:D = 3 menghasilkan pelet dengan nilai PDI
di  bawahnya  yaitu  96,98.    Dengan  dasar  tersebut  dapat  dikatakan  bahwa  die dengan  rasio  L:D  =  5  lebih  baik  daripada  die  dengan  rasio  L:D  =  3  dalam
menghasilkan pellet berdasarkan indek ketahanannya. Namun  demikian  berdasarkan  uji  Duncan  Multiple  Range  Test  DMRT,
kedelapan kombinasi perlakuan yang menghasilkan pelet dengan indeks ketahanan 89,  menunjukkan  tidak  ada  beda  nyata  perlakuan  signifikansi  5  maupun  1
antara  yang  menggunakan  die  dengan  rasio  L:D  =  5  dan  die  dengan  rasio  L:D  =  3 Artinya  pada  rentang  pengamatan  penelitian  yang  dilakukan  menunjukkan  bahwa
penggunaan  die  dengan  rasio  L:D  =  5  dan  die  dengan  rasio  L:D  =  3  tidak menunjukkan  hasil  yang  berbeda  terhadap  indeks  ketahanan  pelet.  Berdasarkan  hal
tersebut dapat dikatakan bahwa penggunaan die dengan rasio L:D = 5 dan die dengan
rasio  L:D  =  3  akan  menghasilkan  pelet  dengan  kualitas  yang  tidak  berbeda  dilihat dari indeks ketahanannya.
Pengaruh penggunaan die dengan rasio L:D = 5 dan die dengan rasio L:D = 3 secara  statistik  berpengaruh  sangat  nyata  terhadap  hardness  p=0,00.  Berdasarkan
Tabel 4.2. dapat dilihat bahwa kombinasi perlakuan yang menggunakan kedua jenis die,  menghasilkan  pelet  dengan  hardness  beragam  mulai  dari  2,28    -  12,16  kg.
Namun  diantara 14 kombinasi perlakuan  yang menghasilkan pelet dengan  hardness di  atas  7  kg,  6  perlakuan  menggunakan  die  dengan  rasio  L:D  =  5  dan  8  lainnya
menggunakan  die  dengan  rasio  L:D  =  3.  Dengan  dasar  tersebut  dapat  dikatakan bahwa pada rentang variabel penelitian yang diamati, die dengan rasio L:D = 3 lebih
baik  daripada    die  dengan  rasio  L:D  =  5  dalam  menghasilkan  pelet  dilihat  dari parameter hardness.
Pengaruh penggunaan die dengan rasio L:D = 5 dan die dengan rasio L:D = 3 secara  statistik  berpengaruh  nyata  terhadap  efisiensi  pembuatan  pelletEPP
p=0,014.  Berdasarkan  Tabel  4.3.  dapat  dilihat  bahwa  kombinasi  perlakuan  yang melibatkan kedua jenis die, menghasilkan pelet dengan EPP beragam mulai dari 32
– 94 . Namun diantara 6 kombinasi perlakuan yang menghasilkan pelet dengan EPP
di  atas  90,  4  diantaranya  menggunakan  die  dengan  rasio  L:D  =  5.  Dengan  dasar tersebut dapat dikatakan bahwa pada rentang pngamatan yang dilakukan, die dengan
rasio L:D = 5 lebih baik daripada die dengan rasio L:D = 3 dalam menghasilkan pelet berdasarkan efisiensi pembuatannya.
Berkaitan  dengan  hal  tersebut,  Fahrenholz  2012  mengatakan  bahwa karakteristik  die  yang  akan  mempengaruhi  kualitas  pelet  adalah  ketebalannya  yang
berkaitan dengan diameter lubang cetakan yang dikenal dengan nama rasio L:D. Die dengan rasio L:D tinggi berarti die-nya lebih tebal yang akan meningkatkan kualitas
pelet melalui mekanisme gesekan dan waktu tinggal pelet di dalam die.  Pfost 1964 menyampaikan  bahwa  dengan  memakai  die  yang  lebih  tipis  akan  menurunkan
kualitas  pelet  dan  mengurangi  konsumsi  energi  pada  produksi  pelet  dari  ransum rendah  lemak.  Fahrenholz  2012  mengatakan  bahwa  nilai  hardness  pelet  akan
meningkat  dipengaruhi  oleh  adanya  perlakuan  panas  dan  ketebalan  die.  Steven, 1987  gelatinisasi  pati  tidak  hanya  terjadi  karena  perlakuan  uap  tetapi  juga  karena
pengaruh gesekan partikel pada lubang die.
4.2.2. Pengaruh bahan pengikat terhadap kualitas pelet