Pengaruh penambahan air panas terhadap kualitas pelet

2012 melaporkan kenaikan kualitas dan stabilitas air pelet pakan ikan patin dipengaruhi oleh meningkatnya kadar wheat gluten dari 0 ke 10.

4.2.3. Pengaruh penambahan air panas terhadap kualitas pelet

Secara statistik faktor penambahan air panas memberikan pengaruh nyata terhadap hardness p=0,012. Namun level perlakuan antara 40 dan 24 tidak berpengaruh nyata, demikian juga dengan level antara 24 dan 32. Sedangkan level perlakuan 32 dan 40 berpengaruh nyata. Penambahan air panas ini dapat menghasilkan pelet dengan hardness beragam mulai dari yang terendah 2,28 kg sampai yang tertinggi 12,16 kg. Dari 14 kombinasi perlakuan yang menghasilkan pelet dengan hardness di atas 7 kg, 6 perlakuan menggunakan C2, 4 perlakuan menggunakan C1 dan 4 perlakuan lainnya menggunakan C3. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa pada rentang pengamatan yang dilakukan, penambahan air panas sebanyak 32 C2 merupakan level perlakuan terbaik untuk menghasilkan pelet dengan nilai hardness yang tinggi. Penambahan air panas dengan taraf 24, 32 dan 40 memberikan pengaruh sangat nyata terhadap efisiensi pembuatan peletEPP p=0,000. Berdasarkan Tabel 4.3. dapat dilihat bahwa kombinasi perlakuan yang menggunakan ketiga level penambahan air panas, menghasilkan pelet dengan EPP beragam mulai dari 32,05 – 94,50 . Diantara 6 kombinasi perlakuan yang menghasilkan pelet dengan EPP di atas 90, masing-masing level perlakuan memberikan proporsi pengaruh yang sama terhadap EPP. Namun secara statistik, penambahan air panas 40 memberikan pengaruh terbaik terhadap efisiensi pembuatan pelet. Pemberian air panas selain berakibat pada terjadinya gelatinisasi pati pada bahan pengikat, juga berpengaruh terhadap naiknya kadar air bahan. Fahrenholz 2012 mengatakan bahwa nilai hardness pelet akan meningkat dipengaruhi oleh adanya perlakuan panas dan ketebalan die. Gelatinisasi pati pada bahan pengikat ketika dikenai panas akan meningkatkan kualitas pelet. Gelatinisasi pati tidak hanya terjadi karena perlakuan uap tetapi juga karena pengaruh gesekan partikel pada lubang die Steven, 1987. Celma et al 2012 melaporkan hasil penelitiannya bahwa pelet yang dihasilkannya mempunyai nilai hardness paling tinggi 88 N pada kadar air bahan 34. Dia memvariasikan kadar air bahan baku pelet pada 20, 24, 28, 34, dan 37. Perlakuan penambahan air panas pada penelitian ini merupakan modifikasi salah satu parameter proses pembuatan pelet standar yaitu pemakaian uap. Secara built in, spesifikasi mesin pelet yang dipakai tidak memungkinkan untuk menerapkan perlakuan injeksi uap. Sebelum memutuskan untuk menggunakan perlakuan penambahan air panas ini, telah dicoba perlakuan pemberian uap secara terpisah yaitu mengukus ransum pakan terlebih dahulu baru kemudian dipeletkan. Namun hasilnya tidak memuaskan, kemudian timbul ide untuk menggunakan perlakuan penambahan air panas. Perlakuan penambahan air panas ini tidak berdiri sendiri akan tetapi digabung dengan perlakuan penambahan bahan pengikat. Bahan pengikat dilarutkan ke dalam air panas. Baru kemudian adonan bahan pengikat dalam air panas dicampurkan ke dalam ransum pakan yang akan dipeletkan. Modifikasi proses tersebut sangat signifikan menjawab permasalahan penelitian ini karena dengan modifikasi tersebut ransum pakan berbasis biomassa ini dapat dipeletkan. Penelitian lain yang melakukan hal serupa adalah Zalizar dkk 2012 dan Retnani dkk 2010. Zalizar dkk 2012 membuat pelet pakan kambing yang salah satu komponen bahan pakannya adalah bungkil inti sawit dengan perlakuan penambahan air sebanyak 16 dan 14 dari berat bahan pakan. Penambahan air sebanyak 14 berat bahan pakan menghasilkan pelet yang lebih baik dilihat dari warna, bentuk pelet dan kinerja mesin. Sedangkan Retnani dkk 2010 melakukan penelitian uji sifat fisik ransum ayam broiler bentuk pelet yang ditambahkan perekat onggokampas ubi kayu 0,2,4,6 melalui proses penyemprotan air 0, 5, 10, 15, 20. Hasilnya pelet dengan penambahan perekat onggok sebanyak 4 dengan penyemprotan air 5 dapat dikatakan mempunyai sifat fisik yang baik dilihat dari kadar air, berat jenis, aktivitas air, kadar kehalusan, ketahanan benturan, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, dan sudut tumpukan.

4.2.4. Pengaruh jenis rajangan pelepah terhadap kualitas pelet