Berkaitan dengan hal tersebut, Fahrenholz 2012 mengatakan bahwa karakteristik die yang akan mempengaruhi kualitas pelet adalah ketebalannya yang
berkaitan dengan diameter lubang cetakan yang dikenal dengan nama rasio L:D. Die dengan rasio L:D tinggi berarti die-nya lebih tebal yang akan meningkatkan kualitas
pelet melalui mekanisme gesekan dan waktu tinggal pelet di dalam die. Pfost 1964 menyampaikan bahwa dengan memakai die yang lebih tipis akan menurunkan
kualitas pelet dan mengurangi konsumsi energi pada produksi pelet dari ransum rendah lemak. Fahrenholz 2012 mengatakan bahwa nilai hardness pelet akan
meningkat dipengaruhi oleh adanya perlakuan panas dan ketebalan die. Steven, 1987 gelatinisasi pati tidak hanya terjadi karena perlakuan uap tetapi juga karena
pengaruh gesekan partikel pada lubang die.
4.2.2. Pengaruh bahan pengikat terhadap kualitas pelet
Berdasarkan data hasil penelitian diketahui bahwa kombinasi perlakuan yang menggunakan faktor B1 tanpa bahan pengikat menghasilkan pelet dengan kualitas
lebih rendah bila dibandingkan dengan pelet yang dihasilkan dari kombinasi perlakuan yang menggunakan bahan pengikat B2 maupun B3. Hal tersebut
membuktikan bahwa untuk membuat pelet dari biomassa kelapa sawit, agar menghasilkan pelet dengan kualitas baik diperlukan penambahan bahan pengikat.
Parameter kualitas pelet yang digunakan adalah indeks ketahanan pelet PDI, hardness dan efisiensi pembuatan pelet EPP.
Kombinasi perlakuan yang menggunakan faktor bahan pengikat B2 tepung gaplek dan B3 tepung industri, keduanya menghasilkan pelet dengan kualitas lebih
baik dibandingkan dengan yang tidak menggunakan bahan pengikat. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya bahan pengikat pada pelet menyebabkan pelet
menjadi lebih kompak dan tidak mudah pecah. Kekompakan pelet yang diberi bahan pengikat terjadi karena pati yang ada di dalam bahan pengikat akan mengalami
gelatinisasi ketika bahan pengikat tersebut dilarutkan di dalam air panas. Wood 1987 menjelaskan bahwa keberadaan protein dan pati pada pelet berpengaruh besar
terhadap PDI. Fahrenholz 2012 meneliti bahwa gelatinisasi pati pada bahan pengikat ketika dikenai panas akan meningkatkan kualitas pelet.
Berdasarkan Tabel 4.1. dapat dilihat bahwa dari 8 kombinasi perlakuan yang menggunakan bahan pengikat, 2 diantaranya menghasilkan pelet dengan nilai PDI
tertinggi 97,13 dan 96,8 adalah perlakuan yang menggunakan tepung industri B3. Sedangkan yang menggunakan tepung gaplek B2, nilai PDI tertinggi yang
bisa dicapai adalah 95,33. Artinya tepung industri mampu menghasilkan pelet dengan nilai PDI lebih tinggi dari pada tepung gaplek. Sejalan dengan hasil
penelitian ini, Stevens 1987 dan Winowiski 1998 membandingkan durabilitas pelet dari bahan pakan yang mengandung jagung dengan bahan pakan yang sebagian
ataupun seluruh komponen jagung diganti dengan gandum. Pada kedua hal di atas durabilitas pelet yang lebih tinggi berasal dari bahan pakan yang mengandung
gandum. Hal ini disebabkan oleh tingginya kandungan protein kasar pada gandum 13 sedangkan pada jagung 9. Lopez 1993 dalam Behnke 2001 juga
melaporkan bahwa penambahan wheat gluten memberikan pengaruh positif pada kualitas pelet dan stabilitas airnya.
Namun demikian berdasarkan uji Duncan Multiple Range Test DMRT, indeks ketahanan pelet yang dihasilkan oleh kedelapan kombinasi perlakuan yang
menggunakan bahan pengikat tepung gaplek dan tepung indstri menunjukkan tidak ada beda nyata perlakuan signifikansi 5 maupun 1. Artinya kedua jenis bahan
pengikat ini baik untuk digunakan sebagai bahan pengikat pada pelet. Sedangkan pengaruh kedua jenis bahan pengikat terhadap hardness pelet
dapat dilihat pada Tabel 4.2. Analisa statistik menunjukkan bahwa kedua bahan pengikat tersebut berbeda nyata pengaruhnya terhadap hardness. Dari Tabel 4.2.
perlakuan bahan pengikat yang menghasilkan pelet dengan hardness di atas 7 kg ada 14 kombinasi perlakuan. Dari 14 kombinasi perlakuan tersebut, 10 diantaranya
adalah perlakuan yang menggunakan bahan pengikat tepung industri. Demikian juga pengaruh kedua jenis bahan pengikat terhadap efisiensi pembuatan pelet dapat
dilihat pada Tabel 4.3. Berdasarkan analisa statistik dapat diketahui bahwa kedua bahan pengikat tersebut berbeda nyata pengaruhnya terhadap kualitas pelet. Dari 6
kombinasi perlakuan yang menghasilkan pelet dengan efisiensi di atas 90, 5 diantaranya menggunakan bahan pengikat tepung industri.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada rentang pengamatan yang dilakukan, tepung industri lebih baik dari pada tepung gaplek dalam menghasilkan
pelet. Fahrenholz 2008 mengatakan bahwa penambahan bahan yang mengandung protein dan serat dapat meningkatkan kualitas pelet. Kee 1988 dalam Fahrenholz
2012 melaporkan kenaikan kualitas dan stabilitas air pelet pakan ikan patin dipengaruhi oleh meningkatnya kadar wheat gluten dari 0 ke 10.
4.2.3. Pengaruh penambahan air panas terhadap kualitas pelet