Peranan Dinas Penanaman Modal, Koperasi, dan Pengusaha Kecil Menengah dalam Mengelola Dana Pinjaman Bergulir di Kabupaten Deli Serdang.

(1)

PERANAN DINAS PENANAMAN MODAL, KOPERASI DAN

PENGUSAHA KECIL MENENGAH DALAM PENGELOLAAN DANA

PINJAMAN BERGULIR DI KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

D I S U S U N OLEH :

SARAS MITHA RAMADHAN

040903051

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dan penulisan skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini berjudul “Peranan Dinas Penanaman Modal, Koperasi, dan Pengusaha Kecil Menengah dalam Mengelola Dana Pinjaman Bergulir di Kabupaten Deli Serdang”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik isi maupun tutur bahasanya. Oleh sebab itu, melalui kesempatan ini Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini Penulis banyak menemukan rintangan dan hambatan, namun dengan usaha yang maksimal sesuai dengan kemampuan Penulis dan bantuan dari berbagai pihak, Penulis akhirnya dapat menyelesaikannya. Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Arif Nasution, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Humaizi, MA. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Marlon Sihombing, MA. selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Beti Nasution, MSi. selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(3)

5. Bapak Ihsan Effendi, SE, MSi. selaku Dosen Pembimbing yang telah membantu, membimbing, dan mengarahkan penulis dengan sabar hingga selesainya penulisan skripsi ini.

6. Bapak Drs. H. Thamrin Nasution, MSi. selaku Dosen Wali yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada Penulis selama duduk di bangku kuliah. 7. Seluruh dosen di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik yang telah memberikan bekal berupa ilmu pengetahuan, arahan, dan bimbingan selama Penulis menimba ilmu di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruf staf di Departemen Ilmu Adminitrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, khususnya buat Kak Mega yang selalu direpotkan oleh Penulis untuk mengurus berbagai keperluan administrasi selama Penulis menimba ilmu di Departemen Ilmu Adminitrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

9. Kepada seluruh pegawai Dinas Penanaman Modal, Koperasi, dan Pengusaha Kecil Menengah Kabupaten Deli Serdang tempat Penulis melakukan penelitian. Terima kasih khususnya Penulis ucapkan untuk Bapak Ir. Taksin Limbong dan Ibu Sabaratun Nazrah yang telah banyak membantu Penulis mulai dari awal hingga akhir penelitian. 10. My Fam : mama ku Bapak Agus Supriadi, B.Sc dan mother ku Ibu Yunetty, sis ku Lila

Caem, Endang Emutz, Adek Cool (LÉMA 4EVER), cousin ku Vika Maniez dan Imam Charm.


(4)

11. Seluruh teman –teman di jurusan Administrasi Negara angkatan 2004. Suka duka yang kita lalui mulai dari saat Inisiasi hingga akhir bangku perkuliahan akan menjadi kenangan yang berarti.

Akhir kata penulis berharap skripsi ini bisa berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan dan dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Terima kasih.

Medan, Desember 2008


(5)

ABSTRAKSI

Peranan Dinas Penanaman Modal, Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah dalam Pengelolaan Dana Pinjaman Bergulir di Kabupaten Deli Serdang

Skripsi ini disusun oleh:

Nama : Saras Mitha Ramadhan

NIM : 040903051

Jurusan : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Dosen Pembimbing : Ihsan Effendi, S.E, M.Si

Suatu badan usaha apapun bentuknya, untuk dapat tumbuh dan berkembang maka memerlukan modal sebagai salah satu faktor produksi. Begitu pula halnya dengan koperasi karena koperasi adalah sebuah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi yang melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Oleh karena itu meskipun koperasi bukan kumpulan modal, namun sebagai suatu badan usaha maka di dalam menjalankan kegiatan usahanya koperasi memerlukan modal pula. Namun kenyataannya, banyak koperasi yang tidak beroperasi bahkan tutup dikarenakan tidak memiliki modal yang cukup untuk menjalankan usahanya. Sulitnya mendapatkan kredit bank dengan bunga murah dan banyaknya syarat yang harus dipenuhi seperti keharusan agunan dan kelengkapan ijin usaha, merupakan contoh persoalan yang umum dihadapi oleh koperasi khususnya koperasi simpan pinjam. Maka kemudian untuk mengatasi persoalan tersebut, Dinas Penanaman Modal, Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah Kabupaten Deli Serdang mengambil kebijakan menyelenggarakan Program Dana Pinjaman Bergulir. Penetapan kebijakan ini didasari oleh PP No.38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintah daerah propinsi dan pemerintah daerah kabupaten/ kota, dimana pada pasal 7 disebutkan bahwa salah satu urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah kabupaten/ kota adalah urusan koperasi dan usaha kecil dan menengah, dan kewenangan menjalankan urusan tersebut diserahkan kepada Dinas PMK dan PKM sesuai dengan Peraturan Bupati Deli Serdang No.886 Tahun 2008 dimana pada Pasal 246 disebutkan bahwa Dinas PMK dan PKM mempunyai tugas pokok melaksanakan kewenangan Pemerintah Daerah dalam bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Dengan diselenggarakannya Program Dana Pinjaman Bergulir untuk membantu perkuatan modal bagi KSP/ USP koperasi, lantas tidak membuat kondisi usaha KSP/ USP koperasi tersebut meningkat. Adanya masalah yang timbul berkenaan dengan aspek penyaluran, penggunaan dan pengembalian dana, membuat program yang dijalankan tidak begitu berhasil mencapai sasaran dan tujuannya. Dilatarbelakangi hal tersebut, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul: Peranan Dinas Penenamn Modal, Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah dalam Pengelolaan Dana Pinjaman Bergulir di Kabupaten Deli Serdang. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apa sebenarnya peran Dinas PMK dan PKM dalam pengelolaan dana pinjaman bergulir, tugas dan fungsinya dan bagaimana pelaksanaannya di lapangan”.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang dan pelaksanaannya di lapangan, serta mengetahui apa saja


(6)

yang menjadi kendala dalam pelaksanaan Program Dana Pinjaman Bergulir oleh Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang.

Penelitian ini dilakukan di Dinas Penanaman Modal, Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah Kabupaten Deli Serdang, dengan mengumpulkan informasi dan data dari beberapa orang informan kunci dan informan biasa yang mengetahui bagaimana pelaksanaan program ini.

Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang telah melaksanakan dengan baik peran mereka dalam pengelolaan dana pinjaman bergulir walau banyak kendala yang timbul dalam pelaksanaan tugas mereka. Hal ini dapat dilihat dari lunasnya pengembalian dana oleh KSP/ USP-kop peserta program selama periode yang telah ditentukan. Namun walaupun begitu program ini masih belum sepenuhnya membantu anggota koperasi/ masyarakat terlepas dari jeratan rentenir yang dikarenakan dana yang disalurkan dirasakan masih belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota koperasi akan modal usaha.

Keywords: Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang, Program Dana Pinjaman Bergulir


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAKSI ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 6

1.3Tujuan Penelitian ... 7

1.4Manfaat Penelitian ... 8

1.5Kerangka Teori ... 8

1.5.1 Kebijakan Publik ... 8

1.5.1.1 Konsep Kebijakan Publik ... 8

1.5.1.2 Jenis-Jenis Kebijakan Publik ... 10

1.5.1.3 Proses Kebijakan Publik ... 12

1.5.1.4 Implementasi Kebijakan ... 19

1.5.2 Koperasi ... 25

1.5.2.1 Karakteristik Koperasi di Indonesia ... 25

1.5.2.2 Manajemen Koperasi ... 27

1.5.2.3 Permodalan Koperasi ... 29

1.5.2.4 Koperasi Simpan Pinjam ... 31

1.5.3 Program Dana Pinjaman Bergulir ... 32

1.5.4 Dinas Penanaman Modal, Koperasi, dan Pengusaha Kecil Menengah 37 1.6Definisi Konsep ... 40

1.7Definisi Operasional ... 41

1.8Sistematika Penulisan ... 44

BAB II METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Bentuk Penelitian ... 45

2.2 Lokasi Penelitian ... 45

2.3 Informan Penelitian ... 45

2.4 Teknik Pengumpulan Data ... 46

2.5 Teknik Analisis Data ... 47

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 3.1 Gambaran Umum Kabupaten Deli Serdang ... 48

3.1.1 Sejarah Kabupaten Deli Serdang ... 50

3.1.2 Lokasi Kabupaten Deli Serdang ... 53

3.1.3 Keadaan Demografis ... 56

3.2 Gambaran Umum Dinas Penanaman Modal, Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah Kabupaten Deli Serdang ... 57


(8)

3.2.1 Sejarah Pembentukan Dinas Penanaman Modal, Koperasi dan

Pengusaha Kecil Menengah ... 57

3.2.2 Visi dan Misi ... 58

3.2.3 Tugas Pokok dan Fungsi ... 59

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyajian Data ... 91

4.1.1 Karakteristik Informan ... 91

4.1.2 Hasil Penelitian ... 92

4.1.2.1 Kebijakan ... 93

4.1.2.2 Penyaluran ... 104

4.1.2.3 Pembinaan ... 112

4.1.2.4 Monitoring ... 115

4.1.2.5 Evaluasi ... 120

4.2 Pembahasan ... 126

4.2.1 Kebijakan ... 126

4.2.2 Peranan Dinas Penanaman Modal, Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah ... 131

4.2.2.1 Penyaluran ... 132

4.2.2.2 Pembinaan ... 136

4.2.2.3 Monitoring ... 138

4.2.2.4 Evaluasi ... 141

4.2.2.5 Perguliran Kembali Pengembalian Pokok Kepada Koperasi yang Memenuhi Persyaratan ... 142

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 149

5.2 Saran ... 151

DAFTAR PUSTAKA ... 153 LAMPIRAN


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Proses Kebijakan Publik ... 13

Gambar 1.2 Keterkaitan Antarfaktor ... 17

Gambar 1.3 Faktor Penentu Implementasi Menurut Edward III... 20

Gambar 1.4 Implementasi sebagai Proses Politik dan Administrasi ... 21

Gambar 1.5 Variabel-variabel yang Mempengaruhi Proses Implementasi ... 22 Gambar 1.6 Model Implementasi Kebijakan Menurut van Meter dan van Horn 23


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Daerah Aliran Sungai Kabupaten Deli Serdang ... 55 Tabel 3.2 Rincian Penggunaan Lahan Kabupaten Deli Serdang ... 56 Tabel 3.3 Tabel Dinamika Kependudukan Kabupaten Deli Serdang ... 57 Tabel 4.1 Daftar Nama- Nama KSP/ USP-Kop Penerima Dana Bergulir yang Bersumber

dari APBD 2003 ... 144 Tabel 4.2 Daftar Nama-Nama KSP/ USP-Kop Penerima Dana Bergulir yang Bersumber

dari APBD 2005 ... 145 Tabel 4.3 Daftar Nama-Nama KSP/ USP-Kop Penerima Dana Bergulir yang Bersumber

dari APBD 2006 ... 145 Tabel 4.4 Daftar Nama-Nama KSP/ USP-Kop Penerima Dana Bergulir yang Bersumber


(11)

DAFTAR LAMPIRAN Pedoman dan Hasil Wawancara

Surat Penunjukan Dosen Pembimbing Undangan Seminar Proposal

Daftar Hadir Peserta Seminar Proposal Rancangan Usulan Penelitian Berita Acara Seminar Rencana Usulan Penelitian

Surat Permohonan Persetujuan Judul Skripsi Surat Keterangan Rencana Skripsi

Surat Keterangan Izin Penelitian

Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Dana Pinjaman Bergulir Perkuatan Modal KSP/ USP Koperasi yang Bersumber dari APBD Kabupaten Deli Serdang

Keputusan Bupati Deli Serdang Nomor 609 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Dana Pinjaman Bergulir Perkuatan Modal KSP/ USP Koperasi yang Bersumber dari APBD Kabupaten Deli Serdang

Keputusan Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Kabupaten Deli Serdang Nomor 518/ 721/ KUKM/ III/ 2008 tentang Penghunjukan Panitia Pelaksana Koordinasi Penggunaan Dana Pemerintah bagi UMKM Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Kabupaten Deli Serdang Tahun Anggaran 2008-03-13

Contoh Surat Permohonan Pinjaman Dana Bergulir

Kertas Kerja Penilaian KSP/ USP Koperasi Calon Pengguna Dana Pemerintah yang Bersumber dari APBD Kabupaten Deli Serdang Tahun Anggaran 2007


(12)

Formulir Identitas Kelembagaan dan Keragaan KSP/ USP Koperasi Calon Pengelola Dana Pinjaman Bergulir yang Bersumber dari APBD Kabupaten Deli Serdang

Contoh Buku Panduan Pelatihan untuk Penyelenggaraan Diklat


(13)

ABSTRAKSI

Peranan Dinas Penanaman Modal, Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah dalam Pengelolaan Dana Pinjaman Bergulir di Kabupaten Deli Serdang

Skripsi ini disusun oleh:

Nama : Saras Mitha Ramadhan

NIM : 040903051

Jurusan : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Dosen Pembimbing : Ihsan Effendi, S.E, M.Si

Suatu badan usaha apapun bentuknya, untuk dapat tumbuh dan berkembang maka memerlukan modal sebagai salah satu faktor produksi. Begitu pula halnya dengan koperasi karena koperasi adalah sebuah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi yang melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Oleh karena itu meskipun koperasi bukan kumpulan modal, namun sebagai suatu badan usaha maka di dalam menjalankan kegiatan usahanya koperasi memerlukan modal pula. Namun kenyataannya, banyak koperasi yang tidak beroperasi bahkan tutup dikarenakan tidak memiliki modal yang cukup untuk menjalankan usahanya. Sulitnya mendapatkan kredit bank dengan bunga murah dan banyaknya syarat yang harus dipenuhi seperti keharusan agunan dan kelengkapan ijin usaha, merupakan contoh persoalan yang umum dihadapi oleh koperasi khususnya koperasi simpan pinjam. Maka kemudian untuk mengatasi persoalan tersebut, Dinas Penanaman Modal, Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah Kabupaten Deli Serdang mengambil kebijakan menyelenggarakan Program Dana Pinjaman Bergulir. Penetapan kebijakan ini didasari oleh PP No.38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintah daerah propinsi dan pemerintah daerah kabupaten/ kota, dimana pada pasal 7 disebutkan bahwa salah satu urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah kabupaten/ kota adalah urusan koperasi dan usaha kecil dan menengah, dan kewenangan menjalankan urusan tersebut diserahkan kepada Dinas PMK dan PKM sesuai dengan Peraturan Bupati Deli Serdang No.886 Tahun 2008 dimana pada Pasal 246 disebutkan bahwa Dinas PMK dan PKM mempunyai tugas pokok melaksanakan kewenangan Pemerintah Daerah dalam bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Dengan diselenggarakannya Program Dana Pinjaman Bergulir untuk membantu perkuatan modal bagi KSP/ USP koperasi, lantas tidak membuat kondisi usaha KSP/ USP koperasi tersebut meningkat. Adanya masalah yang timbul berkenaan dengan aspek penyaluran, penggunaan dan pengembalian dana, membuat program yang dijalankan tidak begitu berhasil mencapai sasaran dan tujuannya. Dilatarbelakangi hal tersebut, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul: Peranan Dinas Penenamn Modal, Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah dalam Pengelolaan Dana Pinjaman Bergulir di Kabupaten Deli Serdang. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apa sebenarnya peran Dinas PMK dan PKM dalam pengelolaan dana pinjaman bergulir, tugas dan fungsinya dan bagaimana pelaksanaannya di lapangan”.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang dan pelaksanaannya di lapangan, serta mengetahui apa saja


(14)

yang menjadi kendala dalam pelaksanaan Program Dana Pinjaman Bergulir oleh Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang.

Penelitian ini dilakukan di Dinas Penanaman Modal, Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah Kabupaten Deli Serdang, dengan mengumpulkan informasi dan data dari beberapa orang informan kunci dan informan biasa yang mengetahui bagaimana pelaksanaan program ini.

Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang telah melaksanakan dengan baik peran mereka dalam pengelolaan dana pinjaman bergulir walau banyak kendala yang timbul dalam pelaksanaan tugas mereka. Hal ini dapat dilihat dari lunasnya pengembalian dana oleh KSP/ USP-kop peserta program selama periode yang telah ditentukan. Namun walaupun begitu program ini masih belum sepenuhnya membantu anggota koperasi/ masyarakat terlepas dari jeratan rentenir yang dikarenakan dana yang disalurkan dirasakan masih belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota koperasi akan modal usaha.

Keywords: Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang, Program Dana Pinjaman Bergulir


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG MASALAH

Program Dana pinjaman Bergulir merupakan sebuah kebijakan dari pemerintah untuk menyalurkan sejumlah dana untuk menunjang masalah permodalan yang dihadapi oleh koperasi di Indonesia. Dana disalurkan melalui sejumlah perbankan yang kemudian diberikan kepada koperasi simpan pinjam dan unit simpan pinjam-koperasi. Dana tersebut kemudian nantinya harus dipertanggungjawabkan oleh koperasi yang menerima dana, dimana dana tersebut dikembalikan kepada pengelola yang ditunjuk sebelumnya untuk kemudian digulirkan kembali kepada koperasi yang belum pernah memperoleh dana tersebut.

Kementerian Koperasi dan UKM sebagai penyelenggara Program Dana Pinjaman Bergulir, pada tahun anggaran 2000 alokasi dana sebesar Rp350 miliar untuk 2.925 koperasi simpan pinjam dan unit simpan pinjam (KSP/USP) dan 1.000 lembaga keuangan mikro (LKM) terpilih di 341 kabupaten, dan untuk tahun 2001, dana yang dialokasikan sebesar Rp55 miliar untuk 1.000 LKM pada 175 kabupaten/kota, sedangkan pada tahun 2002 telah menyalurkan sebesar Rp. 90,0 milyar. Jumlah koperasi yang menerima sebanyak 784 Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Unit Simpan Pinjam-Koperasi (USP-Kop), yang masing-masing terdiri dari 53 KSP dan 731 USP-Kop dengan dana masing-masing menerima Rp. 100 juta. Sedangkan tahun 2005, dana yang disalurkan sebesar Rp. 480 milyar kepada 4.490 koperasi (www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/ 2002/ 09/12/brk,20020912-07,id.html).


(16)

Koperasi sebagai salah satu pelaku ekonomi nasional disamping BUMN dan swasta, memiliki landasan idealisme yang tinggi untuk mensejahterakan rakyat melalui para anggotanya. Hal ini terutama tersirat dalam pasal 33 UUD 1945 dimana penjelasannya menyatakan: ”dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu adalah koperasi”. Oleh karena itu,pemerintah merasa perlu dan memang harus untuk membantu permasalahan yang dihadapi oleh koperasi karena dengan terbantunya koperasi maka pemerintah juga secara otomatis turut serta dalam mensejahterakan masyarakat umum.

Terdapat banyak definisi dari koperasi sejalan dengan perkembangan zaman. Definisi awal umumnya menekankan bahwa koperasi adalah wadah bagi golongan ekonomi lemah, seperti definisi yang dikemukakan oleh Fay, yang menyatakan bahwa koperasi adalah suatu perserikatan dengan tujuan berusaha bersama yang terdiri atas mereka yang lemah dan diusahakan selalu dengan semangat tidak memikirkan diri sendiri sedemikian rupa, sehingga masing-masing sanggup menjalankan kewajibannya sebagai anggota dan mendapat imbalan sebanding dengan pemanfaatan mereka terhadap organisasi (Firdaus dan Susanto, 2002: 38-39). Koperasi juga adalah sebuah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.


(17)

Suatu badan usaha apapun bentuknya, untuk dapat tumbuh dan berkembang maka memerlukan modal sebagai salah satu faktor produksi, tidak terkecuali juga untuk koperasi. Meskipun koperasi bukan merupakan bentuk kumpulan modal, namun sebagai suatu badan usaha maka di dalam menjalankan usahanya koperasi memerlukan modal pula. Akan tetapi, pengaruh modal dan penggunaannya dalam koperasi tidak boleh mengaburkan dan mengurangi makna koperasi, yang lebih menekankan kepentingan kemanusiaan daripada kepentingan kebendaan.

Jumlah modal yang diperlukan oleh suatu koperasi sudah harus ditentukan dalam proses pengorganisasian atau pada waktu pendiriannya dengan rincian berapa modal tetap dan berapa modal kerja yang diperlukan. Modal tetap atau disebut juga modal jangka panjang diperlukan untuk menyediakan fasilitas fisik koperasi, seperti untuk pembelian tanah, gedung, mesin dan kendaraan. Modal kerja yang disebut juga modal jangka pendek diperlukan untuk membiayai kegiatan operasional koperasi seperti gaji, pembelian bahan baku, pembayaran pajak dan premi asuransi, dan sebagainya. Jika koperasi itu, adalah koperasi simpan pinjam, maka modal ini diperlukan untuk pemberian pinjaman kepada para anggota (Firdaus dan Susanto, 2002:70).

Dilihat dari keperluan-keperluan tersebut di atas, jelaslah bahwa modal merupakan sarana untuk melaksanakan usaha-usaha koperasi. Namun kenyataannya, banyak koperasi yang terpaksa tidak beroperasi bahkan tutup dikarenakan tidak memiliki modal yang cukup untuk menjalankan usahanya. Sulitnya mendapatkan kredit bank dengan bunga murah dan banyaknya syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan kredit dari bank tersebut seperti keharusan adanya agunan dan kelengkapan ijin usaha, merupakan


(18)

contoh persoalan yang umum dihadapi oleh koperasi-koperasi primer khususnya koperasi simpan pinjam.

Maka untuk mengatasi masalah permodalan tersebut, salah satu cara yang ditempuh pemerintah adalah dengan menyelenggarakan Program Dana Pinjaman Bergulir seperti yang telah dijelaskan di depan. Namun, kebijakan ini juga tidak lepas dari masalah dan kendala. Di Bandung misalnya, dana yang disalurkan telah terserap 100 persen ke masyarakat, namun bagaimana dana itu dikelola dan dampaknya belumlah dapat diketahui secara akurat dan komprehensif. Banyak timbul masalah yaitu konsultan pendamping yang hanya 7-9 bulan di lapangan dan tidak ada kader pengganti, fasilitator yang kurang profesional, kalangan pejabat di daerah yang kurang paham mekanisme Program Dana Pinjaman Bergulir, sampai kesalahan penggunaan dana yang seharusnya dipergunakan untuk usaha produktif malah dipergunakan untuk kepentingan konsumtif oleh penerima dana, dan lain sebagainya (www.bandung.go.id/images/ragaminfo/dana_bergulir.pdf).

Di Sumatera Utara sendiri, masalah yang timbul adalah kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh pengelola dana kepada koperasi menyebabkan timbulnya anggapan dari koperasi bahwa dana yang disalurkan adalah dana hibah karena berasal dari pemerintah dan karena itu tidak perlu dipertanggungjawabkan atau dikembalikan. Selain itu, tidak adanya kontrol pengawasan dari pengelola dana terhadap koperasi penerima dana, juga merupakan satu masalah tersendiri. Di Toba Samosir misalnya, karena kurangnya monitoring dari pengelola dana menyebabkan macetnya pengembalian dana pinjaman oleh koperasi penerima dana. Sedangkan di kabupaten lain terjadi ketidaksesuaian antara koperasi penerima dana dengan kriteria koperasi yang seharusnya mendapatkan dana pinjaman (sumber: Tim Pokja Kab. Deli Serdang).


(19)

Dari uraian permasalahan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengelola dana memiliki peran yang sangat penting untuk terselenggaranya Program Dana Pinjaman Bergulir yang lancar, mulai dari tepat penyaluran, pemanfaatan dan pengembalian. Oleh karena itu, Penulis tertarik untuk mengkaji peranan pengelola Dana Pinjaman Bergulir, apa tugas dan tanggung jawab dari pengelola tersebut karena dengan uraian tugas dan tanggung jawab yang jelas akan menjadi landasan kuat untuk menyelesaikan dan mengatasi permasalahan yang menyangkut Program Dana Pinjaman Bergulir. Selain itu, dengan teratasinya masalah-masalah yang timbul diharapkan pada akhirnya program ini akan dapat mencapai tujuannya yaitu mengembangkan koperasi melalui perkuatan modal usaha simpan pinjam, mengembangkan usaha-usaha anggota koperasi yang bergerak pada sektor riil, dan yang utama adalah mengurangi ketergantungan anggota koperasi/ masyarakat dari jeratan rentenir karena pada dasarnya menurut Kartasapoetra, koperasi simpan pinjam bertujuan untuk mencegah para anggotanya terlibat dalam jeratan rentenir (Kartasapoetra, 2001: 133).

Adapun di Kabupaten Deli Serdang, Program Dana Pinjaman Bergulir ini dikelola oleh Dinas Penanaman Modal, Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah (PMK dan PKM), yang kemudian dirumuskanlah Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 3 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Dana Pinjaman Bergulir Perkuatan modal KSP/ USP-Koperasi yang Bersumber Dari APBD Kabupaten Deli Serdang, sebagai pedoman bagi Dinas PMK dan PKM dalam pelaksanaan Program Dana Pinjaman Bergulir yang telah dilaksanakan mulai APBD tahun 2003, tahun 2005, tahun 2006, dan yang terbaru yang bersumber pada APBD 2007 yang digulirkan pada Januari 2008 lalu dengan total dana yang telah disalurkan adalah Rp. 4.305.000.000,-. Kewenangan tersebut didasari oleh PP


(20)

No.38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota, dimana pada pasal 7 disebutkan bahwa salah satu urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/ Kota adalah berkenaan dengan koperasi dan usaha kecil dan menengah. Dan hal ini dikuatkan oleh Peraturan Bupati Deli Serdang No.886 Tahun 2008 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian Tugas Jabatan Perangkat Daerah Kabupaten Deli Serdang dimana untuk urusan pemerintahan yang berkenaan dengan koperasi dan usaha kecil dan menengah menjadi tugas pokok dari Dinas PMK dan PKM.

Maka kemudian sesuai dengan perda yang disebutkan sebelumnya di atas, Dinas PMK dan PKM kemudian membentuk Tim Kelompok Kerja (Pokja) yang bertugas dan bertanggung jawab mulai dari penyaluran, pembinaan, monitoring, evaluasi sampai perguliran kembali pengembalian pokok kepada koperasi yang memenuhi persyaratan. Pembentukan Tim Pokja tersebut berdasarkan kepada Surat Keputusan Kepala Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang.

Maka dengan begitu judul penelitian ini adalah sebagai berikut: ”Peranan Dinas Penanaman Modal, Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah dalam Pengelolaan Dana Pinjaman Bergulir di Kabupaten Deli Serdang”.

1.2PERUMUSAN MASALAH

Untuk mengarahkan penelitian dan memperlancar data dan fakta ke dalam bentuk penulisan, maka perlu dirumuskan masalah secara jelas sehingga dapat dijadikan sebagai bahan kajian dan pedoman pada penelitian yang akan dilaksanakan.


(21)

Penyelenggaraan Program Dana Pinjaman Bergulir bagi KSP/ USP- Kop mengalami banyak kendala dan masalah. Hal yang menonjol adalah kurangnya sosialisasi dari pengelola dana kepada koperasi-koperasi sehingga menimbulkan persepsi bahwa dana yang dialirkan adalah dana hibah dan bukan dana pinjaman sehingga tidak perlu dikembalikan, macetnya pengembalian pinjaman pokok oleh penerima dana yang disebabkan tidak atau kurangnya monitoring, pengawasan dari pengelola dana, bahkan terjadi kesalahan pemberian dana kepada koperasi yang tidak memenuhi persyaratan.

Karena timbulnya masalah-masalah tersebut, Penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian dengan merumuskan permasalahan yang akan dijawab melalui penelitian ini yaitu apa sebenarnya peran dari pengelola dana khususnya di Kabupaten Deli Serdang sebagai lokasi penelitian yaitu Dinas Penanaman Modal, Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah, tugas dan fungsinya, serta ingin melihat kendala yang dihadapi oleh Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang dalam rangka penyelenggaraan Program Dana Pinjaman Bergulir tersebut.

1.3TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan yang Penulis harapkan dapat dicapai melalui penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui peranan Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang sebagai pengelola Dana Pinjaman Bergulir dan bagaimana pelaksanaannya di lapangan. b. Untuk mengetahui masalah kendala yang dihadapi oleh Dinas PMK dan PKM


(22)

1.4MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagi Dinas Koperasi, Penanaman Modal dan Pengusaha Kecil Menengah Kabupaten Deli Serdang, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam pengelolaan Dana Pinjaman Bergulir selanjutnya.

b. Bagi Departemen Ilmu Administrasi Negara, penelitian ini akan melengkapi ragam penelitian yang telah dibuat oleh para mahasiswa dan diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian lain dengan objek yang sama.

c. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang Ilmu Administrasi Negara khususnya kebijakan Dana Pinjaman Bergulir.

1.5KERANGKA TEORI 1.5.1 Kebijakan Publik

1.5.1.1 Konsep Kebijakan Publik

Secara umum, istilah kebijakan atau policy dipergunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya: seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Pengertian kebijakan seperti ini dapat digunakan dan relatif memadai untuk keperluan pembicaraan biasa, namun menjadi kurang memadai untuk pembicaraan yang lebih bersifat ilmiah dan sistematis menyangkut analisis kebijakan publik. Oleh karena itu diperlukan batasan atau konsep kebijakan publik yang lebih tepat.


(23)

Robert Eyestone mengatakan bahwa kebijakan publik adalah hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Sedangkan Thomas Dye berpendapat kebijakan publik adalah pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (dikutip dari Abidin, 2002: 20). Definisi yang lebih tepat dikemukakan oleh James Anderson. Ia mengemukakan:

A purposive course of action followed by an actor or set of actors indealing with a problem or matter of concern. This concept of policy focuses attention on what is actually done as against what is proposed ar intended, and it differentiates a policy from a decision, which is a choice among competing alternatives (Anderson,1979: 4).

Menurut Anderson, kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Konsep kebijakan ini dianggap lebih tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan dan bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan. Selain itu, konsep ini juga membedakan kebijakan dari keputusan yang merupakan pilihan di antara berbagai alternatif yang ada.

Secara umum kebijakan adalah keputusan yang dibuat pemerintah atau lembaga berwenang untuk memecahkan masalah atau mewujudkan tujuan yang diinginkan masyarakat. Maka dari itu Program Dana Pinjaman Bergulir adalah merupakan salah satu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk mengatasi masalah permodalan yang dialami oleh koperasi-koperasi di Indonesia terutama koperasi simpan pinjam.

Ada beberapa ciri umum dari sebuah kebijakan yang dikemukakan oleh Anderson (dalam Abidin, 2002: 41). Ciri ini diperlukan untuk membedakan kebijakan dengan keputusan biasa dalam birokrasi pemerintahan. Kebijakan adalah keputusan, namun tidak semua keputusan adalah kebijakan. Ciri-ciri tersebut antara lain:


(24)

1. Setiap kebijakan harus ada tujuannya. Artinya pembuatan suatu kebijakan tidak boleh sekedar asal buat atau karena kebetulan ada kesempatan membuatnya. Bila tidak ada tujuan maka tidak perlu ada kebijakan.

2. Kebijakan tidak berdiri sendiri, terpisah dari kebijakan yang lain, tetapi berkaitan dengan berbagai kebijakan dalam masyarakat, dan berorientasi pada pelaksanaan, interpretasi dan penegakan hukum.

3. Kebijakan adalah apa yang dilakukan pemerintah, bukan apa yang ingin atau diniatkan akan dilakukan pemerintah.

4. Kebijakan dapat berbentuk negatif atau melarang dan juga dapat berupa pengarahan untuk melaksanakan atau menganjurkan.

5. Kebijakan didasarkan pada hukum, karena itu memiliki kewenangan untuk memaksa masyarakat mematuhinya.

1.5.1.2 Jenis-Jenis Kebijakan Publik

Secara tradisional, pakar ilmu politik mengategorikan kebijakan publik ke dalam kategori: 1) kebijakan substantif seperti kebijakan perburuhan, kesejahteraan sosial, hak-hak sipil, masalah luar negeri, 2) kelembagaan seperti kebijakan legislatif, judikatif, departemen, 3) kebijakan menurut kurun waktu tertentu seperti kebijakan masa Orde Baru, Reformasi dan Orde Lama. Sedangkan James Anderson mengelompokkan kebijakan publik sebagai berikut:

1. Kebijakan substantif vs kebijakan prosedural. Kebijakan substantif adalah kebijakan yang menyangkut apa yang dilakukan oleh pemerintah, seperti kebijakan subsidi BBM, kebijakan Raskin. Sedangkan kebijakan prosedural adalah bagaimana kebijakan substantif tersebut dapat dijalankan, misalnya kebijakan yang


(25)

berisi kriteria orang disebut miskin dan bagaimana prosedur untuk memperoleh raskin.

2. Kebijakan distributif vs kebijakan regulatori vs kebijakan re-distributif. Kebijakan distributif menyangkut distribusi pelayanan atau kemanfaatan pada masyarakat atau segmen masyarakat tertentu atau individu, seperti kebijakan subsidi BBM dan kebijakan obat Generik. Kebijakan regulatori adalah kebijakan yang berupa pembatasan atau pelarangan terhadap perilaku individu atau kelompok masyarakat, seperti kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan, kebijakan pemakaian helm bagi pengendara motor. Sedangkan kebijakan re-distributif adalah kebijakan yang mengatur alokasi kekayaan, pendapatan, pemilikan atau hak-hak di antara berbagai kelompok dalam masyarakat, seperti kebijakan pajak progresif, kebijakan asuransi kesehatan gratis bagi orang miskin.

3. Kebijakan material vs kebijakan simbolis. Kebijakan material adalah kebijakan yang memberikan keuntungan sumber daya konkrit pada kelompok sasaran, misalnya kebijakan raskin. Sedangkan kebijakan simbolis adalah kebijakan yang memberikan manfaat simbolis pada kelompok sasaran, misalnya kebijakan libur hari besar agama.

4. Kebijakan yang berhubungan dengan barang umum dan barang privat. Kebijakan barang umum adalah kebijakan yang bertujuan mengatur pemberian barang atau pelayanan publik misalnya kebijakan membangun jalan, kebijakan pertahanan dan keamanan. Kebijakan barang privat adalah kebijakan yang mengatur penyediaan barang atau pelayanan untuk pasar bebas, misalnya pelayanan pos, parkir umum dan perumahan.


(26)

Dari jenis-jenis kebijakan publik yang dikemukakan oleh Anderson tersebut, maka Program Dana Pinjaman Bergulir merupakan contoh dari kebijakan substantif, kebijakan distributif dan kebijakan material. Sedangkan Peraturan Daerah yang mengatur tata cara pelaksanaan program merupakan contoh dari kebijakan prosedural.

1.5.1.3Proses Kebijakan Publik

Proses analisis kebijakan publik adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis tersebut nampak dalam serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan. Sedangkan aktivitas perumusan masalah, forecasting, rekomendasi kebijakan, monitoring dan evaluasi kebijakan adalah aktivitas yang lebih bersifat intelektual.


(27)

Evaluasi kebijakan Monitoring

kebijakan Gambar 1.1 Proses Kebijakan Publik

Penyusunan Agenda

Formulasi Kebijakan

Adopsi Kebijakan

Implementasi Kebijakan

Penilaian Kebijakan

(Sumber: Dunn, dikutip dari Subarsono, 2005: 9) Tahap Pertama, Penyusunan Agenda

Yaitu suatu proses agar suatu masalah bisa mendapat perhatian dari pemerintah. Mengenali dan merumuskan masalah merupakan langkah yang paling fundamental dalam perumusan kebijakan. Untuk dapat merumuskan kebijakan dengan baik, maka masalah-masalah publik harus dikenali dan didefinisikan dengan baik pula.

Perumusan masalah

forecasting

Rekomendasi kebijakan


(28)

Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk memecahkan masalah yang ada dalam masyarakat. Oleh karena itu, seberapa besar kontribusi yang diberikan oleh kebijakan publik dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam masyarakat menjadi pertanyaan yang menarik dalam evaluasi kebijakan publik. Namun demikian, apakah pemecahan masalah tersebut memuaskan atau tidak bergantung pada ketepatan masalah-masalah publik tersebut dirumuskan. Namun merumuskan masalah publik yang benar dan tepat adalah tidak mudah karena sifat masalah publik yang sangat kompleks. Karena itu perlu diketahui karakteristik dari masalah publik yaitu:

1. Saling ketergantungan antara berbagai masalah. Suatu masalah publik bukanlah masalah yang berdiri sendiri, tetapi saling terkait antara satu masalah dengan masalah yang lain.

2. Subyektifitas dari masalah kebijakan. Masalah kebijakan adalah hasil pemikiran dalam konteks lingkungan tertentu. Oleh karena itu, suatu fenomena yang dianggap masalah dalam lingkungan tertentu, bisa jadi bukan masalah untuk lingkungan yang lain.

3. Artificiality masalah, yakni suatu fenomena dianggap sebagai masalah karena

adanya keinginan manusia untuk mengubah situasi.

4. Dinamika masalah kebijakan. Solusi terhadap masalah selalu berubah. Masalah yang sama belum tentu dapat dipecahkan dnegan kebijakan yang sama kalau konteks lingkungannya berbeda. Demikian juga masalah yang sama belum tentu dapat dipecahkan dengan kebijakan yang sama kalau waktunya berbeda.

Kemudian agar pembuat kebijakan dapat merumuskan masalahnya dengan benar dan tepat, maka ada tujuh tahap dalam merumuskan masalah yaitu pertama pikirkan


(29)

kenapa suatu gejala dianggap sebagai masalah, kemudian tetapkan batasan masalah yang akan dipecahkan, kumpulkan fakta dan informasi yang berhubungan dengan masalah yang telah ditetapkan, rumuskan tujuan dan sasaran yang akan dicapai identifikasi variabel-variabel yang memengaruhi masalah, tunjukkan biaya dan manfaat dari masalah yang hendak diatasi, dan terakhir rumuskan masalah kebijakannya dengan baik (Patton dan Sawicki dalam Subarsono, 2005: 32).

Tahap Kedua, Formulasi Kebijakan

Yaitu proses perumusan pilihan-pilihan atau alternatif kebijakan oleh pemerintah. Pada tahap ini yang terpenting adalah proses forecasting, yaitu kegiatan untuk menentukan informasi faktual tentang situasi di masa depan atas dasar informasi yang ada sekarang. Karena dari forecasting akan diketahui seperti apa kondisi sosial, ekonomi, dan politik di masa depan, kemudian dapat dilakukan intervensi melalui kebijakan pemerintah. Karena itu para pembuat kebijakan perlu mengumpulkan dan menganalisis informasi yang berhubungan dengan masalah yang bersangkutan pada masa sekarang. Tujuan dari forecasting adalah memberikan informasi mengenai kebijakan di masa depan dan konsekuensinya, melakukan kontrol dan intervensi kebijakan guna memengaruhi perubahan, sehingga akan mengurangi resiko yang lebih besar.

Pada tahap ini juga dilakukan pengembangan terhadap alternatif-alternatif kebijakan dan menentukan kriteria seleksi terhadap berbagai alternatif yang ditawarkan untuk kemudian dipilih dan ditetapkan sebagai kebijakan yang selanjutnya akan dilaksanakan untuk tujuan memecahkan masalah yang bersangkutan. Dalam mengembangkan berbagai alternatif kebijakan, pembuat kebijakan dituntut untuk memiliki pengetahuan yang luas yang berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi.


(30)

Sedangkan kriteria seleksi untuk menetapkan satu kebijakan di antara alternatif yang ada, ada beberapa variabel yang perlu dipertimbangkan yaitu kesesuaian dengan visi dan misi organisasi karena kebijakan berfungsi sebagai instrumen untuk mencapai visi dan misi organisasi, kemudian applicable atau dapat diimplementasikan sesuai dengan sumber daya yang ada, mampu mempromosikan pemerataan dan keadilan pada masyarakat, dan mendasarkan pada kriteria penilaian yang jelas dan transparan sehingga dapat diverifikasi oleh publik.

Tahap Ketiga, Adopsi Kebijakan

Yaitu proses untuk melakukan pilihan terhadap berbagai alternatif kebijakan berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Proses pemilihan alternatif kebijakan membutuhkan perhatian yang cermat agar para pembuat kebijakan tidak terjebak pada pilihan yang hanya untuk kepentingan kelompok tertentu. Aspek rasionalitas dan aseptabilitas dari sebuah alternatif merupakan pertimbangan yang utama dalam memilih alternatif kebijakan di samping pertimbangan lainnya.

Tahap Keempat, Implementasi Kebijakan

Setelah dipilih satu kebijakan dari berbagai alternatif yang direkomendasikan, tahap selanjutnya adalah mengimplementasikan kebijakan tersebut dalam kehidupan nyata. Karena tanpa pelaksanaan, suatu kebijakan hanyalah sekedar sebuah dokumen yang tidak bermakna dalam kehidupan bermasyarakat. Implementasi kebijakan adalah alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan. Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh empat faktor utama yaitu faktor utama internal dan faktor utama eksternal. Faktor utama internal meliputi


(31)

kebijakan yang akan dilaksanakan dan faktor-faktor pendukung, sedangkan faktor utama eksternal adalah kondisi lingkungan dan pihak-pihak terkait.

Gambar 1.2

Keterkaitan Antar Faktor

(Sumber: Abidin, 2004: 192)

Kondisi kebijakan adalah faktor yang paling dominan dalam proses pelaksanaan, karena yang dilaksanakan justru kebijakan itu sendiri. Pada tingkat pertama, berhasil tidaknya pelaksanaan suatu kebijakan ditentukan oleh dua hal yaitu kualitas kebijakan dan ketepatan strategi pelaksanaan. Kemudian sumber daya yang merupakan faktor pendukung bagi kebijakan. Ada 6 faktor pendukung yaitu sumber daya manusia, keuangan, logistik, informasi, legitimasi dan partisipasi. Sedangkan faktor lingkungan meliputi kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi, dukungan publik terhadap sebuah kebijakan, dan lain-lain. Dan pihak terkait adalah para stakeholder yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan tersebut.

Kebijakan Publik Faktor-Faktor Pendukung

Kondisi Lingkungan Pihak Terkait

Faktor-Faktor Utama Eksternal Faktor-Faktor Utama Internal


(32)

Selain itu, pada tahap ini juga dilakukan monitoring agar kesalahan-kesalahan awal dapat segera diketahui dan dapat dilakukan tindakan perbaikan sehingga mengurangi resiko yang lebih besar. Adapun tujuan dari monitoring adalah menjaga agar kebijakan yang sedang diimplementasikan sesuai dengan tujuan dan sasaran, menemukan kesalahan sedini mungkin sehingga mengurangi resiko yang lebih besar dan melakukan tindakan modifikasi terhadap kebijakan apabila hasil monitoring mengharuskan untuk itu.

Tahap Kelima, Penilaian Kebijakan

Tahap terakhir dari proses kebijakan publik adalah penilaian kebijakan atau evaluasi. Evaluasi merupakan kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan, sejauhmana kebijakan tersebut mencapai sasaran dan tujuannya, juga berguna untuk memberikan input bagi kebijakan yang akan datang supaya lebih baik. Ada enam langkah yang dilakukan dalam evaluasi kebijakan yang dikemukakan oleh Suchman (dalam Winarno, 2002: 169) yaitu: mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi, analisis terhadap masalah, deskripsi dan standarisasi kegiatan, pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi, menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan tersebut atau karena penyebab yang lain, dan terakhir menetapkan beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak.

Adapun indikator untuk menilai keberhasilan suatu kebijakan ada 5 yang dikemukakan oleh Dunn (dalam Subarsono, 2005: 126), yaitu:

1. Efektivitas; apakah hasil yang diinginkan telah tercapai.

2. Kecukupan; seberapa jauh hasil yang telah tercapai dapat memecahkan masalah. 3. Pemerataan; apakah biaya dan manfaat didistribusikan merata kepada kelompok


(33)

4. Responsivitas; apakah hasil kebijakan memuat preferensi/ nilai kelompok dan dapat memuaskan mereka?

5. Ketepatan; apakah hasil yang dicapai bermanfaat? 1.5.1.4Implementasi Kebijakan

Tahap implementasi sangat penting dalam setiap pengambilan kebijakan. Suatu kebijakan yang telah dipilih dan ditetapkan tidak akan ada artinya, bila tidak diimplementasikan atau dilaksanakan dalam kehidupan nyata. Selain itu juga tidak akan dapat dievaluasi apakah kebijakan tersebut sudah tepat atau belum untuk menyelesaikan masalah, karena pada dasarnya setiap kebijakan diambil untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Namun berhasil tidaknya sebuah kebijakan dalam pengimplementasiannya juga tidak terlepas dari banyak variabel yang mempengaruhinya dimana masing-masing variabel tersebut juga saling mempengaruhi satu sama lain. Ada beberapa teori dari para ahli mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi suatu kebijakan sebagai berikut.

1. Teori George C. Edwards III (1980)

Dalam pandangan Edwards III, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Faktor komunikasi penting karena apa yang menjadi tujuan dan sasaran dari kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Sedangkan sumber daya berfungsi dalam melaksanakan kebijakan, karena walaupun kebijakan telah dikomunikasikan, namun bila kekurangan sumber daya, implementasi tidak akan berjalan efektif. Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor seperti komitmen, kejujuran atau sifat demokratis. Bila implementor memiliki


(34)

disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diharapkan oleh pembuat kebijakan. Untuk struktur organisasi, salah satu aspeknya yang penting adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedurs atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Dan struktur organisasi yang terlalu panjang juga akan melemahkan pengawasan dan menimbulkan prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks.

Gambar 1.3

Faktor Penentu Implementasi menurut Edward III

2. Teori Merilee S. Grindle (1980)

Keberhasilan implementasi menurut Merilee S. Grindle dipengaruhi oleh dua variabel besar yakni isi kebijakan dan lingkungan implementasi. Variabel isi kebijakan ini mencakup sejauh mana kepentingan kelompok sasaran termuat dalam isi kebijakan, jenis manfaat yang diterima oleh kelompok sasaran, sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan, dan apakah letak suatu program sudah tepat, serta apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci, dan terakhir apakah sebuah program didukung oleh sumber daya yang memadai. Sedangkan variabel lingkungan kebijakan mencakup seberapa besar kekuasaan, kepentingan, strategi yang dimiliki oleh

Komunikasi

Sumber Daya

Impelementasi Disposisi


(35)

para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan, karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa, tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.

Gambar 1.4

Implementasi sebagai Proses Politik dan Administrasi

3. Teori Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1983)

Ada tiga kelompok variabel yang memengaruhi keberhasilan implementasi menurut teori ini, yaitu karakteristik dari masalah, karakteristik kebijakan, dan variabel lingkungan, yang turunannya diuraikan pada gambar berikut.

Tujuan Kebijakan

Tujuan yang dicapai

Program aksi dan proyek individu yang

didesain dan didanai

Implementasi Kebijakan dipengaruhi oleh: A.Isi Kebijakan

1.Kepentingan kelompok sasaran

2.Tipe manfaat

3.Derajad perubahan yang diinginkan

4.Letak pengambilanm

keputusan

5.Pelaksaan program

6.Sumber daya yang

dilibatkan

B.Lingkungan Implementasi 1.Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat 2.Karakteristik lembaga dan

Program yang dilaksanakan sesuai Mengukur keberhasilan Hasil Kebijakan: 1Dampak pada masyarakat, individu dan kelompok 2.Perubahan dan penerimaan masyarakat


(36)

Gambar 1.5

Variabel-variabel yang Memengaruhi Proses Implementasi

4. Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn (1975)

Teori ini mengemukakan lima variabel yang memengaruhi kinerja implementasi, yakni standar dan sasaran kebijakan, sumberdaya, komunikasi antarorganisasi dan penguatan aktivitas, karakteristik agen pelaksana, dan kondisi sosial, ekonomi dan politik.

Mudah/ tidaknya masalah dikendalikan

1.Kesulitan teknis

2.Keragaman perilaku kelompok sasaran

3.Prosentase kelompok sasaran dibanding jumlah populasi 4.Ruang lingkup perubahan perilaku yang diinginkan

Kemampuan kebijaksanaan untuk menstrukturkan proses

implementasi

1.Kejelasan dan konsistensi tujuan 2.Digunakannya teori kausal yang memadai

3.Ketepatan alokasi sumber daya 4.Keterpaduan hierarki dalam dan di antara lembaga pelaksana

5.Rekruitmen pejabat pelaksana 6.Akses formal pihak luar

Variabel di luar kebijaksanaan yang mempengaruhi proses implementasi

1.Kondisi sosio-ekonomi dan teknologi

2.Dukungan publik

3.Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok pemilih 4.Dukungan dari pejabat atasan 5.Komitmen dan ketrampilan kepemimpinan pejabat-pejabat pelaksana

Tahap-tahap dalam proses implementasi

Output kebijakan kepatuhan kelompok dampak nyata dampak

output perbaikan

dari badan-badan Sasaran terhadap output kebijakan kebijakan


(37)

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir, karena bila kabur maka akan menimbulkan multiinterpretasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi.

Gambar 1.6

Model Implementasi Kebijakan menurut van Meter dan van Horn

5. Teori G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli (1983)

Teori Cheema dan Rondinelli digunakan untuk analisis implementasi program –program pemerintah yang bersifat desentralisis, dengan empat kelompok variabel yangdapat memengaruhi kinerja dan dampak suatu program, sebagai berikut:

a. Kondisi lingkungan; yang terdiri dari faktor tipe sistem politik, struktur pembuat kebijakan, karakteristik struktur politik lokal, kendala sumber daya, sosiokultural, derajat keterlibatan para penerima program, tersedianya infrastruktur fisik yang cukup.

b. Hubungan antarorganisasi; terdiri dari kejelasan dan konsistensi sasaran program, pembagian fungsi antarinstansi yang pantas, standardisasi prosedur perencanaan,

Komunikasi antarorganisasi dan kegiatan pelaksanaan

Ukuran dan tujuan

Sumberdaya

Karakteristik badan pelaksana

Disposisi pelaksana

Lingkungan ekonomi, sosial dan

Kinerja impleme ntasi


(38)

anggaran, implementasi dan evaluasi, ketepatan, konsistensi dan kualitas komunikasi antarinstansi, efektivitas jejaring untuk mendukung program.

c. Sumberdaya organisasi; terdiri dari kontrol terhadap sumber dana, keseimbangan antara pembagian anggarandan kegiatan program, ketepatan alokasi anggaran, pendapatan yang cukup untuk pengeluaran, dukungan pemimpin politik pusat dan lokal, komitmen birokrasi.

d. Karakteristik dan kapabilitas instansi pelaksana; terdiri dari keterampilan teknis, manajerial dan politis petugas, kemampuan untuk mengkoordinasi, mengontrol dan mengintegrasikan keputusan, dukungan dan sumberdaya politik instansi, sifat komunikasi internal, hubungan yang baik antara instansi dan kelompok sasaran, hubungan yang baik antara instansi dengan pihak diluar pembuat dan NGO, kualitas pemimpin instansi yang bersangkutan, komitmen petugas terhadap program, kedudukan instansi dalam hirarki sistem administrasi.

e. Kinerja dan dampak; yang terdiri dari tingakt sejauhmana program dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan, adanya perubahan kemampuan administrasi pada organisasi lokal, berbagai keluaran dan hasil yang lain.

6. Teori David L. Weimer dan Aidan R. Vining (1999)

Dalam pandangan teori ini, ada tiga kelompok variabel dasar yang dapat memengaruhi keberhasilan implementasi suatu program yakni logika kebijakan, lingkungan tempat kebijakan dioperasikan, dan kemampuan implementor kebijakan.

Logika dari suatu kebijakan dimaksudkan agar suatu kebijakan yang ditetapkan masuk akal dan mendapat dukungan teoritis. Ini berarti bahwa isi dari suatu kebijakan atau program harus mencakup berbagai aspek yang dapat memungkinkan


(39)

kebijakan atau program tersebut dapat diimplementasikan pada tataran praktis. Sedang variabel lingkungan tempat kebijakan tersebut dioperasikan akan memengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan karena di setiap tempat memiliki kondisi lingkungan yang berbeda yang mencakup kondisi sosial budaya, politik, hukum, ekonomi, hankam dan fisik atau geografis, sehingga kebijakan yang sama belum tentu menghasilkan dampak yang sama di tempat yang berbeda. Keberhasilan suatu kebijakan juga dipengaruhi oleh kemampuan implementor yaitu tingkat kompetensi dan keterampilan mereka.

1.5.2 Koperasi

1.5.2.1Karakteristik Koperasi di Indonesia

Perkenalan bangsa Indonesia dengan koperasi di mulai pada penghujung abad ke-19, tepatnya pada tahun 16 Desember 1895. di tengah-tengah penderitaan masyarakat Indonesia, R. Aria Wiriaatmaja, seorang patih di Purwokerto, mempelopori berdirinya sebuah bank yang bertujuan menolong para pegawai agar tidak terjerat oleh lintah darat. Usaha ini mendapat dukungan penuh dari Residen Purwokerto E. Sieburg. Badan usahanya berbentuk Koperasi dan diberi nama Bank Penolong dan Tabungan (Hulp en Spaarbank) (Baswir, 2000: 26). Inilah koperasi pertama yang didirikan di Indonesia.

Ketika Jepang datang ke Indonesia tahun 1942 dan mengambil alih penjajahan dari Belanda, juga didirikanlah semacam koperasi yang disebut ”Kumiai” oleh Pemerintah Jepang. Saat Indonesia kemudian merdeka, tanggal 12 Juli 1947 diselenggarakanlah kongres gerakan koperasi se-jawa yang pertama di Tasikmalaya. Pada periode 1950-1965 koperasi mengalami kemunduran. Sehingga untuk mengatasi situasi yang tidak menggembirakan tersebut, pada tahun 1967, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian yang kemudian pada pemerintahan


(40)

Orde Baru, UU No. 12 tahun 1967 tersebut disempurnakan dan diganti menjadi UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian.

Menurut UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi, dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat, yang berdasar atas azas kekeluargaan. Berdasarkan hal tersebut, Koperasi Indonesia mengandung lima unsur yaitu, koperasi sebagai badan usaha, koperasi adalah kumpulan orang-orang atau badan-badan hukum koperasi, Koperasi Indonesia adalah koperasi yang bekerja berdasarkan “prinsip-prinsip koperasi”, juga sebagai “Gerakan Ekonomi Rakyat”, dan terakhir berdasarkan azas kekeluargaan.

Definisi dari ILO menyebutkan bahwa koperasi adalah perkumpulan orang, yang biasanya memiliki kemampuan ekonomi terbatas, yang melalui suatu bentuk organisasi perusahaan yang diawasi secara demokratis, masing-masing memberikan sumbangan yang setara terhadap modal yang diperlukan, dan bersedia menanggung resiko serta menerima imbalan yang sesuai dengan usaha yang mereka lakukan (ILO, 1975 dikutip dari Sitio dan Tamba, 2001).

Sedangkan menurut Hatta (1957:1) sebagai Bapak Koperasi Indonesia mengatakan bahwa koperasi adalah:

“Co-operatives are societies in which all are working together to accomplish the same purpose. In co-operatives there is no such thing as a nonactive member.”

(Koperasi adalah suatu perkumpulan dimana semua bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan yang sama. Dalam koperasi tidak ada yang disebut sebagai anggota tidak aktif.)


(41)

Sebagai pedoman yang mengatur tentang perkoperasian, UU No. 25 tahun 1992 juga menetapkan landasan Koperasi Indonesia yaitu Pancasila sebagai landasan idiil dan UUD 1945 sebagai landasan strukturil. Sedangkan tujuan koperasi adalah memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional, dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Adapun fungsi dan peran koperasi antara lain membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya, berperan secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat, memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya, berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

1.5.2.2Manajemen Koperasi

Menurut UURI No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 21 dinyatakan bahwa perangkat organisasi koperasi terdiri dari: rapat anggota, pengurus dan pengawas. Dalam undang-undang ini, pengelola atau manajer tidak dimasukkan dalam perangkat organisasi koperasi. Hal ini, bisa dipahami mengingat adanya unsur demokrasi koperatif yang terkandung dalam koperasi yaitu bahwa kendali dan tanggung jawab dari pengelola koperasi itu adalah berada di tangan para anggotanya, sedangkan manajer bukan anggota koperasi. Tetapi, dengan menunjuk pada asas manajer bagi keberhasilan usaha, maka wajar jika manajer itu dimasukkan sebagai salah satu komponen dari manajemen koperasi.


(42)

Sebagai salah satu dari perangkat organisasi koperasi, rapat anggota merupakan suatu kesempatan bagi pengurus untuk melaporkan kepada para anggota tentang kegiatan selama tahun yang lalu. Bersama-sama dengan anggota menelaah rencana kerja tahun mendatang untuk meningkatkan kemajuan koperasi. Sedangkan pengurus merupakan perangkat organisasi koperasi setingkat di bawah rapat anggota. Pengurus memiliki kewenangan untuk mewakili koperasi sebagai badan hukum. Pengurus dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam rapat anggota untuk masa jabatan paling lama 5 tahun. Anggota pengurus yang telah habis masa jabatannya dapat dipilih kembali.

Pengawas koperasi merupakan perangkat organisasi koperasi yang dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam rapat anggota. Pengawas bertanggungjawab kepada rapat anggota. Peranan pengawasan yang dilakukan oleh pengawas adalah memberikan bimbingan kepada pengurus, karyawan, keahlian dan keterampilan, mencegah pemborosan bahan, waktu, tenaga, dan biaya agar tercapai efisiensi perusahaan koperasi, menilai hasil kerja dengan rencana yang telah ditetapkan, mencegah terjadinya penyelewengan, menjaga tertib administrasi secara menyeluruh (Firdaus dan Susanto, 2002: 90).

Untuk manajer, peranannya dikaitkan dengan volume usaha, modal, kerja dan fasilitas yang diatur oleh pengurus. Besar kecilnya volume usaha merupakan batasan dan ukuran perlu tidaknya digunakan tenaga manajer. Bagi koperasi yang sederhana penguruslah yang sekaligus bertindak sebagai manajer. Manajer adalah karyawan yang diangkat dan diberhentikan oleh pengurus. Manajer adalah pelaksana tugas pengurus sehari-hari di bidang usaha koperasi dan bertanggung jawab kepada pengurus (Anoraga dan Widiyanti, 1993: 117).


(43)

Tugas dan kewajiban manajer antara lain memimpin kegiatan usaha yang telah digariskan oleh pengurus, mengangkat/memberhentikan karyawan koperasi atas kuasa dan/atau persetujuan pengurus, membantu pengurus dalam menyusun anggaran belanja dan pendapatan koperasi, melaporkan secara teratur kepada pengurus tentang pelaksanaan tugas yang diberikan dan jika perlu dapat memberikan saran perbaikan /peningkatan usaha yang dilakukan, dan mempertanggungjawabkan mengenai pelaksanaan tugas kepada pengurus koperasi (Firdaus dan Susanto, 2002: 92-93).

1.5.2.3Permodalan Koperasi

Koperasi merupakan perkumpulan orang dan bukan merupakan perkumpulan modal, karenanya masih banyak yang berpendapat bahwa dalam koperasi kedudukan modal tidaklah penting. Sebagai perkumpulan yang menjalankan usaha dalam bidang perekonomian, koperasi banyak memerlukan modal, jadi modal tetap sesuatu yang vital, namun walau demikian tidak boleh diberikan arti bahwa modal lebih penting daripada orang-orang yang menjadi anggota koperasi.

Modal koperasi itu terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman, hal ini sesuai dengan yang tertera dalam UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yaitu pada pasal 41. Modal sendiri pada koperasi bersumber dari:

a. Simpanan Pokok, yaitu sejumlah uang yang sama banyaknya yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota. b. Simpanan Wajib, yaitu sejumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama yang


(44)

Simpanan wajib tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.

c. Dana Cadangan, adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha, yang dimaksudkan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan.

d. Hibah, yaitu suatu pemberian atau hadiah dari seseorang semasa hidupnya. Modal koperasi yang merupakan pemberian atau hibah ini adalah pemberian harta kekayaan dari seseorang yang berupa kebendaan, baik benda bergerak maupun benda tetap.

Sedangkan modal pinjaman yang digunakan untuk pengembangan usaha koperasi dengan memperhatikan kelayakan dan kelangsungan usahanya, dapat berasal dari:

a. Anggota, pinjaman yang diperoleh dari anggota, termasuk calon anggota yang memenuhi syarat.

b. Koperasi lain/ atau anggotanya, yang didasari dengan perjanjian kerja sama antarkoperasi.

c. Bank dan lembaga keuangan lainnya, yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

d. Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya, yaitu dalam rangka mencari tambahan modal, koperasi dapat mengeluarkan obligasi yang dapat dijual ke masyarakat. Sebagai konsekuensinya, maka koperasi diharuskan membayar bunga atas pinjaman yang diterima secara tetap, baik besar maupun waktunya. Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya dilakukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.


(45)

e. Sumber lain yang sah, adalah pinjaman dari bukan anggota yang dilakukan tidak melalui penawaran secara hukum. Contoh, pemberian saham kepada koperasi oleh perusahaan berbadan hukum Perseroan Terbatas, atau dana dari pemerintah dalam bentuk pinjaman.

1.5.2.4Koperasi Simpan Pinjam

Koperasi simpan pinjam merupakan salah satu jenis koperasi yang digolongkan berdasarkan aspek bidang usahanya. Koperasi simpan pinjam adalah koperasi yang anggota-anggotanya setiap orang yang mempunyai kepentingan langsung di bidang perkreditan (Firdaus dan Susanto, 2002: 68).

Sedangkan Baswir (2000: 78) mengatakan koperasi simpan pinjam atau koperasi kredit adalah koperasi yang bergerak dalam bidang pemupukan simpanan dari para anggotanya, untuk kemudian dipinjamkan kembali kepada para anggota yang memerlukan bantuan modal.

Tujuan koperasi simpan pinjam menurut Tohir (1964: 115) adalah:

1. Memenuhi kebutuhan kredit dari anggota-anggotanya dengan jalan memberikan pinjaman dengan memakai bunga uang yang sederhana.

2. Memberantas riba.

3. Memajukan kemauan untuk menabung, dasar-dasar perdagangan dan menunjukkan kebaikan dari pembentukan modal dan memberikan pengertian tentang keuntungan. 4. Meminjamkan dana hanya kepada anggota-anggotanya saja.

Pada dasarnya koperasi simpan pinjam atau koperasi kredit berusaha untuk mencegah para anggotanya terlibat dalam jeratan rentenir pada waktu mereka memerlukan sejumlah uang. Hal tersebut dilakukan dengan cara menggiatkan tabungan dan mengatur


(46)

pemberian pinjaman uang atau barang dengan bunga yang serendah-rendahnya (Kartasapoetra dkk, 2001: 133).

Pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1995. Berdasarkan peraturan ini, kegiatan usaha simpan pinjam adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan, calon anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan atau anggotanya. Kegiatan usaha simpan pinjam ini dilakukan oleh koperasi simpan pinjam dan unit simpan pinjam. Unit simpan pinjam adalah unit koperasi yang bergerak di bidang usaha simpan pinjam, sebagai bagian dari kegiatan usaha koperasi yang bersangkutan.

1.5.3 Program Dana Pinjaman Bergulir

Program Dana Pinjaman Bergulir diselenggarakan oleh Kementerian Koperasi dan UKM dengan tujuan utama untuk membantu koperasi terutama koperasi simpan pinjam dan unit simpan pinjam-koperasi dalam hal perkuatan modal. Dana tersebut disalurkan melalui pola bergulir dimana pinjaman pokok yang telah dikembalikan oleh penerima dana akan digulirkan atau disalurkan kembali kepada penerima lainnya yang belum pernah menikmati dana tersebut.

Penyelenggaraan Program Dana Pinjaman Bergulir ini berdasarkan kepada UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dimana pada pasal 41 tentang modal koperasi, disebutkan salah satu sumber modal koperasi adalah modal pinjaman yang dapat berasal dari sumber lain yang sah yang dalam hal ini adalah pemerintah.

Tidak seperti Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah yang melaksanakan Program Dana Pinjaman Bergulir yang bersumber dari APBN yang diatur


(47)

dalam Kepmen no. 23 tahun 2003 tentang Petunjuk Teknis Program Dana Bergulir Pengembangan Usaha Kecil dan Mikro Melalui Perkuatan Struktur Keuangan KSP/ USP-Kop, di Kabupaten Deli Serdang sendiri dana berasal dari APBD dimana tata aturan pelaksanaan program tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 3 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Dana Pinjaman Bergulir Perkuatan Modal KSP/ USP Koperasi yang bersumber dari APBD Kabupaten Deli Serdang yang ditetapkan pada tanggal 11 September 2006.

Dalam perda tersebut yang dimaksud dengan Dana Pinjaman Bergulir adalah dana yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dalam bentuk pinjaman kepada KSP/ USP-Koperasi dalam rangka perkuatan modal usaha simpan pinjam. Adapun tujuan dan sasaran dari program ini adalah:

1. Mengembangkan koperasi melalui perkuatan modal usaha simpan pinjam sehingga akan berdampak pada peningkatan pelayanan koperasi kepada kebutuhan anggota/ masyarakat.

2. Mengurangi ketergantungan anggota koperasi/ masyarakat dari jeratan rentenir. 3. Membangun koperasi sebagai lembaga keuangan yang handal sehingga akan dapat

sejajar dengan lembaga keuangan lainnya.

4. Mengembangkan usaha-usaha anggota koperasi yang bergerak pada sektor riil. Dan prosedur atau tahap-tahap penyaluran dilaksanakan sebagai berikut:

1. Sosialisasi Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Dana Pinjaman Bergulir Perkuatan Modal KSP/USP Koperasi kepada KSP/USP Koperasi kepada calon peserta program.


(48)

2. Penerimaan pengajuan permohonan/ proposal KSP/ USP Koperasi sebagai calon peserta program.

3. Seleksi penilaian atas pengajuan permohonan KSP/ USP-Kop secara administrasi dan survei lapangan dengan kriteria penilaian yang meliputi: aspek kelembagaan, organisasi dan usaha serta rencana penggunaan dana pinjaman bergulir yang akan diterima.

4. Seleksi penilaian dilaksanakan oleh Tim Pokja Dana Bergulir Kabupaten Deli Serdang yang terdiri dari unsur: Dinas PMK dan PKM Deli Serdang dan unsur Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak di bidang koperasi dan UKM di Kabupaten Deli Serdang yang ditetapkan dengan surat keputusan Kepala Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang.

5. KSP/ USP-Kop yang lulus seleksi ditetapkan melalui rapat pembahasan berdasarkan hasil penilaian yang dilaksanakan oleh Tim Pokja terhadap pengajuan permohonan KSP/ USP-Kop yang dituangkan dalam bentuk berita acara.

6. Hasil penetapan KSP/ USP-Kop yang lulus seleksi kemudian dituangkan dalam surat keputusan Kepala Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang.

7. Pengumuman/ pemberitahuan kepada KSP/ USP-Kop yang lulus seleksi.

8. Penandatanganan kesepakatan bersama (MoU) antara Tim Pokja dengan KSP/ USP-Kop yang lulus seleksi yang diketahui oleh Kepala Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang.

9. Penyampaian nama-nama dan nomor rekening KSP/ USP-Kop yang lulus seleksi dilampiri dengan Naskah Kesepakatan Bersama (MoU) kepada Bupati Deli


(49)

Serdang melalui Sekretaris Daerah untuk tindak lanjut pencairan dana pinjaman bergulir kepada masing-masing rekening KSP/ USP-Kop yang dimaksud.

10. Pencairan dana pinjaman bergulir bagi KSP/ USP-Kop yang lulus seleksi dilaksanakan oleh Bagian Keuangan Pemkab Deli Serdang melalui transfer dana ke rekening masing-masing KSP/ USP-Kop peserta program yang terdapat pada BANK SUMUT.

Kemudian yang berhak mendapat dana bergulir ini adalah setiap KSP/USP Koperasi yang berada di Kabupaten Deli Serdang yang lulus dalam seleksi. Adapun syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi salah satu peserta Program Dana Bergulir yaitu:

1. Merupakan Lembaga Koperasi Primer yang beranggotakan orang-orang dan sudah berbadan hukum minimal 2 tahun.

2. Memiliki anggota aktif minimal 25 orang yang telah memenuhi kewajiban membayar simpanan wajib dan telah melaksanakan kegiatan simpan pinjam untuk anggotanya.

3. Mendapat penilaian sehat atau cukup sehat dari Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang.

4. KSP atau Koperasi yang memiliki unit usaha simpan pinjam.

5. Menyiapkan rencana usaha pengelolaan dana bergulir yang akan diterima selama 2 tahun.

6. Telah melaksanakan Rapat Anggota Tahunan minimal Tahun Buku terakhir. 7. Melampirkan Neraca dan Rugi Laba.


(50)

9. Membuat syarat pernyataan sanggup mengadakan pengelolaan dana bergulir sejak dari penyaluran dan pengembalian sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

10. Belum pernah mendapat bantuan kredit program dari pemerintah.

11. Mengajukan proposal atau usulan kegiatan pengembangan usaha simpan pinjam kepada Tim Pokja dan persyaratan lainnya.

Di Kabupaten Deli Serdang, Program Dana Pinjaman Bergulir ini telah dilaksanakan mulai APBD 2003 yang disalurkan di awal tahun 2004, kemudian APBD 2005, APBD 2006 dan yang terakhir yang baru mulai berjalan dari APBD 2007 yang disalurkan Januari 2008 lalu. Dana yang telah disalurkan hingga APBD 2007 adalah sebesar Rp.4.305.000.000,- dengan rincian sebagai berikut: APBD 2003 sebesar Rp. 480.000.000,- untuk 17 KSP/ USP-Kop dimana 13 koperasi maisng-masing mendapat Rp. 30.000.000,- dan 3 koperasi sebesar Rp. 25.000.000,- serta Rp. 15.000.000,- untuk 1 koperasi sisanya; APBD 2005 sebesar Rp. Rp. 150.000.000,- untuk 5 KSP/ USP-Kop yang masing-masing mendapat Rp. 30.000.000,-; untuk APBD 2006 sebanyak 26 koperasi masing-masing mendapat Rp. 75.000.000,- dengan jumlah dana disalurkan Rp. 1.950.000.000,-. Dan yang terakhir dana dari APBD 2007 sebesar Rp.75.000.000,- untuk 23 KSP/ USP-Kop dengan total dana sebesar Rp. 1.725.000.000,-.

Dana yang telah diberikan kepada KSP/USP Koperasi berbentuk dana pokok dan jasa yang wajib disetor atau dikembalikan maksimal selama 2 tahun atau 24 bulan yang dibayar setiap 1 bulan sekali. Pada pasal 3 dijelaskan besarnya pengembalian pokok pinjaman terdiri dari:

1. Selama 12 bulan tahun 1 terhitung 30 hari sejak tanggal pencairan dana bergulir KSP/USP Koperasi hanya membayar jasa pinjaman yang telah ditetapkan setiap


(51)

bulan yang dibayar ke rekening Bendahara Penerima dan Penyetor Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang.

2. Pada akhir bulan ke 13 atau bulan 1 tahun kedua KSP/USP Koperasi telah wajib membayar angsuran pokok minimal sebesar 1/12 bagian dari pokok pinjaman setiap bulannya yang dibayar ke rekening Bendahara Penerima dan Penyetor Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang. Sehingga pada akhir bulan ke 24 KSP/USP Koperasi telah melunasi seluruh pinjaman baik pokok maupun jasa pinjaman.

Bagi KSP/USP Koperasi yang lulus seleksi maka akan diberikan dana maksimal Rp. 75.000.000,- sebagai pinjaman pokok yang harus digunakan minimal 95% untuk modal kerja dan maksimum 5% untuk investasi. Sedangkan jasa pinjaman yang harus dibayarkan oleh KSP/USP Koperasi peserta program sebesar 1% perbulan dari besarnya pinjaman pokok dimana nantinya jasa pinjaman tersebut akan dibagi menjadi 3 yaitu sebesar 50% disetorkan ke rekening penerimaan jasa Pemkab Deli Serdang sebagai PAD, 25% ke rekening penampungan koperasi sebagai pemupukan modal yang dapat dicairkan oleh koperasi peserta program bila telah melunasi seluruh dana pinjaman, dan 25% disetorkan ke rekening Bendahara Penerima dan Penyetor Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang untuk biaya operasional program berupa monitoring, administrasi dan evaluasi (Pasal 11).

1.5.4 Dinas Penanaman Modal, Koperasi, dan Pengusaha Kecil Menengah

Peranan adalah suatu rangkaian perilaku seseorang atau kelompok atas kedudukan tertentu dalam struktur sosial tertentu dan hubungannya dengan masyarakat. Dan dalam penelitian ini, Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang sebagai perpanjangan tangan dari Pemerintah Pusat, berperan dalam menyelenggarakan urusan


(52)

pemerintahan yang berkenaan dengan koperasi dan usaha kecil dan menengah di Kabupaten Deli Serdang. Hal ini didasarkan pada PP No.38 tahun 2007 dan Peraturan Bupati Deli Serdang No.886 Tahun 2008.

Oleh karena itu dalam penyelenggaraan Program Dana Pinjaman Bergulir ini, sudah menjadi tugas dan tanggung jawab dari Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang untuk melaksanakan pengelolaan Dana Pinjaman Bergulir yang berasal dari APBD yang penyelenggaraannya berpedoman kepada Perda Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Dana Pinjaman Bergulir Perkuatan Modal KSP/ USP-Koperasi yang bersumber dari APBD Kabupaten Deli Serdang.

Dalam perda tersebut dijelaskan mengenai pembentukan Kelompok Kerja atau Tim Pokja yang merupakan suatu tim Koordinasi yang dibentuk berdasarkan Keputusan Kepala Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang yang bertanggung jawab dalam pengelolaan Dana Pinjaman Bergulir yang kemudian melaporkan kegiatannya kepada Kepala Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang. Adapun SK pembentukan Tim Pokja dikeluarkan setiap tahunnya hingga yang terbaru Keputusan Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Kabupaten Deli Serdang Nomor 518/ 721/ KUKM/ III/ 2008 Tentang Penunjukan Panitia Pelaksana Koordinasi Penggunaan Dana Pemerintah Bagi UMKM Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Kabupaten Deli Serdang Tahun Anggaran 2008.

Dalam SK tersebut juga diuraikan mengenai tugas dari Tim Pokja yang antara lain:

1. Melaksanakan sosialisasi Program Dana pinjaman bergulir Perkuatan Modal KSP/ USP-Kop di Kabupaten Deli Serdang.


(53)

2. Mengidentifikasi KSP/ USP-Kop calon peserta program. 3. Melakukan penilaian terhadap proposal dari KSP/ USP-Kop.

4. Memilih, menetapkan KSP/ USP- Kop peserta program dengan surat keputusan bersama Tim Pokja Kabupaten Deli Serdang.

5. Menerima dan meneliti kelengkapan administrasi permohonan pencairan dana bergulir bagi KSP/ USP-Kop.

6. Melaksanakan dan memantau penyaluran dana bergulir yang bersumber dari APBD Kabupaten Deli Serdang.

7. Memantau dan menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat.

8. Melaksanakan monitoring, evaluasi dan pengendalian atas pelaksanaan Program Dana Bergulir yang bersumber dari APBD Kabupaten Deli Serdang.

9. Melaporkan kegiatan pelaksanaan program kepada Bupati Deli Serdang. 10. Melakukan koordinasi dengan pelaksana keuangan/ satuan pemegang kas.

Adapun susunan dari Tim Pokja tersebut sebagai berikut:

Ketua : Ir. Taksin Limbong

Sekretaris : Agustin

Anggota :

1. Drs. Salmon Siagian 2. Raja Muda Daulay, BA 3. Safei Simanjuntak, S.Sos 4. Sabar Bottor, SH

5. Ir. Husni 6. Binalun Silaban

7. Rosmawaty Br. Sembiring 8. Emri Herijon Nababan


(1)

PEDOMAN WAWANCARA

Pedoman Wawancara untuk Pelaksana Keuangan Tim Pokja Hari/ Tgl Wawancara : Selasa/ 9 September 2008

Tempat Wawancara : Dinas PMKdan PKM Deli Serdang

Pukul : 10.15 WIB

Identitas Informan

Nama : Sahattua Silitonga, SE

Usia : 45 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki Pendidikan Terakhir : Sarjana

Daftar Pertanyaan TUGAS DAN FUNGSI

1. Apa yang menjadi tugas dan fungsi Bapak sebagai Pelaksana Keuangan Tim Pokja dalam Program Dana Pinjaman Bergulir ini?

Jawab: memang untuk penyaluran dana pinjaman bergulir ini, ada tiga jabatan bendahara. Saya sendiri sebagai Bendahara Pelaksana punya tugas mengelola keuangan untuk operasional penyelenggaraan program dana pinjaman bergulir ini. Yang termasuk biaya operasional itu misalnya untuk transport petugas yang melakukan kunjungan ke lapangan untuk pembinaan atau monitoring, untuk mengadakan diklat, dan lainnya. Tapi saya tidak hanya bertugas sebagai bendahara saja, saya juga ikut melakukan monitoring dan pembinaan di lapangan juga. Karena koperasi yang menjadi peserta sekarang ini kan banyak karena program sudah berjalan beberapa kali, jadi kita semua di Tim Pokja ini bertugas monitoring dan evaluasi.

KEBIJAKAN

2. Apakah Bapak mengetahui yang menjadi latar belakang dari lahirnya kebijakan Dana Pinjaman Bergulir ini?

Jawab: karena sudah jadi tugas dan fungsi dari Dinas Penanaman Modal, Koperasi dan PKM untuk menyelenggarakan kegiatan yang berhubungan dengan koperasi dan usaha kecil menengah. Program Dana Pinjaman Bergulir ini kan diperuntukkan untuk koperasi yang melakukan usaha simpan pinjam jadi adanya program ini sekaligus membantu koperasi juga usaha kecil yang ada di masyarakat. Kenapa dibuat program ini, karena usaha kecil masyarakat sulit dalam hal akses permodalan terutama ke bank. Pinjam ke koperasi juga koperasi tidak punya modal yang cukup untuk meminjami semuanya. Maka kebanyakan mereka pinjam dari


(2)

rentenir, tapi kalau rentenir kan bunga sangat tinggi, jadi benyak dari mereka yang hanya bisa membayar bunganya saja tiap bulan sedangkan pinjamannya tidak terbayar, padahal ada denda juga kalau terlambat membayar. Jadi latar belakangnya karena permodalan tadi.

3. Apa peraturan yang menjadi landasan penyelenggaraan Program Dana Pinjaman Bergulir?

Jawab: Peraturan daerah Nomor 3 tahun 2006. peraturan tersebut mengatur segala hal untuk penyelenggaraan program dana pinjaman bergulir, mulaid ari penyaluran sosialisasi, criteria koperasi yang menjadi peserta program, proses seleksi, pembentukan Tim Pokja, pembinaan, monitoring, evaluasi, bahkan sanksi, dan lain-lain.

4. Bagaimana proses terbentuknya peraturan tersebut?

Jawab: di Bagian Hukum Pemkab Deli Serdang. Kita yang nyusun tapi Bag Hukum itu tadi yang memperbaiki kata-kata yang tidak sesuai. Bila telah diedit, rumusan diberikan ke Dewan untuk disetujui, kalau Dewan setuju dengan rumusan peraturan yang kita buat, maka Bupati Deli Serdang kemudian mensyahkannya dan mengundangkannya menjadi Peraturan Daerah.

5. Bagaimana dengan pedoman pelaksanaan seperti Juklak atau Juknis? Apakah ada? Jawab: tidak ada. Pedoman kita ke Perda tadi.

6. Selama ini, adakah peraturan atau kebijakan lain yang menghambat terlaksananya Program Dana Pinjaman Bergulir?

Jawab: sepengetahuan saya tidak ada.

7. Berdasarkan pengamatan Bapak, adakah perubahan yang dilakukan dari tahun 2004 hingga sekarang dalam perencanaan Program Dana Pinjaman Bergulir?

Jawab: perencanaan tidak berubah. Proses penyalurannya tetap, monitoring juga kita langsung ke lapangan. Kalau ada yang berubah paling dana yang disalurkan. Dulu untuk APBD 2003 dan 2005 dana yang disalurkan maksimal 30 juta. Jumlah koperasi yang mendapat juga tidak banyak karena dana yang tersedia dari anggaran APBD juga tidak banyak. Kalau untuk APBD 2006 dan 2007 yang sekarang lagi berjalan, maksimal dana 75 juta yang disalurkan untuk tiap koperasi. Dan koperasi yang mendapat pun sudah lumayan banyak lebih dari 20 koperasi. Ini karena dana yang tersedia selain dari APBD juga ditambah dengan dana yang telah selesai pengembaliannya selama dua tahun.


(3)

PENYALURAN

8. Adakah jadwal prosedur pemberian dana pinjaman bergulir? Mulai dari pelaksanaan sosialisasi, penerimaan proposal KSP/USP-Kop, penilaian, pengumuman hingga pencairan dana? Dan apakah hari pelaksanaannya selalu sesuai dengan jadwal?

Jawab: ada jadwal untuk tahap penyaluran. Disusun oleh kami Tim Pokja di awal sebelum dana digulirkan. Diusahakan kegiatan dilaksanakan sesuai dengan jadwal. Tapi selang waktu berjalan kadang ada keterlambatan yang lebih disebabkan oleh koperasi itu sendiri. Pengumpulan proposal pengajuan menjadi calon peserta program yang terlambat dari jadwal. Tapi walau begitu jadwal pengumuman tidak berubah. Jadi kita usahakan kalau ada keterlambatan dalam pengumpulan proposal, kita padatkan waktu di proses seleksi. Jadi pengumuman tetap sesuai dengan jadwal.

9. Dalam pelaksanaan sosialisasi, bagaimana modul yang disusun untuk menjadi pedoman bagi petugas dalam menyampaikan materi sosialisasi?

Jawab: modul disusun oleh petugas yang menyampaikan materi. Petugas ini tidak selalu dari anggota Tim Pokja, bisa dari Pejabat di lingkungan Dinas Penanaman Modal, Koperasi, dan PKM atau dari pengusaha dan Dewan Koperasi, bergantung dari materi yang ditetapkan.

10. Bagaimana Tim Pokja menyeleksi KSP/USP-Kop untuk menjadi peserta program? Jawab: seleksi administrasi dulu. Proposal pengajuan yang dikumpulkan setelah

sosialisasi, diseleksi mana yang lengkap persyaratannya dan memenuhi criteria penerima dana. Kemudian kita seleksi lagi di lapangan, benar tidak koperasi itu ada, ada bangunannya, ada kegiatannya, ada anggotanya, ada laporan keuangannya. Kita nilai sesuai dengan yang diminta dalam lembar Penilaian yang tersedia.

11. Apakah setiap KSP/USP-Kop penerima dana membuat kesepakatan bersama (MoU) dengan Tim Pokja?

Jawab: iya, wajib itu. MoU dibuat antara koperasi dengan Dinas yang diwakilkan oleh Tim pokja dan diketahui oleh Kepala Dinas PMK dan PKM.

12. Apakah Tim Pokja diberitahu ketika dana telah ditransfer ke KSP/USP-Kop oleh Bagian Keuangan Pemkab Deli Serdang?

Jawab: tidak. Itukan kewenangan dari Bag Keuangan. Kita hanya melakukan sosialisasi, kita seleksi, kita dapat daftar nama koperasi yang mendapat dana, kita buat MoU, kita beri daftar beserta MoU itu ke Bag Keuangan, baru dana ditransfer. Lagi proses transfer juga termasuk dalam jadwal, jadi kita sudah tahu kapan transfer dilakukan oleh Bag Keuangan.


(4)

13. Berapa waktu yang diperlukan dalam proses penyaluran mulai dari awal sosialisasi hingga akhirnya pencairan dana?

Jawab: kalau sesuai jadwal kira-kira satu bulan. PEMBINAAN

14. Apa saja bentuk pembinaan yang dilakukan oleh Tim Pokja kepada KSP/USP-Kop peserta program?

Jawab: pembinaan dalam hal pembukuan, kebanyakan cara membuat laporan keuangan yang benar dan administrasi yang rapi dan lengkap. Tapi karena pembinaannya berbentuk kunjungan ke lapangan, maka diharapkan petugas yang datang memiliki kemampuan yang memadai untuk mengatasi masalah di koperasi yang bersangkutan. Karena kan kita tidak tahu pembinaan macam apa yang diperlukan koperasi tersebut sebelum kita datang ke lokasi dan melihat serta bertanya. Kalau kita tidak dapat memberikan bantuan maka diusahakan kita akan buat diklat khusus mengenai apa yang mereka butuhkan. Misalnya mengenai pembukuan atau kewirausahaan.

15. Bagaimana prosedur pelaksanaan diklat?

Jawab: kita tetapkan dalam rapat dulu. Bila anggota setuju kita buat proposal pelaksanaan diklat terus kita minta persetujuan dari Kepala Dinas. Bila dana penyelenggaraan telah keluar, kita buat undangan dan kita kirimkan ke tiap koperasi.

16. Adakah modul diklat yang disusun sebagai pedoman bagi Tim Pokja untuk menyampaikan materi?

Jawab: modul diklat ada yang berisi materi yang akan disampaikan. Yang menyusun masing-masing pemateri. Jadi bukan tugas Tim Pokja.

MONITORING

17. Apa saja bentuk monitoring yang dilakukan oleh Tim Pokja untuk mengawasi dan mengendalikan perputaran dana?

Jawab: monitoringnya dalam bentuk kunjungan ke lapangan. Kita awasi penggunaan dana untuk apa dan kepada siapa saja. Kita lihat perkembangan koperasi sudah sampai mana dengan melihat laporan keuangannya dan pembukuannya. Pengecekan rekening koran juga termasuk dalam monitoring. Kita cek mana-mana koperasi yang belum membayar pinjaman. Kita tanya kenapa, kalau ada masalah kita bantu sebisanya. Kalau alasannya tidak bisa diterima, kita bisa kasih peringatan ke


(5)

koperasi itu. Kan ada sanksi yang bisa kita kenakan sesuai dengan yang ditetapkan dalam Perda Nomor 3 dan MoU.

18. Adakah jadwal pelaksanaan monitoring? Apakah dilakukan dengan rutin?

Jawab: monitoring dilaksanakan sesuai yang ditetapkan dalam rapat anggota Tim Pokja. Tidak rutin, sifatnya incidental. Bila perlu maka dilaksanakan. Tapi kita punya batas minimal monitoring yaitu sekali sebulan. Jadi bila diperlukan monitoring bisa dilakukan lebih dari sekali.

19. Adakah dampak yang timbul setelah dilaksanakannya monitoring secara rutin?

Jawab: ada. Koperasi yang tadinya bagus di awal dan semakin menurun di belakang, dengan monitoring jadi bisa kembali ke posisi awal saat penerimaan dana. Artinya jadi semakin baik baik dalam berkegiatan maupun dalam pengembalian dana. EVALUASI

20. Sejauh ini, apakah hasil yang diinginkan dalam program dana pinjaman bergulir ini telah tercapai?

Jawab: jelas. Koperasi-koperasi jadi lebih berkembang karena punya kesibukan berkegiatan simpan pinjam. Anggotanya juga tidak terjerat rentenir lagi. Karena dalam program ini, yang kita utamakan adalah terlepasnya usaha kecil masyarakat dari rentenir.

21. Menurut Bapak, pada akhirnya apakah program dana pinjaman bergulir ini bermanfaat bagi perkembangan KSP/USP-Kop peserta program?

Jawab: iya, seperti sebelumnya sudah saya katakan. Dengan adanya perkuatan dana bagi koperasi, koperasi dapat melakukan usaha simpan pinjam, anggotanya pun dapat pinjaman modal dan mengusahakan peningkatan produksi usahanya dan akhirnya dapat mengembalikan pinjamannya dan juga menyimpan di koperasinya. Sehingga koperasipun akan turut berkembang pula. Dengan program dana pinjaman bergulir, manfaat dari dana yang digulirkan adalah kepada koperasi dan anggotanya.

22. Secara keseluruhan, adakah masalah yang timbul yang dihadapi oleh Tim Pokja khususnya Bapak sebagai Pelaksana Keuangan, selama melaksanakan tugas dan tanggung jawab dalam pengelolaan dana pinjaman bergulir?

Jawab: saya sebagai Bendahara Pelaksana tidak ada masalah yang besar. Masalah timbul saat penyaluran tadi. Kami harus mengusahakan jadwal tetap ditepati hingga akhir walau ada keterlambatan dalam pengumpulan proposal dan seleksi. Juga saat


(6)

pengembalian dana oleh koperasi ke bank. Rekening koran yang menjadi bukti bahwa koperasi tersebut telah membayarkan pinjamannya, terkadang ada yang tidak tercantum nama koperasinya. Sehingga ini menambah kerjaan kami untuk melakukan pengecekan ulang ke koperasi-koperasi yang tidak ada namanya dalam rekening koran. Walau sudah menjadi tugas kami, tetap saja ada rasa jengkel karena kesalahan itu berulang-ulang dilakukan oleh koperasi-koperasi itu. Tetap saja tiap bulannya ada penyetor yang lupa menuliskan nama koperasinya.

23. Bagaimana upaya Bapak mengatasi masalah tersebut?

Jawab: upaya untuk mengatasinya, kita tetap mengingatkan berulang kali ke semua koperasi terutama koperasi-koperasi yang kedapatan melakukan kesalahan itu. Yang penting menurut saya untuk mengatasi masalah apapun yang timbul adalah memupuk kesadaran pada diri saya sebagai petugas bahwa ini adalah tugas dan tanggung jawab saya untuk melaksanakan program dana pinjaman bergulir ini, juga kesadaran koperasi-koperasi itu sebagai pelaksana pengelola langsung dana, sehingga dengan kerja sama yang baik dari dua pihak, masalah tentu dapat diminimalisir atau bahkan dihilangkan.