3. Stasiun Pemurnian : Tumpahan nira, bocoran pompa dan blotong
4. Stasiun Evaporator : Air soda, bekas skrap tromol evaporator, air cucian lantai
5. Stasiun Masakan
: Air Dingin 6.
Stasiun putaran : bocoran pompa stroop, tetes, stroop, klare, gula dan
kertas bekas tapisan filtrate
2.5. Karakteristik Pekerja
2.5.1. Karakteristik Individu
Kelainan paru karena adanya deposit debu dalam jaringan paru disebut pneumokoniosis. Menurut definisi dari International Labor Organization ILO
pneumokoniosis adalah akumulasi debu dalam jaringan paru dan reaksi jaringan paru terhadap adanya akumulasi debu tersebut. Bila pengerasan alveoli telah mencapai
10 akan terjadi penurunan elastisitas paru yang menyebabkan kapasitas vital paru akan menurun dan dapat mengakibatkan berkurangnya suplai oksigen ke dalam
jaringan otak, jantung dan bagian-bagian tubuh lainnya Khumaidah, 2009.
Nilai kapasitas vital paru pada dasarnya dipengaruhi oleh bentuk anatomi tubuh, posisi selama pengukuran kapasitas vital, kekuatan otot pernapasan serta
pengembangan paru dan otot dada compliance paru. Penurunan kapasitas paru dapat disebabkan oleh kelumpuhan otot pernapasan, misalnya pada penyakit poliomyelitis
atau cedera saraf spinal, berkurangnya compliance paru, misalnya pada penderita asma kronik, tuberkulosa, bronchitis kronik, kanker paru dan pleuritis fibrosa dan
Universitas Sumatera Utara
pada penderita penyakit bendungan paru, misalnya pada payah jantung kiri Guyton,
1994.
Daya tahan kardiorespirasi, yaitu kesanggupan jantung, paru dan pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal pada keadaan istirahat dan latihan untuk
mengambil oksigen dan mendistribusikan ke jaringan yang aktif untuk metabolisme tubuh, dipengaruhi oleh berbagai faktor-faktor antara lain: keturunangenetik, usia,
jenis kelamin, masa kerja, waktu kerja, kebiasaan merokok, riwayat penyakit gangguan pernafasan, status gizi, kebiasaan berolah ragaaktivitas fisik dan
penggunaan alat pelindung diri berupa masker Yunus, 1997; Guyton Hall, 1996; Harrington, 2005; Murray Lopez, 2006; Suma’mur, 1994; Raharjoe dkk, 1994.
Berikut dijabarkan faktor-faktor yang memengaruhi nilai kapasitas vital paru sebagai berikut :
1. KeturunanGenetik
Dari penelitian diketahui bahwa 93,4 volume O
2
2. Umur
max ditentukan oleh faktor genetik. Hal ini dapat dirubah dengan melakukan latihan yang optimal Yunus,
1997.
Pada individu normal terjadi perubahan nilai fungsi paru secara fisiologis sesuai dengan perkembangan umur dan pertumbuhan parunya lung growth. Mulai pada
fase anak sampai kira-kira umur 22-24 tahun terjadi pertumbuhan paru sehingga pada waktu itu nilai fungsi paru semakin besar bersamaan dengan pertambahan
umur. Beberapa waktu nilai fungsi paru menetap stasioner kemudian menurun
Universitas Sumatera Utara
secara gradual pelan – pelan, biasanya umur 30 tahun sudah mulai penurunan, berikutnya nilai fungsi paru FVC = Force Vital CapacityKapasitas Vital Paksa
dan FEV1 = Force Expiratory VolumVolume Ekspirasi Paksa Satu Detik Pertama mengalami penurunan rata-rata sekitar 20 ml tiap pertambahan satu
tahun umur individu Pearce, 1986. Kapasitas paru orang berumur 30 tahun rata-rata 3.000 ml sampai 3.500 ml, dan
pada mereka yang berusia 50 tahun lebih kecil dari 3.000 ml. Meningkatnya umur seseorang maka kerentanan terhadap penyakit akan bertambah, khususnya
gangguan saluran pernafasan pada tenaga kerja Yunus, 2006.
3. Jenis Kelamin
Nilai kapasitas vital paru pria dan wanita sampai usia pubertas tidak berbeda, namun setelah itu dewasa laki-laki lebih tinggi 20-25 dari pada wanita dewasa.
Hal ini antara lain disebabkan oleh perbedaan kekuatan otot pria dan wanita Yunus, 1997.
4. Kebiasan Merokok
Raharjoe dkk 1994 mengungkapkan bahwa kebiasaan merokok dapat menimbulkan gangguan ventilasi paru karena menyebabkan iritasi dan sekresi
mucus yang berlebihan pada bronkus. Keadaan seperti ini dapat mengurangi efektifitas mukosilier dan membawa partikel-partikel debu sehingga merupakan
media yang baik tumbuhnya bakteri.
Universitas Sumatera Utara
Yunus 1997 mengatakan asap rokok meningkatkan risiko timbulnya penyakit bronchitis dan kanker paru, untuk itu tenaga kerja hendaknya berhenti merokok
bila bekerja pada tempat yang mempunyai risiko terjadi penyakit tersebut. Penurunan volume ekspirasi paksa pertahun adalah 28,721 ml untuk non perokok
dan 38,4 ml untuk bekas perokok dan 41,7 ml untuk perokok aktif. Pengaruh asap rokok dapat lebih besar dari pengaruh debu yang hanya sepertiga dari pengaruh
buruk rokok Depkes RI, 2009. Kebiasaan merokok menurut Jama 1994 telah membagi menjadi 3 tiga kategori
perokok yaitu sebagai berikut : a.
Perokok ringan, bila jumlah rokok yang dihisap antara 1-6 batanghari b.
Perokok sedang, bila jumlah rokok yang dihisap antara 7-12 batanghari c.
Perokok berat, bila jumlah rokok yang dihisap lebih dari 12 batanghari. 5.
Kebiasaan Berolah Raga Faal paru dan olahraga mempunyai hubungan yang timbal balik. Gangguan faal
paru dapat mempengaruhi kemampuan olahraga. Sebaliknya, latihan fisik yang teratur atau olahraga dapat meningkatkan faal paru Yunus, 1997. Secara umum
olah raga akan meningkatkan total kapasitas paru. Pada banyak individu yang melakukan olah raga secara teratur maka kapasitas paru akan meningkat meskipun
hanya sedikit, tetapi pada saat yang bersamaan residual volume atau jumlah udara yang tidak dapat berpindah atau keluar dari paru akan menurun. Selanjutnya untuk
meningkatkan kapasitas vital paru, olah raga yang dilakukan hendaknya
Universitas Sumatera Utara
memperhatikan empat hal, yaitu mode atau jenis olah raga, frekuensi, durasi, dan intensitasnya Wilmore, 1994.
6. Waktu Kerja
Menurut Harrington 2005, lama bekerja adalah durasi waktu untuk melakukan suatu kegiatanpekerjaan setiap harinya yang dinyatakan dalam satuan jam.
Budiono 2003 menyatakan lama kerja sebagai durasi waktu pekerja terpapar risiko faktor fisika atau faktor kimia dalam melakukan pekerjaannya time
exposure.
Untuk mengantisipasi efek negatif paparan debu di tempat kerja, maka perlu dilakukan upaya pencegahan dan perlindungan terhadap keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja. Salah satu upaya pencegahan tersebut adalah menetapkan waktu bekerja sehari-hari yaitu selama tidak lebih dari 8 jam per hari atau 40 jam
per minggu UU Nomor 13, 2003. 7.
Masa Kerja Masa kerja merupakan kurun waktu atau lamanya tenaga kerja bekerja di suatu
tempat.Menurut Suma’mur 1994 semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja
tersebut. Lama kerja diperlukan untuk menilai lamanya pekerja terpajan debu. Semakin
lama seseorang terpajan debu, akan semakin besar risiko terjadinya gangguan fungsi paru. Pada pekerja yang berada di lingkungan dengan kadar debu tinggi
dalam waktu lama memiliki risiko tinggi terkena penyakit paru obstruktif. Masa
Universitas Sumatera Utara
kerja mempunyai kecenderungan sebagai faktor risiko terjadinya obstruksi pada
pekerja di industri yang berdebu lebih dari 5 tahun Khumaidah, 2009.
8. Riwayat Penyakit Gangguan Pernafasan
Kondisi kesehatan saluran pernafasan dapat mempengaruhi kapasitas vital paru seseorang. Kekuatan otot-otot pernapasan dapat berkurang akibat sakit Ganong,
2002. Nilai kapasitas paru otomatis akan berkurang pada penyakit paru-paru, penyakit jantung yang menimbulkan kongesti paru dan pada kelemahan otot
pernapasan Price Wilson, 1995.
Mukono 1997 mengatakan bahwa pada orang normal tidak ada perbedaan antara Force Vital Capacity FVC dan Vital Capacity VC, sedangkan pada keadaan
kelainan obstruksi terdapat berbedaan antara VC dan FVC. Vital Capacity VC merupakan refleksi dari kemampuan elastisitas atau jaringan paru atau kekakuan
pergerakan dinding toraks. Vital Capacity VC yang menurun merupakan kekuatan jaringan paru atau dinding toraks, sehingga dapat dikatakan pemenuhan
compliance paru atau dinding toraks mempunyai korelasi dengan penurunan VC. Pada kelainan obstruksi ringan VC hanya mengalami penurunan sedikit atau
mungkin normal. 9.
Penggunaan Masker Masker dan respirator digunakan untuk melindungi saluran pernapasan dari
pernapasan secara inhalasi terhadap sumber-sumber bahaya di udara pada tempat kerja seperti kekurangan oksigen, pencemaran oleh partikel debu, kabut, asap dan
uap logam, pencemaran oleh gas atau uap. Alat pelindung pernafasan adalah
Universitas Sumatera Utara
bagian dari alat pelindung diri yang digunakan untuk melindungi pernafasan terhadap gas, uap, debu, atau udara yang terkontaminasi di tempat kerja yang
dapat bersifat racun ataupun korosi. Pelindung pernafasan adalah alat yang penting, mengingat 90 kasus keracunan sebagai akibat masuknya bahan-bahan
kimia beracun atau korosi lewat saluran pernafasan Milos, 1991. Penggunaannya selain menutup mulut dan hidung, ada juga yang mencakup wajah
dan kepala. Penggunaan masker dan respirator hendaklah memperhatikan apa yang sebaiknya digunakan, dengan memperhatikan jenis bahaya yang dihadapi dan
berapa banyak kontak dengan bahan berbahaya tersebut. Respirator berdasarkan jenisnya dibagi menjadi 3 macam, yaitu Milos, 1991 :
a. Respirator yang Bersifat Memurnikan Udara
Respirator yang bersifat memurnikan udara dibagi menjadi 3 jenis,yaitu respirator yang mengandung bahan kimia, respirator dengan filter mekanik,
respirator yang mempunyai filter mekanik dan bahan kimia. b.
Respirator yang Dihubungkan dengan Suplai Udara Suplaiudaranya berasal dari saluran udara bersih atau kompresor, alat
pernapasan yang mengandung udara self contained breathing apparatus. c.
Respirator dengan Suplai Oksigen Biasanya berupa self contained breathing apparatus. Pekerja yang aktivitas
pekerjaannya banyak terpapar oleh partikel debu memerlukan alat pelindung diri berupa masker untuk mereduksi jumlah partikel yang kemungkinan dapat
terhirup. Masker berguna untuk melindungi masuknya debu atau partikel-
Universitas Sumatera Utara
partikel yang lebih besar ke dalam saluran pernafasan. Masker dapat terbuat dari kain dengan ukuran pori-pori tertentu agar risiko paparan debu yang dapat
terinhalasi ke paru-paru, sehingga pengendapan partikel dan penurunan nilai kapasitas vital paru dapat diminimalisir.
Pemakaian masker oleh pekerja industri yang udaranya banyak mengandung debu, merupakan upaya mengurangi masuknya partikel debu kedalam saluran
pernapasan. Dengan mengenakan masker, diharapkan pekerja melindungi dari kemungkinan terjadinya gangguan pernapasan akibat terpapar udara yang kadar
debunya tinggi Suma’mur, 1996.
2.5.2. Kondisi Fisik Lingkungan Kerja