5.1.3. Penggunaan Masker
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan pemakaian masker dengan gangguan saluran pernafasan dengan nilai p=0,658. Hal ini
mengindikasikan bahwa semakin besar resiko pekerja untuk mengalami gangguan pernafasan jika tidak menggunakan masker saat bekerja.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yunus 2010 bahwa ada pengaruh penggunaan APD terhadap kapasitas vital paru pekerja Industri Kecil
Meubel di Kota Banda Aceh. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Mawardi 2009 bahwa ada hubungan antara pemakaian APD dengan fungsi saluran
pernafasan, artinya semakin sering pekerja tidak menggunakan APD saat bekerja maka akan semakin besar kemungkinan pekerja untuk mengalami gangguan
pernafasan karena tanpa penutup mulut atau hidung saat bekerja, akan memudahkan debu untuk masuk mengendap ke paru-paru.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Yusri 2011 bahwa ada hubungan yang signifikan antara penggunaan APD dengan penyakit ISPA pada
pekerja industry aspal di Pelabuhan Balohan Sabang. Menurut Suma’mur 1996 pemakaian masker oleh pekerja industri yang
udaranya banyak mengandung debu, merupakan upaya mengurangi masuknya partikel debu kedalam saluran pernapasan. Dengan mengenakan masker diharapkan
pekerja terlindungi dari kemungkinan terjadinya gangguan pernapasan akibat terpapar udara yang kadar debunya tinggi.
5.1.4. Kebiasaan Merokok
Universitas Sumatera Utara
Hasil uji Fishers’s Exact pada uji bivariat diperoleh nilai signifikansi p=0.008 p0,05, hal ini berarti bahwa ada hubungan gangguan pernafasan antara pekerja
dengan kategori merokok dengan pekerja pada kategori tidak merokok. Uji statistik regresi logistik berganda menunjukkan nilai p = 0,031 p0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa kebiasaan merokok pekerja berpengaruh terhadap gangguan pernafasan.
Hasil Penelitian ini sejalan dengan hasil studi kasus epidemiologi secara cross sectional pada populasi pekerja industri keramik di Kabupaten Tangerang didapat
hasil variabel kebiasaan merokok mempengaruhi kelainan fungsi paru pekerja Siregar, 2004. Hal ini juga sejalan dengan hasil studi Irfan 2003 pada tenaga kerja
PT. Perwita Karya divisi mebel kabupaten Sleman Yogyakarta, yang menyimpulkan bahwa tenaga kerja yang perokok mempunyai peluang 4,1 kali akan mengalami
keluhan subyektif saluran pernapasan dan 7,1 kali akan mengalami gangguan ventilasi paru.
Penurunan volume ekspirasi paksa pertahun adalah 28,721 ml untuk non perokok dan 38,4 ml untuk bekas perokok dan 41,7 ml untuk perokok aktif. Pengaruh
asap rokok dapat lebih besar dari pengaruh debu yang hanya sepertiga dari pengaruh buruk rokok Depkes RI, 2009.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Khumaidah 2009, yang menyatakan tidak adanya hubungan antara kebiasaan merokok p = 0,420 terhadap
gangguan fungsi paru pada pekerja industri mebel di Kabupaten Jepara.
Universitas Sumatera Utara
5.2. Hubungan Kadar Debu, Suhu, Kelembaban dengan Gangguan Pernafasan pada Pekerja di Pabrik Gula Sei Semayang Kabupaten Deli
Serdang 5.2.1. Kadar Debu
Hasil uji Chi Square pada uji bivariat menunjukkan nilai p=0,387 p0,05 maka dapat disimpulkan bahwa kadar debu pada area kerja tidak ada hubungan
dengan gangguan pernafasan pada pekerja di Pabrik Gula Sei Semayang Kabupaten Deli Serdang.
Hal ini berarti bahwa pekerja mengalami gangguan pernafasan lebih banyak yang berasal dari area kerja dengan kadar debu tidak sesuai NAB dibandingkan
dengan pekerja yang berasal dari area kerja dengan kadar debu sesuai NAB. Menurut Sukarman 1978 bahwa dampak paparan debu yang terus menerus
mengakibatkan penumpukan debu yang tinggi di paru yang menyebabkan kelainan dan kerusakan seperti penurunan faal paru yang disebut obstruksi dan
pneumoconiosis. Dari hasil tersebut diatas, menurut peneliti bahwa efek paparan debu pada pekerja di Pabrik Gula Sei Semayang Kabupaten Deli Serdang, signifikan
terhadap gangguan pernafasan, terbukti bahwa ada 11 orang pekerja yang mengalami gangguan pernafasan.
Menurut Suma’mur 1998, bahwa partikel debu 1- 3 mikron dapat masuk ke alveoli paru–paru, partikel berukuran 3-5 mikron ditahan pada bagian tengah jalan
pernafasan sedangkan partikel ukuran 5-10 mikron tertahan pada hidung dan tenggorokan bagian bawah oleh cilia yang kemudian dikeluarkan bersama secret
waktu bernafas.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini sejalan dengan pendapat Mangkunegoro 2003 yang menyatakan bahwa paparan debu yang sama, baik jenis, ukuran partikel, kadar maupun lamanya
paparan berlangsung, tidak selalu menunjukkan akibat yang sama. Sebagian ada yang mengalami gangguan paru berat, namun ada yang ringan bahkan mungkin ada yang
tidak mengalami gangguan sama sekali. Hal ini diperkirakan berhubungan dengan perbedaan kemampuan sistem pertahanan tubuh terhadap paparan partikel debu
terinhalasi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Yulaekah 2007 yang
menyatakan adanya hubungan yang bermakna antara pemaparan partikel debu terhirup respirable dengan gangguan fungsi paru nilai p = 0,02 pada pekerja
industri batu kapur di Tanggungharjo Kabupaten Grobogan.
5.2.2. Suhu