2.2.5. NAB Debu di Lingkungan Kerja
Untuk menghindari bahaya gangguan kesehatan pekerja akibat paparan debu, pemerintah telah nenetapkan Nilai Ambang Batas NAB debu lingkungan kerja.
NAB debu adalah standar konsentrasi debu yang dianjurkan di tempat kerja agar tenaga kerja masih dapat menerimanya tanpa mengakibatkan penyakit gangguan
kesehatan untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Kegunaan NAB ini sebagai rekomendasi pada praktek hygiene perusahaan dalam melakukan
penatalaksanaan lingkungan kerja sebagai upaya untuk mencegah dampaknya terhadap kesehatan.
Untuk partikel debu telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER 13MENX2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor
Fisika dan Kimia di Udara Lingkungan Kerja adalah bahwa NAB kadar debu di udara tidak boleh melebihi 3,0 mgm³. NAB dari debu-debu yang hanya mengganggu
kenikmatan kerja adalah 10 mgm³. Nilai Ambang Batas NAB Konsentrasi debu pada udara ambien di Indonesia diatur juga dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1405MENKESSKXI2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, sebesar 10 mgm
3
2.2.6. Mekanisme Pengendapan Debu di dalam Paru
untuk waktu pengukuran rata-rata 8 jam.
Dengan menarik nafas, udara yang mengandung debu masuk ke dalam paru- paru. Partikel debu yang dapat dihirup oleh pernafasan manusia mempunyai ukuran
0,1 mikron sampai 10 mikron. Pada hidung dan tenggorokan bagian bawah ada cilia
Universitas Sumatera Utara
yang berfungsi menahan benda-benda asing seperti debu dengan ukuran 5-10 mikron yang kemudian dikeluarkan bersama secret waktu bernafas. Sedangkan yang
berukuran 3-5 mikron ditahan pada bagian tengah jalan pernafasan. Penumpukan dan pergerakkan debu pada saluran nafas dapat menyebabkan peradangan jalan nafas.
Peradangan yang terjadi dapat menyebabkan penyumbatan jalan nafas sehingga
akhirnya dapat menurunkan fungsi paru Suma’mur, 1998.
Untuk partikel 1- 3 mikron dapat masuk ke alveoli paru – paru dan partikel 0,1- 1 mikron tidak mudah hinggap di permukaan alveoli karena adanya gerakan
Brown, tetapi akan membentur permukaan alveoli dan dapat tertimbun di alveoli. Debu yang masuk alveoli dapat menyebabkan pengerasan pada jaringan fibrosis dan
bila 10 alveoli mengeras akibatnya mengurangi elastisitasnya dalam menampung volume udara. Kemampuan elastisitas alveoli yang berkurang akan menyebabkan
kemampuan untuk mengikat oksigen juga menurun. Fibrosis yang terjadi ini dapat menurunkan kapasitas vital paru Pudjiastuti, 2002.
Semakin tinggi konsentrasi partikel debu dalam udara dan semakin lama paparan berlangsung, maka jumlah partikel yang mengendap di paru-paru juga
semakin banyak. Setiap inhalasi 500 partikel per millimeter kubik udara, setiap alveoli paling sedikit menerima 1 partikel dan apabila konsentrasi mencapai 1000
partikel per millimeter kubik, maka 10 dari jumlah tersebut akan tertimbun di paru- paru. Konsentrasi yang melebihi 5000 partikel per millimeter kubik sering
dihubungkan dengan terjadinya pneumoconiosis Mangkunegoro, 2003.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Pope 2003 mekanisme pengendapan partikel debu di paru berlangsung dengan berbagai cara sebagai berikut:
a. Gravitation, sedimentasi partikel yang masuk saluran napas karena gaya gravitasi.
b. Impaction yaitu terbenturnya di percabangan bronkus dan jatuh pada percabangan
yang kecil. c.
Brown Difusion yang mengendapnya partikel yang diameter lebih besar dari dua mikron yang disebabkan oleh terjadinya gerakan keliling gerakan Brown dari
partikel oleh energi kinetik. d.
Elektrostatic terjadi karena saluran napas dilapisi mukus, yang merupakan konduktor yang baik secara elektrostatik.
e. Interception yaitu pengendapan yang berhubungan dengan sifat fisik partikel
berupa ukuran panjangbesar partikel hal ini penting untuk mengetahui dimana terjadi pengendapan.
2.2.7. Pengaruh Debu terhadap Pernafasan