2.3 Patofisiologi
Gangguan fisiologi gagal jantung bersifat kompleks, namun gangguan pada kemampuan jantung dalam memompa tergantung pada bermacam-macam
faktor yang saling terkait. Gagal jantung dapat dikatakan adalah proses yang kronis namun progresif, karena patofisiologinya memperlihatkan perubahan-
perubahan yang terus-menerus
yang pada awalnya bertujuan untuk mempertahankan keseimbangan kardiovaskular, namun pada perjalanannya
menjadi kontraproduktif. Kunci terjadinya gagal jantung adalah tidak berfungsinya sejumlah sel miokard setelah terjadinya cidera pada jantung.
Menurunnya kemampuan kontraksi miokard memegang peran utama pada kejadian gagal jantung, akan tetapi kontraksilitas miokard sulit untuk diukur
Prabowo, 2003 Cidera pada jantung dapat disebabkan oleh infark miokard akut, toksin
alkohol atau obat-obatan, infeksi virus atau parasit, stres kardiovaskular hipertensi atau penyakit katup jantung, dan penyebab-penyebab lain yang tidak
diketahui. Tidak berfungsinya sejumlah miokard menyebabkan jantung bereaksi agar fungsinya tetap stabil dengan melakukan beberapa mekanisme yang disebut
mekanisme kompensasi. Menurut Manik 2006 secara garis besar, ada dua mekanisme kompensasi yang dilakukan jantung, yaitu mekanisme hemodinamik
dan mekanisme neurohormonal.
2.3.1 Mekanisme Hemodinamik
Mekanisme hemodinamik merupakan mekanisme yang dilakukan jantung untuk mempertahankan keseimbangan sirkulasi darah agar tetap memadai untuk
memberikan suplai oksigen yang cukup ke seluruh jaringan. Mekanisme ini mengikuti hukum
Frank-Starling
yang menyatakan bahwa volume sekuncup jantung atau jumlah darah yang dipompakan jantung akan meningkat sebagai respon terhadap
peningkatan volume darah yang mengisi jantung pada volume akhir diastolik. Karena preload meningkat, serabut-serabut otot jantung lebih banyak meregang
sebelum berkontraksi agar dapat berkontraksi lebih kuat. Dengan meregangnya serabut-serabut otot jantung yang akan memberikan kontraksi lebih kuat akan
meningkatkan volume sekuncup, yang berakibat pada peningkatan curah jantung sewaktu sistol.
2.3.2 Mekanisme Neurohormonal
Selain mekanisme hemodinamik, jantung juga melakukan kompensasi melalui mekanisme neurohormonal, yaitu mekanisme yang dilakukan jantung
untuk tetap mempertahankan fungsionalnya melalui pengaktifan hormon-hormon. Gangguan pada sejumlah miokard yang mengurangi fungsi sistolik, menyebabkan
berkurangnya aliran darah ke aorta. Kekurangan ini mengaktifkan saraf simpatis sehingga
reseptor
β
-adregenik
pada sel miokard sehat terangsang dan menghasilkan peningkatan denyut jantung, kemampuan kontraksi jantung, dan
vasokonstriksi pada vena dan arteri. Sebagai akibat vasokonstriksi vena, aliran balik vena ke jantung akan meningkat sehingga meningkatkan preload. Sedangkan
vasokonstriksi pada arteri, khususnya arteri renal akan menyebabkan aliran darah di ginjal berkurang dan ginjal memberi reaksi berupa retensi garam dan air
Udjianti, 2011.
Aktivasi neurohormonal
juga memacu
peningkatan
noradrenalin, angiotensin II, vasopresin,
dan
aldosteron
yang merangsang
terjadinya vasokonstriksi, retensi natrium di ginjal, dan dilatasi hipertofi miokard
remodelling
yang pada akhirnya mengakibatkan gagal jantung.
Meskipun belum diketahui mekanisme mana yang lebih dulu bekerja ketika terjadi gangguan fungsi ventrikel, kedua mekanisme ini bekerja saling
melengkapi, namun ketika terjadi perbaikan fungsi ventrikel, kedua mekanisme ini aktivitasnya tidak segera berhenti. Bahkan ketika mekanisme kompensasi ini
mulai dan atau sedang bekerja juga terjadi reaksi ikutan di dalam tubuh termasuk pada jantung. Ketika mekanisme hemodinamik dan neurohormonal aktif, terjadi
dilatasi ventrikel serta aktivasi sistem simpatis yang berakibat stres pada dinding jantung saat diastol sehingga merusak rongga jantung dan meningkatkan
konsumsi oksigen otot jantung untuk pengeluaran energi jantung. Pada saat itulah gejala gagal jantung berkembang Manik, 2006.
2.4 Klasifikasi Gagal Jantung 2.4.1 Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Kemampuan Fungsional