berat. Pada penderita gagal jantung kelas III sudah disertai pembatasan aktivitas fisik yang bermakna, dimana keluhan akan timbul pada saat melakukan aktivitas
fisik yang ringan. Hal ini tentunya menganggu kegiatan sehari-hari. Proporsi terendah terjadi pada gagal jantung kelas IV, kemungkinan disebabkan karena
gagal jantung kelas IV sudah mengakibatkan kematian sehingga pasien tersebut tidak datang lagi berobat ke rumah sakit. Sementara itu, penderita gagal jantung
kelas I tidak dijumpai karena biasanya penderita pada kelas ini belum datang berobat ke rumah sakit karena gejala yang dirasakan belum berat dan mengganggu
aktivitas sehari-hari atau bahkan tidak dirasakan sama sekali.
5.1.4 Penyakit Penyerta
Proporsi penyakit penyerta pada penderita gagal jantung di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014 dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 5.6 Diagram Bar Proporsi Penyakit Penyerta Penderita Gagal Jantung di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014
4.9 4.9
4.9 4.9
5.8 6.8
6.8 8.7
13.6 17.5
17.5 24.3
27.2 27.2
5 10
15 20
25 30
Kardiomegali Cor pulmonale
Anemia Old miokard infark OMI
Oedem paru Diabetes mellitus
Stroke Fibrilasi atrial
Dispepsia Penyakit jantung hipertensi
Penyakit jantung koroner Pneumonia
Hipertensi PPOK
Proporsi
Penyakit Penyerta Gagal Jantung
Berdasarkan gambar 5.6 di atas, dapat diketahui bahwa proporsi penyakit penyerta tertinggi adalah penyakit paru obstruktif kronis PPOK dan hipertensi
yang masing-masing sebesar 27,2. Hal ini sesuai dengan penelitian Dewi 2007 di Rumah Sakit dr. Kariadi Semarang tahun 2006 yang menyatakan bahwa
penyakit penyerta yang terjadi pada penderita gagal jantung adalah hipertensi 50.
Tingginya proporsi PPOK pada penderita gagal jantung dapat terjadi karena adanya hubungan yang erat antara kedua sistem organ dalam hal ini
jantung dan paru sehingga keduanya sangat mungkin saling mempengaruhi. Kelainan pada salah satu fungsi organ ini dapat memperburuk fungsi organ yang
lain Masna, Kusmana, dan Antariksa, 2011. Hipertensi juga berpengaruh pada kejadian gagal jantung. Hal ini terjadi
karena ketika terjadi hipertensi, jantung harus memompa lebih kuat dari kondisi normal agar sirkulasi darah tetap stabil sehingga beban jantung semakin berat.
Jika keadaan ini terjadi terus-menerus, kontraktilitas jantung semakin melemah sehingga meningkatkan risiko gagal jantung.
5.1.5 Terapi yang Diberikan
Proporsi terapi yang diberikan pada penderita gagal jantung di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan tahun 2014 dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 5.7 Diagram Bar Proporsi Terapi yang Diberikan pada Penderita Gagal Jantung di RSUD dr. Hadrianus Sinaga Pangururan
tahun 2014
Berdasarkan gambar 5.7 di atas, dapat diketahui bahwa terapi terbanyak yang diberikan pada penderita gagal jantung adalah terapi kombinasi 49,5. Hal
ini dapat dikarenakan oleh kondisi penderita yang sudah parah sehingga memerlukan penanganan yang cepat sehingga dokter memberikan lebih dari satu
jenis terapi. 49.5
35
6.8 5.8
2.9 10
20 30
40 50
60
Kombinasi Diuretik
Penghambat ACE
Beta Blocker Glikosida
Digitalis
P ropors
i Terapi yang Diberikan pada Penderita Gagal Jantung
5.1.6 Frekuensi Rawat Inap