1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemiskinan dan kesejahteraan merupakan dua hal yang sangat kontradiktif. Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pemerintahnegara Indonesia adalah
kemiskinan, dewasa ini pemerintah belum mampu menyelesaikan permasalahan tersebut, padahal setiap yang memimpin negara Indonesia selalu membawa isu
pengentasan kemiskinan sebagai misi utama program kerjanya. Upaya menurunkan tingkat kemiskinan telah dimulai awal tahun 1970-an,
diantaranya melalui program Bimbingan Masyarakat Bimas dan Bantuan Desa Bandes. Tetapi upaya tersebut mengalami tahapan jenuh pada pertengahan tahun
1980-an, yang juga berarti upaya pengentasan kemiskinan di tahun 1970-an tersebut tidak optimal, sehingga jumlah orang miskin pada awal 1990-an kembali naik. Hal
ini diperparah dengan kecenderungan ketidak –merataan pendapatan yang melebar
mencakup antar sektor, antar kelompok, dan antar wilayah. Kondisi kemiskinan di Indonesia semakin parah akibat krisis ekonomi pada
tahun 1998. Namun ketika pertumbuhan ekonomi yang sempat menurun akibat krisis dapat teratasi dan dapat dipulihkan, kemiskinan tetap saja sulit untuk ditanggulangi.
Pada tahun 1999, 27 dari total penduduk Indonesia berada dalam kemiskinan. Sebanyak 33,9 penduduk desa dan 16,4 penduduk kota adalah orang miskin.
http:revolusidesa.comcategorypagefakta_desaURBANISASI-DAN- KEMISKINAN-DESA, diakses 15 April 2015 pukul 01:22 WIB
Universitas Sumatera Utara
2 Gambar 1.1 Grafik Persentase Penduduk Miskin di Kota dan Desa di Indonesia
Tahun 1999-2013.
Sumber : http:revolusidesa.com
Persentase penduduk miskin di desa selalu lebih tinggi daripada di kota, sekitar 6-8 lebih tinggi. Demikian halnya dengan laju tingkat penurunan kemiskinan, di
desa relatif lebih rendah daripada di kota, yaitu 4 berbanding 5. Jika ditelisik lebih jauh diketahui bahwa tingkat kemiskinan di desa juga jauh lebih dalam dan lebih
parah dibandingkan di kota. Indeks kedalaman kemiskinan di kota 1,25 sementara di desa 2,24. Indeks keparahan kemiskinan di kota 0,31 sementara di desa 0,56.
Profil kemiskinan di Indonesia masih merupakan fenomena pedesaan. Artinya, sebagian besar penduduk miskin Indonesia berada di pedesaan.
http:revolusidesa.comcategorypagefakta_desaURBANISASI-DAN- KEMISKINAN-DESA, diakses 15 April 2015 pukul 01:22 WIB
Universitas Sumatera Utara
3
Pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah banyak meluncurkan program penanggulangan kemiskinan seperti BLT Bantuan
Langsung Tunai, KUR Kredit Usaha Rakyat, Pengembangan UMKM Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
PNPM Mandiri dan masih banyak program-program lainnya. Sayangnya itu semua masih belum cukup berhasil. Usaha pemerintah dalam penanggulangan masalah
kemiskinan sangatlah serius, bahkan merupakan salah satu program prioritas. Itu semua semata-mata untuk melenyapkan kemiskinan dan menciptakan kesejahateraan
di bumi Indonesia ini. Dalam mencapai tujuan kesejahteraan, negara dituntut dapat melakukan cara
apa pun demi mengakomodasi kehidupan yang layak bagi seluruh warga masyarakatnya. Namun, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Negara
memiliki banyak sekali tantangan dalam menjalankan perannya memberantas kemiskinan. Hal ini terjadi pula di negara kita Indonesia yang sampai saat ini masih
stagnan dalam kategori negara berkembang. Masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia tepatnya
pada tahun 2013 lalu telah menorehkan sejarah dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 6,4. Pertumbuhan ekonomi tersebut tertinggi pasca
berakhirnya pemerintahan orde baru dan krisis moneter tahun 1998. Tidak sampai disitu saja. Baru-baru ini rilis resmi yang dikeluarkan oleh
World Bank
berdasarkan penggunaan metode
Purchasing Power Parity
PPP, menunjukkan kekuatan ekonomi Indonesia telah berada pada rangking 10 sepuluh terbesar di dunia.
Universitas Sumatera Utara
4
Metode
Purchasing Power Parity
PPP adalah mengukur
size
dan kekuatan ekonomi setiap negara berdasarakan aspek perbedaan harga barang antar negara dan
biaya hidup di setiap negara. Catatan membanggakan di atas kemudian seketika menjadi percuma bila
melihat permasalahan kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan sosial di Indonesia yang belum terselesaikan sampai kini. Khususnya di daerah
–daerah terisolir dan pulau terluar Indonesia. Eskalasi kemiskinan dan pengangguran malahan
tidak terbendung. Belum lagi inflasi yang tinggi dan ketersediaan komoditas- komoditas pokok yang terbatas menambah sulit keberlangsungan kehidupan sosial-
ekonomi masyarakat di daerah terisolir dan pulau terluar Indonesia. Sehingga, alokasi pertumbuhan ekonomi nasional yang mancapai 6,4 tidak berdampak
signifikan pada kehidupan sosial –ekonomi mereka.
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Susenas yang dilaksanakan Badan Pusat Statistik BPS pada bulan September 2014 menunjukkan jumlah penduduk
miskin di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 1.360.600 jiwa atau sebesar 9,85 persen dari jumlah total penduduk. Kondisi ini lebih buruk jika dibandingkan dengan
kondisi bulan Maret 2014 yang jumlah penduduk miskinnya sebanyak 1.286.700 jiwa atau sebesar 9,38 persen. Dengan demikian, ada peningkatan jumlah penduduk
miskin sebanyak 73.900 jiwa serta peningkatan persentase penduduk miskin sebesar 0,47 poin. Kepulauan Nias menjadi salah satu penyumbang terbanyak masyarakat
kategori miskin di Sumatera Utara. http:www.medanmagazine.compenduduk- miskin-di-sumut-bertambah
,
diakses 17 April 2015 pukul 01:30 WIB
Universitas Sumatera Utara
5
Kepulauan Nias sendiri pada awalnya hanya memiliki satu daerah administrasi berbentuk Kabupaten Nias dengan ibukota Gunung Sitoli, seiring terus bergulirnya
pemekaran yang masif di berbagai daerah di Indonesia, Kepulauan Nias pun tidak mau ketinggalan untuk memekarkan beberapa daerahnya yang dianggap potensial
menjadi daerah otonomi. Hingga kini Kepulauan Nias sudah memiliki empat daerah administrasi berbentuk kabupaten dan satu kotamadya. Salah satu kabupaten hasil
pemekaran besar-besaran di Kepulauan Nias adalah Kabupaten Nias Selatan. Kabupaten Nias Selatan sendiri sesuai data Kementerian Pembangunan Daerah
Tertinggal per tahun 2012 memiliki sekitar 56.100 jiwa kategori masyarakat miskin atau 19,04 dari 294.069 jiwa jumlah penduduk Nias Selatan. Ironisnya, Kabupaten
Nias Selatan berada pada posisi tiga dengan presentase jumlah masyarakat miskin terbanyak di Sumatera Utara, hanya kalah dari Kabupaten Nias Barat dan Nias Utara
yang notabene merupakan daerah hasil pemekaran Kepulauan Nias lainnya. Bawamatal
u‘o adalah satu desa di Kecamatan Fanayama Kabupaten Nias Selatan. Desa ini berada pada ketinggian 324 meter dari permukaan laut. Sebelumnya
desa ini masuk Kecamatan Telukdalam. Namun, setelah mengalami pemekaran wilayah, beberapa desanya masuk ke dalam hasil pemekaran Kecamatan
Telukdalam, yakni Kecamatan Fanayama.
Universitas Sumatera Utara
6
Desa Bawamatal u‘o sendiri terkenal sebagai desa budaya dan budaya yang
terkenal di desa ini adalah tradisi
Homb
o’ba
tu
lompat batu. Desa ini diusulkan menjadi kawasan warisan budaya dunia dalam Situs Warisan Dunia UNESCO pada
tahun 2009. Sejak menyandang status sebagai desa budaya oleh UNESCO, Bawamatal
u‘o memiliki agenda budaya tahunan yaitu ―Festival Budaya Bawamatal
u‘o‖ yang penyelenggaraanya dari tanggal 13 sampai 15 Mei.
Secara harafiah
Bawamatal
u’o memiliki arti
―Bukit Matahari‖. Desa ini diperkirakan didirikan antara tahun 1830-1840 merupakan sebuah perkampungan
dengan deretan rumah adat tradisional
omo hada
khas Nias Selatan dengan jumlah 137
omo hada
yang masih utuh dengan sebuah
omo sebua
rumah adat besarrumah raja di tengah-tengahnya.
Desa representatif dari Kebudayaan Nias Selatan ini dihuni oleh sekitar 1.310 kepala keluarga atau total jumlah laki-laki 3.096 jiwa dan perempuan 3.122 jiwa.
Peran seorang
Si
’
ila
ketua sukutetua adat dan
Si
’u
lu
penghubungperantara masyarakat masih dominan dalam tatanan kehidupan masyarakat di desa budaya ini,
meskipun desa ini sendiri sudah mempunyai perwakilan pemerintah seperti kepala desa dan perangkat desa lainnya. http:wisata.kompasiana.comjalan-
jalan20130912bawomataluo-warisan-budaya-dunia-di-bukit-matahari- 591131.html, diakses 22 Maret 2015 pukul 02:29 WIB
Universitas Sumatera Utara
7
Potensi sebagai desa budaya yang sering dikunjungi para pelancong dari dalam maupun luar negeri belum mampu mendongkrak roda perekonomian yang
mendatangkan kesejahteraan menyeluruh bagi kelompok masyarakat adat di desa ini. Dampak dari sumber daya pendapatan sebagai desa budaya yang potensial hanya
dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat desa, bahkan hal ini memunculkan masalah lainnya berupa ketimpangan sosial. Pengelolaan sumber daya yang kurang baik dan
kurangnya keseriusan serta perhatian pemerintah dituding sebagai penyebabnya. Bila berkunjung ke desa ini, mungkin akan terlihat selangkah lebih maju
kehidupan masyarakat dan infrastrukturnya dibanding mayoritas desa lain di Nias Selatan. Namun hal tersebut tidak berlaku jika membandingkannya dengan desa
– desa di luar Nias Selatan yang benar
–benar sudah maju dan berkembang, terlebih lagi bila menilai desa ini menggunakan indikator daerah tertinggal sebagai alat ukur
daerah tertinggal yang digunakan Kementerian Pedesaan dan Daerah Tertinggal. Mayoritas
bahkan hampir
semua masyarakat
Desa Bawamatal
u‘o menggantungkan kehidupannya dalam pekerjaan
–pekerjaan informal. Mungkin sampai disini tidak terlalu salah, kemudian yang menjadi persoalan ialah sejumlah
pekerjaan –pekerjaan sektor informal yang digeluti oleh masyarakat desa belum
mampu secara produktif dan konsisten menghadirkan kehidupan yang layak bagi mereka.
Universitas Sumatera Utara
8
Setidaknya terdapat empat jenis pekerjaan sektor informal yang dijadikan profesi oleh kebayakan masyarakat Desa Bukit Matahari ini, seperti nelayan,
bercocok tanam sebagai petani, pengrajinpembuat
souvenir,
dan berjualan sebagai pedagang. Aktivitas sebagai petani dan peternak merupakan pekerjaan sektor
informal yang paling banyak dikerjakan oleh masyarakat desa ini. Terdapat pula segelintir masyarakatnya bekerja di sektor pekerjaan formal sebagai PNS Pegawai
Negeri Sipil. Penyebab utama masyarakat desa bekerja di sektor informal dikarenakan latar
belakang pendidikan yang rata –rata hanya menamatkan ijazah bangku sekolah dasar
atau pernah mengenyam pendidikan tingkat sekolah menengah pertama namun berhenti begitu saja, tidak memiliki keterampilan yang spesifik dan memadai, dan
pola pikir yang masih belum
visioner
; ―kerja hanya untuk menghasilkan uang
membeli makan hari ini ‖ dan ―untuk apa anak saya sekolah kalau waktunya hari ini
bisa langsung digunakan membantu saya mencari uang .‖
Sehingga ketersediaan lapangan kerja yang juga terbatas di Kabupaten Nias Selatan belum mampu banyak mangakomodasi masyarakat desa ini yang belum
punya daya saing memadai di dunia kerja formal. Tidak sedikit pula masyarakat desa ini yang kerja serabutan dan mengaggur. Hal Ini sebenarnya juga merupakan
gambaran dari kehidupan masyakarat desa yang terdapat di seluruh Kabupaten Nias Selatan.
Universitas Sumatera Utara
9
Banyak putra –putri Desa Bawamatalu‘o yang sudah berpendidikan tinggi lebih
memilih menetap di Kota Telukdalam dan cukup banyak pula dari mereka yang berpergian jauh atau merantau ke luar Pulau Nias bertujuan mendapatkan
kesempatan yang lebih besar di kota besar untuk menjadi orang besar. Hal ini jelas berpengaruh besar bagi desa adat ini. Dimana seharusnya mereka sebagai putra-putri
asli terbaik Desa Bawamatal u‘o dapat memberi sumbangsih dan konstribusi
memajukan desanya dan kehidupan masyarakat di dalamnya. Akses jalan menuju Desa Bawamatal
u‘o memang sudah beraspal baik yang mempermudah naik dan turun dari desa ini. Namun, para nelayan desa ini masih saja
kesulitan untuk melaut dikarenakan jarak yang cukup jauh antara TPI Tempat Pelelangan Ikan yang juga tempat berkumpulnya para nelayan dari berbagai desa
lainnya sebelum dan sesudah melaut dengan desanya. Begitu pula dengan petani desa ini yang kesulitan menempuh jarak yang jauh untuk memasarkan hasil panennya
maupun sekedar untuk membeli pupuk juga peralatan bertaninya di Kota Telukdalam.
Kegiatan sosial –ekonomi masyarakat di Desa Bawamatalu‘o pun belum
berjalan dengan baik, hal ini disebabkan oleh infrastruktur sarana publik yang menunjang belum memadai. Desa ini belum memiliki sarana kesehatan publik seperti
Puskesmas terlebih rumah sakit, sarana transportasi yang tidak terjadwal serta dalam jumlah terbatas, dan pasar tempat untuk jual
–beli sembako dan komoditas pokok juga belum tersedia.
Universitas Sumatera Utara
10
Mereka harus menempuh jarak 2,1 kilometer meter menuruni desanya ditambah jarak sekitar 12 kilometer perjalanan lagi untuk bisa sampai di Kota
Telukdalam bila ingin mendapati fasilitas serta sarana publik yang tidak mereka temukan di desanya. Belum lagi sumber perairan desa bergantung pada bantuan ILO
International Labour Organisation
yang terdapat di luar rumah masyarakat dan desa ini belum terfasilitasi PDAM Perusahaan Daerah Air Minum.
Sektor pembuatan
souvenir
seperti membuat patung pahatan dari kayu dan mengukir patung dari bebatuan, membuat miniatur rumah adat Nias Selatan,
menjahit dan membuat baju tari perang yang merupakan baju adat pria Nias Selatan serta baju
maena
yang merupakan baju adat wanita Nias Selatan dan berbagai jenis cindera
–mata lainnya merupakan beberapa contoh aktivitas para pembuat
souvenir
di desa ini. Kemasan pemasarannya yang hanya di sekitar desa saja dan promosi yang
kurang, menjadikan tidak maksimal pula pendapatan masyarakat yang bersumber dari penjualan
souvenir
. Setidaknya kita dapat melihat terdapat dua sumber daya potensial Masyarakat
Adat Bawamatal u‘o yang bisa saja mendatangkan kemakmuran di desa ini, yaitu
berupa potensi pendapatan dari sektor wisata desa budaya dan potensi pekerjaan informal yang beragam. Sedikitnya terdapat empat masalah utama penghambat
perbaikan kehidupan masyarakat adat Desa Bawamatal u‘o, yakni sumber daya
manusiadaya saing masyarakat yang tidak memadai, infrastruktur dan sarana publik penunjang kegiatan sosial
–ekonomi masyarakat yang terbataskurang memadai, pengeloaan sumber daya wisata desa budaya dan penjualan
souvenir
yang tidak mendapatkan perhatian khusus pemerintah daerah, dan jarak tempuh yang cukup
jauh menuju pusat Kota Telukdalam.
Universitas Sumatera Utara
11
Jembatan kesejahteraan berupa sumber daya pariwisata sebagai destinasi desa budaya, memiliki sanggar kebudayaan yang sudah mentas di berbagai Festival
Kebudayaan Nasional di berbagai daerah Indonesia bahkan beberapa kali ikut diundang untuk mempertontonkan seni Kebudayaan Nias Selatan di panggung
mancanegara, memiliki dan menyelenggarakan festival kebudayaan sendiri setiap bulai Mei, dan berbagai jenis pekerjaan sektor informal yang menjadi andalan mata
pencaharian masyarakatnya. Semua itu belum cukup sebagai jembatan yang membawa kesejahteraan menyeluruh bagi masyarakat di Desa Bawamatal
u‘o.
Mulai dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat PNPM Mandiri Perdesaan, Pengembangan UMKM Usaha Mikro, Kecil, dan Menegah, program
pemulihan Aceh –Nias oleh USAID
United State Agency for International Development
pasca Kepulauan Nias dilanda musibah gempa dan
tsunami
pada bulan Maret 2005, dan KUR Kredit Usaha Rakyat sudah pernah mampir dalam rangka
pemberdayaan dan pengembangan masyarakat adat di desa budaya yang berada di Kecamatan Fanayama ini.
Sehubungan dengan latar belakang di atas, penulisan ini berusaha memparkan penyebab pekerjaan sektor informal yang dilakoni mayoritas masyarakat
Bawamatal u‘o dan potensi wisata-budaya di Desa Bawamatalu‘o, dimana keduanya
belum mampu membangun kesejahteraan bagi masyarakat adat di desa ini. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan
mengangkat judul
―Tinjauan Sosial–Ekonomi Kelompok Masyarakat Adat
F urai
di Desa Bawamatalu ’o Kecamatan Fanayama Kabupaten Nias Selatan.”
Universitas Sumatera Utara
12
1.2 Perumusan Masalah