David Rici Ricardo : Dekonstruksi Dan Gangguan Jiwa Dalam Novel Dadaisme Karya Dewi Sartika, 2010.
stilistik. Secara tematik menurut Maman S. Mahayana Dadaisme mengusung tema penyimpangan yang bersumber dari tradisi yang dianggap benar perjodohan melalui
kesepakatan orang tua kedua belah pihak, padahal juga menyimpang. Yusna yang kabur menjelang perjodohan itu, juga melakukan penyimpangan lantaran ia hamil
sebelum menikah. Issabella coba menjadi “juru selamat” keluarga, juga menyimpang karena ia tiba-tiba saja rela berkorban dan mengkhianati cintanya sendiri pada Asril,
kekasihnya. Penyimpangan yang menjadi titik berangkat sebuah kehidupan, pada akhirnya hanya menciptakan penyimpangan berikutnya. Jadi, kehidupan apapun yang
kita jalani, jika ia dimulai dari penyimpangan, hasilnya sangat boleh jadi kehidupan menyimpang yang lebih canggih lagi. Sesuatu yang dimulai dari penyimpangan,
hanya akan melahirkan penyimpangan berikutnya. Jadilah penyimpangan yang satu membentuk penyimpangan yang lain. Di sinilah inovasi tematik Dadaisme menjadi
penting dan tentu saja ikut memperkaya tema-tema novel Indonesia modern. Secara stilistik, penggantian bentuk penceritaan yang seenaknya itu – penceritaan
akuan orang pertama, kamu orang kedua, dan dia orang ketiga – sungguh belum banyak dilakukan novelis kita selama ini. Dengan demikian, novel Dadaisme hadir
dengan semangat inovasi hendak memanfaatkan pergantian bentuk penceritaan sebagai style yang coba ditawarkannya. Dalam hal inilah, inovasi stilistik, Dadaisme
menduduki tempatnya sendiri yang tidak dilakukan novelis lain sebelumnya.
2.2.2 Zurmailis
Zurmailis pernah membahas novel Dadaisme ini dalam Jurnal Studi Islam dan Budaya Ibda Vol. 6, No. 1. Dalam pembahasan tersebut, Zurmailis menggunakan
teori Strukturalisme Genetik. Dalam pembahasan tersebut Zurmailis mengaitkan
David Rici Ricardo : Dekonstruksi Dan Gangguan Jiwa Dalam Novel Dadaisme Karya Dewi Sartika, 2010.
novel Dadaisme dan pengarangnya, Dadaisme dan Pengarang-Pengayom, Dadaisme dan Sistem Kultural Zamannya, Dadaisme dan Sistem Sosial Zamannya, dan
Dadaisme dan Kesusastraan Indonesia.
Dalam kata penutupnya Zurmailis mengatakan bahwa karya Dewi Sartika ini memunculkan pandangan dunia tragik, pengalaman manusia postmodern yang
kehilangan dan mencari pegangan. Dewi Sartika menawarkan solusi untuk menyelamatkan apa yang bisa diselamatkan, mencari kembali poros kebudayaan.
Dewi Sartika menganggap budaya Minangkabau yang dilandasi prinsip kemenduaan dapat membangun harmoni, tetapi Dadaisme baru sebuah alternatif, belum
menemukan cara, seperti rumah tampak jalan tak tahu karena pengembaraan yang begitu lama, begitu jauh.
2.2.3 Meilani Budianta
Novel Dadaisme sebagai pemenang juara I dalam Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta tahun 2003 juga pernah dibahas dalam Harian Umum Sore Sinar
Harapan yang terbit pada Sabtu, 01 Mei 2004. Adapun judul pembahasan tersebut
adalah Pembahasan Kritis “Dadaisme” Eksplorasi “Kebetulan”. Pembicara yang diundang untuk membahas novel Dadaisme adalah Meilani Budianta. Diskusi yang
dilakukan untuk membahas novel Dadaisme ini berlangsung dengan moderator Nurzain Hae dan menghadirkan juri seperti Budi Darma, Sapardi Djoko Damono, dan
Maman S. Mahayana. Dadaisme karya Dewi Sartika mendapat sorotan yang tajam dari Meiliani. Menurutnya, karya tersebut cenderung menghadirkan narasi-narasi
yang akhirnya terkait satu sama lain. “Yang menonjol adalah unsur kebetulannya,” ujar Meilani. Padahal dalam sastra serius, unsur kebetulan harus dihindari.
David Rici Ricardo : Dekonstruksi Dan Gangguan Jiwa Dalam Novel Dadaisme Karya Dewi Sartika, 2010.
Bila dalam sastra populer, kebetulan itu mati dan tanpa penjelasan. Dalam Dadaisme
justru kebetulan dimanfaatkan habis-habisan dalam plotnya menjadi semacam tema. Apa hidup itu suatu kebetulan? Apa kebetulan itu ada?
Selain itu, “Novel ini sangat berani dan garang untuk bicara kematian,” kata Meilani. Dewi memaparkan tentang masalah kejiwaan, termasuk anehnya kekejaman
seorang anak, dalam karyanya. Contohnya saja, tokoh Flo, yang membantai keluarganya kemudian mengundang teman-temannya untuk berpesta. Tokoh lain
yang juga membunuh dengan sadis adalah Nedena. Ia membakar ibunya sampai mati.
2.2.4 Penulis