Latar Belakang Latar Belakang dan Masalah

David Rici Ricardo : Dekonstruksi Dan Gangguan Jiwa Dalam Novel Dadaisme Karya Dewi Sartika, 2010.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

1.1.1 Latar Belakang

Karya sastra adalah hasil pikiran pengarang yang menceritakan segala permasalahan yang ada di masyarakat pada kehidupan sehari-hari. Pengarang mengungkapkan permasalahan itu karena pengarang berada dalam ruang dan waktu. Di dalam ruang dan waktu tersebut, pengarang senantiasa terlibat dengan beraneka ragam permasalahan. Dalam bentuknya yang paling nyata, ruang dan waktu tertentu itu adalah masyarakat atau sebuah kondisi sosial, tempat berbagai pranata nilai di dalamnya berinteraksi Jabrohim, 2001:167. Berbagai masalah yang dituangkan pengarang ke dalam bentuk karya sastra membuat karya sastra itu menjadi menarik. Masalah yang mampu diungkapkan pengarang dalam bentuk karya sastra adalah masalah ‘kejiwaan’. Masalah kejiwaan tampak dalam novel Dadaisme. Salah satu bentuk dari masalah kejiwaan adalah bentuk gangguan jiwa. Gangguan jiwa yang dialami tokoh utama menyebabkan adanya bentuk dekonstruksi. Bentuk gangguan jiwa dan dekonstruksi tersebut yang akan dibahas di dalam penelitian ini. Novel Dadaisme adalah hasil karya Dewi Sartika. Dewi Sartika adalah berdarah Minang, tetapi lahir di Cirebon dan selama hidupnya dilalui sebagai orang Minangkabau perantauan. Berbeda dengan karya-karya yang dihasilkan pengarang- pengarang Minangkabau yang lain, yang lebih memiliki gambaran eksplisit tentang David Rici Ricardo : Dekonstruksi Dan Gangguan Jiwa Dalam Novel Dadaisme Karya Dewi Sartika, 2010. Minangkabau, Dadaisme mengangkat persoalan yang berbeda. Kemungkinan penyebab utama dari perbedaan ini adalah latar masa kecilnya. Dadaisme yang berarti paham atau aliran memiliki hubungan dengan novel Dadaisme karya Dewi Sartika. Menurut http:pakpar59.blogspot.com200812hand- out-kelas-viii.html nama dadaisme diambil dari Kamus Jerman dada yang artinya bahasa untuk anak-anak yang menyebutkan kuda kayu mainan. Penggerak aliran ini adalah Tristan Tzara, Marcell Janco, Hugo Ball, Richard Huelsenbeck, Hans Arp, Raoul Haussman, dan Duchamp. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 2003:227 kata dadaisme adalah aliran seni lukis dan sastra muncul sekitar tahun 1913 di Swiss yang menolak segala aliran seni yang telah ada serta meninggalkan nilai tradisional dan memperjuangkan dikembalikannya seni pada bentuknya yang paling primitif. Dadaisme juga dapat diartikan sebagai aliran pemberontak di antara seniman dan penulis. Kelompok ini menolak frame berpikir “seni adalah sesuatu yang tinggi, yang mahal, yang serius, complicated, dan eksklusif ”. Mereka membenci frame berpikir “seni tinggi” estetika semu. Gerakan ini berfokus pada politik anti perangnya melalui penolakan pada aturan seni yang berlaku melalui karya budaya anti seni. Kegiatan gerakan ini antara lain pertemuan umum, demonstrasi, dan publikasi. Dalam Kamus Istilah Sastra Indonesia 1991:52, dadaisme adalah nama gerakan seni dan sastra yang timbul di Eropa Barat pada awal abad ke-20. Timbulnya gerakan ini merupakan pernyataan reaksi keras atas tatanan masyarakat borjuis Eropa yang serba mapan dan formal. Ciri-ciri umum dadaisme adalah: David Rici Ricardo : Dekonstruksi Dan Gangguan Jiwa Dalam Novel Dadaisme Karya Dewi Sartika, 2010. 1. Menolak keteraturan, 2. Berusaha menciptakan suatu kontradiksi dan paradoks, 3. Menolak kemapanan dan tatanan sesuatu, dan 4. Ketidakteraturan sebagai dasar utama kesenian. Bertitik tolak dari pengertian dan ciri-ciri dadaisme di atas, Dewi Sartika terinspirasi untuk membuat sebuah novel yang berjudul Dadaisme. Cerita dalam novel Dadaisme tersebut sangat sesuai dengan pengertian dan ciri-ciri dadaisme di atas. Hal ini tampak pada tokoh utama dalam novel Dadaisme yaitu Nedena menolak atau memberontak terhadap segala sesuatu yang telah ada. Contoh penolakannya adalah Nedena tak pernah menggambarkan langit dengan warna biru seperti lazimnya, tetapi warna merah muda dan matahari berwarna oranye seperti jeruk. hal 6 Novel ini adalah pemenang Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta 2003. Adapun yang menjadi Dewan Juri pada saat itu adalah Budi Darma, Sapardi Djoko Damono, dan Maman S. Mahayana Mahayana, 2007:369. Maman S. Mahayana menganggap bahwa dalam perjalanan novel Indonesia, inilah salah satu novel yang ‘melampaui’ karya-karya sebelumnya. Dadaisme memperlihatkan bahwa penulis novel memerlukan tidak hanya kecerdasan mengungkapkan imjinasi, tetapi juga keluasan wawasan dan kecerdikan mengolah teknik bercerita. Budi Darma melihat, “kekacauan tokoh dan peristiwa perselingkuhan, anak-anak haram yang tidak normal, dan poligami dalam novel pada hakikatnya merupakan gambaran manusia masa kini, masa yang masing-masing orang sibuk menghadapi berbagai masalah tanpa sempat mendalami masing-masing masalah”. Kehidupan manusia sekarang David Rici Ricardo : Dekonstruksi Dan Gangguan Jiwa Dalam Novel Dadaisme Karya Dewi Sartika, 2010. dengan demikian serba fragmentaris, serba sepotong-sepotong. Di sinilah justru kekuatan gaya penceritaan novel ini. Novel yang membentangkan serpihan-serpihan kritik atas kultur etnik, perselingkuhan, halusinasi, dunia surealis, dan peristiwa tragis ini menurut dewan juri pantas tampil sebagai pemenang. Sebagai pemenang lomba, novel ini dapat dianggap sebagai karya besar yang berhak diberi perhatian. Psikologi sastra dan dekonstruksi dipandang sebagai teori yang tepat untuk memahaminya. Psikologi sastra dipandang sebagai teori yang tepat untuk memahami novel Dadaisme, karena novel Dadaisme termasuk novel psikologi. Hal ini diperkuat karena di dalam novel tersebut diceritakan adanya tokoh utama Nedena yang mengalami gangguan jiwa. Sehingga, novel ini dapat diteliti dengan menggunakan teori psikologi sastra. Gangguan jiwa yang dialami tokoh utama Nedena, mengakibatkan adanya bentuk dekonstruksi. Oleh karena itu, novel Dadaisme juga dapat diteliti dengan menggunakan teori dekonstruksi. Atas dasar inilah, novel Dadaisme menjadi objek penelitian penulis.

1.1.2 Masalah