David Rici Ricardo : Dekonstruksi Dan Gangguan Jiwa Dalam Novel Dadaisme Karya Dewi Sartika, 2010.
Menurut Saanin, masyarakat adalah tuan yang kejam dan cenderung menjadi gusar apabila ada penyimpangan-penyimpangan dari batas norma atau budaya yang telah
mereka tentukan. Misalnya ada seseorang melakukan kesalahan-kesalahan kecil yang masih masuk akal, mereka dapat memaafkan. Tetapi kesalahan dan penyimpangan
yang dapat menimbulkan kegoncangan bagi orang-orang di sekelilingnya, lebih-lebih kegoncangan bagi orang itu sendiri, biasanya dipandang sebagai kejadian abnormal.
Dari ketiga sudut pandang di atas yang penulis gunakan adalah menurut pandangan dari sudut patologi, menurut pandangan ini, gangguan jiwa atau tingkah
laku abnormal adalah akibat-akibat dari keadaan sakit atau gangguan-gangguan penyakit yang jelas kelihatan dari gejala klinisnya. Adapun gejala-gejala klinis yang
ditunjukkan Nedena sehingga Nedena dikatakan mengalami gangguan jiwa adalah:
4.1.1 Halusinasi
Baihaqi 2005:70 mengatakan bahwa halusinasi adalah persepsi yang salah atau palsu tidak ada rangsang yang menimbulkannya tidak ada objeknya. Pandangan lain
dikemukakan oleh Mahmud 1990:255, halusinasi adalah suatu pengamatan merasa mendengar suara padahal tidak ada rangsang suara; orang mengira melihat sesuatu
padahal tidak terlihat ada rangsang benda yang dimaksud. Pengalaman-pengalaman sehari-hari seperti mimpi, khayalan, kenangan visual adalah halusinasi ini.
Berdasarkan pengertian di atas, sangat tepatlah bahwa Nedena hidup dalam halusinasi. Kutipan di bawah ini menjalaskan halusinasi tersebut:
Mula-mula Nedena mendengar suara kepak sayap di luar jendela. Suaranya berdesing seperti letupan peluru. Terlalu aneh untuk sebuah
bunyi kepakan sayap. Ah, bukan... sekarang bunyi itu telah berubah menjadi pukulan keras pada tubuh manusia... sekarang bunyi itu berubah
lagi, menjadi seperti ribuan burung yang mengibaskan sayapnya di kaca
David Rici Ricardo : Dekonstruksi Dan Gangguan Jiwa Dalam Novel Dadaisme Karya Dewi Sartika, 2010.
jendela. Kenapa sekarang terasa begitu berisik. Nedena bangkit dan membuka jendelanya, lalu kelebat hitam masuk ke dalam rumah dan
terasa kibasan angin yang berhembus kuat menghantam tubuh Nedena hingga terduduk di atas kasurnya.
‘Michail?’ ‘Langit berwarna ungu. Adakah yang terjadi?’
Nedena diam saja sambil menengadahkan kepalanya, Ikut memerhatikan gambar langitnya yang berwarna ungu.
‘Aku akan pergi…’ ‘Ke mana?’
‘Ke kota. Bibi sudah memutuskan tadi. Aku akan ke kota,’ ‘Meninggalkan gambar-gambar langit ini?’
‘Ya. Maaf, aku belum menggambarkan surga untukmu.’ ‘Ya. Kau belum menggambarkan surga untukmu,.’
‘Ya. Kau belum menggambarkan taman surga untukku. Kau masih berutang janji untukku.’ 9
‘Michail… surga itu langitnya berwarna apa? Apa berwarna biru?’ ‘ Tidak. Langit di surga berwarna perak. Kadang berubah warna
menjadi emas.’ ‘Oh....’
Nedena tampak lega. Wajahnya seperti hendak tersenyum, lalu kembali memandangi gambar langit yang dibuatnya. 10
‘Michail. Dapatkah kau sampaikan kepada Tuhan, mengapa dia mewar nai langit dengan warna biru?’
Michail diam, kemudian duduk di hadapan Nedena. Sayapnya yang hitam masih mengepak-ngepak pelan yang menimbulkan desingan angin.
10 ‘Ah, kau tidak bisa menyampaikannya, ya?’ wajah Nedena tampak
kecewa. ‘Kaulihat, kan, Nedena. Sayapku Cuma satu. Aku tidak bisa terbang
menggapai langit ketujuh. Malaikat-malaikat lainnya bersayap dua dan berwarna putih, sedangkan sayapku hitam. Aku tidak pernah bisa
menyampaikan pertanyaanmu itu ke langit.’
Nedena menatap malaikat kecil di hadapannya yang sayapnya hanya satu. Tangannya meraih tangan malaikat kecil itu, lalu Nedena menatap
dalam-dalam dengan roman serius ke malaikat kecil tersebut. Dan, hatinya kembali berkata: ‘Kalau kau tidak bisa lagi pergi ke surga maka
aku akan menemanimu ke neraka.’ 10
Nedena menengadahkan kepalanya dan menatap ke langit-langit rumah mereka. Dia melihat Michail sedang duduk di kisi-kisi tiang
penahan langit-langit. Pakaiannya yang panjang menjuntai mengawang- awang di udara. Satu tangannya memegang tiang kayu yang kokoh
tersebut.
David Rici Ricardo : Dekonstruksi Dan Gangguan Jiwa Dalam Novel Dadaisme Karya Dewi Sartika, 2010.
‘Kau mendengarnya Michail?’ Michail menundukkan wajahnya dan menatap mata Nedena yang
sedang menengadah menatapnya. Lalu dia mengangguk, ‘Aku mendengarnya.’
‘Lalu?’ “Lalu kenapa?’
‘Kau akan ikut, kan?’ Michail tertawa, lalu ujarnya lagi, ‘Setan saja boleh ikut, mengapa
malaikat tidak?’11
Bukti bahwa kutipan di atas menggambarkan Nedena hidup dalam halusinasi adalah tampak pada kutipan di bawah ini:
“Nedena Apa yang kau lihat di atas sana. Hei, kalau orang bicara dengarkan” Si Bibi tampak jengkel dengan tingkah Nedena. “Kautahu, di
kota nanti kau akan diobati. Gilamu akan sembuh dan aku tidak perlu bersusah lagi merawatmu. Kautahu, kau itu hanya menyusahkanku, dan
Tuhan yang telah menurunkan kebaikannya padaku. Sekarang dan yang akan datang kau harus berlaku layaknya orang normal.”
Nedena diam saja, lalu pelan-pelan Michail turun dari tiang dan terbang rendah di sisi Nedena.
‘Apakah kau akan pergi meninggalkanku, Michail?’ Michail mendekap Nedena dari belakang dan berbisik lenmbut di
telinga gadis cilik itu, ‘Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, Nedena. Sejak kita berdua bersumpah akan selalu bersama, walau ke neraka
sekalipun.’
Neraka. Seperti apakah neraka yang terlukis oleh tangan kanak-kanak? 12
4.1.2 Dissosiasi