Konsep Wacana dan Model Analisis Teun Van Dijk

xxiii

E. Konsep Wacana dan Model Analisis Teun Van Dijk

Istilah wacana sekarang ini dipakai sebagai terjemahan dari perkataan bahasa Inggris discourse, kata discourse inipun berasal dari bahasa Latin diskursus, dis: dari, dalam arah yang berbeda dan currere: lari, sehingga berarti lari kian kemari. Pemakaian istilah wacana memiliki perbedaan makna, ini dikarenakan perbedaan disiplin ilmu yang memakainya. Bahkan kamus, kalau dianggap merujuk pada referensi yang yang objetif, juga memiliki definisi yang berbeda pula. Dalam salah satu kamus bahasa Inggris terkemuka disebutkan bahwa wacana adalah: komunikasi buah pikiran dalam kata-kata, ekspresi ide-ide atau gagasan, konvensi atau percakapan. 29 Ismail Muharimin mengartikan wacana sebagai “kemampuan untuk maju dalam pembahasan menurut urutan-urutan yang teratur dan semestinya”, dan “komunikasi buah pikiran, baik lisan maupun tulisan, yang resmi dan teratur”. 30 Dari definisi ini, wacana harus mempunyai dua unsur penting, yaitu kesatuan unity dan Kepaduan coherence. Alex Sobur berupaya merangkum pengertian wacana dari berbagai pendapat, ia memandang wacana sebagai “rangkaian ujar atau rangkaian tidak tutur yang mengungkapkan suatu hal subjek yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam suatu kasatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental maupun non segmental bahasa”. 31 29 Ibid., h. 71 30 Ismail Muharimin, Menulis Secara Populer, Jakarta: Pustaka Jaya, 1994, h. 26 31 Alex Sobur, Op. Cit., h. 11 xxiv Istilah analisis dalam kamus pintar bahasa Indonesia diartikan sebagia suatu sifat penelitian, penguraian, kupasan. Sedangkan analisa adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan sebenarnya. 32 Analisis wacana adalah ilmu baru yang muncul beberapa puluh tahun belakangan ini. Aliran-aliran linguistic selama ini membatasi penganalisaannya hanya kepada soal kalimat, dan barulah belakangan ini sebagian ahli memalingkan perhatiannya kepada penganalisaan wacana. 33 Dari sekian banyak model analisis wacana yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh para ahli, model Van Dijk adalah model yang paling banyak dipakai. Hal ini kemungkinan karena Van Dijk mengelaborasi elemen-elemen wacana sehingga dapat didayagunakan dan dipakai secara praktis. 34 Wacana oleh Van Dijk digambarkan memiliki tiga dimensi yaitu: teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Ketiga bagian ini adalah bagian yang integral dalam kerangka Van Dijk, untuk itulah Van Dijk menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut dalam satu kesatuan analisis. 1. Teks Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah struktur dari teks. Van Dijk melihat suatu teks terdiri dari beberapa struktur atau tingkatan yang masing bagian saling mendukung. Ia membaginya kedalam tiga tingkatan. Pertama, struktur makro, yaitu makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topic atau tema yang diangkat oleh suatu teks. Kedua, super struktur, yaitu: kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup dan kesimpulan. Dan ketiga struktur mikro, yaitu makna 32 Hamis ST, Kamus Pintar Bahasa Indonesia, Surabaya: Pustaka Dua, 2000, cet. Ke-1, h. 34 33 A. Hamid Lubis, Analisis Wacana Pragmatis, Bandung: Angkasa,1993, cet. Ke-1, h. 12 34 Alex Sobur, Op. Cit., h. 69 xxv wacan yang dapat diamati dari suatu teks yakni; kata, kalimat, proposisi dan gaya yang dipakai dari suatu teks. 35 2. Kognisi Sosial Dalam dimensi ini, menerangkan bagaimana teks diproduksi oleh pembuat teks, cara memandang suatu realitas social yang melahirkan teks tertentu. Analisis kognisi sosial menekankan bagaimana peristiwa dipahami, didefinisikan, dianalisis dan ditafsirkan kemudian ditampilkan dalam suatu model dalam memori. Proses terbentuknya teks yang demikian ini, tidak hanya bermakna mengetahui proses terbentuknya teks, pada tahap ini pula dimasukkan informasi yang digunakan untuk menulis dari suatu wacana tertentu. 3. Konteks Sosial Konteks sosial adalah bagian dari wacana yang berkembang di masyarakat, sehingga untuk meneliti teks perlu dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaimana wacana tentang suatu hal diproduksi dan dikonstruksi oleh masyarakat. Konteks sosial berusaha memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa. Titik perhatian dari analisis wacana adalah menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi. Konteks sangat penting dalam menentukan makna dari suati ajaran. Dalam kerangka Van Djik, penelitian terhadap bagaimana wacana diproduksi dalam masyarakat sangat diperlukan, sehingga dalam hal ini dapat dilihat mengenai teks yang dihubungkan lebih jauh dengan strukrur sosial dan pengetahuan yang berkembang atas suatu wacana. 35 Eriyanto, Analisis Wacana, Yogyakarta: LKiS, 2003, Cet. Ke- 2, 225-226 xxvi

BAB III PROFIL DAN GAMBARAN UMUM

A. Profil Emha Ainun Najib

1. Latar Belakang Keluarga

Muhammad Ainun Najib adalah wong Jombang. Muhammad disingkat menjadi inisial M.H. yang pada akhirnya menjadi Emha. 36 Ia adalah anak desa. Tepatnya desa santri. Dari desa ia banyak mendapatkan pengalaman dan pelajaran tentang kasederhanaan, kebersahajaan, kewajaran, dan kearifan hidup. Karena pelajaran besar itulah Emha menganggap bahwa peran sosial bukan sebagai karir. Melainkan sebagai kewajiban dan fungsi sosial yang mampu memberi makan kepada masyarakat. Karena pelajaran besar itu pulalah, Emha tetap bertahan untuk hidup sederhana. Dikatakan bertahan, karena secara ekonomis ia sesungguhnya mampu menyesuaikan diri dengan gaya hidup kelas menengah yang borjuistic. Setiap hari ia masih makan di warung di pinggir jalan. Sampai-sampai ia sakit karena kurang gizi. Peraih bintang Medal of Islamic Excellence 2005 dari The Moslem News Inggris 37 yang juga dikenal dengan sapaan Cak Nun ini lahir pada hari Rabu Legi 27 Mei 1953 di Menturo, sumobito, Jombang, Jawa Timur. Menturo adalah pusat budaya dan tradisi yang cukup penting bagi pengembaraan panjang Emha, baik dari dimensi sosial, intelektual, kultural, maupun spiritual. 38 36 Ian Leonard Betts, Jalan Sunyi Emha Jakarta : Penerbit Buku Kompas, Juni 2006, h. 1 37 Ibid ., h. xi. 38 Emha Ainun NajibMuhammad AinunNajib, Sedang Tuhan pun Cemburu, Refleksi Sepanjang Jalan , Yogyakarta: SIPRESS, Januari 1995, Cet. Ke-3, h. 305