xxix Kalau mau, sesungguhnya Emha punya paspor untuk memasuki lingkaran
kekuasaan. Tetapi ia tetap bertahan sebagai orang pinggiran. Emha tetap bertahan di kemah Yogya yang jauh dari hiruk-pikuk perebutan kekuasaan lokal, nasional, maupun
glogal.
2. Latar Belakang Pendidikan
Riwayat pendidikan Emha boleh dikatakan kurang indah. Spintas, Emha menempuh jenjang pendidikan formal akademiknya dengan langkah sempoyongan,
bahkan juga agak kacau. Dia mengenyam pendidikan SD di Jombang 1965 dan SMP Muhammadiyah di Yogyakarta 1968.
45
Sempat masuk pondok modern P.M Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur tapi kemudian dikeluarkan karena melakukan demo atas ketidakadilan Qismul Amn
pada awal 1968 atau pertengahan tahun ketiga studinya. Tapi Emha tidak merasa dendam atas kejadian itu. Ia malah menuliskan:
“Saya mensyukuri hikmah dari pengadilan subyektif itu. Bahkan penghargaan saya terhadap Gontor sama sekali tidak pernah menurun. Sejak
itu saya sangat rakus dengan metode bersikap , sangat keras, bahkan kejam kepada diri sendiri dan menyeleksi cita-cita menjadi hanya sebiji bekerja keras
sampai terakhir hidup saya.”
46
Selama di P.M. Darussalam Gontor, Emha mendapatkan setruman pendidikan war’i
. Baju hanya satu, tidak punya kasur apalagi pillow. Dalam soal kepemimpinan dan pergaulan, memang sejak di P.M. Darussalam Gontor telah terlihat pada dirinya
bakat-bakat tersebut. Mas Kurdi salah seorang staf redaksi Harian Surya yang menjadi shohibul hamim
sewaktu di P.M. Darussalam Gontor, berkomentar: “…Mas Emha
45
Data diakses pada 16 April 2007 dari www. Padhangmbulan.com
46
Emha Muhammad Ainun Najib, Melihat Dunia dari Secangkir Teh Ponorogo: Warta Mingguan Darusalam Pos, 2002, h. 36
xxx memang sejak dulu memiliki kepribadian menarik dan ngangeni baik itu di kamar, di
kelas, dan di kelompok olah raga, khususnya sepak bola…”
47
Drop-out dari Pondok Pesantren Modern P.M Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur, ia melanjutkan studinya ke SMA 1 Muhammadiyah Yogyakarta. Setelah
menjadi alumni SMA 1 Yogyakarta tersebut Emha mencoba menambah ilmu pengetahuannya dan memilih kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada
UGM Yogyakarta. Tapi ia tidak suka berlama-lama di sana.
48
Salah satu hal yang menarik dan patut mendapat perhatian dari latar belakang pendidikan Emha di sini adalah ia tumbuh di Nahdhatul Ulama NU sedangkan secara
akademis banyak belajar di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Dari sini dapat ditelusuri mengenai pembentukan pemikiran Emha yang menerima kedua organisasi tersebut
sebagia kekuatan umat Islam Indonesia. Setelah menempuh pendidikan formal, Emha lebih memilih belajar nonformal di
Malioboro. Malioboro adalah jalan induk Yogyakarta yang sekarang merupakan pusat industri turisme di sana.
49
Emha langsung jatuh cinta kepada kota Gudeg ini. Bahkan Yogya menjadi ibukota hati dan ibukota budayanya yang kedua sesudah Jombang.
Emha pun memmbentur-benturkan dirinya dalam realitas hidup yang sesungguhnya di Yogya. Ia pantang menyerah menghadapi kesusahan-kesusahan hidup yang ia dapatkan
dalam periode ini.
50
Semua pengalaman itulah yang kemudian membantu memacu Emha untuk menegakkan tekad untuk berguru pada alam: gurunya siapa saja, kampusnya di mana
47
Ibid., h. xiii
48
Emha Muhammad Ainun Najib, Op. Cit., h. 307
49
Ian Leonard Betts, Op. Cit., h.1
50
Ibid., h. 306-307
xxxi saja, kurikulum atau mata kuliahnya apa saja. Pendeknya, situasi darurat yang
melingkari kehidupannya telah mengantarkan Emha menjadi ia yang sekarang ini. Lima tahun 1970-1975 Emha belajar sastra. Ia hidup menggelandang di
Malioboro, yogyakarta. Semenjak akhir tahun 60-an bergabung dengan kelompok penulis muda Persada Studi Klub PSK, di bawah asuhan maha guru yang dikaguminya
Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misterius yang popular dengan sebutan Presiden Penyair Malioboro Yogyakarta dan sangat mempengaruhi
perjalanannya.
51
Emha sendiri memberi gelar dengan istilah “…Raja Penyair Malioboro, Umbu Landu Paranggi…”.
52
Di PSK, Emha makin menyadari potensi kepenyairan dan kepenulisannya dan dari sini pula pengembaraan sosial, intelektual,
kultural, maupun spiritual berlanjut. Pada tahun 1970-an, Emha, PSK, dan teman-temannya mengisi kehidupan
sastra. Pada awalnya di sekitar lingkungan sendiri; diskusi di antara sesama penyair, cerpenis, penulis, atau wartawan yang hampir setiap minggu diadakan di kantor surat
kabar Pelopor Yogya. Sesekali kegiatan melebar dan menjelajah kampung dan kampus. Beberapa nama berkibar bersama Emha, seperti Linus, Yudhistira Adgi Nugraha, Iman
Budhi Santosa, Suwarno Pragolapati, Bambang Indra Basuki alm, Bambang Darto, dan Saiff Bakham.
53
Kegelisahan untuk senantiasa menawarkan alternatif nilai, menjadikan Emha seorang manusia yang selalu tidak kerasan untuk menetap dalam suatu kamapanan
institusi. Ia singgah dari suatu institusi untuk kemudian ditinggalkannya. Ia pernah menjadi pengasuh Ruang Sastra di Harian Masa Kini, Yogyakarta 1970. Kemudian
51
Ibid., h. 1
52
Agus Ahmad Safei, Ensiklopedi pemikiran Emha Ainun Najib, Wasiat Pengembara Yogyakarta: Tinta, Oktober 2002, h.xiii
53
www. Padhangmbulan.com
xxxii menjadi wartawanRedaktur di Harian Masa Kini, Yogyakarta 1973-1976, sebelum
manjadi pemimpin Teater Dinasti yogyakarta, ia pernah menjadi Sekretaris Dewan Kesenian Yogyakarta. Pernah didhapuk jadi Fungsionaris Ikatan Cendikiawan Muslim
Indonesia ICMI dan pemimpin grup musik Kiai Kanjeng hingga kini. Penulis puisi dan kolumnis di beberapa media.
54
Bagai udara, ayah dari vokalis grup band Letto Neo ini terus beredar. Singgah di berbagai ruang dan peristiwa. Mengikuti berbagi festival dan lokakarya puisi dan
teater. Di antaranya mengikuti lokakarya teater di Filipina 1980, Internasional Writing Program
di Universitas Lowa, Amerika Serikat 1984, Festival Penyair Internasional Internasional Poetry Festival di Rotterdam, Belanda 1984 dan Festival Horizonte II
di Berlin Barat, Jerman.
55
untuk menumbuhkan potensial rakyat. Bersama Grup Musik Kiai Kanjeng, Cak Nun rata-rata 10-15 kali per bulan berkeliling ke berbagai wilayah
nusantara, dengan acara missal yang ummnya dilakukan di area luar gedung.
56
Aktivitas dakwah Emha adalah aktivitas bergumulan dengan masyarakat bawah, melalui forum-forum silaturahmi seperti:
1. Padhang Bulan
2. Mocopat Syafaat
3. Kenduri Cinta
4. Gambang Syafaat
3. Karya-Karya Emha