Arah Rumah Tradisional Struktur Rumah Siwaluh Jabu Kategori dan Strategi Transformasi Arsitektur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Arsitektur Karo 2.1.1 Pola Perkampungan Pola perkampungan karo secara umum mengelompok atau berbaris mengikuti alur sungai sehingga peletakan rumah didasarkan pada aliran sungai, dimana pintu utama atau depan menghadap kehulu sungau dan bagian belakang atau pintu belakang rumah manghadap ke hilir sungai.

2.1.2 Arah Rumah Tradisional

Pada masyarakat karo mereka mengenal mata angin yang disebut “Desa Siwaluh”, pada awalnya rumah dibuat dengan arah kenjahe-jenjulu, sesuai dengan arah pengaliran sungai disuatu kampung, pengertian kenjahe kenjulu berbeda dengan utara selatan, arah hilir disebut kenjahe sering disebut juga kahe-kahe atau jahe-jahe dan arah kenjulu disebut kolu-kolu atau julu Masri Singalimbun 1960 : 149 No. 839 151 No. 847. Semua pangkal kayu utama yang digunakan pada rumah tradisional berada disebelah kanjahe, dimana ditempatkan jabu raja, yang dianggap sebagai pangkal atau asal dari rumah. Jabu raja tersebut terletak disebelah kiri pintu hilir ture jahe, sedang menurut pendapat lain “Percikan Budaya Karo” hal 2 jabu raha atau jabu benana kayu terletak pada kanan pintu hulu ture jahe diarah timur purba, tempat matahari terbit. Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Tipologi Bangunan Rumah Adat Karo

M. Nawawiy 2004 dalam buku Raibnya Para Dewa, mengatakan, menurut bentuk atap terdapat dua tipologi rumah yaitu rumah biasa dan rumah Raja . Pembagian lain adalah rumah dengan atap Tersek tak bertingkat Rumah Kurung Manik, rumah beratap satu tingkat Sada Tersek, dan rumah dengan atap bertingkat dua dilengkapi dengan menara Anjung-anjung. Secara umum Rumah Karo berbentuk empat persegi panjang dengan dua buah teras ture sebagai pintu utama, yaitu pintu yang menuju hulu Ture Julu dan pintu yang menuju hilir Ture Jahe sebagai pintu kedua. Bagian-bagian atapnya berbentuk perpaduan trapesium dimana bagian depan atap berbentuk segi tiga yang disebut dengan wajah rumah ayo atau lambe-lambe, dan bagian dinding yang juga berbentuk trapesium yang ditopang oleh dinding papan berbentuk lunas perahu dapur-dapur yang terletak diatas beberapa tiang. Rumah tradisional Karo diperuntukan bagi delapan keluarga Jabu yang memiliki pertalian keluarga satu sama lain. Susunan ruang bagi setiap keluarga diataur sesuai dengan kedudukan dan fungsi setiap keluarga. Jabu diartikan juga sebagai satu bagian ruangan yang terdapat pada rumah Karo. Kehidupan bersama di dalam rumah tradisional diatur oleh kepercayaan dan adat. Aturan yang terdapat pada rumah yang satu dengan yang lain, mungkin memiliki sedikit perbedaan namun prinsipnya tetap sama. Sanksi yang dikenakan terhadap suatu pelanggaran ketentuan kepercayaan, bergantung kepada besar kecilnya sifat pelanggaran. Seorang yang terlambat pulang pada malam hari dan lupa memasang palang pintu ngeruk pintun, sehingga terjadi pencurian, akan Universitas Sumatera Utara dikenakan sanksi membersihkan halaman dan kolong rumah yang merupakan simbol dunia bawah atau neraka. Rumah Adat Karo disebut juga Rumah Siwaluh Jabu karena pada umumnya dihuni oleh Waluh Jabu delapan keluarga, selain rumah si waluh jabu ada juga rumah adat yang lebih besar yaitu Sepuludua Jabu dua belas keluarga yang dulu terdapat di kampung Lingga, Sukanalu dan rumah adat yang terbesar adalah Rumah adat Sepuluenem Jabu yang pernah ada di Kampung Juhar dan Kabanjahe, tetapi sekarang rumah adat Sepuludua Jabu dan Sepuluenem Jabu sudah tidak ada lagi. Setiap Jabu keluarga menempati posisi di Rumah Adat sesuai dengan struktur sosialnya dalam keluarga. Letak Rumah Adat Karo selalu disesuaikan dari arah Timur ke Barat yang disebur Desa Nggeluh, di sebelah Timur disebut Bena Kayu pangkal kayu dan sebelah barat disebut Ujung Kayu. Sistem Jabu dalam Rumah Adat mencercerminkan kesatuan organisasi, dimana terdapat pembagian tugas yang tegas dan teratur untuk mencapai keharmonisan bersama yang dipimpin Jabu Bena KayuJabu Raja. Gambar 2.1 Rangka Atap Rumah Adat Karo Sumber : karo.or.id Universitas Sumatera Utara Gambar 2.2 Aksonometri Rumah Adat Karo Sumber : karo.or.id Bagian dalam si waluh jabu baik yang digunakan oleh rakyat biasa Derip maupun oleh bangsawan tidak memiliki pembatas fisik yang memisahkan antara ruang satu keluarga dan keluarga lainnya. Pemisah antara ruang yang berhadapan hanya dapur yang digunakan oleh setiap dua keluarga yang berdekatan. Dengan demikian bangunan ini sepintas hanya terdiri dari satu ruang besar yang ditempati oleh delapan keluarga, yang masing-masing menempati daerah yang berukuran kurang lebih 4,00 x 4,00 m, sehingga merekan dapat saling melihat. Meskipun setiap ruang ditempati oleh satu keluarga, namun pada dasarnya semua ruang dapat digunakan untuk berbagai fungsi secara komunal tergantung dari aktifitas yang sedang dilakukan, seperti untuk tempat makan, temapat tidur, menerima tamu, dan lain sebagainya. Namun pada kenyataannya terdapat pembatas psikologis dan kultural yang sangat tegas diantara ruang tersebut yang disertai dengan berbagai macam tabu yang berlaku diantara keluarga sesuai dengan keyakinan dan adat. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.3 Nama-nama dari Ornamen pada Atap Rumah Adat Karo Sumber : karo.or.id Menurut Ir. Myrtha Soeroto 2003 dalam buku Dari Arsitektur Tradisional Menuju Arsitektur Indonesia, Nama, Posisi dan Peran Jabu dalam Rumah Adat Karo Rumah Siwaluh Jabu:

1. JABU BENA KAYU Merupakan tempat bagi keluarga simanteki Kuta

Bangsa Taneh keluarga yang pertama mendirikan Kuta. Jabu Bena Kayu juga disebut Jabu Raja, posisinya sebagai pimpinan seluruh anggota Jabu dalam sebuah Rumah Adat, berperan sebagai pengambil keputusan dan penanggung jawab baik internal maupun eksternal untuk segala permasalahan dan pelaksanaan adat menyangkut kepentingan rumah dan seisi penghuni rumah. Universitas Sumatera Utara

2. JABU UJUNG KAYU Merupakan tempat bagi Anak Beru pihak

perempuansaudari dari Jabu Bena Kayu. Jabu ujung Kayu berperan untuk membantu Jabu Bena Kayu dalam menjaga keharmonisan seisi rumah dan mewakili Jabu Bena Kayu dalam menyampaikan perkataan atau nasehat- nasehatnya kepada setiap penghuni rumah. Dengan kata lain Jabu ujung Kayu adalah pembantu utama dari Jabu Bena Kayu baik di dalam urusan dalam rumah maupun di dalam lingkup adat.

3. JABU LEPAR BENA KAYU Merupakan tempat bagi pihak saudara dari

Jabu Bena Kayu. Jabu Lepar Bena Kayu disebut juga Jabu Sungkun-Sungkun Berita Tempat bertanya Kabarberita. Penghuni Jabu ini masih termasuk golongan bangsa taneh. Jabu Lepar Bena Kayu berperan untuk mengawasi keadaan rumah dan keadaan Kuta kampung kemudian memberi kabar kepada Jabu Bena Kayu. Jika ada permasalahan di dalam rumah atau di Kuta seperti terjadi pencurian atau akan terjadi perang, maka Jabu Lepar Bena Kayu harus menyelidikinya terlebih dahulu kemudian mengabarkannya kepada Jabu Bena Kayu.

4. JABU LEPAR UJUNG KAYU Merupakan tempat bagi pihak Kalimbubu

Pihak dari Klan ibu dari Jabu Bena Kayu. Penghuni Jabu ini sangat dihormati dan disegani karena kedudukannya sebagai Kalimbubu. Kalimbubu dalam masyarakat karo merupakan derajat tertinggi dalam struktur adat. Jabu Lepar Ujung Kayu disebut juga sebagai Jabu Simangan Minem pihak yang makan dan minum. Jika Jabu Bena Kayu mengadakan pesta adat maka Jabu Universitas Sumatera Utara Lepar Ujung Kayu akan menduduki posisi yang terhormat, dia tidak ikut bekerja hanya hadir untuk makan dan minum.

5. JABU SEDAPUREN BENA KAYU Merupakan tempat bagi anak beru

menteri dari Jabu Bena Kayu. Jabu Sedapuren Bena Kayu juga disebut Jabu Peninggel-ninggel Pihak yang mendengarkan. Perannya adalah untuk mendengarkan segala pembicaraan di dalam suatu Runggu musyawarah para anggota Rumah Adat. Selain sebagai pihak pendengar, Jabu Sedapuren Bena Kayu juga berperan sebagai saksi untuk berbagai kepentingan setiap anggota Rumah Adat, baik di lingkup rumah maupun di lingkup Kuta.

6. JABU SEDAPUREN UJUNG KAYU Merupakan tempat anak atau saudara

dari dari penghuni Jabu Bena Kayu. Jabu ini disebut juga sebagai Jabu Arinteneng yang memberi ketenangan. Posisinya diharapkan dapat menjadi penengah setiap permasalahan, memberikan ketenangan dan ketentraman bagi seluruh Jabu di Rumah Adat. Jabu arinteneng sering juga ditempati oleh Penggual atau Penarune pemain musik tradisional, yang terkadang menghibur seisi rumah dengan alunan musiknya yang menentramkan.

7. JABU SEDAPUREN LEPAR BENA KAYU Merupakan tempat bagi anak

atau saudara penghuni Jabu Ujung Kayu. Jabu Sedapuren Lepar Bena Kayu juga disebut Jabu Singkapuri Belo penyuguh sirih. Jabu Sedapuren Lepar Bena Kayu berperan dalam membantu Jabu Bena Kayu dalam menerima dan menjamu tamunya. Jabu Singkapuri Belo secara umum berperan sebagai penerima tamu keluarga di dalam sebuah Rumah Adat dan bertugas menyuguhkan sirih bagi setiap tamu keluarga yang menghuni Rumah Adat. Universitas Sumatera Utara

8. JABU SEDAPUREN LEPAR UJUNG KAYU Merupakan kedudukan bagi

Guru dukun tabib. Jabu Sedapuren Lepar Ujung Kayu juga disebut Jabu Bicara guru yang mampu mengobati. Jabu Sedapuren Lepar Ujung Kayu berperan sebagai penasehat spiritual bagi penghuni Jabu Bena Kayu, mengumpulkan ramuan-ramuan dari alam untuk pembuatan obat-obatan bagi seisi rumah, menilik hari baik dan buruk, menyiapkan pagar tolak bala bagi seisi rumah, selain itu dia juga berperan dalam pelaksanaan upacara terhadap leluhur kiniteken pemena dan upacara-upacara yang menyangkut dengan kepercayaan pada masyarakat karo jaman dahulu. Jadi Jabu Sedapuren Lepar Ujung Kayu atau Jabu Bicara Guru berperan dalam hal pengobatan dan hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan masyarakat Karo pada jaman dahulu.

2.1.4 Jenis Rumah Adat Karo

Rumah adat karo dapat dibedakan menjadi beberapa jenis dan ditinjau dari dua hal, yaitu : a. Bentuk Atapnya b. Binangunnya rangka Si waluh jabu Berdasarkan bentuk atap, rumah adat karo dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

A. Rumah Sianjung-anjung

Rumah sianjung-anjung adalah rumah bermuka empat atau lebih, yang dapat juga terdiri atas satu atau dua tersek dan diberi bertanduk. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.4 Rumah Sianjung-anjung Sumber : karo.or.id Gambar 2.5 Jenis Atap Rumah Sianjung-anjung Sumber : sorasirulo.net Universitas Sumatera Utara

B. Rumah Mecu

Rumah mecu adalah rumah yang bentuknya sederhana, bermuka dua mempunyai sepasang tanduk. Gambar 2.6 Jenis Atap Rumah Mecu Sumber : sorasirulo.net Gambar 2.7 Jenis Atap Rumah Mecu Sumber : karo.or.id Universitas Sumatera Utara Sementara menurut binangun, rumah adat Karo pun dapat dibagi atas dua yaitu: 1 Rumah Sangka Manuk Rumah sangka manuk yaitu rumah yang binangunnya dibuat dari balok tindih-menindih. Gambar 2.8 Rumah Sangka Manuk Sumber : karo.or.id Universitas Sumatera Utara 2 Rumah Sendi Rumah sendi adalah rumah yang tiang rumahnya dibuat berdiri dan satu sama lain dihubungkan dengan balok-balok sehingga bangunan menjadi sendi dan kokoh. Gambar 2.9 Rumah Sendi Sumber : karo.or.id Gambar 2.10 Detail Struktur Rumah Sendi Sumber : sorasirulo.net Universitas Sumatera Utara

2.1.5 Struktur Rumah Siwaluh Jabu

Rumah adat siwaluh jabu ini berbentuk rumah panggung dengan ketinggian dua meter dari permukaan tanah. Ukuran rata-rata bangunan ini adalah 17×12 m 2 dengan ketinggian kurang lebih 12 m. Bangunan ini simetris pada kedua porosnya, sehingga pintu masuk pada kedua sisinya terlihat sama. Rumah adat Batak Karo dibangun dengan 16 tiang yang bertumpu pada batu-batu alam berukuran besar pondasi. Terdapat pembagian penyaluran beban dari bangunan terhadap pondasinya, dimana delapan dari tiang-tiang ini menyangga lantai dan atap, sedangkan yang delapan lagi hanya menyangga lantai saja. Pada bangunan ini masih menggunakan struktur post and lintel, dimana pada bagian atas bangunan semacam plafon merupakan suatu penyusunan antar kayu yang dimana balok hanya menumpu pada kolom. Namun sudah ditemukan kemajuan dimana sudah digunakan sistem sendi pada bagian lantai untuk mengikat balok lantainya. Gambar 2.11 Struktur Rumah Siwaluh Jabu Sumber : karo.or.id Universitas Sumatera Utara

2.1.6 Konstruksi Rumah Siwaluh Jabu

Pembangunan rumah adat ini menggunakan tiga jenis kayu, yaitu kayu ndarasi, ambertuah dan sibernaek. Pada pemasangan tiap-tiap bagiannya tidak digunakan paku sama sekali. Hanya menggunakan pengikatan dengan tali ijuk untuk menyatukan tiap-tiap bangunannya. Terkadang juga digunakan suatu bahan untuk merekatkan bagian yang dibuat dengan bahan-bahan dari hutan. Beberapa bagian pembentuk konstruksi rumah ini antara lain : 1. Pondasi atau Palas Palas terbuat dari batu-batuan yang diambil dari gunung ataupun sungai. Batu ini dugunakan sebagai pondasi rumah adat ini. Bebatuan ini akan dilubangi bagian atasnya supaya beberapa bahan yang menurut masyarakat setempat dapat mendukung kekuatan dan kekokohan bangunan ini. Bahan ini antara lain yaitu belo cawir sirih, besi mersik, dan ijuk. Hal ini tentu berkaitan dengan lokasinya yang diapit kedua gunung sehingga sering sekali terjadi gempa. Konstruksinya tentu spesifik dengan konstruksi tahan gempa. Selanjutnya batang-batang kayu yang ujungnya telah diruncingkan, dimasukkan ke dalam bolongan batu dan kemudian digunakan sebagai kolom bangunan ini. Batu palas kemudian dipendam sebagian ke dalam tanah agar tidak mudah bergeser. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.12 Sketsa Pondasi Rumah Adat Karo Sumber : karo.or.id

2. Tangga

Pada bangunan ini dibutuhkan tangga untuk memasukinya karena letaknya yang beradap pada ketingian dua meter dari muka tanah. Tangga terbuat dari bambu berdiameter kurang lebih 15 cm. Terdapat dua buah tangga. Di bagian muka berjumlah tiga sedangkan di bagian belakang berjumlah lima. Gambar 2.13 Tangga Rumah Adat Karo Sumber : karo.or.id Universitas Sumatera Utara

3. Serambi Ture – Naki-naki

Merupakan bagian muka yang tersusun dari rangkaian bayu yang rapat diameter kurang lebih 10-15cm. Bagian ini merupakan tempat yang pada siang hari digunakan untuk menganyam bagi kaum wanita, dan tempat pertemuan pada malam hari. Penopang serambi ini adalah bayu yang memiliki diameter lebih besar. Gambar 2.14 Serambi Ture-Naki-naki Sumber : sorasirulo.net

4. Dinding

Terbuat dari jenis kayu yang sama dengan kolom, yaitu kayu ndrasi yang berbentuk papan atau lembaran. Masing-masing papan ini diikat dengan tali retret yang terbuat dari ijuk atau rotan. Penalian ini menggunakan suatu pola anyaman yang disebut pola cicak. Dinding ini tidak dibentuk lurus, namun memiliki kemiringan sekitar 40° keluar. Dinding ruang bangunan yang miring ini juga sebagai lambang pertemuan dunia tengah yang dipercaya sebagai tempat tinggal manusia dengan langit yang dipercaya sebagai tempat para Dewa bersemayam. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.15 Dinding Rumah Adat Karo Sumber : sorasirulo.net

5. Suhi Cuping Sudut Dinding

Terbuat dari kayu yang sudah tua, yang berupa lembar papan yang berukuran 4x30cm. Posisinya terletak pada sudut-sudut dinding yang berfungsi untuk menahan dan memikul dinding. Pemasangannya dengan menggunakan sambungan pen. Cuping ini dibentuk dengan pola ukiran. Gambar 2.16 Suhi Cuping Sudut Dinding Sumber : sorasirulo.net Universitas Sumatera Utara

6. Pintu

Terbuat dari kayu yang sudah tua berupa dua lembaran kayu tebal yang masing-masing berukuran 5 x 40 cm. Tinggi pintu dibuat setinggi orang dewasa dengan posisi kedua pintu menghadap ke arah timur dan barat. Dipasang pada dinding bangunan yang miring, di atas balok bulat yang dipasang mengelilingi bangunan. Balok ini sendiri berfungsi untuk menahan dinding bangunan.

7. Labah – Jendela

Jendela terbuat dari papan yang berukuran 8x30 cm. Dibuat miring 40 cm keluar mengikuti kemiringan dinding. Terdapat 8 buah jendela. 2 di bagian depan, 2 di belakang, dan 4 di kanan kiri bangunan.

8. Atap

Penutup atap rumah adat karo ini terbuat dari ijuk yang bersusun-susun sehingga mencapai tebal 20 cm. Rangkanya sendiri terbuat dari bambu yang di belah sebesar 1 x 3 cm dan di ikat dengan rotan dengan jarak antar bambu 4 cm. Fungsi utama dari bentuk ujung atap yang menonjol ini adalah untuk memungkinkan asap keluar dari tungku dalam rumah. Gambar 2.17 Atap pada Rumah Adat Karo Sumber : sorasirulo.net Universitas Sumatera Utara

9. Ornamen

Ornamen-ornamen mengandung arti mistik, ini berkaitan dengan kepercayaan pada masa itu Secara umum menggambarkan jati diri, kebersatuan keluarga dan permohonankeselamatan Mengunakan 5 warna : putih, merah, hitam, biru, kuning yang melambangkan jumlah marga di tanah Karo Bahan pewarnanya dibuat dari alam dah atah tanehselalu menggambarkan cicak di dinding rumah mereka, baik nampak seperti cicak sebenarnya ataupun bentuk yang menyerupainya Artinya, orang Batak dapat beradaptasi dengan lingkungannya seperti hidup cicak. Gambar 2.18 Ornamen pada Rumah Adat Karo Sumber : sorasirulo.net Universitas Sumatera Utara Gambar 2.19 Ornamen pada Rumah Adat Karo Sumber : sorasirulo.net 2.2 Transformasi Arsitektur 2.2.1 Pengertian Transformasi Secara etimologis Transformasi adalah transformasi rupa bentuk, sifat, fungsi dan sebagainya. Pengertian Transformasi bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dalam kamus The New Grolier Webster International Dictionary Of English Language adalah menjadi bentuk yang berbeda namun mempunyai nilai- nilai yang sama, transformasi dari satu bentuk atau ungkapan menjadi suatu bentuk yang mempunyai arti atau ungkapan yang sama mulai dari struktur permukaan dan fungsi. Transformasi berarti transformasi menjadi suatu transformasi dapat dianggap sebagai sebuah proses pemalihan total dari suatu bentuk menjadi sebuah sosok baru yang dapat diartikan sebagai tahap akhir dari sebuah proses transformasi sebagai sebuah proses yang dijalani secara bertahap Universitas Sumatera Utara faktor ruang dan waktu menjadi hal yang sangat mempengaruhi transformasi tersebut Webster Dictionary, 1970. Adapun pengertian Transformasi menurut beberapa ahli, yakni: • Menurut D’ Arcy Thompson, 1961. Transformasi adalah sebuah proses fenomena transformasi bentuk dalam keadaan yang berubah-ubah, dengan demikian transformasi dapat terjadi secara tak terbatas. • Menurut Jorge Silvetti, 1977. Transformasi adalah tindakan transformasi yang dilakukan terhadap elemen-elemen ataupun aturan-aturan codes yang ada dengan cara penyimpangan, pengelompokan kembali, yang mana mengacu pada keaslian dan diharapkan menghasilkan arti yang baru. Cara- cara ini mampu untuk mempertahankan keasliannya dalam mengahasilkan makna dan wujud yang baru. • Menurut Anthony Antoniades, 1990. Transformasi adalah sebuah proses transformasi secara berangsur-angsur sehingga sampai pada tahap ultimate, transformasi dilakukan dengan cara memberi respon terhadap pengaruh unsur eksternal dan internal yang akan mengarahkan transformasi dari bentuk yang sudah dikenal sebelumnya melalui proses menggandakan secara berulang-ulang atau melipat gandakan. Sebuah karya arsitektur yang memiliki bentuk dan ciri yang spesifikasi terhadap pencerminan jati diri perancangnya, akan lebih mudah dikenali oleh setiap pengamat. Bentuk dan ruang arsitektur merupakan substansi dasar pengadaan yang dapat dijadikan bahan dalam melakukan olah kreativitas terhadap penghadiran sebuah karya arsitektur Josef Prijotomo, 1995. Pengubahn bentuk Universitas Sumatera Utara dan ruang arsitektur akan memerlukan bentuk dasar. Penetapan bentuk dasar dilakukan terlebih dahulu karena pengubahan menyangkut dua kesatuan yang berbeda yaitu sebagai transformasi bentuk arsitektur dan pengubahan ruang arsitektur. Transformasi bentuk atau transformasi bentuk bisa didapat melalui berbagai variasi seperti dengan transformasi dimensi bentuk, pengurangan beberapa bagian dari bentuk awal, dan penambahan beberapa bentuk. Gambar 2.20 Proses transformasi Sumber: imageshack.com Kesimpulan akhir bahwa Transformasi Arsitektur adalah suatu transformasi dari satu kondisi bentuk awal ke kondisi yang lain bentuk akhir dan dapat terjadi secara terus menerus atau berulang kali yang dipengaruhi oleh dimensi waktu yang dapat terjadi secara cepat atau lambat, tidak saja berhubungan dengan transformasi fisik tetapi juga menyangkut transformasi sosial budaya ekonomi politik masyarakat karena, tidak dapat lepas dari proses transformasi baik lingkungan fisik maupun manusia non-fisik. Transformasi fisik Universitas Sumatera Utara disebabkan oleh adanya kekuatan non-fisik yaitu transformasi budaya, sosial, ekonomi politik Rossi, 1982 dalam sari, 2007.

2.2.2 Kategori dan Strategi Transformasi Arsitektur

Menurut Laseau, 1980 dalam Sembiring, 2006 kategori transformasi dapat dibedakan menjadi empat kategori Transformasi yang memiliki sifat yang berbeda, yakni: • Transformasi bersifat geometri bentuk geometri yang berubah dengan komponen pembentuk dan fungsi ruang yang sama. • Transformasi bersifat hiasan ornamental dilakukan dengan menggeser, memutar, mencerminkan, menjungkirbalikan, melipat, dan lain-lain. • Transformasi bersifat kebalikan pembalikan citra pada figur objek dirubah menjadi citra sebaliknya. • Transformasi bersifat merancukan kebebasan perancangan dalam beraktifitas. Strategi Transformasi dalam mendisain sebuah karya sangat berkaitan erat dengan munculnya ide-ide baru, setiap ide baru yang muncul pastilah mempertimbangkan akan strategi yang digunakan. Dalam teori Anthony Antoniades tentang transformasi, beliau menggambarkan ada tiga strategi Transformasi Arsitektur, yakni: • Strategi Tradisional adalah evolusi progresif dari sebuah bentuk melalui penyesuaian langkah demi langkah terhadap batasan – batasan : - Eksternal : site, view, orientasi, arah angin, kriteria lingkungan - Internal : fungsi, program ruang, kriteria struktural Universitas Sumatera Utara - Artistik : kemampuan, kemauan dan sikap arsitek untuk memanipulasi bentuk, berdampingan dengan sikap terhadap dana dan kriteria pragmatis lainnya. • Strategi Peminjaman borrowing adalah meminjam dasar bentuk dari lukisan, patung,obyek benda - benda lainnya, mempelajari properti dua dan tiga dimensinya sambil terus menerus mencari kedalaman interpretasinya dengan memperhatikan kelayakan aplikasi dan validitasnya. Tranformasi pinjaman ini adalah ‘pictorial transferring’ pemindahan rupa dan dapat pula diklasifikasi sebagai ‘pictorial metaphora’ metafora rupa. • Dekonstruksi atau dekomposisi adalah sebuah proses dimana sebuah susunan yang ada dipisahkan untuk dicari cara baru dalam kombinasinya dan menimbulkan sebuah kesatuan baru dan tatanan baru dengan strategi struktural dalam komposisi yang berbeda. Transformasi dilakukan terhadap bentuk dan ruang dengan mengeksporasi arti, nilai dan makna objek serta konsep desain dengan pertimbangan fungsi bangunan merupakan cara interpretasi arsitektural tema kedalam obyek desain Mandey, 2011. Kebebasan perancangan dalam mengolah bentukan bahkan dalam mentransformasikan, perlu mempertimbangkan hal-hal yang menjadi faktor penting yang harus menjadi perhatian dalam merancang sekaligus yang akan digunakan sebagai strategi dalam penerapan tema, selain strategi dari Antoniades, Faktor ini tak lepas dari ketiga jenis strategi yang ada setiap perancang tak Universitas Sumatera Utara terlepas dan selalu memperhatikan bagian ini dalam mereka menghasilkan suatu karya desain, antara lain: • Skala scale. Bnyak hal dalam transformasi yang berhubungan dengan skala. Pembesaran atau pengurangan pengecilan dilakukan dalam komposisi yang benar, agar ukuran yang baru dapat diterima dengan statistik visual. • Keterkaitan antar bagian whole vs. parts. Perhatian yang kedua yakni berupa penjelasan dan penyatuan antara bentuk keseluruhan dan sebagainya. Setiap bagian, dalam hal ini ruang dan fungsinya mempunyai peranan dan pengaruh yang penting dalam transformasi bentuk secara keseluruhan. • Pengaruh eksternal forced eksternality. Transformasi juga terjadi dengan mempertimbangkan pengaruh atau tekanan dari luar, lingkungan senantiasa tidak bisa dipisahkan dan mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi transformasi. • Semantik semantic. Perhatian yang terakhir yang sangat esensial yang berpengaruh pada proses transformasi adalah masalah semantik atau bahasa visual. Transformasi didasarkan pada konotasi visual, berupa bentuk, wujud, tipologi, gambaran, tapak, dan bayangan.

2.2.3 Proses dan Faktor yang Menyebabkan Transformasi