Jaminan Mutu (Quality Assurance) Pada Fortifikasi Gizi Mikro

(1)

JAMINAN MUTU

(QUALITY ASSURANCE)

PADA

FORTIFIKASI GIZI MIKRO

OLEH :

ZULHAIDA LUBIS

DEPARTEMEN GIZI KESEHATAN

MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

DAFTAR ISI

Hal

DAFTAR ISI ……….... i

DAFTAR GAMBAR ……… ii

DAFTAR TABEL ……… iii

I. PENDAHULUAN ……….… 1

II. QUALITY ASSURANCE DALAM FORTIFIKASI GIZI MIKRO…….… 4

2.1 Definisi Quality Assurance ……….….. 4

2.2 Implementasi kebijakan Quality Assurance ……….……… 6

2.3 Elemen-elemen sistem Quality Assurance untuk program fortifikasi ……….……. 8

2.4 Quality Control dalam proses produksi ………...…… 12

2.5 Peran pemerintah dalam sistem Quality Assurance ……….... 17

III. PERENCANAAN SISTEM QUALITY ASSURANCE DALAM PROGRAM FORTIFIKASI ………. 20

3.1 Perencanaan Sistem Quality Assurance ……….. 20

3.2 Disain Proses Monitoring Dalam Proses Fortifikasi Pangan ..……… 22

3.3 Hal-Hal Yang Dipertimbangkan dalam Menyusun Sistem QA …….. 24

IV. PELAKSANAAN SISTEM QA UNTUK PROGRAM FORTIFIKASI …. 30 4.1Quality Assurance dalam Penanganan Bahan Campuran …………... 30

4.2Quality Assurance pada Proses Pabrik ……… 31


(3)

V. FORTIFIKASI GIZI MIKRO DAN PENGALAM

DI BERBAGAI NEGARA ………. 37

5.1penentuan Pangan pembawa dan Fortifikan ……… 37

5.2Fortifikasi Yodium ……… 41

5.3Fortisikasi Zat Besi ……… 43

5.4Fortifikasi Vitamin A ……… 46

5.5Pengalaman Fortifikasi Gizi Mikrodi Berbagai Negara ……… 49

VI. KESIMPULAN ………... 56

DAFTAR PUSTAKA ………. 57


(4)

DAFTAR TABEl

Hal Gambar 2.1 Tiga Elemen Managemen Kualitas Modern ………. 5 Gambar 2.2 Bagan Proses Fortifikasi ……… 13 Gambar 2.3 Urutan Kegiatan Produksi Dalam Fortifikasi Vitamin pada Gula .. 14 Gambar 2.4 Proses Fortifikasi Vitamin A pada Gula ……….. 15 Gambar 2.5 Proses Quality Assurance / Quality Control ……… 16


(5)

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 1.1 Estimasi jumlah penduduk yang beresiko dan terkena defisiensi

Gizi Mikro Tahun 2000 ……….. 2 Tabel 3.1 Bagian yang bertanggung jawab dalam prosedur Quality Control

Untuk tahapan-tahapan dalam proses fortifikasi ……….. 21 Tabel 5.1 Peluang untuk Fortifikasi Pangan ……… 39 Tabel 5.2 Indeks Keaman zat gizi Mikro ………. 40 Tabel 5.3 Perhitungan sampel untuk campuran yodium dalam garam ………. 42 Tabel 5.4 Pangan Pembawa yang berpotensi untuk fortifikasi dengan yodium 43 Tabel 5.5 Dosis dan Perkiraan biaya fortifikan ……….. 45 Tabel 5.6 Pangan Pembawa yang berpotensi untuk fortifikasi zat besi ……… 46 Tabel 5.7 Pangan Pembawa yang berpotensi untuk fortifikasi vitamin A …… 48 Tabel 5.8 Perhitungan Biaya berbagai jenis intervensi ………... 49 Tabel 5.9 Beberapa Contoh jenis pangan yang difortifikasi dengan zat mikro


(6)

I.

PENDAHULUAN

Sampai saat ini masalah kekurangan zat mikro terutama yodium, zat besi dan vitamin A sangat luas dan besar, bahkan diderita lebih dari sepertiga penduduk dunia. Kurangnya zat gizi mikro menyebabkan konsekwensi yang sangat serius pada individu maupun keluarga, antara lain ketidakmaupuan belajar, menurunkan kapasitas kerja, sakit, dan bahkan bisa menyebabkan kematian (Manila Forum 2000). Masalah kurang gizi mikro ini sering disebut sebagai masalah kelaparan tidak kentara atau terselubung

(hidden hunger), karena gejalanya tidak mudah diketahui oleh masyarakat umum. Sedangkan masalah kurang gizi makro dikenal dengan istilah kelaparan nyata (overt hunger) atau lebih dikenal dengan HO (hunger oedem) karena gejalanya mudah dikenal umum seperti kurus, ada odem dan lain-lain.

WHO menyebutkan kurang gizi mikro khususnya kurang zat besi merupakan satu dari 10 faktor resiko penting terjadinya penyakit, cacat, dan kematian, yang dapat dicegah. Lebih dari setengah kematian bayi dan balita secara tidak langsung disebabkan oleh kurang gizi mikro. Di Indonesia antara 30 – 60% anak balita, remaja putri dan wanita hamil menderita kurang gizi mikro dengan berbagai dampaknya, seperti terlihat pada Tabel 1.1. Bank Dunia menggambarkan dampak akibat kurang gizi mikro pada kesejahteraan masyarakat. Suatu negara dengan penduduk 50 juta yang prevalensi kurang gizi mikro seperti Indonesia, setiap tahunnya menderita kehilangan 20.000 orang karena kematian, 11.000 anak lahir cacat, 360.000 siswa-tahun kehilangan kesempatan belajar karena tidak naik kelas atau putus sekolah, dan sekitar 1,3 juta orang tahun kehilangan kesempatan kerja karena produktifitasnya rendah (Soekirman, 2003).

Masalah ini dapat dicegah atau dihilangkan jika sejumlah kecil gizi mikro dikonsumsi secara terus menerus. Beberapa cara penanggulangan di tingkat masyarakat


(7)

telah dilakukan mulai dari suplemen dosis tinggi, konsumsi pangan kaya gizi mikro sampai pada program fortifikasi pangan.

Pemberian suplemen dosis tinggi merupakan strategi jangka pendek yang cukup efektif telah terbukti di beberapa negara, akan tetapi cara ini tidak dapat dilakukan terus menerus dalam jangka panjang. Oleh karena itu fortifikasi pangan merupakan pilihan yang berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakt untuk jangka panjang.

Tabel 1.1 Estimasi jumlah penduduk yang beresiko dan terkena Kekurangan gizi mikro

AGB KVA *) GAKY

UMUR

(tahun) Laki – Laki Perempuan Laki – Laki Perempuan Daerah Endemis

0 – 4 3.323.801 3.951.964 4.655.184 4.371.641 Populasi yg beresiko

5 – 9 4.980.274 4.973.595 - - Berat

10 – 14 5.088.116 5.939.753 - - 11.209.169

15 – 44 29.237.421 20.219.020 - 1.023.748 Sedang

45 – 54 5.179.787 3.763.174 - - 12.251.805

55 – 64 3.843.322 4.065.016 - - Ringan

65 + 3.180.365 3.541.080 - - 50.182.152

TOTAL 54.833.086 46.453.6026 73.643.126

Sumber : Depkes RI. Gizi Dalam Angka (2003)

*) Sub – Klinis (kadar vit A serum z, 20 mcg/dl pada Balita 50% ---- WUS dengan buta senja)

Fortifikasi adalah upaya meningkatkan mutu gizi pangan (makanan) dengan menambahkan salah satu atau lebih zat mikro tertentu ke dalam pangan tersebut. Terdapat dua jenis fortifikasi, yaitu fortifikasi sukarela dan fortifikasi wajib. Fortifikasi

sukarela atas prakarsa produsen sendiri tanpa diharuskan oleh undang-undang atau peraturan, yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah produk. Sedangkan


(8)

fortifikasi wajib diharuskan oleh undang-undang dan peraturan untuk melindungi rakyat dari masalah kurang gizi. Jenis ini lebih ditujukan kepada golongan masyarakat

miskin yang umumnya menderita kekurangan gizi mikro terutama yodium, zat besi dan vitamin A.

Fortifikasi terbukti telah berjasa mengatasi masalah kurang gizi mikro di berbagai Negara Eropa, Amerika Utara dan bahkan di Amerika Latin. Negara

pertama yang melakukan fortifikasi pangan adalah Amerika Serikat, yaitu pada tahun

1920 di Negara tersebut dikeluarkan peraturan wajib menambahkan zat yodium pada garam untuk menanggulangi penyakit Gangguan Akibat Kekurangan Yodium

(GAKY). Sejak abad ke- 20 sampai sekarang yodisasi garam menjadi program global yang diwajibkan oleh undang-undang setiap negara. Di Indonesia sendiri program

yodisasi garam baru dimulai akhir tahun 1970-an dan ditingkatkan pada tahun 1990-an (Soekirman, 2003).

Fortifikasi tepung terigu dengan zat besi di Amerika dimulai tahun 1938, dan di Swedia tahun 1965. Sedangkan fortifikasi vitamin A pada mentega, susu dan lain-lain di eropa dan Amerika dimulai sejak perang dunia kedua. Program fortifikasi pangan di negara Barat umumnya sudah berhasil menuntaskan berbagai masalah kurang gizi, sedangkan di negara-negara sedang berkembang masih ditemukan masalah proses fortifikasi pangan.

Keberhasilan program fortifikasi pangan ditentukan oleh mutu dari pangan hasil fortifikasi. Pengertian mutu (kualitas) sangat luas, mulai dari pemilihan pangan pembawa, jenis atau senyawa fortifikan dan dosisnya, proses produksi, penyimpanan hingga pendistribusian kepada konsumen. Untuk menjaga mutu suatu produk biasanya perlu adanya suatu upaya yang dilakukan produsen agar mutu tetap terjamin yaitu kegiatan yang tercakup dalam sistem Quality Assurance (QA). Dalam makalah ini akan dibahas langkah-langkah pelaksanaan Quality Assurance dalam fortifikasi gizi mikro, serta beberapa contoh program fortifikasi pangan di berbagai Negara.


(9)

II.

QUALITY ASSURANCE DALAM FORTOFIKASI GIZI MIKRO

2.1Definisi Quality Assurance

Memastikan kecukupan dan mutu produk-produk pangan forotifikasi untuk dikonsumsi merupakan komponen yang paling penting dari seluruh program fortifikasi pangan. Seharusnya yang menjadi perhatian utama industry pangan adalah memvalidasi

konsistensi proses pabrik menghasilkan produk fortifikasi yang seragam sesuai dengan ciri dan mutu yang diharapkan. Ketersediaan tenaga terlatih untuk melaksanakan prosedur-prosedur secara tepat sangat penting untuk memperoleh outcome (hasil) yang baik.

Industri pangan diseluruh dunia menerapkan prinsip-prinsip managemen kualitas (Quality management) untuk memperbaiki dan mempertahankan kulitas produk-produk mereka. Managemen kualitas modern mempunya tiga elemen yang saling berhubungan 1) quality design, 2) quality improvement, 3) quality control, yang dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Quality Assurance (QA) : mencakup keseluruhan aktifitas organisasi yang dilakukan untuk memastikan bahwa pangan fortifikasi memenuhi standar mutu, termasuk kriteria yang ditetapkan dalam setiap peraturan pangan. Kosep ini sangat luas yang mencakup segala hal yang mempengaruhi mutu pangan fortifikasi (Nestel, P. dkk http//:www.ilsi.org).

Quality Assurance adalah suatu sistem yang proaktif, kontinu (berkesinambungan) untuk memonitoring kemampuan reproduksi (reproductibility) dan ketahanan diuji (reliability), yang dapat dilakukan dengan :


(10)

1.Menyusun standar dan desain kualitas yang dapat direspon untuk memastikan apakah standar ini dipenuhi.

2. Menentukan tindakan perbaikan yang harus dilakukan ketika standar tidak dipenuhi.

3.Melakukan pengukuran Quality Control (QC) pada batasan yang dapat dipercaya (convidens level )

Quality Control terdiri dari suatu rangkaian cara penilaian yang digunakan untuk melengkapi dokumen dengan menetapkan standar teknik melalui penentuan

tujuan dan indikator yang dapat diukur. Quality Control merupakan bagaian Quality Assurance.

Pemahaman kebutuhan pelanggan Kebijakan jaminan mutu

Visi organisasi

Standar pengembangan dan komunikasi Pelatihan dan pemberdayaan

Quality Design

Quality Improvement Quality Control

Identifikasi masalah Supervisi

Penentuan prioritas Monitoring secara terus Pengembangan solusi menerus sesuai standar: input, Pelaksanaan solusi proses, output dan outcome Penilaian dan perbaikan

Gambar 2.1 Tiga elemen managemen kualitas modern Sumber : Nestel, P.dkk (http//:www.ilsi.org)


(11)

Sistem Quality Assurance dan Quality Control yang efektif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Didisain (dirancang) untuk cepat, sekali periksa harus dikeluarkan bila diidentifikasi menyimpang dari standar yang ditetapkan. Misalnya konsentrasi mikronutrien utama melebihi batas yang diterapkan.

2. Mencatat semua aktifitas QC dan QA.

Bagaimana Implementasi Sistem QA

Secara umum keuntungan yang dapat diperoleh dari implementasi sistem QA fortifikasi pangan meliputi :

1. Meningkatkan kontrol bahan mentah yang berlebih. 2. Meningkatkan mutu pangan fortifikasi.

3. Memperbaiki proses pabrik pangan fortifikasi, menghemat biaya produksi dan keuntungan lebih tinggi.

4. Standardisasi dan keseragaman pangan fortifikasi. 5. Pengorganisasian fasilitas pabrik lebih baik.

6. Pertimbangan konsumen lebih besar pada pangan fortifikasi yang mempunyai keseragman mutu tinggi.

2.2 Implementasi Suatu Kebijakan QA

Implementasi suatu kebijakan QA dimulai dari orang yang paling senior di pabrik pangan. Dengan mengembangkan suatu kebijakan QA dan mengkomunikasikannya kesemua staf di perusahaan, bagian managemen setuju untuk memelihara mutu yang tinggi dalam proses fortifikasi pangan. Kebijakan harus inci untuk menunjukkan bahwa managemen mengetahui secara pasti bagaimana maksud untuk mencapai dan meneruskan mutu yang tinggi dari pangan fortifikasi.


(12)

Suatu contoh pernyataan kebijakan QA di perusahaan pangan, sebagai berikut :

1. Perusahaan kami berjanji untuk menghasilkan pangan fortifikasi dengan mutu yang setinggi mungkin dengan teknologi baru dan biaya terjangkau. 2. Kami akan berusaha terus menerus memperbaiki mutu pangan fortifikasi

kami.

3. Semua karyawan perusahaan akan terlibat dalam program QA dan akan dilatih menggunakan alat-alat dan teknik yang mereka butuhkan untuk berpartisipasi secara efektif.

Manager senior di perusahaan harus mengsosialisasikan kebijakan ini pada setiap waktu kepada semua karyawan. Manager senior harus juga mengikuti pernyataan kebijakan di atas dengan melakukan kegiatan :

1. Melatih semua staf untuk menggunakan alat-alat QA yang disediakan untuk aktifitas mereka di perusahaan

2. Mengumpulkan informasi tentang mutu pangan fortifikasi perusahaan

3. Menganalisis informasi yang terkumpul dan mengambil langkah yang sesuai

Sebagian besar masalah Quality Assurance berasal dari kesalahan sistem fisik daripada kurang ketersediaan karyawan. Jika karyawan takut bahwa masalah-masalah kualitas akan ditimpakan pada mereka, mereka akan lebih melindungi diri daripada mengidentifikasi masalah dan kasus mereka. Oleh karena itu, bukan merupakan tujuan dari sistem Quality Assurance dan Quality control untuk menghukum individu. Memproduksi pangan fortifikasi bermutu tinggi secara konsisten adalah tujuan dari manager maupun karyawan; untuk itu QA dan QC seharusnya dijadikan sebagai alat yang membantu untuk mencapai tujuan perusahaan.


(13)

2.3 Elemen – Elemen Sistem QA Untuk Program Fortifikasi Pangan

Sistem Quality Assurance dalam program fortifikasi pangan harus mempunya hal-hal berikut :

1. Definisi indikator dan metode untuk mengukur bahwa pada akhir proses, pangan fortifikasi mempunyai ciri tertentu.

2. Proses yang sistematik dengan menentukan spesifikasi dan standar melalui inspeksi, audit teknikal, dan monitoring untuk meyakinkan bahwa level mutu didefinisikan dipelihara saat produksi, distribusi, dan pusat pemasaran.

3. Dokumentasi kegiatan Quality Assurance secara sistematik dalam bentuk catatan dan laporan.

Sedangkan dalam prosedur Quality Assurance dibutuhkan poin-poin berikut dalam proses produksi :

1.Kontrol Bahan Mentah. Semua bahan harus mempunyai spesifikasi yang tepat, dan semua bahan harus diperiksa untuk memastikan bahwa bahan tersebut sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.

2.Kontrol Produksi. Faktor-faktor mutu dan Hazard (bahaya) yang berhubungan dengan proses produksi harus diidentifikasi. Critical Control Point (titik kendali kritis) harus ditetapkan dan diawasi.

3.Kontrol Pangan Fortifikasi. Pangan fortifikasi harus memenuhi semua ukuran mutu, tidak dipalsukan dan label yang sesuai. Untuk itu harus dilindungi dari pengaruh lingkungan dengan kemasan yang baik sehingga dapat memelihara keutuhan dan kestabilan kandungan mikronutrien. Untuk memastikan bahwa keutuhan produk tetap terpelihara sampai pada konsumen, pangan fortifikasi harus disimpan di tempat yang bersih, kering, kondisi ventilasi baik dan diangkut dengan transportasi yang aman, bersih dan tepat.


(14)

Elemen-Elemen Penting dalam Sistem QA Pangan Fortifikasi adalah :

1. Cepat, Pengujian Sederhana. Keputusan perbaikan harus dibuat tepat waktu karena sekali pangan fortifikasi diproduksi, hampir tidak pernah dapat diproses ulang. Pengujian gizi mikro harus menggunakan metode yang cepat, mudah, bial mungkin kuantitatif atau semikuantitatif. Bila menggunakan metode semikuantitatif, harus cukuk sensitive menetapkan tingkat zat gizi yang ditambahkan, dan analisis sampel pangan harus dapat mewakili produk pangan fortifikasi dalam waktu tertentu.

2. Pengemasan Dalam Kantong Berlabel. Pangan fortifikasi untuk penjualan eceran harus dikemas terlebih dahulu. Di Negara-negara sedang berkembang, program fortifikasi gula dengan vitamin A dan garam dengan yodium kadang-kadang gagal menyelamatkan pangan fortifikasi secara efektif untuk konsumen karena pangan dipasarkan dalam bentuk borongan (jumlah besar) dan dijual pada konsumen dalam jumlah kecil yang diambil dari karung atau drum di took eceran. Selama praktek tersebut masih berjalan, sistem Quality Assurance dalam produksi pangan fortifikasi. Tidak dapat menjadi program yang efektif untuk mengontrol masalah defisiensi gizi mikro. Label pada pangan fortifikasi harus mencakup nama pangan, daftar bahan pembuat pangan nama dan alamat produsen, dan dosis (jumlah) minimum gizi mikro yang dapat diterima.

3. Pemeriksaan, Audit Dan Teknikal Dan Monitoring. Tujuan kegiatan ini adalah untuk membuktikan dengan tepat apakah pangan fortifikasi sesuai dengan standar dan spesifikasi yang ditetapkan. Kegiatan ini harus didasarkan pada metode analisis kantitatif. Untuk memastikan bahwa hasilnya berarti, diperlukan keahlian mengembangkan rencana


(15)

4. Dokumentasi Yang Supervisi Menyeluruh. Satu dari sekian banyak factor yang membatasi keberhasilan program fortifikasi pangan di negara-negara sedang berkembang adalah tidak adanya dokumentasi yang tepat. Karena perwakilan (agen) control pangan sering lemah, audit mutu, pemeriksaan (inspeksi), dan kegiatan monitoring (pemantauan) jarang dilakukan. Bila dilakukan dokumentasinya umumnya miskin (sedikit). Akhirnya perusahaan kurang memelihara kegiatan QA dan QC, yang menyebabkan program fortifikasi pangan tidak efektif. Untuk mengatasi masalah ini, di rekomendasikan membentuk kelompok intern institusional untuk mengawasi program fortifikasi pangan. Kelompok ini minimal harus mewakili industri pangan yang relevan dan perwakilan pemerintah untuk melakukan supervisi dan evaluasi program fortifikasi. Selain itu diperlukan juga bantuan konsultan nasional atau internasional untuk membantu program fortifikasi pangan.

Menurut Lotfi, M. dkk, (1996). Ada 6 hal mendasar yang harus dipertimbangkan dengan hati-hati dan dilaksanakan dengan jelas untuk keberhasilan program QA, yaitu :

1. Pengorganisasian bagian QA

QA harus dimulai dengan dukungan konsep kualitas secara “Top Management”. Kebutuhan untuk “Quality Control Product” seharusnya diperluas dan menjadi kebutuhan semua personil.


(16)

2. Seleksi Personil

Personil yang dibagian QA seharusnya diseleksi pada kualifikasi tertentu dan dilatih untuk mampu melakukan tanggung jawab untuk keberhasilan program QA.

3. Pengambilan Sampel Untuk Evaluasi Produk dan “Line Control”

Sampel diambil dari sebagian produk harus representative dan diseleksi secara random.

4. Standar dan Spesifikasi

Jaminan merek dan control produk diikuti dengan mencampur bahan-bahan dan spesifikasi proses, tidak ada fase yang lebih penting dari QA kearah spesifikasi sempurna dan menetapkan standar mutu untuk evaluasi produk.

5. Ukuran (Laboratorium Peralatan, Prosedur dan Laporan)

Laporan hasil sangat penting seperti halnya analisis sampel. Bentuk laporan berupa penemuan dan rekomendasi seharusnya lengkap setiap hari dan menjadikannya referensi untuk berikutnya. Hasil seharusnya dijadikan sebagai pedoman keputusan managemen dan kegiatan koreksi bila diperlukan.

6. Pengumpulan Data dan Interpretasi

Pengumpulan data yang hati-hati menggunakan prosedur pengambilan sampel yang benar dan analisis adalah hal yang penting. Interpretasi data ‘quality control’ adalah satu dari beberapa fungsi penting dalam keberhasilan pelaksanaan program QA. Penggunaan metode statistic dapat menambah nilai untuk interprestasi proses dan data yang lebih baik.


(17)

Selanjutnya, untuk Implementasi Program QA diperlukan langkah-langkah berikut :

1. Memberi spesifikasi untuk fortifikan dan pangan pembawa (ukuran butiran, warna, daya terima, level atau dosis fortifikan).

2. Melakukan “Hazard Analysis” (Analisis Bahaya) pada fortifikan dan pangan yang difortifikasi secara rutin, terutama untuk kontaminan kimia, mikrobiologi dan fisik.

3. Pengambilan sampel dan pengujian fortifikan pangan pembawa dan pangan yang tekah difortifikasi untuk potensi, ukuran butiran, warna, berat bersih, pencampuran, pengepakan dan kondisi penyimpanan. 4. Mengidentifikasi dan mengatur “critical control point” (Titik Kendali

Kritis) yang dapat menyebabkan kerugian pangan fortifikasi.

5. Penarikan kembali dengan mencari dan mengidentifikasi produk dalam kasus konsumen.

6. Mengaudit dan mengevaluasi system QA untuk menentukan apakah ada variasi elemen-elemen dengan system managemen kualitas yang efektif dalam mmencapai kualitas yang diharapkan.

7. Mengimplementasikan kegiatan perbaikan (mendeteksi masalah-masalah kualitas atau keamanan dan ukuran-ukuran) untuk menghindari timbulnya masalah yang sama.

8. Dokumentasi semua aspek system QA dan menyediakan dokumentasi yang dapat direspon untuk pangan fortifikasi.

2.4 Quality Control Dalam Proses Produksi

Kunci untuk memelihara standar mutu adalah mengidentifikasi dan mengoreksi masalah-masalah dalam proses fortifikasi. Bagaimana pun masalah-masalah tersebut dapat diidentifikasi dan dikoreksi hanya bila tahapan proses fortifikasi dipahami dengan benar. Suatu kerangka sistem proses produksi dapat dilihat pada Gambar 2.2. Kerangka


(18)

ini menunjukkan identifikasi sumber yang dibutuhkan serta langkah-langkah yang harus dilakukan. Kerangka tersebut terutama dapat membantu bila ingin mendisain sistem yang baru, tetapi dapat juga digunakan untuk memeriksa sistem yang ada.

Langkah berikutnya adalah mengidentifikasi dan menggambarkan rangkaian kejadian dalam proses fortifikasi. Pada Gambar 2.3 ditunjukkan contoh yang lebih rinci langkah-langkah fortifikasi gula dengan vitamin A. Gambar 2.4 menggambarkan mulai dari ‘penambahan fortifikan vitamin A ke dalam gula’ sampai pada ‘penilaian vitamin A dalam produk’. Sedangkan pada Gambar 2.5 digambarkan proses “Quality Control/Quality Asurance” dalam bentuk diagram alur (flowchart).

INPUT PROSES

OUTPUT OUTCOME

Gambar 2.2 Bagan Proses Fortifikasi Sumber : Nestel, P. dkk (http//:www.ilsi.org) - Bahan Mentah

- Peralatan - Tenaga Ahli

- Prosedur Fortifikasi - Standar & spesifikasi

- Prosedur Managemen Mutu

- Penerimaan & Penyimpanan bahan mentah

- Pemeliharaan alat - Komoditi fortifikasi

- Menjaga / meningkatkan mutu - Penyimpanan

- Catatan pemeliharaan

- Komoditi fortifikasi dikemas, didistribusikan, disimpan dan dikonsumsi dengan baik - Komoditi fortifikasi yang

sesuai spesifikasi & disimpan dengan baik


(19)

Menentukan jumlah fortifikan yang dibutuhkan

Order bahan fortifikan

Menerima dan Menyimpan fortifikan

Menambahkan fortifikan pada gula

Pengemasan Menetapkan kadar vitamin A produk

Penyimpanan

Gambar 2.3 Urutan kegiatan produksi dalam fortifikasi vit. A pada gula


(20)

Fortifikan masuk dalam bagian campuran Periksa mesin pencampur

dan rasio campuran Fortifikan dibawa ke pabrik

Menetapkan kadar vit A dalam

produk Periksa potensi fortifikan

Menerima dan menyimpan bahan baku

Penilaian vit A dalam produk

Gambar 2.4 Proses fortifikasi vitamin A pada gula Sumber : Nestel, P. dkk (http//:www.ilsi.org)


(21)

PRODUCT

PRODUCT

NO YES

Critical control point

Measurement / inspection

Recording result

Requirements/tolerance

Deviation acceptable

Contiue Registration

correction

Corective actions

Gambar 2.5. Proses Quality Assurance / Quality Control Sumber : Nestel, P. dkk (http//:www.ilsi.org)


(22)

2.5 Peran Pemerintah Dalam Sistem Quality Assurance

Pada pertemuan PBB tahun 1985, dalam menetapkan pedoman untuk perlindungan konsumen dideklerasikan: “Ketika membuat kebijakan dan rencana nasional tentang pangan, pemerintah sebaiknya memasukkan sejumlah kebutuhan konsumen untuk keamanan pangan…..”. Hampir semua Negara-negara di dunia, pemerintahnya peduli pada kualitas dan masalah keamanan pangan dari daya terima, sedangkan resiko penyakit dari makanan yang membahayakan kesehatan sangat sedikit diperhatikan. Padahal pemerintah bertanggungjawab melindungi dan meningkatkan kesehatan masyarakat (Nestel,P.dkk). Peran pemerintah dalam menjamin keamanan pangan adalah:

1. Membuat peraturan dan standar

Membuat dan melaksanakan undang-undang pangan, serta mengumumkan dengan resmi atau mensosialisasikan undang-undang tersebut merupakan suatu cara memantau dan menyakinkan mutu dan keamanan pangan. Sebagai contoh pada Lampiran 1dapat dilihat peraturan pemerintah Pilipina tentang produksi dan ditribusi pangan fortifikasi untuk melindungi konsumen.

The Codex Alimentarius Commision, adalah suatu organisasi antar pemerintah yang berperan melindungi kesehatan konsumen dan mendukung perdagangan diantara pasar-pasar pangan dunia, menetapkan standar pangan termasuk, tepung dan gula. Dua dari organisasi di PBB yaitu FAO dan WHO bertanggungjawab untuk komisi tersebut. Sedangkan The Food and Chemicals Codex ( FCC) mebuat stadar-standar mutu dan kemurnian untuk beberapa bahan tambahan pangan (food additives) dengan mempertimbangkan keamanan penggunaan pangan, termasuk fortifikan zat besi.


(23)

2. Pemeriksaan dan Sertifikasi

Perusaan pangan harus didorong untuk melaksakan prosedur Quality Assurance secara sukarela untuk meningkatkan kepercaan terhadap mutu pangan yang diproduksi. Dalam hal ini pemerintah bertanggungjawab untuk menyakinnya dengan melakukan pemeriksaan resmi dan memberikan sertifikat bahwa pangan tersebut sesuai mutu yang dibutuhkan. Sistem pemeriksaan resmi dan sertifikasi harus menjadi bagian dari sejumlah ukuran-ukuran Quality Assurance dengan penyesuaian metode dan prosedur control.

3. Indentifikasi produk-produk yang tidak memenuhi standar

Peratran atau standar pangan fortifikasi meliputi beberapa spesifikasi, sebagian akan dijadikan batas krtis untuk mutu pangan fortifikasi. Pelangaran terhadap spesifikasi kritis ini menyebabkan pangan tidak layak untuk dijual. Focus pemeriksaan pemerintah seharusnya pada spesifikasi ini (batas bawah dan atas untuk layak dijual), dan harus mengkomunikasikannya dengan jelas kepada pengusaha sehingga mereka dapat mengikuti peraturan pemerintah.

4. Menarik kembali produk yang sudah beredar

Pemerintah harus membuat pedoman untuk prosedur penarikan kembali produk dan diikuti dengan kegiatan koreksi. Pengusaha harus bertanggungjawab untuk menarik kembali produknya, diikuti dengan pengecekan untuk menyakinkan bahwa penarikan produk sudah berhasil. Pemerintah juga harus mempunyai strategi untuk memantau setiap produk yang ditarik tergantung pada keseriusan pelanggaran. Misalnya, Pangan fortifikasi yang mengandung zat besi atau vitamin A berlebih mempunyai resiko kesehatan masyarakat dan harus dimusnahkan.


(24)

Peran pemerintah dalam hal ini meliputi :  Pemeriksaan (inspection)

 Metode untuk mengidentifikasi produk palsu

 Cara menarik produk dan apakah produk tersebut diperbaiki atau dihancurkan


(25)

III. PERNCANAN SISTEM QA DALAM PROGRAM PERTIFIKASI PANGAN

3.1 Perencanan sistem QA

Perencanan sistem QAyang dapat diterapkan untuk fortifikasi pangan mempunyai dua elemen dasar yaitu :

1. Penentuan teknik dan criteria gizi

Sejak tahun 1962 The Codex Alimentarius Commision telh mengisukan standr teknik untuk pangan. Namun standar teknik tidak ditentukan untuk semua pangan, juga tidk ditetapkan untuk fotifikasi pangan.

Ketika suatu pangan diperdagangkan secar internsional dintra negr-negara Codex, Negara pengexpor harus menyesuaikan satu persyaratan menambahkan zat gizi atau bahan tambahan yang berbeda dari beberapa teknik atau kebutuhan gizi yang ditetapkan oleh komisi. Apakah untuk penyesuaian Codex atau hanya untuk pemakaian dalam negeri,zat gizi dan spesifikasi fortifikasi harus didepenisikan dengan hati-hati dan cirri-ciri yang melekat (misalnya : kadar air/kelembaban) dari dokumen pangan local. Kriteria gizi merupakan bagian utama dari sejumlah pangan pembawa yang dikonsumsi setiap hari; kekurangan intik mineral mikro; dan biovailabiliti mineral mikro tersebut

2. Mendefinisikan kriteria QA untuk setiap komponen dari proses portifikasi. Ketika sistem QA berkembang, pedoman mutu dan prosedur setiap komponen sistem harus didefenisikan. Pada tahun-tahun terakhir ini beberapa rekanan dalam industri pangan menadopsi sistem QA berdasarkan titik kendali kritis (critical control point) dalam proses produksi. Pendekatan ini mengidentifikasi titik-titik dalam proses produksi dimana masalah dapat terjadi dan dilakukan


(26)

Dalam produksi pangan fotifikasi, kegiatan quality control (QC) yang harus dilakukan pada “critical control point” meliputi hal-hal berikut:  Memeriksa pungsi peralatan mixer

 Mengasi jumlah pagan

 Pemereksiaan untuk keseragaman, kelancaran aliran campuran,  Pemeriksaan untuk kesinambungan gejolak campuran dalam

gerobak pangan (feeder hopper).

Untuk mengontrol setiap poin control krisis yang diindentifikasi dalam rangkaian fortifikasi, diperlukan hal-hal berikut ini :

 Indikator (misalnya : jumlah pangan/’feed rate’)

 Kriteria untuk keberhasilan (misalnya: jumlah pangan optimum dan

 Penyimpangan jumlah pangan yang dapat diterima)

 Metode (misalnya: prosedur untuk pemeriksaan jumlah pangan dan untuk kapan dan berapa kali harus diperiksa)

 Dokumentasi (misalnya: catatan harian jumlah pangan)

 Kegiatan koreksi, dan

 Mengitentifikasi petugas QA dan melakuakan pemeriksaan.

Pada table 3.1 ditunjukkan contoh bagian yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan proses quality control.

Table 3.1 Bagian yang bertanggung jawab dalam prosedur Qualiy Control Untuk Tahapan-tahapan dalam Proses Fortifiksi

TahapKritis Penanggungjawab Pelaksana Penanggungjawab validasi Penanganan campuran Bagian pembelian atau

penerimaan pengolahan pangan

Bagian QA pengusaha pangan Pabrik / Pembuatan produk

pangan

Bagian produksi pengolahan pangan


(27)

Penentuan baha produk akhir sesuai spesifikasi

Bagian QA pengusaha pangan Perwakilan Pemerintah untuk pengawasan pangan (bila diperlukan)

3.2 Disain Proses Monitoring Dalam Proses Fortifikasi

Monitoring adalah suatu cara yang sistematik penetuan mutu pangan fortifikasi selama proses produksi, mulai dari penanganan bahan mentah sampai penyajian pangan fortifikasi pada konsumen. Hal yang penting adalah memonitor dimana, kapan dan berapa besar penyimpamgam proses pabrik dari standard dan spesifikasi. Suatu sistem monitoring mengumpulkan dan menganalisis data untuk :

Menyakinkan keamanan pangan

Menentukan apakah tujuan program fortifikasi pangan dicapai

Menyakinkan bahwa proses pabrik berfungsi tanpa ada penyimpangan yang signifikan dari standar

Mengidentifikasikan poin-poin control krtis pada saat penyimpangan terjadi.

Penyimpangan dapat mempengaruhi mutu pangan fortifikasi atau “cost effectiveness proses produksi. Cost-effectiveness penting karena seorang pengusaha tidak akan mencapai tujuan produksi dengan membuang pangan fortifikasi yang tidak sesuai dengan spesifikasi.

Pemantauan (monitoring) mencakup bagian perencanaan dari disain observasi untuk menjawab pertanyan-pertanyaan, antara lain :

- Apakah pangan fortifikasi sesuai dengan spesifikasi dan standar ? - Apakah pangan fortifikasi diperiksa secara visual ?

- Adakah “critical control point” diukur dan dicatat dengan tepat ?

- Apakah pengambilan sampel dan analisis labolatorium secara ruti untuk kontrol kualitas? Apakah hasilnya dilaporkan dan dicatat? Apakah koreksi pengukuran dianjurkan? Apakah koreksi pengukuran dilakukan?


(28)

- Apakah pangan fortifikasi yang tidak sesuai dengan spesifikasi ditangani dan dibuang sesuai prosedur ? Apakah pembuangan pangan fortifikasi ini dilaporkan dan dicatat

Kegiatan pemantauan mempunyai beberapa keuntungan, antara lain:

Peringatan awal dari masalah yang berhubungan dengan mutu pangan fortifikasi

Suatu cara untuk mencatat kegiatan koreksi bila standar spesifikasi tidak dicapai, dan

Pemeriksaan pada perbaikan mutu pangan fortifikasi secara terus menerus.

Dalam mendisain proses monitoring, sebaiknya menggunakan bentuk kata “what-where- when- who- how”.

 What is monitored? Apakah yang dipantau?

 Titik kendali kritis dimana penyimpangan dari standard an spesifikasi terjadi atau mungkin terjadi

 Where is monitoring done ? Dimana pemantauan dilakukan?

 Lokasi monitoring tergantung pada tempat dimana letak proses produksi atau peralatan yang akan dimonitor. Misalnya Pengujian pangan fortifikasi setiap 2 jam dilakukan di labolatorium.

When is monitoring done ? Kapan pemantauan di lakukan ?

 Frekuensi pemantauan bervariasi tergantung dimana tiik kendali kritis dipantau. Misalnya kandungan fortifikan dalam produk dilakuakn setiap 2 jam

Who carries out monitoring ? Siapa yang melakukan pemantauan ?

How is monitoring done ? Bagaimana pemantauan dilakukan ?

Langkah- langkah melakukan pemantauan :


(29)

o Mencatat data o Menganalisis data

o Melaporkan hasil dari langkah 1 s/d 3 pada orang yang

bertanggungjawab untuk mengambil tindakan

o Mengambil tindakan untuk merespon hasil laporan pada langkah ke 4 o Contoh critical control point yang umum dalam proses produksi pangan

fortifikasi dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.3 Hal-hal yang Dipertimbangkan dalam Menyusun Sistem Quality Assurance

Managemen harus mempunyai komitmen untuk melaksanakan sistem Quality Assurance. Semua unit atau bagian Quality Assurance harus melapor secara langsung kepada pihak managemen. Berdasarkan laporan tersebut pihak managemen akan membuat keputusan untuk kualitas maupun kuantitas. Walaupun bagian QA melaporkan secara langsung kepada managemen, yang penting adalah rangkaian yang disusun untuk menyakinkan bahwa imformasi digabung dengan bagian lain yang relevan seperti bagian produksi.

Staf yang “qualified” diperlukan untuk mengelola dan menjelaskan sistem Quality Assurance. Jumlah staf yang dibutuhkan terngantung pada pangan fortifikasi, ukuran dan fasilitas produksi, serta jumlah kesalahan yang dianggap penting oleh pihak managemen.

Pertimbngan juga harus dilakukan untuk kebutuhan fasilitas labolatorium dan lokasi labolatorium. Ukuran labolatorium tergantung pada tingkat produksi, tetapi seharusnya cukup besar untuk tempat peralatan yang dibutuhkan dalam melaksakan prosedur quality control secara efektif. Labolatorium harus bebas dari kontaminan (terutama debu) dan tidak lembab dengan ventilasi yang baik.


(30)

Karena metode yang beragam, peralata labolatorium yang dibutuhkan tergantung pada pangan pembawa fortifikan yang digunakan. Peralatan harus diakui dan sesuai standar untuk prosedur quality control.

Keahlian akan dibutuhkan dalam mengembangkan rencana pengambilan sampel statistik. Perencanan harus spesifik berapa sampel yang dikumpulkan, bagaimana mengumpulkannya, dan berapa banyak yang dievaluasi. Tenaga Quality Assurance haruslah seseorang yang mempunyai kemampuan menginterpretasikan data quality control.

Berikut ini beberapa hal yang harus dipertimbangkan ketika menyusun sistem Quality Assurance:

1. Prosedur pelaporan harus ditetapkan dan diikuti

2. Staf harus menerima pelatihan yang tepat seperti pelatihan penyegaran berkala. Waktu harus disediakan bagi staf untuk mengikuti pelatihan tersebut.

3. Sumber-sumber yang tepat harus dijadwalkan untuk melaksanakan sistem Quality Assurance.

4. Ada 6 hal mendasar yang harus dengan hati-hati dipertimbangkan dan dilaksanakan dengan jelas untuk kesaksesan program QA yaitu :

5. Pengorganisasian bagian QA

6. QA harus dimulai dengan dukungan konsep kualitas secara’Top Management’. Kebutuhan untuk ‘Quality Control Product’seharusnya diperluas dan menjadi kebutuhan semua personil.

7. Seleksi personil

8. Personil dibagian QA seharusnya diseleksi pada kualifikasi tertentu dan dilatih untuk mampu melakukan tanggung jawab untuk keberhasilan program QA.


(31)

10.Sampel diambil dari sebagian produk harus representatif dan diseleksi secara random

11.Standar dan spesifikasi

12.Jaminan merk dan control produk diikuti dengan mencampur bahan-bahan dan spesifikasi proses, tidak ada fase yang lebih penting dari QA kearah spesifikasi sempurna dan menetapkan standar mutu untuk evaluasi produk.

13.Ukuran (labolatorium, peralatan, prosedur dan laporan)

14.Laporan hasil sangat penting seperti halnya analisis sampel. Bentuk laporan berupa penemuan dan rekomendasi seharusnya lengkap setiap hari dan menjadikannya referensi untuk berikutnya. Hasil seharusnya dijadikan sebagai pedoman keputusan managemen dan kegiatan koreksi bila diperlukan.

15.Pengumpulan data dan interpretasi

16.Pengumpulan data yang hati-hati menggunakan prosedur pengambilan sampel yang benar dan analisis adalah hal yang penting. Interpretasi data ‘quality control’ adalah satu dari beberapa fungsi penting dalam keberhasilan pelaksanaan program QA. Penggunaan metode statistik dapat menambah nilai untuk interpretasi proses dan data yang lebih baik.

Selanjutnya langkah-langkah yang perlu dilakuakn agar program QA berjalan dengan baik, adalah:

1. Member spesifikasi untuk fortifikan dan pangan pembawa (ukuran butiran, warna protein, daya terima, level fortifikasi).

2. Melakukan Analisis Hazard (analisa bahaya) pada fortifikan dan pangan yang difortifikasi secara rutin, terutama untuk kontaminan kimia, mikrobiologi dan fisik.


(32)

3. Pengambilan sampel dan pengujian fortifikan pangan yang telah difortifikasi untuk protein, ukuran butiran, warna, berat bersih, pencampuran, pengepakan dan kondisi penyimpanan.

4. Mengindentifikasi dan mengtur ‘critical control point’(CCP) yang dapat menyebabkan kerugian pangan fortifikasi.

5. Penarikan kembali dengan mencari dan mengindentifikasi produk dalam kasus konsumen.

6. Mengaudit dan mengevaluasi sistem QA untuk menentukan apakah ada variasi elemen-elemen dengan sistem managemen kualitas yang efektif dalam mencapai kualitas yang diharakan.

7. Melakukan perbaikan (mendeteksi masalah-masalah kualitas atau keamanan dan ukuran-ukuran untuk menhindari timbulnya masalah). 8. Dokumentasi semua aspek sistem QA dan menyediakan dokumentasi

yang dapat direspon untuk pangan fortifikasi.

3.4 Biya Pengembangan dan Pelaksanaan Sistem Quality Assurance

Pengembangan dan pelaksanaan sistem QA memerlukan biaya untuk pengusaha pabrik pangan fortifikasi. Bagaimanapun, sistem Quality Assurance yang efektif dapat menekan biaya yang oleh pengusaha sebaliknya harus ada, seperti biaya yang berhubungan dengan penarikan produk dan kurangnya penjualan.

Biya-biaya yang berhubungan dengan Quality Assurance meliputi tiga kategori utama :

1. Biaya disain sistem Quality Assurance

Biaya pelaksaan dan pemeliharaan sistem QA terdidiri dari Analisis

Perencanaan dan persiapan Pengembangan

Pelatihan


(33)

Pelaksanaan Verifikasi Administrasi

2. Biaya pemeliharaan sistem Quality Assurance, terdiri dari :

Pemeliharaan alat, meliputi pemeliharaan dan kalibrasi alat, perbaikan dan pemeriksaan alat

Pengujian, meliputi biaya semua aspek pengujian seperti bahan baku apakah sesuai spesifikasi, supervisi staf.

Pelatihan berjalan, termasuk biaya untuk pelatihan yang diberikan pada staf untuk memotivasi mereka memperbaiki sistem. Termasuk juga biaya pelatihan staf baru.

Audit mutu, termasuk biaya untuk membayar operator pemeriksaan mutu dari pangna fortifikasi dan prosedur perencanaan dalam proses pabrik.

Administrasi

Biaya pemeliharaan lain-lain

3. Biaya yang potensial hilang untuk pemeliharaan suatu sistem QA yang tepat

Kegagalan memelihara sistem Quality Assurance menyebabkan banyaknya biaya yang keluar, yang dikategorikan menjadi biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung dapat dibagi menjadi :

 Biaya terbuang. Dalam proses yang menggunakan bahan mentah yang mahal, quality control yang tidak tepat menyebabkan penggunaan berlebihan, biaya lebih tinggi dan kemungkinan berpengaruh pada mutu pangan fortifikasi.


(34)

 Peningkatan pemakaian. Quality control yang tidak tepat dapat menyebabkan pemakaian yang idak hati-hati pada bahan mentah, unsur atau reaktan, dan pangan yang difortifikasi. Hal ini dapat berdampak pada biaya dan juga lingkungan.

 Meningkatkan pengolahan kembali produk. Pangan fortifikasi yang tidak sesuai dengan spesifikasi harus dibuang atau diolah kembali. Dalam kasus ini biaya tidak diperlukan.

 Komplan pelangan. Pangan fortifikasi yang tidak sesuai dengan spesifikasi pelanggan dan tidak diidentifikasi sebelumnya akan masuk dalam jalur distribusi hasil dengan biaya yang tinggi sebab hal itu harus diterima dan membebaskan pertimbangan pelanggan dan kehilangan penjualan.

 Penarikan pangan fortifikasi. Quality Control adalah sangat penting dalam fortifikasi pangan karena memasukkan mikronutrien yang berlebihan dapat menyebabkan kerugian. Kesalahan mengidentifikasi kandungan gizi mikro dalam pada dosis yang sesuai spesifikasi dapat menyebabkan produk ditarik kembali.

Biaya tidak langsung :

Procurement costs. Mutu adalah proses berkesinambungan yang sulit dilakukan seorangan pengusaha pangan. Banyak pengusaha yang mendesak penjual bahan mentah menjalani proses pembuatan tanda pengenal / spesifikasi. Di sisi lain, diperlukan biaya untuk mengembalikan bahan mentah yang diluar spesifikasi kepada penjual dan upaya memperoleh bahan pengganti.

Enfgineering costs. Hal ini berhubungan dengan waktu yang dihabiskan dan peralatan yang digunakan oleh tenaga engineering untuk memeriksa masalah-masalah produksi termasuk mutu. Sebagai contoh, jika sejumlah gizi mikro yang ditambahkan tidak


(35)

IV. PELAKSANAAN SISTEM QUALITY ASSURANCE UNTUK PROGRAM FORTIFIKASI PANGAN

4.1Quality Assurance Dalam Penanganan Bahan Campuran

Langkah pertama dalam sistem Quality Assurance program fortifikasi pangan adalah menegaskan mutu, penanganan dan penyimpanan fortikikan atau bahan campuran gizi mikro. Masalah mutu fortifikan jaranf ada ditemukan bila bahan campuran diperoleh dari perusahaan yang dipercaya dengan mengirimkan keterangan yang menyatakan bahwa barang yang dikirim sesuai standar dan spesifikasi.

Food Chemicals Codex (FCC) memberikan standar mutu dan kemurnian untuk beberapa bahan kimi yang digunakan dalam pangan, termasuk fortifikan gizi mikro. Perusahaan harus meyakinkan bahwa kandungan fortifikasi memenuhi syarat spesifikasi FFC atau beberapa peraturan nasional. Jadi sebaiknya pengusaha pangan harus mempunyai daftar perusahaan penjual (supplier) bahan campuran yang dibutuhkan.

Quality Assurance dalam penanganan bahan campuran adalah tanggungjawab bagain yang berbeda pada tingkat yang bermacam-macam dalam proses produksi, antara lain :

 Bagian penerima, bertanggungjawab memeriksa setiap bahan campuran apakah sesuai spesifikasi pada saat diterima.

 Bagian pabrik (pengolahan), dengan supervise yang ketat bagian QA bertanggung jawab memeriksa penggunaan bahan campuran dalam produk.


(36)

 Bagian Quality Assurance bertanggungjawab memutuskan apakah dilakukan fortifikasi bila tidak sesuai spesifikasi.

Kegiatan yang perlu dilakukan selama penerimaan dan penyimpanan bahan campuran yang akan membantu meyakinkan mutu bahan adalah sebagai berikut :

 Pada setiap pengiriman, penyedia barang harus memberikan sertifikat.  Menetapkan prosedur untuk menjaga peraturan “first in first out (FIFO)”.  Merancang tempat penyimpanan sehingga sistem FIFO data dilakukan.  Penyimpanan bahan dalam kondisi yang dapat mennjaga mutu dan

mencegah kontaminasi atau kerusakan (menghindari sinar matahari langsung, tempat kering, ventilasi baik).

 Pencatatan yang benar dalam memantau masuk dan keluarnya bahan dari tempat penyimpanan, meyakinkan bahwa jumlah bahan yang digunakan dikontrol dengan tepat.

 Mencacat bahan yang dikembalikan dan yang digunakan

 Menjaga stok bahan. Menjelaskan bahwa komposisi bahan sesuai spesifikasi, mengirim sampel fortifikan untuk analisa laboratorium secara berkala.

4.2Quality Assurance Pada Proses Pabrik

Banyak masalah dalam fortifikasi pangan yang berhubungan dengan penyimpangan spesifikasi, dimana hasil tidak sesuai standar mutu. Ketika masalah diidentifikasi, umumnya masalah tersebut diselesaikan dengan cepat tanpa menghentikan proses produksi. Secara sistematik, langkah-langkah mengidentifikasi dan memeriksa masalah mutu adalah :

1. Identifikasi masalah dalam sistem 2. Prioritas pemecahan masalah

3. Bila pemecahan masalah sudah nyata segera dilaksanakan 4. Identifikasi penyebab utama timbulnya masalah


(37)

5. Memantau pengaruh dari penyelesaian masalah 6. Pemnarikan kembali produk

4.3Quality Assurance Pada Pendistribusian Pangan Fortifikasi

Untuk keberhasilan program fortifikasi pangan, pangan fortifikasi harus sampai pada konsumen pada kondisi pertimbangan konsumen dapat diterima ketika selama masih sesuai dengan standar dan norma yang berlaku. Dalam proses perjalanan pangan fortifikasi dari pabrik ke konsumen terdapat sejumlah rintangan yang dapat menurunkan mutu produk.

“Shelf life” adalah waktu diantara tanggal produksi dan pengemasan pangan fortifikasi dan tanggal dimana pangan tidak dapat diterima karena kondisi lingkungan. Pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutan pangan fortifikasi harus direncanakan dan dipantau untuk mempertahankan “shelf life” produk.

Tujuan akhir program fortifikasi pangan adalah untuk meningkatkan konsumsi gizi mikro pangan tertentu pada target populasi. Pelabelan produk sangat penting untuk meyakinkan bahwa pangan fortifikasi dapat dibedakan dari jenis yang tidak di fortifikasi dan member tahu konsumen tentang kandungan gizi dan pangan fortifikasi.

Bagian ini membicarakan bahaya untuk mutu dan prosedur Quality Assurance pada 4 critical control point dalam proses distribusi pangan, yaitu :

1. Pengemasan (Packaging)

Tujuan utama pengemasan pangan fortifikasi adalah untuk menjaga kestabilan kadar gizi mikro dalam produk dan untuk melindungi keutuhan pangan. Gizi mikro dapat berkurang karena pengaruh sinar, oksigen, kelembaban, dan pengaruh suhu. Beberapa contoh berikut menunjukkan baha perubahan suhu berpengaruh pada pangan atau kemasan :


(38)

Peningkatan suhu 10C diperkirakan terjadi pembusukan produk dua kali lebih cepat.

Perubahan suhu yang tiba-tiba dapat menyebabkan kerusakan kemasan, hilangnya kandungan gizi dan gangguan hama.

Perubahan fortifikasi berbeda ketahanannya terhadap agen lingkungan. Oleh karena itu, sangat penting mendisain kemasan untuk melindungi pangan dari serangan agen spesifik yang mengancam kestabilannya. Tabel 3.1 menunjukkan beberapa contoh factor lingkungan yang mempengaruhi kestabilan zat gizi dan mutu pangan.

Penggunaan bahan kemasan yang ideal mungkin tidak realistis karena tidak ekonomis. Namun demikian pada kenyataannya kemasan harus sedapat mungkin melindungi keberadaan gizi mikro dan mutu pangan fortifikasi. Sebagai contoh, bila pangan fortifikasi sensitf terhadap kelembaban., kemasan seharusnya terdiri dari bahan yang tidak menyerap air.

Dalam menyeleksi dan mendesaian kemasan yang tepat, kondisi cuaca juga perlu menjadi bagian pertimbangan. Sebagai contoh, jika cuasa lokal panas dan lembab, kemasan harus melindungi pangan fortifikasi dari keduanya baik panas maupun lembab.

Primary packaging (kemasan perta) adalah kemasan yang berlangsung bersentuhan dengan produk. Secondary packaging (kemesan kedua) adalah kemesan yang memberi perlindungan tambahan dari lingkungan dan perlakukan kasar. Sebagai contoh, bungkus atau kota kecil dari pangan fortifikasi dapat ditempatkan dalam kotak yang lebih besaryang terbuat dari karton tebal.

Spesifikasi kemasan. Penggunaan spesifikasi kemasan untuk meyakinkan bahwa pangan fortifikasi selalu terbungkus baik dan melindungi pangan dari kerusakan yang disebabkan factor lingkungan atau hama. Spesifikasi kemasan harus :


(39)

Mempunyai ciri melindungi untuk menjaga keutuhan pangan, termasuk mutu gizi pangan fortifikasi.

Menjelaskan bahan kemasan primer dan sekunder tentang ukuran, warna dan yang lainnya.

Prosedur pengemasan. Sangat penting menetapkan prosedur pengemasan untuk meyakinkan bahwa standar mutu pangan fortifikasi terjamin selam dalam kemasan. Berikut prosedur pengemasan yang dianjurkan :

Menjaga bahan kemesan yang belum dipakai bersih dan kering Kemasan bersih, kering, dan baik

Periksa kemasan pertama dengan hati-hati sebelum dimasukkan dalam kemasan sekunder

Penanganan (handling). Setelah pangan fortifikasi dikemas dengan baik, seharusnya ditangani dengan hati-hati. Kesalahan penanganan dapat menyebabkan kerusakan kemesan, yang menyebabkan kerusakan produk, meningkatkan biaya dan meningkatkan resikp didatangi hama serangga. Setelah pangan fortifikasi ditutup dengan kemasan sekunder akan terhindar dari pengaruh panas, kelembaban yang tinggi dan ventilasi yang tidak cukup.

2. Pelabelan (Labeling)

Pelabelan pangan fortifikasi mempunyai 2 tujuan, yaitu :

Mengenal pangan fortifikasi dan membedakannya dengan produk yang tidak di. Label harus mencakup nama pangan fortifikasi, dapat menggunakan simbol, warna kemasan yang berbeda, atau perbedaan tampilan label pada kemesan.

Member informasi tentang kandungan gizi pangan fortifikasi. Pengusaha pangan harus memberikan informasi yang tepat, namun banyak Negara-negara sedang berkembang yang tidak menyertakan label gizi. Pangan fortifikasi harus diberi label sesuai dengan


(40)

- Nama produk

- Daftar kandungan (komposisi jenis dan persentase berat)

- Jumlah bersih pangan fortifikasiyang ada dalam kemasan (berat atau volume)

- Nama dan alamat perusahaan yang memproduksi, yang mengemas, yang mengimpor, dan distributor.

- Negara asal

- Jumlahnya (banyaknya)

- Tanggal lahir waktu penggunaan

Cara penulisan tanggal yang dapat digunakan :

Tanggal pembuatan dan masa berlaku pangan fortifikasi (jumlah bulan dari tanggal pembuatan)

Tanggal “Use by” atau “Best if used by”. Tanggal ini menunjukkan batas pangan fortifikasi dapat dikonsumsi.

3. Penyimpanan (Storage)

Penyimpanan berarti menempatkan pangan fortifikasidalam satu tempat (biasanya gudang) sampai diangkut ke tempat pendistribusian yang lebih jauh. Langkah-langkah yang dianjurkan utnuk meyakinkan mutu pangan fortifikasi terjamin selama penyimpanan gudang, adalah :

Menjaga suhu gudang tetap normal

Menjaga tempat penyimpanan bersih, baik dan ventilasi dengan udara segar

Memastikan bahwa lantai gudang berada di atas saluran air

Menggunakan lampu yang aman untuk mencegah kontaminsi pangan fortifikasi.


(41)

Tempat mencuci dan kamar mandi terpisah dari tempat penyimpanan pangan fortifikasi

Saluran pembuangan air kotor jauh dari tempat penyimpanan pangan fortifikasi

Menempatkan pangan fortifikasi yang rusak agar terpisah dari tempat penyimpanan utama.

Menjaga atap bebas dari bocor

Menjaga tempat disekitar gudang bebas dari puing-puing kayu dan guntingan kertas.

4. Pengankutan (Transportation)

Biasanya kemasan pangan fortifikasi yang rusak dalam perjalan akan menurunkan mutu pangan. Saluran distribusi kadang-kadang kompleks, dan banyak orang dan organisasi yang terlibat dalam pengangkutan pangan fortifikasi sampai ke tempat penjualan. Kerusakan dapat terjadi dengan berbagai cara, tetapi ada langkah-langkah y6ang dapat dilakukan untuk meminimalkan resiko kerusakan selama perjalanan.

Bahaya lingkungan

Kelembaban atau perubahan temperature dapat merusak kemesan dan menyebabkan hama dating. Hal ini akan menyebabkan kerusakan pangan fortifikasi dan meningkatkan biaya. Penggunaan kemesan yang tahan lembab dapat membantu mengurangi resiko kerusakan produk karena factor lingkungan selama perjalanan.

Cara pengangkutan

Pengangkutan barang kemesan melalui jalan atau jalur yang dapat rusak akibat getaran atau goncangan yang kuat. Untuk mencegah atau meminimalkan kerusakan tersebut dapat dilakukan dengan cara penyusunan barang dengan baik. Pengangkutan melalui air (kapal laut) dapat terjadi kerusakan karena basah akibat goncangan kapal.


(42)

V. PELAKSANAAN FORTIFIKASI GIZI MIKRO DAN PENGALAMAN DI BERBAGAI NEGARA

5.1Penentuan Pangan Pembawa (Vehicles Food) dan Fortifikan

Untuk menentukan atau memilih pangan yang akan menjadi pangan pembawa (vehicles), ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan antara lain :

1. Konsumsi

Proporsi cakupan populasi tinggi

Dikonsumsi secara regular dalam jumlah yang relative konstan Variasi minimal dalam pola pola konsumsi diantara individu Variasi regional minimal dalam pola konsumsi

Ukuran tepat untuk melihat bagian yang signifikan diet setiap antara kebutuhan tambahan gizi mikro

Konsumsi tidak dipengaruhi oleh status social ekonomi

Kemungkinan rendah untuk dikonsumsi berlebihan (menghindari kemungkinan keracunan)

Tidak berubah penerimaan konsumen setelah difortifikasi Tidak merubah kualitas setelah ditambahkan gizi mikro

2. Proses

Produksi secara sentral

Teknologi sederhana dan biaya murah

Mutu (secara orrganoleptik : warna, tekstur) tidak berubah

Stabilitas dan biovailabilitas tinggi setelah ditambahkan gizi mikro Tidak terjadi pemisahaan fortifikan dan makan pembawa

Stabil selama penyimpanan Tidak terjadi interkasi gizi mikro


(43)

3. Pemasaran

Kemesan harus baik untuk stabilitas pangan Pelabelan sesuai ketentuan standar

Masa penggantian tepat

Demikian juga halnya dengan fortifikan, ada beberapa criteria yang harus dipenuhi :

Bioavailabilitas baik selama masa berlaku produk fortifikasi Tidak ada pengaruh terhadap rasa dan warna

Meningkatkan harga (affordable cost)

Warna, kelarutan dan ukuran partikel dapat diterima (pantas) Tidak komersial dalam penyediaan tingkatan pangan

 Tersedia dalam bentu “encapsulate” jika diperlukan

Dapat dilihat penambahan dan pemisahaan selama pencampuran bila diperlukan


(44)

Beberapa contoh pangan yang dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk menentukan kemungkinan suatu pangan layak difortifikasi dengan zat gizi tertentu dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut :

Tabel 5.1 Kemungkinan (Peluang) untuk fortifikan pangan

Vitamins Munerals

Food B-Caroten A D E B1 B2 B3 C Follic Acid And B12 Fe Ca I

Milk

 Liquid  Powder  With Cereal

+ + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +

0 + + + + + + + +

Flours

 Wheat  Corn  Rice

0 + + + + + + x + 0 + + + + + + 0 + 0 + + + + + + + +

0 + + + + + + + +

Rice

 Snack  Corn Flake

0 + + + + + + + + 0 + + + + + + + +

+ + + + + +

Oil

 Margarine  Mayonaise

0 + + + + + + x + 0 + + + + + + 0 + 0 + + + + + + + +

0 + + + + + + + + Juice  Sugar  Powder Beverages  salt

0 + + + + + + x + 0 + + + + + + 0 + 0 + + + + + + + +

0 + + + + + + + +


(45)

Dari sejumlah zat gizi mikro yang dikemukakan, ada tiga jenis yang sudah biasa difortifikasikan ke dalam pangan bahkan ada yang sudah menjadi program nasional di suatu Negara, yaitu yodium, zat besi dan vitamin A. Teknologi fortifikasi yang biasa dikembangkan dan diterapkan secara luas :

1. Teknologi fortifikasi garam untuk Yodium

2. Fortifikasi vitamin A untuk minyak, gula, susu, produk kering dan sereal 3. Fortifikasi zat besi untuk tepung, sereal, makanan sapihan, biscuit, roti.

4. Fortifikasi ganda untuk produk khusus seperti susu,tepung, tepng minuman dan produk pasta.

Secara umum, untuk vitamin dan mineral yang mempunyai RDI (recommended Dietary Intake) yang besar, ada sedikit kekhawatiran tentang keracunan pangan pada konsumen. Untuk itu fortifikasi dengan yodium, zat besi dan vitamin A harus mempertimbangkan keamanan sehinggan fortifikan yang diberikan tidak melebihi RDI zat gizi mikro. Pada table 5.2 dapat dilihat indeks keamanan untuk ketiga gizi mikro tersebut.

Tabel 5.2 Indeks Keamanan Zat Gizi Mikro

Gizi Mikro RDI

(recom’d dietary intake)

MTD (min toxic dose)

Safety Indes (MTD / RDI)

Yodium 0.15 mg 2 mg 13

Zat Besi 18 mg 100 mg 5,5

Vitamin A 5.000 IU 10.000 – 12.000 IU 2 – 2,4


(46)

5.2Fortifikasi Yodium

Untuk program penanggulan Iodine Deficiency Disorder (IDD), di Indonesia dikenal dengan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), yodium yang biasa digunakan adalah bentuk Potassium Iodat (KIO3). Bila suatu negara membutuhkan

yodium dalam jumlah besar (> 30 ton/tahun), akan lebih murah mengimpor yodium dan dikonversi menjadi KIO3. Beberapa negara pemasok potassium iodat adalah Perancis,

Jerman, India, Belanda dan Inggris.

Yodium dikenak sebagai iodide atau iodat potassium, kalsium, atau sodium. Potassium iodide (KI) tidak begitu mahal. Tetapi senyawa ini sangat tidak stabil. Senyawa ini dapat dengan mudah jika garam yang diiodisasi berada pada kondisi yang lemabab terkena udara terbuka, sinar matahari, panas¸ tingkat keasaman tinggi, atau masuknya kotoran dalam garam. Hal-hal tersebut menyebabkan potassium iodide teroksidasi yang dikurangi dengan menambahkan stabilizer penstabil seperti sodium tiosulfat dan kalsium hidroksida, dan egen pengering seperti magnesium atau kalsium karbonat.

Dalam banyak kasus, potassium iodat (KIO3) adalah senyawa yang disukai

karena tahan terhadap oksidasi dan tidak perlu penambahan stabilizer. KIO3 kurang

larut dibandingkan KI dan kurang memungkinkan untuk dipindahkan ke dalam karung. Kalsium iodat juga stabil dalam kotoran garam, tetapi penggunaanya dalam garam makan tidak tersebar luas.

Iodida inorganic dengan mudah dan komplet diserap dari usus dan sebagian disimpan dalam kelenjar tirod. Kelebihan yodium akan dikeluarkan melalui ginjal. Zat goitrogen seperti tiosianat dapat menghambat penyerapan yodium oleh kelenjar tiroid.


(47)

Jumlah yang dianjurkan untuk dikonsumsi bervariasi antara 150 – 200 g/hari. Untuk orang dewasa dianjurkan konsumsi sebesar 150 g/hari. Untuk ibu hamil perlu tambahan 25 g/hari sedangkan ibu menyusui perlu tambahan 50 g/hari (Lofti, M. dkk (1996) .

Dosis iodisasi berbeda di berbagai Negara yaitu berkisar antara 20 – 165 ppm potassium iodat (12 – 100 ppm yodium). Dosis fortifikasi disetiap Negara dapoat berubah setiap waktu, tergantung pada konsumsi rata-rata pangan yang difortifikasi (misalyna garam) dan kehilangan yodium selama distribusi dan penyimpanan. Perhitungan sampel untuk campuran yodium dalam garam dapat dilihat pada Tabel. 5.3. sedangkan contoh beberapa pangan yang difortifikasi dengan yodium berikut senyawa yang digunakan sebagai fortifikan dapat dilihat pada table 5.4

Tabel 5.3 Perhitungan Sampel Untuk Campuran Yodium Dalam Garam

Asumsi kebutuhan yodium 200 g/hari dan konsumsi garam 140 g/hari

Jumlah yodium yang dibutuhkan 200 / 10 = 20 g/hari dari garam atau 20 ppm (part per millon)

Kompensasi untuk kehilangan saat transif dan penyimpanan 20 ppm Level yodisasi yang dibutuhkan :

20 ppm + 20 ppm = 40 ppm

40 x 1,685 a sama dengan 67 ppm KIO3 a

Ratio berat molekul KIO3/ I2 :2 14 / 127= 1,685

Sumber : Mannar and Dunn (1995)

Secara umum fortifikasi yodium pada level 200 g/hari tidak menunjukkan keracunan. Intik yodium lebih dari 2 mg/hari tidak menunjukkan indikasi fisiologis yang abnormal pada anak-anak. Reaksi alergi terhadap senyawa yodium biasanya


(48)

disebabkan komponen molekul organik. Reaksi toksit terjadi secara incidental sebagai hasil peningkatan intik yodium setelah dilaksanakan program iodisasi garam. Kasus ini jarang terjadi, bila ada biasanya pada individu dengan penyakit/kelainan tiroid tertentu (Lotfi, M.dkk., 1996).

Table 5.4 Pangan pembawa yang berpotensi untuk diportifikasi dengan yodium

Vehicle Fortificant Stability Biovaibility Status

Bread Potassium iodate (KIO3) n/a Good +

(Brick) Tea Iodine n/a Good n/a

Milk Iodophor ++ Good n/a +

Salt (Purified) Potassium iodine (KI) Poor Good + Salt (Impure) Potassium iodate (KIO3) Fair Good +

Sugar Iodine n/a Good Lab

Sweets Iodine n/a Good Lab

Water I2 or KI or KIO3 n/a Good +

Note + = ongoing; lab = laboratory stage; n/a = not stated; ++ = this is unintended addition of iodine trough sterilization of cow udders

Sumber : Lotfi, M. dkk (1996)

5.3Fortifikasi Zat Besi

Ketika memilih sumber zat besi untuk fortifikasi pangan, satu hal yang perlu dipertimbangkan bahwa penambahan Fe mempengaruhi sifat organoleptik produk,apakah sumber zat besi mungkin tersedia untuk diserap, apakah terjadi pemisahan selama pencampuran atau penyimpanan, serta biaya proses fortifikasi pangan. Ada dua senyawa besi yaitu senyawa besi heme dan nonheme tergantung pada sumbernya.


(49)

Secara umum kelarutan senyawa besi berhubungan terbalik dengan lamanya penyimpanan. Semakin larut senyawa, lebih besar reaksi kimia, semakin tinggi resiko ketengikan.walaupun ferri sulfat termasuk senyawa besi yang layak dari sisi biovailabilitas dan harga,namun senyawa ini tidak stabil. Penambahan stabilizer dapat dilakukan tanpa merusak availabilitas besi.

Ferri posfat dan senyawa besi lain yang tidak larut stabil, tetapi penyerapan besi yang rendah tidak dapat diterima, terutama ketika masuk bersama makanan. Penggunaan promoter absorbs dapat meningkatkan biovailabilitas tanpa merusak mutu.

Asam askorbat meningkatkan penyerapan zat besi nonheme dan sebaliknya tannin mempunyai pengaruh yang menghambat penyerapan. Biaya yang tinggi dan ketidakstabilan selama penyimpanan merupakan hambatan penggunaan asam askorbat dalam program penanggulangan anemia defisiensi besi.

Intik zat besi yang dianjurkan bervariasi menurut kelompok umur dan fisiologi tubuh, serta tergantung pada biovailabilitas zat besi dalam pangan. Wanita yang menstruasi dan remaja putri membutuhkan intik zat besi yang tinggi (40-48mg/hari), sedangkan besi yang dibutuhkan untuk anak-anak berumur 1-6 tahun lebih rendah (12-14 mg/hari) dengan asumsi biovailabilitas besi rendah yaitu 5%. Untk pangan yang biovailabilitasnya tinggi (15%) kebutuhannya lebih rendah sampai 1/3 nya.

Ibu hamil membutuhkan 1.000 mg zat besi selama kehamilan normal. Kebutuhan ini tidak didistribusikan secara seimbang selama kehamilan, tetapi bervariasi dari 0,8 mg/hari pada trimester pertama sampai 6,3 mg/hari pada trimester ketiga. Walaupun pangan yang dikomsumsi wanita hamil mempunyai bialivailabilitas. yang tinggi, tidak akan dapat mencukupi tambahan kebutuhan selama hamil. Untuk itu pemberian suplemen adalah suatu pilihan


(50)

Tidak ada perhitungan sampel yang dapat diberikan untuk jumlah zat besi yang ditambahkan pada pangan pembawa (vehicle), karena jumlah yang ditambahkan tergantung pada perkiraan biovailabilitasnya (dapat dilihat pada Tabel 5.5.) beberapa pangan yang baik untuk difortifikasi dengan zat besi dapat dilihat pada Tabel 5.6.

Table 5.5. Dosis dan perkiraan biaya fortifikan

Vehicie Fortificant Dosage Cost (range) per

person/year in US cents Country

Salt K-iodate 50 – 80 ppm I2 2 – 6 (1992) Several a

Fe(II)sulfate+ Na-acid pyrophosphate+ Na-acid sulphate

1,000 ppm Fe + 2,500 ppm 5,000 ppm

12 – 18 (1991) India +

K-iodate+ Fe(II)fumarate

50 ppm I2 + 1,000 ppm FE

12 – 20 (1990) India ++

K-iodate+ Fe(II)sulfate+

Na-polyphospate

20 ppm I2 + 1,00 ppm Fe + 1% Na-polyphosphate

12 – 20 (1992) India a

Sugar Vit A 250 CWS

NaFeEDTA

15,000 IU/kg 1,3% Fe

29 (1994) 10 (1981)

Guatamela a Guatamela ++

Wheat Flour Elemental ion 25 – 35 ppm 1,5 (1980) Several a

Cooking Fat Vitamin A 50,000 IU/kg 30 – 40 (1988) Several a

Biscuits Heam iron concentrate 1,8 Hb / 30 g 108 (1981) Cbile +

Edible oil Vitamin A 20 Iu/kg n/a Pakistan a

Margarine Vitamin A 375 RE / 15 g 20 (1994) Philippines a

Fish sauce NafeEDTA 1 mg FE / ML 5 – 15 (1970) Thailand ++

Monosodium glutamate (MSG)

Vit APalmitat 250 CWS 175,000 IU/kg 6 (1988) Indonesia +

Corniflour / Wheatflour

Iron Vitamin A

(plus Niacin, Thaimin, and Ribolfavin)

20 – 50 mg/kg 39.000 IU/kg

7 – 8 (1994) Venezuale a

A Commercial scale; + pilot; ++ - laboratory scale; n/a = not available


(51)

Table 5.6. Pangan Pembawa (vehicles) yang berpotensi untuk difortifikasi dengan Zat besi

Vehicle Fortificant Stability Bovaiiablity Status

Wheat flour Element iorn Ferrous sulphate good fair good good + + Infant cereals Infant formulas CSM/CSB/WS-other Element iron Ferrous fumarat Ferrous sulphate good good fair fair good good + + +

Maize meal Element iron good good +

Potato starch Ferric chloride Ferric citrate fair fair fair poor lab discontinue d Rice flour Bovine haemoglobin

concentrate

fair good Exp Salt Premix : ferrous sulphate/

Sodium-acid/pyrophosphate/ Sodium-acid-sulphate Ferric orthophosphate n/a n/a good Good + Lab Sugar Ferrous sulphate

Ferric orthophosphate Ferrous-sodium-EDTA good n/a good good n/a good exp n/a exp

Milk powder Ferrous sulphate fair fair exp

Cheese Ferrous sulphate+ascorbic acid good good lab

Coffee Ferrous fumarate good good exp

Curry powder Ferric-sodium-EDTA fair Fair Exp

Eggs Ferric citrate fair poor Lab

Fish sauce Ferric-sodium-EDTA good good exp

‘Kool-aid’ Ferrous sulphate fair good exp

Note : + onggiong; exp = experimental/field trials; lab = laboratory; n/a = not available Sumber : Lotfi, M. dkk (1996)

5.4. Fortifikasi Vitamin A

Provitamin A atau retinol ditemukan dalam pangan hewani, daun berwarna hijau dan sayuran serta buah-buahan berwarna kuning yang kaya karaotenoid seperti


(52)

beta-karoten sebagai provitamin A (dalam tubuh manusia dirubah menjadi bentuk vitaminA). Serta komersial banyak tersedia produki Vitamin A dan karotenoid. Contohnya retinyl pamitat dan beta-karoten untuk mengontrol vitamin A diteliti dalam suatu studi di Senegal. Disimpulkan bahwa suplemen beta-karoten memberi harahapan untuk pengurangan defisiensi vitamin A.

Vitamin A murni dan struktur karoten bersifat stabil pada kondisi panas sampai suhu sedang, pada tekanan atmosfir yang rendah dan gelap, tetapi tidak stabil bila ada oksigen atau udara atau bila terkena sinar ultraviolet. Vitamin A stabil dalam lingkungan alkalin. Industri fortifikasi pangan pengembangkan vitamin A dan karoten dengan menambahkann antioksidan sebagai agen penstabil.

Penelitian di Brazil menunjukkan bahwa Vitamin A palmitat yang ditambahkan pada minyak kedele bersifat stabil (99% tetap baik) selama 9 bulan penyimpanan dalam kaleng dari logam. Percobaan memasak beras dan buncis dengan minyak kedele yang difortifikasi dapat mempertahankan vitamin A sebesar 99%, dan dalam buncis 88% bila pemasakan dengan merebus selama 90 menit dan 90% bila dengan alat pemasak cepat. Percobaan penggunakan minyak untuk menggoreng kentang berulang-ulang pada suhu 1700C, menunjukkan bahwa ternyata 58% vitamin A masih tetap ada setelah digunakan 4 kali menggoreng kentang dalam minyak yang sama.

Ibu menyusui membutuhkan inti Vitamin A cukup tinggi. Berdasarkan FAO/WHO (1988), intik yang aman adalah 2 kali dari level intik kritis (critical intake level). Level intik kritis untuk ibu menyusui adalah 1.415 IU, sedangkan untuk anak-anak usia 0-10 tahun 585-670 IU (Lotfi, M., dkk., 1996).

Ada variasi pola konsumsi dari kelompok social dan ekonomi yang berbeda berdasarkan umur dan status fisiologis. Perkiraann dosis forifikan seharusnya didasarkan pada data konsumsi pangan pembawa yang dipilih untuk difortifikasi dengan social ekonomi dan fisiologis yang berbeda dalamm populasi. Sebagai contoh, dosis vitamin A dan precursor vitamin A dalam margarine, 33.000 IU – β carotene (sebagai colorant), 10.000-12.000 IU – sisanya disuplai dengan penambahan ester vitamin A.


(53)

Dosis vitamin A yang difortifikasi ke dalam pangan tidak boleh melebihi jumlah intik yang dianjurkan karena mengakibatkan keracunan. Biasanya kelebihan yang sedikit dalam periode pendek tidak berbahaya. Intik yang terus menerus setiap hari, baik dari pangan maupun suplemen, lebih dari 50.000 IU pada orang dewasa dan 20.000 IU pada bayi dan anak-anak dapat menyebabkan efek keracunan.

Karotenodi tidak ditemukan menyebabkan keracunan. Intik yang tinggi mungkin dapat menyebabkan perubahan warna kulit, yang hilang ketika intik yang tinggi dihentikan. Namun demikian, dosis fortifikasi untuk program fortifikasi pangan ditujukan pada semua populasi yang ditetapkan dengan sangat hati-hati. Untuk keamanan fortifikasi yodium dapat dilihat batasan vitamin A yang dianjurkan untuk dikonsumsi pada Tabel 5.2.

Beberapa contoh pangan yang potensial untuk difortifikasi dengan vitamin A ditunjukkan pada Tabel 5.7.

Table 5.7.Pengan Pembawa (Vahicles) yang berpotensi untuk difortifikasi dengan Vitamin A

Vehicle Fortificant Stability Bovaiiablity Status

Sugar Premix; Vit. A palmitate 250 – SD or-/acetate 325-L = peanut oil + stabilizer

good good +

Fat and oil B-carotene-Vit A ester good good +

Cereal grain flour Vit-A pamiltate of dry retinyl pamitate

fair good Lab

Infant food Vit-A palmitetae n/a n/a +

Milk powder Encapsulated retinyl pamitete good n/a + Rice Premix; Vit. A palmitate 250 –

SD

+antioxidant+preservatices+lip ids

good n/a exp

Tea dust Tea leaves

Vit-A pamitete 250-SD

Vit-A pamitete 250-SD+ vit. A acetate + sucrose +

antioxidants + preservatives

good n/a exp


(54)

what grains MSG

(monosodium glutamate)

Vit-A pamitete

250-CWS+carbohydrate+antioxida nts+white pigment coating

good good lab

Peanut butter Vit-A palmitate good n/a exp

Salt Vit-A palmitate good n/a exp

Yoghour Vit-A palmitate good n/a lab

Note : + =onggiong; exp = experimental/field trials; lab = laboratory; n/a = not stated Sumber : Lotfi, M. dkk (1996)

5.5. Pengalaman Fortifikasi Gizi Mikro di Berbagai Negara

Hampir semua Negara melakukan program fortifikasi pangan sebagai salah satu upaya menanggulangi masalah kekurangan gizi mikro disamping upaya-upaya lain seperti suplementasi, pemberian makanan tambahan, dan pendidikan gizi. Fortifikasi pangan dengan gizi mikro juga termasuk pilihan untuk program jangka panjang serta membutuhkan biaya yang cukup rendah dibandingkan dengan program lain. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.8 yang menunjukkan perkiraan biaya dari berbagai jenis intervensi gizi.

Table 5.8. Perkiraan Biaya Berbagai Jenis Intervensi Gizi Jenis intervensi Baiya per orang per tahun (US$)

Pendidikan gizi (misalnya: ASI) 5,00

Suplemen gizi mikro - Yodium

- Zat besi (ibu hamil) - Vitamin A

0,50 1,70 0,20

Fortifikasi gizi mikro - Yodium

- Zat besi - Vitamin A

0,05 0,09 0,05-0,15


(55)

“Community – based program” (Tanaman pekarangan, monitoring pertumbuhan anak)

5,00-10,00

Sumber : Horton (1999) yang dikutip dari “Manila Forum 2000)

Berbagai Negara sudah melakukan fortifikasi pangan dengan yodium, zat besi dan vitamin A, baik secara sendiri-sendiri (single fortification) maupun gabungan beberapa fortifikan (multiple fortification). Pada table 5.9 dapat dilihat beberapa contoh fortifikasi gizi mikro dengan berbagai fortifikan.

Beberapa contoh Negara yang berhasil melakukan foritifikasi:

1. PRC (People’s Republic of China)

 Pada tahun 1991, Pemerintah China membuat suatu deklarasi dan rencana penurunan IDD tahun 2000, dengan tujuan nasional untuk menurunkan prevalensi anak-anak sampai < 5%, dan lebih dari 90% rumah tangga menggunakan garam beryodium.

 Proyek pemerintah difokuskan pada yodisasi garam melalui modernisasi industri garam dan meningkatkan Quality Assurance dan monitoring sistem distribusi garam. Komponen proyek yodisasi garam meliputi undang-undang managemen, proses produksi, memperbaiki fasilitas, pemasaran, mobilisasi social dan monitoring untuk jaminan mutu

 Untuk meyakinkan produksi dan kualitas garam, pemerintah melakukan managemen terpusat melalui mekanisme monopoli pada tingkat Negara. Upaya ini dilakukan dengan bantuan kerjasama dari departemen Kesehatan, Transportasi, sektor industri, sektor mutu dan teknik serta organisasi internasional.

 Keberhasilan proyek dimulai dengan melakukan penataran (upgrading) tentang produksi dan fasilitas kemasaan pada 120 perusahaan besar dengan biaya US$ 100 juta.


(56)

 Cakupann garam yang mengandung yodium 20 ppm meningkat dari 54% tahun 1995 menjadi 93,8% tahun 1999.

 Total Goitre Rate (TGR) menurun dari 20,4% menjadi 8,8% selama periode 1995-1999.

2. Thailan

 Peraturan fortifikasi di Thailan yang dikeluarkan oleh “Thai Food and Drug Administration” ada dua cara yaitu melalui perintah (mandatory) dan sukarela (voluntary).

 Upaya yang dilakukan meliputi : fortifikasi saus ikan dengan yodium, suau dengan vitamin A dan foritifikasi 3 zat gizi mikro “triple fortification” (yodium, zat besi dan vitamin A) pada mi instan dan pisang.

 Tahun 1994 pemerintah Thailan bersama sector swasta dan akademik membentuk suatu aliansi multisektor yaitu “committee dan Cooperation of Government and Private Sector in Solving Food and Nutrition Problems”.

 Pemasaran produk didukung oleh departemen kesehatan dan produsen. Peluncuran produk dijadikan sebagai bagian dari perayaan “setengah abad kerajaan”.

 Hasil yang diperoleh : semua mi insatn yang beredar di Thailan sudah difortifikasi. Enam juta bungkus mi terjual setiap hari dapat meningkatkan intik gizi mikro pada populasi sasaran.

3. Amerika Latin

 Amerika latin merupakan Negara pertama diantara Negara berkembang yang berhasil dalam fortifikasi pangan.

 Fortifikasi yang dilakukan adalah garam dengan yodium, gula dengan vitamin A, tepung terigu dan tepung jagung dengan zat besi dan beberapa vitamin.

 Konsep fortifikasi gizi mikro dimengerti dan didukung dengan baik oleh sector swasta.


(1)

Tabel 5.9 Beberapa contoh jenis pangan yang difortifikasi dengan gizi mikro (yodium, zat besi, vitamin A) di beberapa Negara

Gizi mikro Pangan

pembawa Negara

Organisasi

yang terlibat Fortifikan

Status dan hasil uji lapangan

Produk Aspek kualitas

Distribusi dan pemasaran

Biaya Evaluasi - Garam Hampir

semua Negara

Dept. Kes/Indistri, industry garam UNICEF, WHO, ICCIDD, NGOs, dll

- KI - KIO3

(20-165 ppm)

Produksi skala besar

- Penamb. KIO3 tdk

mempengar uhi warna - Dapat

diterima konsumsi

- Kadar I diuji scr regular - Memeriksa

ukuran - Dimasukkan

dlm

karung/goni - Karyawan

tidak boleh menginjak injak garam

- Pola distribusi garam kompleks dan tdk teratur shg sulit mengatur agar sampai ke daerah endemis

- Tambahan biaya 3-10 US cent/orang/t hn

Berhasil di banyak Negara Yodium

Air minum Burkina Faso, R. Afrika Tgh, Iatly, Mali, Senegal, Thailan

Dept. Kes. Pemda Bag. Air dan Standar

- Kristal yodium 50-200 µg/lt air

Terbukti efektif memperbaiki status yodium tetapi uji efektivenes blm tepat

- Tailan : carian yod. Dibagika n ke sekolah dan R.T. di daerah endemic utk ditambah -kan ke tempat air minum dan

Relatif mahal - Staudi mali kadar yodium dlm urin dan rpevalens i TGR membaik


(2)

Table 5.9 (Lanjutan)

Gizi mikro

Pangan

pembawa Negara

Organisasi yang terlibat Fortifikan Status dan hasil uji lapangan

Produk Aspek kualitas Distribusi dan pemasaran Biaya Evaluasi - Tepung erigu Hampir semua Negara Dept. Kes. WHO, FDA, School of Public Health dll - Ferro sulfat (utk tepug roti 40 ppm) dosis setiap negara berbeda - Ferro glukonat

- Efektif dan aman - 40%

konsumsi besi Sweden dan 20% di Amerika Utara berasal dari tepung terigu - Penambahan besi sejumlah yg digunakan tdk mempengar uhi mutu

- Maks. Ferro sulfat 40 ppm - Tidak

disimpan > 3 bulan pd suhu sedang Fe secara berkala - Bila diproduk si secara distribusi dpt dikontrol dgn mudah

- Ferro sulfat 38 mg/kg biaya US$0,015/1 00 kg tepung - Mesir : 9

mg fe/hr/orang biaya US$0 0,15/org/thn Program efektif dibawah pengawasan kg ketat dari pemerintah

- Susu dan tepung susu Australia, kanada, Chili, India, Jamaica, Meksiko, USA, Yoguslavia Dept. Kes. Nutrition Foundation. Badan riset perusahaan pangan - Ferro sulfat (10-25 mg Fe/I) + as.askorb at 50-100 ppm - Program distribusi susu fortifikasi dpt mencegah def. besi

- Susu yg diberi ferro sulfat 15-20 mg/I dapat diterima scr organoleptik

- - - Peningkatan

hagra 1% dari susu yg tdk difortifikasi - Zat besi - Biscuit (sasaran anak sekolah

Chili - Beberapa universita s yg ada bid. Gizi dan makanan - Heam iron concentra te (HC) dosis 6%

- Biscuit besi dpt meningkatk an badan ferritin darah terutama pd anak yang kurang Fe

- - Efek katalitik HIC – lpid teoksidasi - Penyimpanan

pd suhu 17-200C tahan 7 bulan - Program makanan sekolah - Tidak terlalu mahal


(3)

Tabel 5.9 (lanjutan)

Gizi mikro

Pangan

pembawa Negara

Organisasi yang

terlibat Fortifikan

Status dan hasil uji lapangan

Produk Aspek kualitas Distribusi dan pemasaran Biaya Evaluasi - Minyak makan (goring) - Margarine Hampir semua Negara Industry minyak, beberapa universitas

- Vitamin A asetta - Palmitat ester - Retinol

pamitat + antioksidan (Brazil) - Dosis umum

untuk minyak grg 0-20 IU/gizi mikro, di Brazil 200 IU/gizi mikro - Dosis pada

margarine 30.00 IU/kg - Fortifikasi pd minyak kodele di Brzil hasilnya baik

- - Margarine : 20-250C tahan 6 bulan - Pemanasan

1600C hilang 20%. 1800C hilang 35%, 2000C hilang 50%. - Minyak

goring; paling baik pd 170-1800C (setelah menggoreng 30 mnt Vit A msh ada 60-80%) - Melalui jalur pasar bebas - Margarine lbh murah dari mentega dg nilai gizi yg sama - Di Brazil

minyak ekdele lbh murah dari minyak lainnya - Dapat diterima di banyak Negara - Konsumsi minyak sayuran meningka t dg cepat terutama minyak kedele di Brazil go ekonomi lemah Vitamin A

- Gula Hili, Costa Rica, El Salvador, Guatemala, Honduras dan Panama Dept. Kes. Nation Agencis / resea rch institute/univers ities, UNICEF

- R etinol pamitete 250-SD Hoffmann La Roche - Retinol acetate 325-L Hoffman-La LOCHE - Fosis 50 IU/g

- Studi Lab. Menunjukk an abrosris retinol asetat dlm gula normal - Absorsi ret.

Asetat lbh tingig bila bersama dgn makanan

- Stabil pd berbagai kondisi (shuhu rendah, suhu ruang dg berbagai tk kelembaban) - Maks. Penurunan

ret. Asett 20% setelah 8 bl disimpan - Tdk ada

perbedaan organoleptik

- Kehomogenan vit A dlm prodk akhir dijamin o proses pabrik yg baik - Pengusaha gula perlu “metode kuantitatif cepat u menetapkan distribusi vit A

- - Pada kladar 0,021 mg retinol atau 69,5 vit Ag perlu biaya US $ 0,03 /org/th - Menjadi program nasional di Cost Rica, Guatemal a, Honduras , Panama - Program ini sdg dicoba di


(4)

Negara-VI. KESIMPULAN

Quality Assurance dalam program fortifikasi pangan diperlukan untuk

memonitoring kelayakan produksi dan keterjaminan produk.

System Quality Assurance dan Quality Control harus didisan dengan cepat,

sehingga bila terindentifikasi pada penyimpangan dari standar mutu dapat dilakukan

perbaikan tepat waktu.

Dalam pengembangan system Quality Assurance, setiap kebijakann harus

dikomunikasikan pada seluruh staf organisasi (perusahaan) dan bagian manegemen

sehingga mempunyai komitmen yang sama untuk mempertahankan mutu yang baik

dalam proses fortifikasi pangan.

Pemerintah mempunyai peranan yang penting dalam menjamin mutu dan keamanan

persediaan pangan fortifikasi, melalui penetapan undang-undang, melaksanakannya

dan melakukan pemantauan serta meyakinkan mutu produk pangan.

Dalam perencanaan system Quality Assurance ada 2 elemen dasar yang perlu

ditetapkan : 1) criteria tehnikcal, 2) criteria gizi. Kedua criteria ini harus

didefenisikan untuk setiap komponen proses fortifikasi.

Pengembangkan dan pelaksanaan Quality Assurance memerlukann biaya tambahan,

namun system Quality Assurance yang efektif dapat mengurangi biaya-biaya lain

yang mungkin terjadi.

Quality Assurance dalam program fortifikasi pangan harus dilakukan dalam setiap

tahun kegiatan, mulai dari penanganan dan penyimpanan fortifikan, proses pabrik

(pengolahan), kemasan dan labeling, serta distribusi pangan fortifikasi.

Keberhasilan program fortifikasi pangan di suatu Negara umumnya didasarkan pada

komitmen dan kerjasama yang kaut dari seluruh sector, baik pemerintah, swasta,

akademik maupun masyarakat sebagai konsumen.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

1.

ADB. 2000. Manila Forum 2000 : Strategies To Fortify Essential Food in Asia

and the Fasific. Asian Development Bank. Manila

2.

Clarke, R. 1995 Micronutrient Fortification of Food : Technology And Quality

Control.

http://www.fao.org/decrep/W2840e0b.htm

3.

Depkes. 2003. Gizi Dalam Angka. Departemen Kesehatan, Dirjen Bina

Kemasy. Direktorat Gizi Masyarakat. Jakarta.

4.

Lotfi, Mashid, M. G. Venkatesh Mannar, Ricahrd J. H. M. Merk, dan Petra

Nabelvan dan Heuval. 1996. Mironutrient Fortification of Food.

Current practices, research, and opportunities. The Micronutrient

Initiative. International Agricultural Centre.

5.

Nestle, P. Ritu Nalubola, Eleanor Mayfiled. Quality Assurance as Applied to

Micronutrient Fortification.

http://www.isli.org/

6.

Soekirman. 2003. Fortifiaksi dalam Program Gizi; Apa dan Mengapa. Koalisi

Fortifikasi Indonesia.

7.

Sharing Industry Experience to Advance Fortication.

http://www.sustaintech.org/activites6.htm

.

8.

UNICEF. Vitamin & Mineral Deficiency; A Global Progress Report.

9.

WHO, 2003. Guidelines on Food Fprtification Whith Micronutrients for the

Control of Micronutrient Malnutrition. Dept. of nutrition for health and

development. WHO. Genave.

10.

WHO, 1999. Health Laboratory Service in support Of Primary Health Care in

south-East Asia. WHO regional publication, Sout-East Asia No. 24,

Second edition. New Delhi.


(6)

Lampiran 1. Critical control point dalam fortifikasi pangan dan prosedur monitoring

Infant formula

(GMP-Health and Welfare Canada)

Critical Control

Point

Monitoring Procedures

Receiving raw

ingradients

Each lot of purchased raw ingredient should be tested by

approved methods to confirm compliance with specifications

unless the manufacturer has records to show that the raw

ingredient is consistently within specifications. There should

be an ongoing programme to ensure the continuing reliability

of each vendor

Product of

premix

Qualitative analyses should be carried out for each component

in each batch of any bulk vitamin or mineral premixes

manufactures ‘in-house’

Storage of

premix

Vitamins and premixed should be reassayed for potency every

three months to ensure that they continye to meet the required

potency up to the end of their shelf-lives; or well documented

data should be available to show that the above frequency of

testing is not necessary

Addition of

vitamins of

premix

Each weighting and/or addition of vitamins or premix should

be initialed by the employee involved and the sheet checked

and initialed by the supervisor

Processing

conditions

Critical stages of the manufacturing process should be

monitored in such a away as to ensure that no unexpected

nutrient losses occur during processing or after unpredictable

delays. Monitor recording charts of time/temperature history

during thermal processing or during drying.

Inventory

Inventory control should be maintained on all raw materials

by weighing, daily, the remainder of those raw materials

which were utilized in the day’s production

Finished

product control

Each lot should be sampled and tested for compliance with its

chemical, microbiological and physical specifications prior to

release by the QA/QC department. Testing for each should

include analysis for protein and all added vitamins and

minerals.