I. PENDAHULUAN
Sampai saat ini masalah kekurangan zat mikro terutama yodium, zat besi dan vitamin A sangat luas dan besar, bahkan diderita lebih dari sepertiga penduduk dunia.
Kurangnya zat gizi mikro menyebabkan konsekwensi yang sangat serius pada individu maupun keluarga, antara lain ketidakmaupuan belajar, menurunkan kapasitas kerja,
sakit, dan bahkan bisa menyebabkan kematian Manila Forum 2000. Masalah kurang gizi mikro ini sering disebut sebagai masalah kelaparan tidak kentara atau terselubung
hidden hunger , karena gejalanya tidak mudah diketahui oleh masyarakat umum.
Sedangkan masalah kurang gizi makro dikenal dengan istilah kelaparan nyata overt hunger
atau lebih dikenal dengan HO hunger oedem karena gejalanya mudah dikenal umum seperti kurus, ada odem dan lain-lain.
WHO menyebutkan kurang gizi mikro khususnya kurang zat besi merupakan satu dari 10 faktor resiko penting terjadinya penyakit, cacat, dan kematian, yang dapat
dicegah. Lebih dari setengah kematian bayi dan balita secara tidak langsung disebabkan oleh kurang gizi mikro. Di Indonesia antara 30 – 60 anak balita, remaja putri dan
wanita hamil menderita kurang gizi mikro dengan berbagai dampaknya, seperti terlihat
pada Tabel 1.1. Bank Dunia menggambarkan dampak akibat kurang gizi mikro pada
kesejahteraan masyarakat. Suatu negara dengan penduduk 50 juta yang prevalensi kurang gizi mikro seperti Indonesia, setiap tahunnya menderita kehilangan 20.000 orang
karena kematian, 11.000 anak lahir cacat, 360.000 siswa-tahun kehilangan kesempatan belajar karena tidak naik kelas atau putus sekolah, dan sekitar 1,3 juta orang tahun
kehilangan kesempatan kerja karena produktifitasnya rendah Soekirman, 2003. Masalah ini dapat dicegah atau dihilangkan jika sejumlah kecil gizi mikro
dikonsumsi secara terus menerus. Beberapa cara penanggulangan di tingkat masyarakat
Universitas Sumatera Utara
telah dilakukan mulai dari suplemen dosis tinggi, konsumsi pangan kaya gizi mikro sampai pada program fortifikasi pangan.
Pemberian suplemen dosis tinggi merupakan strategi jangka pendek yang cukup efektif telah terbukti di beberapa negara, akan tetapi cara ini tidak dapat dilakukan terus
menerus dalam jangka panjang. Oleh karena itu fortifikasi pangan merupakan pilihan yang berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakt untuk jangka
panjang. Tabel 1.1 Estimasi jumlah penduduk yang beresiko dan terkena
Kekurangan gizi mikro
AGB KVA
GAKY UMUR
tahun Laki – Laki
Perempuan Laki – Laki
Perempuan Daerah Endemis
0 – 4 3.323.801
3.951.964 4.655.184
4.371.641 Populasi yg beresiko
5 – 9 4.980.274
4.973.595 -
- Berat
10 – 14 5.088.116
5.939.753 -
- 11.209.169
15 – 44 29.237.421
20.219.020 -
1.023.748 Sedang
45 – 54 5.179.787
3.763.174 -
- 12.251.805
55 – 64 3.843.322
4.065.016 -
- Ringan
65 + 3.180.365
3.541.080 -
- 50.182.152
TOTAL 54.833.086
46.453.6026 73.643.126
Sumber : Depkes RI. Gizi Dalam Angka 2003 Sub – Klinis kadar vit A serum z, 20 mcgdl pada Balita 50 ---- WUS dengan buta senja
Fortifikasi adalah upaya meningkatkan mutu gizi pangan makanan dengan menambahkan salah satu atau lebih zat mikro tertentu ke dalam pangan tersebut.
Terdapat dua jenis fortifikasi, yaitu fortifikasi sukarela dan fortifikasi wajib. Fortifikasi sukarela atas prakarsa produsen sendiri tanpa diharuskan oleh undang-undang
atau peraturan, yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah produk. Sedangkan
Universitas Sumatera Utara
fortifikasi wajib diharuskan oleh undang-undang dan peraturan untuk melindungi rakyat dari masalah kurang gizi. Jenis ini lebih ditujukan kepada golongan masyarakat
miskin yang umumnya menderita kekurangan gizi mikro terutama yodium, zat besi dan vitamin A.
Fortifikasi terbukti telah berjasa mengatasi masalah kurang gizi mikro di berbagai Negara Eropa, Amerika Utara dan bahkan di Amerika Latin. Negara
pertama yang melakukan fortifikasi pangan adalah Amerika Serikat, yaitu pada tahun 1920 di Negara tersebut dikeluarkan peraturan wajib menambahkan zat yodium
pada garam untuk menanggulangi penyakit Gangguan Akibat Kekurangan Yodium GAKY. Sejak abad ke- 20 sampai sekarang yodisasi garam menjadi program global
yang diwajibkan oleh undang-undang setiap negara. Di Indonesia sendiri program yodisasi garam baru dimulai akhir tahun 1970-an dan ditingkatkan pada tahun
1990-an Soekirman, 2003.
Fortifikasi tepung terigu dengan zat besi di Amerika dimulai tahun 1938, dan di Swedia tahun 1965. Sedangkan fortifikasi vitamin A pada mentega, susu dan lain-lain di
eropa dan Amerika dimulai sejak perang dunia kedua. Program fortifikasi pangan di negara Barat umumnya sudah berhasil menuntaskan berbagai masalah kurang gizi,
sedangkan di negara-negara sedang berkembang masih ditemukan masalah proses fortifikasi pangan.
Keberhasilan program fortifikasi pangan ditentukan oleh mutu dari pangan hasil fortifikasi. Pengertian mutu kualitas sangat luas, mulai dari pemilihan pangan
pembawa, jenis atau senyawa fortifikan dan dosisnya, proses produksi, penyimpanan hingga pendistribusian kepada konsumen. Untuk menjaga mutu suatu produk biasanya
perlu adanya suatu upaya yang dilakukan produsen agar mutu tetap terjamin yaitu kegiatan yang tercakup dalam sistem Quality Assurance QA. Dalam makalah ini akan
dibahas langkah-langkah pelaksanaan Quality Assurance dalam fortifikasi gizi mikro, serta beberapa contoh program fortifikasi pangan di berbagai Negara.
Universitas Sumatera Utara
II. QUALITY ASSURANCE DALAM FORTOFIKASI GIZI MIKRO