Elemen – Elemen Sistem QA Untuk Program Fortifikasi Pangan

2.3 Elemen – Elemen Sistem QA Untuk Program Fortifikasi Pangan

Sistem Quality Assurance dalam program fortifikasi pangan harus mempunya hal-hal berikut : 1. Definisi indikator dan metode untuk mengukur bahwa pada akhir proses, pangan fortifikasi mempunyai ciri tertentu. 2. Proses yang sistematik dengan menentukan spesifikasi dan standar melalui inspeksi, audit teknikal, dan monitoring untuk meyakinkan bahwa level mutu didefinisikan dipelihara saat produksi, distribusi, dan pusat pemasaran. 3. Dokumentasi kegiatan Quality Assurance secara sistematik dalam bentuk catatan dan laporan. Sedangkan dalam prosedur Quality Assurance dibutuhkan poin-poin berikut dalam proses produksi : 1. Kontrol Bahan Mentah. Semua bahan harus mempunyai spesifikasi yang tepat, dan semua bahan harus diperiksa untuk memastikan bahwa bahan tersebut sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan. 2. Kontrol Produksi. Faktor-faktor mutu dan Hazard bahaya yang berhubungan dengan proses produksi harus diidentifikasi. Critical Control Point titik kendali kritis harus ditetapkan dan diawasi. 3. Kontrol Pangan Fortifikasi. Pangan fortifikasi harus memenuhi semua ukuran mutu, tidak dipalsukan dan label yang sesuai. Untuk itu harus dilindungi dari pengaruh lingkungan dengan kemasan yang baik sehingga dapat memelihara keutuhan dan kestabilan kandungan mikronutrien. Untuk memastikan bahwa keutuhan produk tetap terpelihara sampai pada konsumen, pangan fortifikasi harus disimpan di tempat yang bersih, kering, kondisi ventilasi baik dan diangkut dengan transportasi yang aman, bersih dan tepat. Universitas Sumatera Utara Elemen-Elemen Penting dalam Sistem QA Pangan Fortifikasi adalah : 1. Cepat, Pengujian Sederhana. Keputusan perbaikan harus dibuat tepat waktu karena sekali pangan fortifikasi diproduksi, hampir tidak pernah dapat diproses ulang. Pengujian gizi mikro harus menggunakan metode yang cepat, mudah, bial mungkin kuantitatif atau semikuantitatif. Bila menggunakan metode semikuantitatif, harus cukuk sensitive menetapkan tingkat zat gizi yang ditambahkan, dan analisis sampel pangan harus dapat mewakili produk pangan fortifikasi dalam waktu tertentu. 2. Pengemasan Dalam Kantong Berlabel. Pangan fortifikasi untuk penjualan eceran harus dikemas terlebih dahulu. Di Negara-negara sedang berkembang, program fortifikasi gula dengan vitamin A dan garam dengan yodium kadang-kadang gagal menyelamatkan pangan fortifikasi secara efektif untuk konsumen karena pangan dipasarkan dalam bentuk borongan jumlah besar dan dijual pada konsumen dalam jumlah kecil yang diambil dari karung atau drum di took eceran. Selama praktek tersebut masih berjalan, sistem Quality Assurance dalam produksi pangan fortifikasi. Tidak dapat menjadi program yang efektif untuk mengontrol masalah defisiensi gizi mikro. Label pada pangan fortifikasi harus mencakup nama pangan, daftar bahan pembuat pangan nama dan alamat produsen, dan dosis jumlah minimum gizi mikro yang dapat diterima. 3. Pemeriksaan, Audit Dan Teknikal Dan Monitoring. Tujuan kegiatan ini adalah untuk membuktikan dengan tepat apakah pangan fortifikasi sesuai dengan standar dan spesifikasi yang ditetapkan. Kegiatan ini harus didasarkan pada metode analisis kantitatif. Untuk memastikan bahwa hasilnya berarti, diperlukan keahlian mengembangkan rencana Universitas Sumatera Utara 4. Dokumentasi Yang Supervisi Menyeluruh. Satu dari sekian banyak factor yang membatasi keberhasilan program fortifikasi pangan di negara-negara sedang berkembang adalah tidak adanya dokumentasi yang tepat. Karena perwakilan agen control pangan sering lemah, audit mutu, pemeriksaan inspeksi, dan kegiatan monitoring pemantauan jarang dilakukan. Bila dilakukan dokumentasinya umumnya miskin sedikit. Akhirnya perusahaan kurang memelihara kegiatan QA dan QC, yang menyebabkan program fortifikasi pangan tidak efektif. Untuk mengatasi masalah ini, di rekomendasikan membentuk kelompok intern institusional untuk mengawasi program fortifikasi pangan. Kelompok ini minimal harus mewakili industri pangan yang relevan dan perwakilan pemerintah untuk melakukan supervisi dan evaluasi program fortifikasi. Selain itu diperlukan juga bantuan konsultan nasional atau internasional untuk membantu program fortifikasi pangan. Menurut Lotfi, M. dkk, 1996. Ada 6 hal mendasar yang harus dipertimbangkan dengan hati-hati dan dilaksanakan dengan jelas untuk keberhasilan program QA, yaitu : 1. Pengorganisasian bagian QA QA harus dimulai dengan dukungan konsep kualitas secara “Top Management”. Kebutuhan untuk “Quality Control Product” seharusnya diperluas dan menjadi kebutuhan semua personil. Universitas Sumatera Utara 2. Seleksi Personil Personil yang dibagian QA seharusnya diseleksi pada kualifikasi tertentu dan dilatih untuk mampu melakukan tanggung jawab untuk keberhasilan program QA. 3. Pengambilan Sampel Untuk Evaluasi Produk dan “Line Control” Sampel diambil dari sebagian produk harus representative dan diseleksi secara random. 4. Standar dan Spesifikasi Jaminan merek dan control produk diikuti dengan mencampur bahan- bahan dan spesifikasi proses, tidak ada fase yang lebih penting dari QA kearah spesifikasi sempurna dan menetapkan standar mutu untuk evaluasi produk. 5. Ukuran Laboratorium Peralatan, Prosedur dan Laporan Laporan hasil sangat penting seperti halnya analisis sampel. Bentuk laporan berupa penemuan dan rekomendasi seharusnya lengkap setiap hari dan menjadikannya referensi untuk berikutnya. Hasil seharusnya dijadikan sebagai pedoman keputusan managemen dan kegiatan koreksi bila diperlukan. 6. Pengumpulan Data dan Interpretasi Pengumpulan data yang hati-hati menggunakan prosedur pengambilan sampel yang benar dan analisis adalah hal yang penting. Interpretasi data ‘quality control’ adalah satu dari beberapa fungsi penting dalam keberhasilan pelaksanaan program QA. Penggunaan metode statistic dapat menambah nilai untuk interprestasi proses dan data yang lebih baik. Universitas Sumatera Utara Selanjutnya, untuk Implementasi Program QA diperlukan langkah-langkah berikut : 1. Memberi spesifikasi untuk fortifikan dan pangan pembawa ukuran butiran, warna, daya terima, level atau dosis fortifikan. 2. Melakukan “Hazard Analysis” Analisis Bahaya pada fortifikan dan pangan yang difortifikasi secara rutin, terutama untuk kontaminan kimia, mikrobiologi dan fisik. 3. Pengambilan sampel dan pengujian fortifikan pangan pembawa dan pangan yang tekah difortifikasi untuk potensi, ukuran butiran, warna, berat bersih, pencampuran, pengepakan dan kondisi penyimpanan. 4. Mengidentifikasi dan mengatur “critical control point” Titik Kendali Kritis yang dapat menyebabkan kerugian pangan fortifikasi. 5. Penarikan kembali dengan mencari dan mengidentifikasi produk dalam kasus konsumen. 6. Mengaudit dan mengevaluasi system QA untuk menentukan apakah ada variasi elemen-elemen dengan system managemen kualitas yang efektif dalam mmencapai kualitas yang diharapkan. 7. Mengimplementasikan kegiatan perbaikan mendeteksi masalah-masalah kualitas atau keamanan dan ukuran-ukuran untuk menghindari timbulnya masalah yang sama. 8. Dokumentasi semua aspek system QA dan menyediakan dokumentasi yang dapat direspon untuk pangan fortifikasi.

2.4 Quality Control Dalam Proses Produksi