Sejarah Perkembangan Hak Kritik Rakyat

Rasulullah saw selama hidupnya telah memberikan kebebasan kepada kaum Muslimin dalam mengungkapkan pendapat mereka yang berbeda dengan beliau. Rasulullah saw telah membentuk kepribadian para sahabat sedemikin rupa sehingga mereka dapat mengekspresikan perbedaannya tanpa ragu-ragu. Ketika perang Uhud, Rasulullah saw meminta para sahabat untuk melawan musuh di dalam kota Madinah, mereka bertanya kepada beliau mengenai posisi beliau berkaitan dengan pendapat yang beliau kemukakan itu. 124 Ketika Rasulullah berkata bahwa beliau berpendapat sebagai manusia biasa dan tidak berdasarkan atas wahyu Ilahi, maka para sahabat tetap mempertahankan pendapat mereka sendiri sehingga Rasulullah saw setuju untuk berperang di medan pertempuran Uhud sesuai dengan keinginan mereka. Pertanyaan para sahabat mengenai posisi Rasulullah saw ketika beliau menyarankan tindakan tertentu dan desakan para sahabat demi mempertahankan pendapat mereka sendiri menunjukkan dengan jelas akan mentalitas yang telah ditanamkan Rasulullah di antara para sahabatnya. 125 Bukti sejarah ini menunjukkan bahwa kebebasan berpendapat, berfikir dan berekspresi, telah dipraktekkan dalam masyarakat ideal di bawah kepemimpinan Rasulullah saw. Kebebasan dalam mengemukakan pendapat tanpa rasa takut ini tetap berlanjut sampai waktu setelah zaman Rasulullah saw. Khalifah Abu Bakar dan Umar biasa mengundang kaum Muslimin untuk meminta kritik dari mereka jika salah dalam suatu persoalan, dan kaum Muslimin pun 124 Syaukat Husein, Human Right in Islam, h. 67 125 Syaukat Husein, Human Right in Islam, h. 68 mengkritik tanpa ragu-ragu. 126 Sejauh mana kebebasan berpendapat dan berkritik itu berlaku selama era Khulafa ar-rasyidin dapat digambarkan dari pidato pelantikan Abu Bakar. Setelah beliau terpilih untuk menjabat sebagai khalifah, Abu Bakar mengatakan: Wahai kaumku, aku telah dipercayai untuk memerintah kalian, tetapi aku bukanlah yang terbaik di antara kalian. Bantulah aku jika aku benar, dan ingatkan aku jika aku salah. 127 Sayidina Umar dalam perjalanan ke Syiria, beliau mengucapkan di depan umum alasan-alasan untuk membenarkan tindakan pemecatan Sayidina Khalid bin Walid. Kemudian ada seorang berdiri berkata, Wahai Umar, demi Allah, engkau telah berlaku tidak adil. Engkau telah memecat orang yang telah ditunjuk Rasulullah saw. Engkau telah menyarungkan kembali pedang yang telah dicanangkan oleh Rasulullah saw. Engkau telah melepaskan tali persaudaran. Engkau telah menampakkan kecemburuan terhadap keponakanmu, dan Sayidina Umar hanya berkata, Engkau telah merasa marah karena kesetiaan kepada saudaramu. 128 Dalam suatu kesempatan lain, ada seseorang berdiri dan terus menerus berkata, Wahai Umar, takutlah kepada Allah. Lalu salah seorang dari mereka yang hadir menahannya agar dia tidak berbicara lebih banyak, tetapi Sayidina Umar berkata, Biarlah dia berkata, jika orang-orang ini tidak berbicara, maka mereka sis- sia berada di sini, dan jika kita tidak mendengarkan mereka, maka kita pun tidak berguna. 129 126 Syaukat Husein, Human Right in Islam, h. 72 127 Ridwan HR, Fiqh Politik; Gagasan, Harapan, dan Kenyataan, h. 41 128 Mohammad Hashim Kamali, Freedom of Expression in Islam, h. 49 129 Mohammad Hashim Kamali, Freedom of Expression in Islam, h. 51 Kaum Khawarij selama kekhalifahan Sayidina Ali sering kali melontarkan cacian secara terang-terangan, bahkan mereka mengecam akan membunuh khalifah. Pernah ketika khalifah Ali memberikan ceramah dalam sebuah Masjid, kaum Khawarij mengumandangkan slogan khusus mereka terhadap beliau. Kemudian Sayidina Ali berkata, Kami tidak akan menolak hak-hak kalian untuk datang ke Masjid dengan tujuan beribadah kepada Allah swt, kami tidak akan berhenti memberikan bagian harta negara kepada kalian selama kalian bersama kami dalam perang melawan orang-orang kafir, dan kami tidak akan mengambil tindakan militer melawan kalian selama kalian tidak melawan berperang terhadap kami. 130 Bukti sejarah tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa suatu negara Islam tidak dapat membatasi kebebasan berekspresi warga negaranya selama hal itu tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Islam. Sikap Sayidina Ali terhadap kaum Khwarij itu menunjukkan dengan jelas tidak ada seorang pun dapat dirampas hak- haknya untuk mengekspresiakan perbedaan pendapat terhadap orang-orang yang memegang kekuasaan. 131 130 Abu al-Ala al-Maududi, Hak Asasi dalam Islam, h. 32 131 Syaukat Husein, Human Right in Islam, h. 57

BAB V HAK KRITIK RAKYAT DALAM PEMERINTAHAN NEGARA ISLAM

MENURUT YUSUF AL-QARADHAWI A. Konsep dan Dasar-Dasar Hak Kritik Rakyat Menurut Yusuf al-Qaradhawi Islam datang untuk pertama kalinya telah menetapkan prinsip-prinsip kebebasan dan kemerdekaan. Pada waktu sebelum kedatangan Islam, manusia diperbudak alam pemikirannya, politiknya, sistem kemasyarakatannya, keagamaannya, maupun ekonominya. Islam kemudian merubahnya, Islam datang dengan mengikrarkan kemerdekaan. Yusuf al-Qaradhawi mengatakan bahwa Islam memiliki nilai-nilai kemanusian yaitu “kebebasan”, dengan prinsip kebebasan tersebut dapat menyelamatkan manusia dari intimidasi, kediktatoran, penjajahan, tekanan dan sebagainya. Kebebasan yang dimaksud di atas menurut Yusuf al- Qaradhawi meliputi kebebasan beritikad, kemerdekaan berfikir, kemerdekaan atau kebebasan berbicara dan menyampaikan kritikan terhadap penguasa yang zalim. Semuanya merupakan kemerdekaan yang paling tinggi nilainya dan didambakan oleh setiap manusia. 132 Menurut Yusuf al-Qaradhawi, dalam pandangan Islam memberikan kritikan kepada pemimpin zalim merupakan hak setiap individu Muslim. Malah setiap 132 Yusuf al-Qaradhawi, Malamih al-Mujtama’ al-Muslim alladzi Nansyuduhu Cairo: Maktabah Wahbah, 1993, h. 109 individu juga berkewajiban untuk meluruskan langkah pemimpin, menyuruhnya untuk mengerjakan kebaikan dan mencegahnya untuk melakukan kemunkaran. Yusuf al-Qaradhawi sangat mengagungkan kebebasan individu untuk menyampaikan kritikan, nasehat, dan mengeluarkan buah pikiran demi kemajuan bangsa dan negara. 133 Dalam penjelasan Yusuf al-Qaradhawi tersebut penulis melihat adanya penentangan yang keras dari Yusuf al-Qaradhawi terhadap keberadaan sistem pemerintahan absolut yang cenderung penguasanya sering bertindak sewenang- wenang terhadap rakyat. Hal ini terbukti dari ungkapan Yusuf al-Qaradhawi untuk menganjurkan jihad terhadap pemerintahan yang zalim. 134 Penulis berpendapat bahwa dengan dijaminnya kebebasan rakyat untuk menyampaikan kritikan terhadap kebijaksanaan pemerintah dalam suatu negara, maka akan menambah kesadaran dan rasa memiliki rakyat terhadap negara. Hal ini dapat menimbulkan semangat nasionalisme dan patriotisme umat. Karena umat tidak hanya merasa dijadikan objek kekuasaan tetapi juga ikut berperan dalam kekuasaan. Selanjutnya, sebagai dasar pemikiran Yusuf al-Qaradhawi tentang hak rakyat untuk mengkritik pemerintah yang zalim ini adalah bersumber dari perintah amar ma’ruf nahi munkar yang telah dijelaskan Allah swt dalam al-Qur’an surat Luqman ayat 17: 133 Yusuf al-Qaradhawi, Fatawa Mu’ashirah Beirut: Darul Ma’rifah, 1988, h. 630 134 Yusuf al-Qaradhawi, Min Fiqh al-Daulah fi al-Islam, Makanatuha, Ma’alimuha, Thabi’atuha, Mauqifuha, min al-Dimaqratiyah wa al-Ta’addudiyah wa al-Maar’ah wa Ghairu al- Muslimin Cairo: Dar al-Syuruq, 1997, h. 136