berdasarkan hak Allah? Bagaimana pandangan Islam terhadap sistem demokrasi, multipartai, dan non-Muslim? Dan masih banyak lagi topik-topik penting lainnya
yang dibahas dalam buku ini. Selanjutnya Figh al-Zakah Beirut: Muassasat al-Risalah, 1973. Sebuah buku
yang sangat komprehensif membahas persoalan zakat dengan nuansa modern. Buku ini awalnya merupakan disertasi Yusuf al-Qaradhawi yang berjudul “Zakat dan
Dampaknya dalam Penanggulangan Kemiskinan”. Dalam buku ini dipaparkan kedudukan zakat dan dampaknya dalam kehidupan masyarakat, makna zakat fitrah,
dan hukum zakat serta hikmahnya. Karya Yusuf al-Qaradhawi berikutnya adalah Fatawa Mu’ashirah
Beirut: Darul Ma’rifah, 1988. Buku ini berisikan fatwa-fatwa Yusuf al-Qaradhawi tentang masalah-masalah kontemporer. Isi buku ini adalah
meliputi al-Qur’an dan tafsirnya, seputar hadits nabawi, aqa’id dan perkara ghaib, zakat fitrah, haji dan umrah, wanita dan keluarga, hubungan sosial, dan lain
sebagainya. Demikian sebagian karya-karya Yusuf al-Qaradhawi, dan masih banyak lagi
karya-karya beliau yang lainnya. Karya-karya Yusuf al-Qaradhawi tersebut penulis cantumkan pada lampiran skripsi ini. Mengingat wawasan beliau yang luas, meskipun
usianya sudah lanjut, penulis yakin Yusuf al-Qaradhawi masih akan cukup produktif untuk terus berkarya memperkaya khazanah pengetahuan dan peradaban Islam
dengan buku-bukunya yang masih mayoritas berisi komentar problemantika kehidupan kontemporer.
BAB III HAK KRITIK RAKYAT
DALAM NEGARA DEMOKRASI A.
Pengertian
Secara etimologi, hak kritik rakyat terbentuk dari tiga kata, yaitu hak, kritik, dan rakyat. Kata hak berasal dari bahasa Arab, diambil dari kata haqqa, yahiqqu,
haqqan ,
50
artinya benar, nyata, pasti, tetap, dan wajib. Haq adalah kewenangan atau kewajiban untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
51
Sementara kritik berasal dari bahasa Inggris, yaitu critical yang berarti kecaman
52
. Selanjutnya kata rakyat
juga berasal dari bahasa Arab, diambil dari kata ra’iyyah.
53
Adapun secara terminologi, hak kritik rakyat adalah wewenang rakyat untuk menyampaikan
kecaman, anggapan dan penilaian tentang baik buruknya suatu pendapat, hasil karya dan sebagainya.
54
B. Eksistensi Hak Kritik Rakyat dalam Suatu Negara Demokrasi
Membicarakan lebih jauh tentang eksistensi hak kritik rakyat dalam suatu negara demokrasi, penulis terlebih dahulu menjelaskan arti demokrasi. Demokrasi
50
A. W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir; Arab-Indonesia Surabaya: Pustaka Progresif, 2002, h. 282
51
Majda al-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia; Dari UUD1945 Sampai dengan Amandemen UUD1945 tahun 2002
Jakarta: Kencana, 2007, h. 94
52
John M. Echols, Kamus Inggris-Indonesia Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003, h. 155
53
A. W. Munawwir, h. 511
54
Peter Salim dan Yenny Salim, h. 499 dan 778
berasal dari bahasa Yunani, yang secara etimologi “Demos dan Cratein”.
55
Demos adalah rakyat atau penduduk suatu daerah, sedangkan Cratein adalah kekuasaan atau
kedaulatan.
56
Dari kedua kata tersebut lahirlah istilah demokrasi yang berarti sistem pemerintahan suatu negara yang kedaulatannya berada di tangan rakyat. Dapat juga
dikatakan bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Dalam kamus Ensiklopedi Politik dikatakan bahwa demokrasi adalah pemerintahan rakyat, yaitu
dengan perantara wakil-wakilnya yang telah mereka pilih dalam suasana bebas. Dalam dunia modern, demokrasi diartikan dengan suatu pemerintahan dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat government of the people, by the people, for people.
57
Jadi negara demokrasi adalah negara yang kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat, rakyat berperan aktif dalam negara dan ikut serta menentukan
kebijaksanaan-kebijaksanaan negara tersebut. Dalam suatu negara demokrasi, sangat menjunjung tinggi kebebasan menyampaikan kritikan, karena kebebasan tersebut
merupakan suatu indikasi dari negara demokrasi, dan hal tersebut sebagai suatu bentuk partisipasi rakyat dalam pemerintahan negara bersangkutan.
58
Sebagai contoh, demokrasi yang berlaku di Indonesia, Indonesia sebagai negara demokrasi tercermin dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat 2:
55
Jaenal Aripin, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia Jakarta: Kencana, 2008, h. 81
56
Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005, h. 241
57
A. Ubaeidillah, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani Jakarta: Prenada Media, 2003, h. 3
58
Ubaeidillah, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, h. 53