Pers Wadah Penyampaian Kritik terhadap Pemerintah

undang-undang seperti lembaga-lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif, sebab pers adalah lembaga masyarakat. Karena merupakan lembaga kemasyarakatan, pers mempunyai tanggung jawab sosial social responsibility. Meskipun pers merupakan lembaga sosial atau lembaga kemasyarakatan yang bertanggung jawab kepada masyarakat, tidak berarti ia tidak mempunyai tanggung jawab nasional nation responsibility , tanggung jawab terhadap bangsa dan negara. Ini berarti, pers akan membela masyarakat bila pemerintah melakukan tindakan yang merugikan masyarakat. Akan tetapi, bila negara menghadapi bahaya, pers akan membelanya. 74 Akan tetapi, bagaimana pun baiknya pemerintahan, tidak dapat dipastikan tidak ada kekurangan atau kesalahan. Oleh karena itu, secara konstitusional ada lembaga legislatif dan yudikatif yang mengawasinya. Dan bagaimana pun telitinya pengawasan yang dilakukan oleh kedua lembaga tersebut, belum tentu juga tidak ada yang tidak terawasi. Dalam hubungan inilah pers sebagai wakil masyarakat dengan kekuasaannya itu mengawasi tindakan ketiga lembaga tadi dengan memberikan kritikan jika ternyata kebijakannya tidak sesuai atau menyimpang dari konstitusi. 75 Indonesia sebagai negara demokrasi, menempatkan pers sebagai alat perjuangan nasional. Sebagaimana tercantum dalam undang-undang No 21 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers. Undang-undang tersebut dinyatakan: Pers adalah lembaga kemasyarakatan, alat perjuangan nasional yang mempunyai karya sebagai salah satu media komunikasi massa, yang bersifat umum berupa penerbitan yang teratur waktu terbitnya diperlengkapi atau tidak diperlengkapi 74 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi, h. 147 75 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi, h. 148 dengan alat-alat milik sendiri berupa percetakan alat-alat poto, klise, mesin-mesin stencil atau alat-alat tehnik lainnya. 76 Definisi pers itu menunjukkan bahwa pers di Indonesia merupakan lembaga kemasyarakatan social institution, bukan lembaga pemerintah. Mengenai hal ini, dalam undang-undang ini dijelaskan bahwa Pers mempunyai hak kontrol, kritik, dan koreksi yang bersifat konstruktif. Dengan demikian, pers Indonesia harus mempunyai idealisme, pers Indonesia merupakan alat perjuangan nasional, bukan sekedar penjual berita untuk mencari keuntungan finansial. 77 Pers di negara-negara demokrasi -termasuk Indonesia- merupakan perusahaan yang mencari keuntunan finansial. Meskipun demikian, dalam upaya mencari finansial itu, pers tidak boleh kehilangan identitasnya sebagai lembaga yang dinamakan pers. Pers tanpa idealisme, dalam arti hanya mengejar keuntungan finansial, merupakan perusahaan semata-mata yang tidak ada bedanya dengan perusahaan teh botol atau perusahaan rokok. Idealisme yang melekat pada pers sebagai lembaga kemasyarakatan ialah melakukan social control dengan menyatakan pendapatnya secara bebas, tetapi sudah tentu dengan perasaan tanggung jawab bila pers itu menganut social responsibility. 78 Idealisme yang disandang pers tidak selalu berarti harus menentang pemerintah, apalagi mencari-cari tindakan pemerintah yang negatif untuk kemudian menyebarluaskan kepada masyarakat. Idealisme pada pers berarti juga mendukung 76 Undang-Undang No 21 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers. 77 Onong Unchjana Efendy, Dinamika Komunikasi Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004, h. 65 78 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi, h. 147 pemerintah dan menyebarkan kegiatan-kegiatan pemerintah yang positif agar diketahui, dan memotivasikan masyarakat. 79 Idealisme yang melekat pada pers dapat dijabarkan dalam pelaksanaan fungsi- fungsinya, salah satu fungsi pers adalah fungsi mempengaruhi to influence. Fungsi mempengaruhi inilah yang menyebabkan pers memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Sebagaimana Napoleon pada masa jayanya pernah berkata bahwa ia lebih takut kepada empat surat kabar dari pada seratus serdadu dengan senapan bersangkur terhunus. Sudah tentu surat kabar yang ditakuti ini ialah surat kabar yang independent, yang bebas menyatakan pendapat, kritik, kecaman, bebas melakukan social conrtol, bukan surat kabar yang membawakan his Masteris voice. Fungsi mempengaruhi dari surat kabar, secara imlisit terdapat pada tajuk rencana dan artikel. 80

D. Sejarah Perkembangan Hak-Hak Politik Rakyat

Perjalanan panjang umat manusia di dunia, banyak diwarnai dengan sisi kelam peristiwa-peristiwa yang mengungkapkan keprihatinan. Manusia baik secara individual maupun secara kolegial berjuang mati-matian melawan penindasan, pencampakan, serta perampasan hak-hak asasi manusia dari orang atau kelompok lain. Tindakan mengabaikan dan memandang rendah hak-hak dasar manusia telah menimbulkan kemarahan dalam hati sanubari setiap orang yang berakibat pada 79 Onong Unchjana Efendy, Dinamika Komunikasi, h. 65 80 Onong Unchjana Efendy, Dinamika Komunikasi, h. 66 timbulnya konflik fisik dan senjata yang berkepanjangan. Secara hisroris, usaha- usaha untuk memecahkan persoalan kemanusiaan telah dirintis sedemikian rupa. Hampir seluruh pemikiran yang telah berkembang menguatkan pendirian akan pentingnya citra manusia, yakni kemerdekaan dan kebebasannya. 81 Perjuangan para bangsawan Inggris untuk mendapatkan kembali hak-haknya yang telah dicampakkan oleh kecongkakan kekuasaan raja John saudara raja Richard berhati singa, seorang pemimpin tentara salib, merupakan salah satu upaya yang dilakukan dengan tujuan membendung kekuasaan raja yang bertindak secara sewenang-wenang. Perjuangan mereka pada akhirnya membuahkan hasil, ditandai dengan lahirnya sebuah Piagam Agung Magna Charta sebuah dokumen historis yang berisikan pemberian batasan yang jelas dan tegas terhadap kekuasaan raja yang absolut dan totaliter sehingga hak-hak dasar rakyat tetap terjamin. 82 Secara umum, para pakar di Eropa berpendapat bahwa kemunculan hak politik rakyat di kawasan Eropa ditandai dengan munculnya “Perjanjian Agung” Magna Charta di Inggris pada 15 Juni 1215. 83 Piagam ini berisikan tentang raja yang pada awalnya memiliki kekuasaan absolut raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat dengan hukum yang dibuatnya, menjadi dibatasi kekuasaannya dan dapat diminta pertanggung jawabannya di muka hukum. 84 Dengan piagam ini maka dipraktekkan ketentuan yang menjelaskan jika raja melanggar 81 Majda al-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, h. 50 82 Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia YLBHI, Kompilasi Hak-Hak Asasi Manusia Jakarta: YLBHI, 1980, h. 4 83 Edward Powell, Kingship, Law and Society; Criminal Justice in the Reign of Henry V Oxford: Clarendon Press, 1989, h. 33 84 Majda al-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, h. 51