1945 Pasal 28E ayat 3 yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.
97
Dalam undang-undang Pasal 28E ayat 3 ini tidak ditemukan sebuah pengaturan yang tegas tentang hak rakyat dalam mengkritik pemerintah, undang-
undang ini hanya memberikan kebebasan kepada setiap warga negara untuk mengeluarkan pendapat. Akan tetapi, satu hal yang patut mendapat apresiasi positif
adalah, bahwa para pendiri bangsa Indonesia telah berhasil memformulasikan sebuah tatanan kehidupan nasional berikut jaminan atas HAM.
98
Selanjutnya, sebagai bagian dari hak politik rakyat, pada tanggal 26 Oktober 1998 diberlakukan UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat di Muka Umum.
99
LNRI RI Tahun 1998 No. 181, TLNRI Nomor 3789. UU ini memiliki nilai penting dalam menjamin hak kebebasan berpendapat sebagai
hak asasi manusia. Pasal 1 menyatakan, “Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan,
dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
100
Dengan demikian, negara Indonesia merupakan yang berdasar atas hukum rechtsstaat, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka machts-staat.
101
Dimana
97
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Hasil Amandemen ke-2 Pasal 28E ayat 3
98
Bambang Sunggono dan Aries Harianto, Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Bandung: Mandar Maju, 1994, h. 85
99
UU ini terdiri dari 7 bab dan 20 Pasal
100
UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, Pasal 1
101
Jaenal Aripin, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia, h. 92
undang-undang memberikan jaminan terhadap rakyatnya untuk ikut serta dalam penyelenggagaan negara. Rakyat diberikan hak untuk mengkritik pemerintah, apabila
kebijakan-kebijakan yang dihasilkan pemerintah tersebut tidak bertujuan untuk mensejahterakan rakyat Indonesia.
102
102
Harun al-Rasyid, Himpunan Peraturan Hukum Tata Negara Jakarta: UI Press, 1983, h. 15
BAB IV HAK KRITIK RAKYAT DALAM ISLAM
A. Pengertian
Dalam kamus bahasa Arab, secara etimologi, kata hak diambil dari kata haqqa
, yahiqqu, haqqan,
103
artinya benar, nyata, pasti, tetap, dan wajib. Kata kritik disebut dengan kalimat
,
N dan N
A
yang berarti pertentangan pendapat.
104
Sedangkan kata rakyat diambil dari kata ra’iyyah.
105
Sedangkan dalam Islam, istilah kebebasan atau hak untuk mengajukan kritik dan memantau kegiatan pemerintah
disebut dengan hurriyah al-muaradhah, juga dikenal sebagai hurriyyah naqd al- hakim
.
106
B. Landasan Hukum
Kehidupan masyarakat dalam negara Islam dibangun di atas suatu gagasan kemaslahatan bagi semua anggota masyarakat. Kemaslahatan ini terwujud ketika
tidak ada pengekangan, apalagi perampasan hak-hak sosial dan hak-hak individual.
107
Ketika kemaslahatan itu terganggu oleh pemerintah berikut aparaturnya, maka muncul kewajiban kolektif wajib kifayah untuk melenyapkan pelanggaran tersebut
103
A. W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir; Arab-Indonesia Surabaya: Pustaka Progresif, 2002, h. 282
104
A. W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir, h. 1452 dan 919
105
A. W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir, h. 511
106
Mohammad Hashim Kamali, Freedom of Expression in Islam Malaysia: Berita Publishing, 1994, h. 49
107
Ridwan HR, Fiqh Politik; Gagasan, Harapan, dan Kenyataan Yogyakarta: FH UII PRESS, 2007, h. 38
yaitu melalui tindakan amar maruf nahi munkar. Dengan kata lain, upaya perbaikan masyarakat menuntut seluruh warga negara untuk bekerja sama bahu membahu
memperbaiki dan meningkatkan martabat umat melalui seluruh sarana yang ada.
108
Allah telah mewajibkan kepada kaum Muslimin untuk melakukan kritik kepada penguasa apabila mereka merampas hak-hak rakyat, menyimpang dari
hukum-hukum Islam. Dan perintah kepada mereka untuk mengubah para penguasa tersebut bersifat tegas. Dalil-dalil tentang perintah pada kemarufan serta menolak
kemunkaran itu merupakan dalil-dalil yang mewajibkan muhasabah kepada seorang
penguasa. Karena dalil-dalil itu bersifat umum yang mencakup penguasa maupun yang lain.
109
Dimana Allah telah memerintahkan amar maruf nahi munkar dengan perintah tegas. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 104:
+, - .0
1 2
34 5 .689:
; = 3 ?34
Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu, segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar.
Dan merekalah orang-orang yang beruntung.
Ulama sepakat bahwa amar maruf nahi munkar itu merupakan kewajiban yang diperintahkan Allah melalui redaksi ayat tersebut, khususnya pada kalimat
+
108
Mohammad Hashim Kamali, Freedom of Expression in Islam, h. 52
109
Nabhani, Taqiyuddin, Nizham al-Hukum fi al-Islam Bangil : Al-Izzah, 1997, h. 325