Tata Cara Penyampaian Kritik

warga negaranya atau tidak mampu menjalankan pemerintahan dengan baik dan adil. 117 Menurut Mutazilah, Zaidiyah, Khawarij dan mayoritas Murjiah, umat Islam harus mengangkat senjata untuk menyingkirkan penguasa yang durhaka. Abu Bakar Asham al-Mutazili, salah seorang pemuka Mutazilah, berpendapat bahwa menyingkirkan kepala negara yang durhaka dengan kekuatan senjata adalah wajib, apabila telah ditemukan kepala negara lainnya yang lebih adil. 118 An-Nabhani juga menegaskan wajibnya umat Islam melakukan koreksi dan mengangkat senjata kepada penguasa. Sifat perintah ini tegas apabila kepala negara telah merampas hak-hak rakyat, mengabaikan kewajiban-kewajibannya, melalaikan urusan rakyat, menyimpang dari hukum Islam atau memerintah dengan selain hukum Islam yang diturunkan oleh Allah. 119 Namun kelompok Sunni berpendapat, bahwa mengangkat senjata kepada kepala negara yang durhaka tidak dibenarkan. Ibn Taimiyah malah mengharamkan pemberontakan terhadap kepala negara dan pendapat bahwa enam puluh tahun berada di bawah kepemimpinan kepala negara yang zalim lebih baik dari pada sehari hidup tanpa pemimpin. 120 117 Syaukat Husein, Human Right in Islam, h. 56 118 Muhammad Yusuf Musa, Mizham al-Hukm fi al-Islam Cairo: Dar Al-Katib Al-Arabi, t.tp., h. 120 119 Nabhani, Taqiyuddin, Nizham al-Hukum fi al-Islam, h. 331 120 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah; Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001, h. 214 Meskipun kebebasan berpikir dan berkritik dijamin dalam Islam, namun bukan tanpa batas. Kebebasan ini harus dalam bingkai kebenaran dan kewajaran, tidak boleh dipergunakan untuk menghasut orang agar meremehkan syariat atau melawan pemerintahan yang sah, menyebarkan dekadensi moral dan memerosotkan norma kesusilaan masyarakat. Dalam bahasa al-Quran, menyampaikan pendapat harus bi al-hikmah wa al-mauidhah al-hasanah wa jadilhum billati hia ahsan, dengan bijaksana dan nasehat yang baik serta membantah mereka dengan cara yang paling baik. 121 Menurut Imam al-Ghazali, amar maruf nahi munkar atau jihad terhadap penguasa yang zalim hanya dapat dilakukan dengan memberitahukan adanya kemunkaran dan memberikan nasehat. Adapun mencegah dengan kekerasan, tidak dapat dilakukan karena akan dapat menimbulkan fitnah atau bencana yang mungkin lebih besar bagi seseorang atau masyarakat. 122 Para pemimpin yang zalim pada umumnya tidak menyukai kebebasan berbicara yang diungkapkan oleh orang-orang bijak, meskipun dengan maksud kritik membangun atau memberikan advis dan meluruskan penyimpangan, juga tidak menyukai kebebasan adu argumentasi. 123

D. Sejarah Perkembangan Hak Kritik Rakyat

121 Ridwan HR, Fiqh Politik; Gagasan, Harapan, dan Kenyataan, h. 41 122 Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din Dar Fikr, 1995, h. 295 123 Ridwan HR, Fiqh Politik; Gagasan, Harapan, dan Kenyataan, h. 40 Rasulullah saw selama hidupnya telah memberikan kebebasan kepada kaum Muslimin dalam mengungkapkan pendapat mereka yang berbeda dengan beliau. Rasulullah saw telah membentuk kepribadian para sahabat sedemikin rupa sehingga mereka dapat mengekspresikan perbedaannya tanpa ragu-ragu. Ketika perang Uhud, Rasulullah saw meminta para sahabat untuk melawan musuh di dalam kota Madinah, mereka bertanya kepada beliau mengenai posisi beliau berkaitan dengan pendapat yang beliau kemukakan itu. 124 Ketika Rasulullah berkata bahwa beliau berpendapat sebagai manusia biasa dan tidak berdasarkan atas wahyu Ilahi, maka para sahabat tetap mempertahankan pendapat mereka sendiri sehingga Rasulullah saw setuju untuk berperang di medan pertempuran Uhud sesuai dengan keinginan mereka. Pertanyaan para sahabat mengenai posisi Rasulullah saw ketika beliau menyarankan tindakan tertentu dan desakan para sahabat demi mempertahankan pendapat mereka sendiri menunjukkan dengan jelas akan mentalitas yang telah ditanamkan Rasulullah di antara para sahabatnya. 125 Bukti sejarah ini menunjukkan bahwa kebebasan berpendapat, berfikir dan berekspresi, telah dipraktekkan dalam masyarakat ideal di bawah kepemimpinan Rasulullah saw. Kebebasan dalam mengemukakan pendapat tanpa rasa takut ini tetap berlanjut sampai waktu setelah zaman Rasulullah saw. Khalifah Abu Bakar dan Umar biasa mengundang kaum Muslimin untuk meminta kritik dari mereka jika salah dalam suatu persoalan, dan kaum Muslimin pun 124 Syaukat Husein, Human Right in Islam, h. 67 125 Syaukat Husein, Human Right in Islam, h. 68