Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

97

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Reksa Dana di Indonesia sudah berada pada usia sepuluh tahun. Bapepam 1997: 5 mengemukakan bahwa menurut Undang-Undang Pasar Modal Pasal 1 ayat 27 Reksa Dana Investment Fund atau Mutual Fund dapat diartikan sebagai suatu wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh Manajer Investasi. Yang dimaksud portofolio efek adalah kumpulan kombinasi surat berharga atau efek yang dikelola. Sedangkan manajer investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola portofolio efek tersebut. Menurut Bapepam 1997: 1 keberadan Reksa Dana sendiri sebenarnya telah dimulai sejak diaktifkannya kembali Pasar Modal Indonesia, tepatnya sejak tanggal 10 Agustus 1977, meskipun pada saat itu belum lahir peraturan khusus mengenai Reksa Dana. Baru kemudian pada tahun 1990 pemerintah mengeluarkan SK MenKeu Nomor 1548 yang intinya mengizinkan pelaku pasar modal untuk menerbitkan Reksa Dana walaupun masih terbatas bagi Reksa Dana berbentuk perseroan yang bersifat tertutup closed-end fund. Kondisi tersebut kurang mendapat sambutan dari para Manajer Investasi untuk membentuk Reksa Dana. Berikut data statistik perkembangan Reksa Dana 98 berdasarkan pernyataan efektif Badan Pengawas Pasar Modal dari tahun 1996 sampai dengan Desember 2006. Tabel 1.1 Data Statistik Perkembangan Reksa Dana Periode 1996-2006 DATA STATISTIK PERKEMBANGAN REKSA DANA Periode Jumlah kumulatif NAB Rp Juta Pemegang Saham Unit Penyertaan Jumlah Saham Unit Penyertaan yang Beredar 1996 25 2.782.322,5 2.441 2.942.232.210,518 1997 77 4.916.604,8 20.234 6.007.373.758,547 1998 81 2.992.171,4 15.482 3.680.892.097,256 1999 81 4.974.105,0 24.127 4.349.952.950,816 2000 94 5.515.954,1 39.487 5.006.049.769,659 2001 108 8.003.769,8 51.723 7.303.771.880,360 2002 131 46.613.833,24 125.82 41.655.523.049,213 2003 186 69.477.719,75 171.712 60.020.745.572,816 2004 246 104.037.824,63 299.063 85.061.930.436,029 2005 331 29.405.732,22 254.660 21.262.143.379,980 2006 382 44.470.317,92 192.621 32.640.147.419,610 Sumber: Bapepam Dilihat dari tabel 1.1 Nilai Aktiva Bersih pada NAB tahun 1996 sampai dengan 1997 perkembangan Reksa Dana mengalami kenaikan yang cukup baik. Menurut Investor 9-22 Agustus 2005 edisi: 129, Reksa Dana sempat ditinggal pemodal pada tahun 1998 ketika krisis. Saat itu harga unit Reksa Dana menurun karena anjloknya pasar saham dan pasar surat utang. Setelah itu meskipun setiap tahun terjadi penambahan jumlah Reksa Dana, pemodal yang terjangkau masih terbatas di sekitar Ibukota Jakarta. Manajer Investasi tak punya kemampuan besar untuk membuka jalur pemasaran. Babak baru pertumbuhan industri Reksa Dana dimulai pada tahun 2002 dengan aktifnya bank menjadi agen penjual Reksa Dana. Reksa Dana Pendapatan Tetap mulai marak diterbitkan. Bank lebih tertarik memasarkan 99 Reksa Dana Pendapatan Tetap, karena dinilai tak terlalu berisiko, sesuai dengan karakteristik para penyimpanan di Bank. Menurut Investor 9-22 Agustus 2005 edisi: 129, akhir tahun 2002, pertumbuhan Reksa Dana mencatat angka spektakuler, 48,2 yang ditandai naiknya Nilai Aktiva Bersih NAB Reksa Dana menjadi Rp 46,6 triliun dibandingkan tahun sebelumnya Rp 8,0 triliun. NAB tertinggi tercatat di tahun 2004, senilai Rp 104 triliun dan akhirnya jatuh ke posisi Rp 44 triliun per Desember 2006. Industri Reksa Dana mulai terpuruk sejak tahun 2005, di mana Reksa Dana semakin mengalami tekanan berat belakangan ini karena berbagai persoalan yang terkait antara satu dengan lainnya. Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana terus berkurang drastis, bahkan jauh tertinggal dibandingkan posisi Desember 2004. Berdasarkan data Badan Pengawas Pasar Modal, pada awal tahun 2005 total Nilai Aktiva Bersih NAB sebesar Rp 108,22 triliun. Pada akhir tahun turun drastis menjadi Rp 29,4 triliun hingga akhirnya NAB mentok dengan nilai 44 triliun pada akhir tahun 2006. Menurut Kontan Juli 2005: 41 ada empat jenis Reksa Dana yang tersedia saat ini, yaitu Reksa Dana Pasar Uang, Reksa Dana Pendapatan Tetap, Reksa Dana Saham dan Reksa Dana Campuran. Reksa Dana Pasar Uang banyak mengalokasikan investasi dalam produk-produk berjangka waktu pendek kurang dari 1 tahun atau yang sering disebut produk pasar uang seperti Sertifikat Bank Indonesia SBI, Deposito Berjangka, Obligasi yang berjangka waktu kurang dari 1 tahun. 100 Menurut Kontan Juli 2005: 41 Reksa Dana Pendapatan Tetap pada umumnya menginvestasikan sebagian besar dananya di obligasi pemerintah. Tidak seperti Reksa Dana Pasar Uang, obligasi yang diinvestasikan berjangka waktu lebih dari 1 tahun. Reksa Dana jenis ini memiliki potensi tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibandingkan dengan Reksa Dana Pasar Uang. Reksa Dana Saham risikonya lebih tinggi dibandingkan dua jenis Reksa Dana sebelumnya namun Reksa Dana Saham ini menghasilkan pengembalian yang tinggi. Tingginya risiko tersebut dikarenakan sifat harga saham yang lebih berfluktuasi. Tapi sebaliknya dalam jangka panjang tingkat pengembaliannya lebih tinggi dibandingkan jenis lainnya. Menurut Bapepam 1997: 10 Reksa Dana Campuran melakukan investasi dalam Efek bersifat Ekuitas dan Efek bersifat utang yang perbandingannya tidak termasuk Reksa Dana Pendapatan Tetap dan Saham. Bapepam 1997: 26 menyatakan bahwa fluktuasi NAB sangat dipengaruhi oleh jenis Reksa Dana itu sendiri. Reksa Dana Saham tentunya dapat lebih berfluktuasi dibandingkan Reksa Dana Obligasi atau jenis lainnya karena sebagian besar portofolionya diinvestasikan pada saham yang sifatnya fluktuatif. Menurut Bapepam 1997: 5 sama halnya dengan sarana investasi lainnya, Reksa Dana selain menghasilkan tingkat keuntungan tertentu return juga mengandung unsur risiko risk yang patut dipertimbangkan. Hanya bedanya, risiko yang terkandung dapat diperkecil dikurangi karena investasi 101 tersebut didiversifikasi atau disebar dalam bentuk portofolio yang menjadi ciri utama Reksa Dana. Menurut Bapepam 1997: 14 setiap jenis Reksa Dana selalu mengandung risiko investasi walaupun besarnya berbeda-beda. Semakin tinggi hasil pengembalian return yang diharapkan maka makin tinggi pula risikonya. Ada empat faktor yang diduga mempengaruhi kinerja Reksa Dana yaitu Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga Bebas Risiko Sertifikat Bank Indonesia SBI dan Indeks Harga Saham Gabungan IHSG. Keempat faktor tersebut secara teoritis sangat berkaitan dengan kinerja portofolio Reksa Dana sehingga diharapkan bisa menjadi indikator kuat bagi investor dalam mengetahui tingkat kinerja dari masing-masing portofolio Reksa Dana. Melihat keempat faktor tersebut antara IHSG, Suku Bunga Bebas Risiko, Inflasi dan Nilai Tukar Rupiah yang berkaitan terhadap kinerja portofolio Reksa Dana, maka penulis ingin melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui keeratan hubungan tersebut melalui pembahasan dalam skripsi ini dengan judul Pengaruh Indeks Harga Saham Gabungan IHSG, Suku Bunga Bebas Risiko Sertifikat Bank Indonesia SBI, Inflasi, dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Kinerja Reksa Dana Saham Periode 2004 – 2006. 102

B. Identifikasi Masalah