Teori Atribusi Pseudo conspiracy. Misalnya, seorang tidak menyadari bahwa

8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Atribusi

Teori yang dikembangkan oleh Fritz Heider 1958 ini mempelajari proses bagaimana seseorang menginterpretasikan sesuatu peristiwa, alasan, atau sebab perilakunya. Perilaku seseorang oleh kombinasi antara kekuatan internal dan eksternal. Hal yang sama dikemukakan Robbins 2003 bahwa teori atribusi merupakan dari penjelasan cara-cara manusia menilai orang secara berlainan, tergantung pada makna apa yang dihubungkan ke suatu perilaku tertentu. Pada dasarnya teori ini menyarankan bahwa jika seseorang mengamati perilaku seseorang individu, orang tersebut berusaha menentukan apakah perilaku itu disebabkan oleh faktor internal atau eksternal yang tergantung pada tiga faktor. 1. Kekhususan ketersendirian, merujuk pada apakah seseorang individu memperlihatkan perilaku-perilaku yang berlainan. Yang ingin diketahui adalah apakah perilaku ini luar biasa atau tidak. Jika luar biasa, maka kemungkinan besar pengamat memberikan atribusi eksternal kepada perilaku tersebut. Jika tidak, kelihatannya hal ini akan dinilai sebagai sifat internal. 2. Konsensus, yaitu jika semua orang yang menghadapi suatu situasi yang serupa bereaksi dengan cara yang sama. 9 3. Konsistensi dicari dari tindakan seorang apakah orang tersebut memberikan reaksi yang sama dari waktu ke waktu. Makin konsistensi perilaku, maka hasil pengamatan semakin cenderung untuk menghubungkan dengan sebab-sebab internal. Gambar 2.1 2.2 Auditing 2.2.1 Pengertian Auditing Auditing adalah pemeriksaan laporan keuangan yang dilakukan oleh pihak yang independen dimana hasil pemeriksaan laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor dapat memberikan informasi kepada para pemakai laporan keuangan. Menurut Alvin A. Arens, Elder dan Beasley 2011:4 mengemukakan definisi Auditing ialah “Auditing is the accumulation and evaluation of evidience about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person” Diterjemahkan adalah “Auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antar Pengamatan Penafsiran Atribusi sebab Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Internal eksternal Internal eksternal Internal eksternal Perilaku Individu Kekhususan Konsensus Konsistensi 10 informasi itu dan kriteria yang telah ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dalam deskripsi”. Menurut Whittington, O.Ray dan Kurt Panny, 2012:4 “In a financial statement audit , the auditors undertake to gather evidence and provide a high level of assurance that the financial statements follow generally accepted accounting principles,or some other appropriate basis of accounting. An audit involves searching and verifying the accounting records and examining other evidence supporting the financial statements. By gathering information about the company and its environment,, including internal control; insoection documents; observing assets; making inquires within and outside the company; and performing other auditing procedures, the auditors will gather the evidence necessary to issue an audit report. That audit report states that it is the auditors’ opinion that the financial statements follow generally accepted accounting principles”. Menurut Konrath 2002:5 definisi auditing adalah “Suatu proses sistematis untuk secara objektif mendapatkan dan mengevaluasi bukti mengenai asersi tentang kegiatan antara asersi tersebut dan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan”. Definisi auditing menurut Sukrisno Agoes 2012 :4 adalah, “Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti 11 pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut”. Beberapa hal penting dari pengertian diatas yang bisa disimpulkan adalah sebagai berikut : 1. laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen perusahaan beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, 2. pemeriksaan dilakukan secara kritis dan sistematis, 3. pemeriksaaan dilakukan oleh pihak independen, yaitu akuntan publik, 4. tujuan pemeriksaan oleh akuntan adalah untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa.

2.2.2 Jenis-Jenis Audit Menurut Alvin Arens 2008:16 mengemukakan bahwa jenis audit

yang dilakukan oleh akuntan publik terdiri dari tiga jenis utama audit adalah: Audit operasional adalah mengevaluasi efisiensi dan efektivitas setiap bagian dari prosedur dan metode operasi organisasi yang pada akhir audit operasional, manajemen biasanya mengaharapkan saran-saran untuk memperbaiki operasi perusahaan. Review atau penelaahan yang dilakukan tidak terbatas pada akuntansi, tetapi juga mencakup evaluasi atas struktur organisasi, operasi komputer, metode produksi, dan semua bidang lain dimana auditor menguasainya. Dalam hal ini, audit operasinal lebih menyerupai konsultasi menajemen daripada yang biasanya dianggap auditing. 12 Audit kepatuhan compliment audit adalah tinjauan yang dilaksanakan bertujuan menentukan apakah pihak yang diaudit auditee telah mengikuti prosedur, aturan, tata cara, atau ketentuan tertentu yang ditetapkan oleh otoritas yang lebih tinggi. Audit atas laporan keuangan financial statement audit dilaksanakan untuk menentukan apakah seluruh laporan keuangan informasi yang diverifikasi telah dinyatakan sesuai dengan kriteria tertentu. Biasanya criteria yang berlaku adalah prinsip-prinsip akuntansi. Sedangkan Sukrisno Agoes 2012:10 membedakan jenis audit berdasarkan dari luasnya pemeriksaan yaitu, 1. Pemeriksaan umum General audit Suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik KAP yang independen dengan tujuan bisa memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Pemeriksaan tersebut harus dilakukan sesuai dengan Standar Profesi Akuntan Publik SPAP atau ISA atau Panduan Audit Entitas Bisnis Kecil dan memperhatikan Kode Etik Profesi Akuntan Akuntan Publik, Pengendalian Mutu serta kode etik Akuntan Indonesia yang telah disahkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia. 2. Pemeriksaan khusus Special audit Suatu pemeriksaan terbatas sesuai dengan permintaan auditee yang dilakukan oleh KAP independen dan pada akhir pemeriksaannya auditor tidak memberikan pendapat terhadap kewajaran laporan keuangan secara 13 keseluruhan. Pendapat yang diberikan terbatas pada pos atau masalah tertentu yang diperiksa karena prosedur audit yang dilakukan juga terbatas. 2.3 Akuntansi Forensik 2.3.1 Pengertian Akuntansi Forensik Akuntansi forensik adalah penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan Tuanakotta,2012:4. Akuntansi forensik dapat diterapkan di sektor publik maupun swasta, sehingga apabila memasukkan pihak yang berbeda maka akuntansi forensic menurut D. Larry Crumbey dalam Tuanakotta 2012:5 dari Journal of Forensic Accounting menuliskan “Simply put, forensic accounting is legally accurate accounting. That is, accounting that is sustainable in some adverdarial legal proceding, or within some judicial or administrative review.” “secara sederhana akuntansi forensik dapat dikatakan sebagai akuntansi yang akurat untuk tujuan hukum, atau akuntansi yang tahan uji dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan yudisial, atau tinjauan administrative.”. Definisi dari Crumbey menekankan bahwa ukuran dari akuntansi forensik adalah ketentuan hukum dan perundang-undangan, berbeda dari akuntansi yang sesuai dengan GAAP Generally Accepted Accounting Principles. Sedangkan menurut Bologna dan Lindquist yang dikutip dalam Crumbley dan Apostolou 2002 :17 mendefenisikan akuntansi forensik sebagai “forensic and investigative accounting is the application of financial 14 skills and an investigative mentality to unresolved issues, conducted within the context of the rules of evidence”. Dengan terjemahan sebagai berikut, akuntansi forensik dan investigasi adalah aplikasi kecakapan finansial dan sebuah mentalitas penyelidikan terhadap isu-isu yang tak terpecahkan, yang dijalankan dalam konteks rules of evidence”. Dari beberapa pengertian akuntansi forensik di atas, dapat disimpulkan bahwa akuntansi forensik adalah penerapan disiplin akuntansi yang berdasarkan pada keterampilan-keterampilan dalam menginvestigasi dan menganalisis yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah keuangan yang dilakukan berdasarkan peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh hukum. Oleh karena itu akuntansi forensik sering didefinisikan sebagai analisis akuntansi yang dapat mengungkap penipuan, yang mungkin sangat cocok untuk presentasi di pengadilan. Analisis semacam itu akan menjadi dasar untuk resolusi diskusi, perdebatan, dan perselisihan. Seorang akuntan forensik menggunakan pengetahuannya tentang akuntansi, studi hukum, investigasi dan kriminologi untuk mengungkap fraud, menemukan bukti dan selanjutnya bukti tersebut akan dibawa ke pengadilan jika dibutuhkan Ramaswamy, 2007. The American Institute of Certified Public Accountants AICPA dalam Hopwood 2008:5 mengklasifikasikan akuntansi forensic dalam dua kategori :“jasa penyelidikan investigative services dan jasa litigasi litigation services”. Dalam jasa layanan yang pertama meliputi pemeriksa penipuan atau auditor penipuan dimana mereka mengetahui tentang akuntansi 15 mendeteksi, mencegah, dan mengendalikan penipuan, penyalahgunaan dan misinterpretasi. Jenis layanan yang kedua merepresentasikan kesaksian dari seorang pemeriksa penipuan dan jasa-jasa akuntansi forensik yang ditawarkan untuk memecahkan isu-isu valuasi, seperti yang dialami dalam kasus perceraian. Akuntansi forensik pada awalnya adalah perpaduan paling sederhana antara akuntansi dan hukum misalnya dalam pembagian harta gono-gini. Dalam kasus yang lebih pelik, ada satu bidang tambahan yaitu audit sehingga model akuntansi forensiknya direpresentasikan dalam tiga bidang. Tuanakotta,2012:18 Gambar 2.2 Diagram Akuntansi Forensik Ada cara lain dalam melihat akuntansi forensik menurut Tuanakotta dalam bukunya yang berjudul Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif yaitu dengan menggunakan Segitiga Akuntansi Forensik. AKUNTANSI HUKUM AUDITING 16 Gambar 2.3 Segitiga Akuntansi Forensik Pada sektor publik maupun swasta akuntansi forensik berurusan dengan kerugian. Pada sektor publik negara mengalami kerugian Negara dan kerugian keuangan negara. Sementara itu pada sektor swasta kerugian juga terjadi akibat adanya ingkar janji dalam suatu perikatan. Titik pertama dalam segitiga adalah kerugian. Adapun perbuatan melawan hukum menjadi titik kedua. Tanpa adanya perbuatan melawan hukum, tidak ada yang dapat dituntut untuk mengganti kerugian. Titik ketiganya adalah hubungan kausalitas antara kerugian dan perbuatan melawan hukum. Hubungan kausalitas antara kerugian dan perbuatan melawan hukum merupakan ranahnya para ahli dan praktisi hukum dalam menghitung besarnya kerugian dan mengumpulkan barang bukti. Jadi, Segitiga Akuntansi Forensik juga merupakan model yang mengaitkan disiplin hukum, akuntansi dan auditing.

2.3.2 Ruang Lingkup Akuntansi Forensik

1. Praktek di Sektor Swasta G. jack Bologna Robert J. Lindquist penulis perintis akuntansi forensik dalam Tuanakotta 2012:84 menekankan beberapa istilah dalam Kerugian Hubungan kulitatif Perbuatan melawan hukum 17 perbendaraan akuntansi, yaitu: fraud auditing, forensik accounting investigative support, dan valuation analysis. Litigation support merupakan istilah dalam akuntansi forensik bersifat dukungan untuk kegiatan ligitasi keempat istilah tersebut. Bologna dan Lindquist melanjutkan bahwa para akuntan tradisional membedakan fraud auditing dan forensic accounting. Mereka berpendapat, fraud auditing berurusan dengan pendekatan dan metodologi yang bersifat aktif dalam meneliti fraud; artinya, audit ini ditujukan kepada pencarian bukti terjadinya fraud. Sedaangkan akuntansi forensik dipanggil ketika bukti-bukti terkumpul atau kecurigaan suspicion naik ke permukaan melalui tuduhan allegation, keluhan complaint, temuan discovery, atau tip-off dari whistleblower. Bologna dan Lindquist tidak menyentuh istilah valuation analysis karena analisis ini berhubungan dengan akuntansi atau unsur hitungan. Pihak-pihak yang bersengketa dapat meminta satu pihak membeli seluruh saham pihak lainnya atau mereka sepakat akhirnya pembeli adalah penawar yang mengajukan harga tertinggi. 2. Praktek di Sektor Pemerintahan Akuntansi forensik pada sektor publik di Indonesia lebih menonjol daripada akuntansi forensik pada sektor swasta. Secara umum akuntansi forensik pada kedua sektor tidak berbeda, hanya terdapat perbedaan pada tahap-tahap dari seluruh rangkaian akuntansi forensik terbagi-bagi pada berbagai lembaga. 18 Tuanakotta 2012:93 mengemukakan ada lembaga yang melakukan pemeriksaan keuangan negara, ada beberapa lembaga yang merupakan bagian dari internal pemerintahan, ada lembaga-lembaga pengadilan, ada lembaga yang menunjang kegiatan memerangi kejahatan pada umumnya, dan korupsi khususnya seperti PPATK, dan lembaga-lembaga lainnya seperti KPK. Juga ada lembaga swadaya masyarakat yang berfungsi sebagai pressure group. Tabel dibawah ini membandingkan akuntansi forensik di sektor publik dengan akuntansi forensik di sektor swasta. Tabel 2.1 Akuntansi forensik di Sektor Publik dan Swasta Dimensi Sektor Publik Sektor Swasta Landasan Penugasan Amanat undang-undang Penugasan tertulis secara spesifik Imbalan Lazimnya tanpa imbalan Fee dan biaya contingency fee and expense Hukum Pidana umum dan khusus, hukum administarsi Negara Perdata, arbitrase, administratifaturan intern perusahaan Ukuran Keberhasilan Memenangkan perkara pidana dan memulihkan kerugian Memulihkan kerugian Pembuktian Dapat melibatkan instansi lain di luar lembaga yang bersangkutan Bukti intern, dengan bukti ekstern yang lebih terbatas Teknik audit investigative Sangat bervariasi karena kewenangan yang relatif besar Relative lebih sedikit dibandingkan di sektor publik. Kreativitas dalam pendekatan sangat menenetukan Akuntansi Tekanan pada kerugian Negara dan kerugian keuangan Negara Penilaian bisnis business valuation 19

2.3.3 Atribut, Standar dan Kode Etik Akuntansi Forensik 1.

Atribut Howard R. Davia dalam Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif Tuanakotta,2012:99-104 memberikan nasehat kepada seorang auditor pemula dalam melakukan investigasi terhadap fraud. Pertama, Hindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihan secara prematur. Identifikasi terlebih dahulu, siapa pelaku atau yang berpotensi untuk menjadi pelaku kecurangan karena ketika auditor berkutat pada pengumpulan fakta dan temuan tidak dapat menjawab siapa pelakunya. Kedua, Fraud auditor harus mampu membuktikan niat pelaku melakukan kecurangan perpetrators’ intent to commit fraud. Dalam sidang di pengadilan seringkali kasus kandas di tengah jalan dikarenakan penyidik dan saksi ahli akuntan forensik gagal membuktikan niat melakukan kejahatan atau pelanggaran. Ketiga, “Be creative, think like preparatory, do not be predictable”. Seorang fraud auditor harus kreatif, berpikir seperti pelaku fraud jangan mudah ditebak. Seorang auditor harus berpikir seperti pelaku fraud atau seperti penjahat sehingga ia dapat mengantispasi langkah-langkah selanjutnya pelaku fraud atau koruptor ketika mengetahui perbuatan mereka terungkap. Keempat, Auditor harus tahu bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan persekongkolan collusion conspiracy. Pengendalian intern yang 20 sebaik bagaimanapun tidak dapat mencegah hal ini terjadi. Ada dua macam persengkokolan yaitu, a. Ordinary conspiracy. Persekongkolan yang sifatnya sukarela, dan dan pesertanya memang mempunyai niat jahat.

b. Pseudo conspiracy. Misalnya, seorang tidak menyadari bahwa

keluguannya dimanfaatkan oleh rekan kerjanya contoh: memberikan password computer. Kelima, Dalam memilih proactive fraud detection strategy strategi untuk menemukan kecurangan dalam investigasi proaktif, auditor harus tahu dimana kecurangan itu dilakukan, di dalam atau di luar pembukuan. 2. Standar Secara sederhana, standar adalah ukuran mutu. Dimana standar berfungsi sebagai petunjuk dan pedoman bagi seluruh anggota organisasi auditor dalam mematuhi kode etik dan menjalankan tugas serta kewajiban profesional sebagaimana tercantum dalam Kode Etik bagi auditor. K.H. Spencer Pickett dan Jennifer Pickett dalam Tuanakotta 2012:115 merumuskan beberapa standar untuk mereka yang melakukan investigasi terhadap fraud. Konteks yang mereka rujuk adalah investigasi atas fraud yang dilakukan pegawai di sebuah perusahaan. Standar tersebut ialah : a. seluruh investigasi harus dilandasi praktik terbaik yang diakui. b. kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian sehingga bukti- bukti tadi dapat diterima pengadilan. 21 c. pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks; dan jejak audit tersedia. d. memastikan para investigator mengerti hak-hak asasi pegawai dan senatiasa menghormatinya. e. beban pembuktian ada pada yang “menduga” pegawainya melakukan kecurangan, dan pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam kasus hukum administratif maupun hukum pidana. f. cakup seluruh subtansi investigasi dan “dikuasai” seluruh target yang sangat kritis ditinjau dari segi waktu. g. liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan, pengumpulan barang bukti, wawancara, kontak dengan pihak ketiga, pengamatan hal-hal yang rahasia, ikuti tata cara, dokumentasi dan penyelenggaraan catatan, melibatkan danatau melapor ke polisi, kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai laporan. Sedangkan standar-standar dibawah ini akan dijelaskan dengan konteks Indonesia. Standar 1 Seluruh investigasi harus dilandasi praktek terbaik yang diakui accepted best practices. Dalam hal ini tersirat dua hal yaitu adanya upaya membandingkan antara praktik-praktik yang ada dengan merujuk kepada 22 yang terbaik pada saat itu benchmarking dan upaya benchmarking dilakukan terus menerus mencari solusi terbaik. Standar 2 Kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian due care sehingga bukti-bukti tadi dapat diterima di pengadilan. Standar 3 Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks, dan jejak audit tersedia. Dokumentasi ini diperlukan sebagai referensi apabila ada penyelidikan di kemudian hari untuk memastikan bahwa investigasi sudah dilakukan dengan benar. Referensi ini juga membantu perusahan dalam upaya perbaikan cara-cara investigasi sehingga accepted best practices yang dijelaskan di atas dapat dilaksanakan. Standar 4 Pastikan bahwa para investigator mengerti hak-hak asasi pegawai dan senantiasa menghormatinya. Apabila investigasi dilakukan dengan cara yang melanggar hak asasi pegawai yang bersangkutan dapat membuat perusahaan dan investigator dituntut. Standar 5 Beban pembuktian ada pada yang “menduga” pegawainya melakukan kecurangan dan pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut baik dalam kasus hukum administratif maupun hukum pidana. Standar 6 23 Cakup seluruh substansi investigasi dan “kuasai” seluruh target yang sangat kritis ditinjau dari segi waktu. Standar 7 Liput seluruh tahapan kunci dalan proses investigasi, termasuk perencanaan, pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontak dengan pihak ketiga, pengamanan mengenai hal-hal yang bersifat rahasia, ikuti tata cara atau protokol, dokumentasi dan penyelenggaraan catatan, keterlibatan polisi, kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporan. Selain standar yang sudah dijelaskan diatas, Standar Pemeriksaan Keuangan Negara SPKN Nomor 06 yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, juga diatur mengenai standar audit kecurangan yaitu dalam bagian standar pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Adapun standar pelaksanaan pemeriksaan dengan tujuan tertentu berisikan : a. Hubungan dengan Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia IAI b. Komunikasi Pemeriksa c. Pertimbangan terhadap hasil pemeriksaan sebelumnya d. Pengendalian intern e. Merancang pemeriksaan untuk mendeteksi terjadinya penyimanpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan : kecurangan fraud, serta ketidakpatutan abuse f. Dokumentasi pemeriksaan g. Pemberlakukan standar pemeriksaan 24 3. Kode etik Kode etik merupakan bagian dari kehidupan berprofesi dimana kode etik mengatur Kode etik mengatur hubungan antara anggota profesi dengan sesamanya, dengan pemakai jasanya dan stakeholder lainnya,dan dengan masyarakat luas. Kode etik berisi nilai-nilai luhur yang sangat penting bagi eksistensi profesi. Eksistensinya sebuah profesi dikarenakan adanya intergritas, rasa hormat dan menghormati, dan nilai-nilai yang lainnya yang bisa menciptakan rasa percaya dari para stakeholders lainnya. Di Amerika Serikat, ACFE telah menetapkan kode etik bagi para fraud auditor yang bersertifikat, yang terdiri atas delapan butir yaitu : a. Seorang fraud auditor yang bersertifikat, dalam segala keadaan, harus menunjukkan komitmen terhadap profesionalisme dan ketekunan dalam pelaksanaan tugasnya. b. Seorang fraud auditor yang bersertifikat tidak diperkenankan untuk melakukan tindakan yang bersifat ilegal atau melanggar etika, atau segenap tindakan yang dapat menimbulkan adanya konflik kepentingan. c. Seorang fraud auditor yang bersertifikat, dalam semua keadaan, harus menunjukkan integritas setinggi-tingginya dalam semua penugasan profesionalnya, dan hanya akan menerima penugasan yang memiliki kepastian yang rasional bahwa penugasan tersebut akan dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. 25 d. Seorang fraud auditor yang bersertifikat harus mematuhi peraturanperintah dari pengadilan, dan akan bersumpahbersaksi terhadap suatu perkara secara benar dan tanpa praduga. e. Seorang fraud auditor yang bersertifikat, dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, harus memperoleh bukti atau dokumentasi lain yang dapat mendukung pendapat yang diberikan. Tidak boleh menyatakan pendapat bahwa seseorang atau pihak-pihak tertentu “bersalah” atau “tidak bersalah”. f. Seorang fraud auditor yang bersertifikat tidak boleh mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh dari hasil audit tanpa melalui otorisasi dari pihak-pihak yang berwenang. g. Seorang fraud auditor yang bersertifikat harus mengungkapkan seluruh hal yang material yang diperoleh dari hasil audit yakni, apabila informasi tersebut tidak diungkapkan akan menimbulkan distorsi terhadap fakta yang ada. h. Seorang fraud auditor yang bersertifikat secara sungguh-sungguh harus senantiasa meningkatkan kompetensi dan efektivitas hasil kerjanya yang dilakukan secara profesional.

2.4 Audit Investigatif