48
terutama terhadap pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing dari kecurangan, dan kesalahan pelaku insider. Dalam melaksanakan
kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas
kewajaran dan kesetaraan. Disamping itu, prinsip ini juga mensyaratkan agar pihak manajemen sedapat mungkin menghindari situasi yang mengandung
conflict in interest.
4. KeterbukaanTransparansi transparency
Transparansi adalah adanya pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparansi atas hal penting bagi kinerja perusahaan,
kepemilikan, serta pemegang kepentingan dan tidak ada yang disembunyikan. Untuk menjalankan objektivitas dalam menjalankan bisnis,
perusahaan harus menyediakan informasi yang materil dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan.
Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk tidak hanya mengungkapkan masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga
hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham,
kreditur, dan pemangku kepentingan lainnya. 5. Independen
Independency
Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling
mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Independen diperlukan untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan yang
49
mungkin timbul oleh para pemegang saham mayoritas. Mekanisme ini menuntut adanya rentang kekuasaan antara komposisi komisaris, komite
dalam komisaris, dan pihak luar seperti auditor. Keputusan yang dibuat dan proses yang terjadi harus objektif yang mana tidak dipengaruhi oleh
kekuatan pihak-pihak tertentu. 2.6.4 Manfaat
Corporate Governance
Dengan adanya penerapan corporate governance dalam suatu
perusahaan maka menghasilkan suatu manfaat yang diperoleh, yaitu :
1. meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses
pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan yang lebih baik, serta meningkatkan
pelayanan kepada shareholders, 2.
mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah karena faktor kepercayaan yang akhirnya akan meningkatnya
corporate value, 3.
mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia,
4. meminimalkan agency cost,
5. meminimalkan cost of capital,
6. meningkatkan nilai saham perusahaan,
7. mengangkat citra perusahaan.
Sistem coorporate governance yang baik tidak hanya memberikan perlindungan yang efektif kepada para pemegang saham, tetapi juga kepada
50
pihak stakeholders. Dengan adanya sistem tersebut, perusahaan bisa memberikan keyakinan kepada pihak-pihak tersebut atas perolehan kembali
investasinya dengan wajar dan bernilai tinggi. Penerapan GCG juga membuat pengelolaan perusahaan menjadi lebih fokus dan lebih jelas dalam pembagian
tugas, tanggung jawab, dan pengawasannya. GCG secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai
tambah value added untuk semua stakeholder. Para pemilik dan pengelola perusahaan cenderung memperhatikan tata kelola perusahaan yang baik
dimana pihak-pihak tersebut mengharapkan agar perusahaan yang dimiliki dan dikelola tersebut dapat berkembang dengan baik dan memberikan manfaat
bagi suluruh pemangku kepentingan.
2.7 Penelitian Terdahulu 1.
Rika Fitriyani 2012, yang melakukan penelitian Pengaruh Kemampuan
auditor investigatif terahadap efektivitas pelaksanaan prosedur audit dalam pembuktian kecurangan fraud pada badan pemeriksaan keuangan dan
pembangunan Provinsi Jawa barat. Penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah kemampuan auditor investigatif. Sedangkan, pada
variabel dependennya adalah prosedur audit dalam pembuktian kecurangan. Objek penelitian ini adalah auditor investigatif di Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan BPKP provinsi Jawa Barat, Bandung. Hasil yang didapat dari penelitian ini menyatakan bahwa
kemampuan yang dimiliki oleh auditor investigatif dalam melaksanakan audit investigasi dalam membuktikan kecurangan fraud baik. Dari hasil
51
data yang diperoleh bahwa Kemampuan Auditor Investigatif termasuk pada kategori yang baik dengan hasil 78,4 karena auditor investigatif
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan BPKP perwakilan provinsi Jawa Barat telah memiliki kemampuan-kemampuan dengan
kemampuan dasar, kemampuan teknis, dan sikap mental untuk melaksanakan audit investigasi dalam membuktikan kecurangan.
Pelaksanaan prosedur audit dalam pembuktian kecurangan sangat efektif. Dan hasil data yang diperoleh bahwa efektivitas pelaksanaan prosedur
audit dalam pembuktian kecurangan pada kategori yang sangat baik atau sangat efektif dengan hasil 86,5. Kemampuan auditor investigatif juga
memiliki pengaruh yang kuat terhadap efektivitas pelaksanaan prosedur audit dalam pembuktian kecurangan yaitu sebesar 61,5. Dari hasil
tersebut dapat diartikan bahwa kemampuan auditor investigatif dapat mempengaruhi efektivitas pelaksanaan prosedur audit dalam pembuktian
kecurangan. 2.
Dian Dara Swarna 2012, yang melakukan penelitian mengenai
penerapan akuntansi forensik dan audit investigasi dalam mendeteksi fraud di lingkungan digital. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel
dependen pendeteksian fraud di lingkungan digital. Sedangkan, pada variabel independennya adalah akuntansi forensik dan audit investigasi.
Jenis penelitian ini penelitian deskriptif yang merupakan penelitian terhadap fenomena atau populasi tertentu yang diperoleh peneliti dari
subjek berupa : individu, organisasional, industri atau perspektif yang lain,
52
dimana penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan karakter subjek yang diteliti, mengkaji beberapa aspek dalam fenomena tertentu dan
menawarkan ide masalah untuk pengujian atau peneliti selanjutnya dan penelitian kepustakaan. Hasil yang didapat dari penelitian ini menyatakan
bahwa menerapkan akuntansi forensik dan audit investigasi terhadap fraud dalam lingkungan digital akuntan dapat membuktikannya dengan
melakukan computer forensics. Langkah pertama yang dapat dilakukan yaitu imaging dimana suatu alat akan dihubungkan ke salah satu
communication port parallel port dan alat tersebut akan merekam seluruh data yang ada pada electronic storage media hard disk dalam
komputer secara lengkap, tidak kurang dan tidak lebih. Langkah kedua yaitu processing dimana sesudah mendapatkan bayangan cermin dari data
aslinya, image tersebut harus di olah untuk memulihkan file yang terlanjur dihapus atau yang ditulis kembali dengan current file. Ketiga, investigator
dapat menunjukkan keahliannya, kreativitasnya dan penerapan gagasan
orisinal.
Tabel 2.2 Ringkasan Penelitian Terdahulu
No Nama
Peneliti
Variabel Hasil penelitian
1 Rika
Fitriyani 2012
Dependen :
prosedur audit dalam pembuktian
kecurangan
Independen: kemampuan auditor
investigatif. a.
Kemampuan Auditor Investigatif termasuk pada kategori yang baik
dengan hasil 78,4 sehingga berpengaruh signifikan terhadap
audit investigatif yang dilakukan.
b. Pelaksanaan prosedur audit dalam
pembuktian kecurangan sangat efektif. Dan hasil data yang
53
diperoleh bahwa efektivitas pelaksanaan prosedur audit dalam
pembuktian kecurangan pada kategori yang sangat baik atau
sangat efektif dengan hasil 86,5.
c. Kemampuan auditor investigatif
memiliki pengaruh yang kuat terhadap efektivitas pelaksanaan
prosedur audit dalam pembuktian kecurangan yaitu sebesar 61,5.
Dari hasil tersebut dapat diartikan bahwa kemampuan auditor
investigatif dapat mempengaruhi efektivitas pelaksanaan prosedur
audit dalam pembuktian kecurangan.
2 Dian Dara
Swarna 2012
Dependen:
Pendeteksian fraud di lingkungan digital
Independen: Akuntansi forensik
dan audit investigasi
a. Menerapkan akuntansi forensik dan
audit investigasi terhadap fraud dalam lingkungan digital akuntan
dapat membuktikannya dengan melakukan computer forensics.
b. Investigasi diterapkan dengan cara :
1 membuat copies dari keseluruhan log data, dan lain-lain yang
dianggap perlu pada suatu media yang terpisah. 2 membuat
fingerprint
dari data secara matematis. 3 membuat fingerprint
dari copies secara matematis. 4 membuat suatu hashes masterlist. 5
Perlunya dilakukan investigasi lanjutan dengan metode search and
seizure.
c. Tujuan dilakukannya forensik dan
audit investigasi untuk mengungkap terjadinya
fraud di dalam
lingkungan digital, siapa-siapa sajakah pelaku fraud yang terkait,
bagaimana fraud tersebut dilakukan.
54
2.8 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual menjelaskan secara teoritis model konseptual variabel- variabel penelitian, tentang bagaimana pertautan teori-teori yang berhubungan
dengan variabel-variabel penelitian yang ingin diteliti, yaitu variabel bebas
dengan variabel terikat Sapto Haryoko dalam Iskandar, 2008:54.
Pada penelitian ini, akan dianalisis hubungan antara akuntansi forensik dan audit investigatif yang mempengaruhi pelaksanaan prosedur audit oleh auditor
sehingga diterapkannya good corporate governance didalam sebuah perusahaan.
Gambar 2.4 Kerangka Konseptual
Akuntansi forensik Perusahaan
Prosedur audit
Audit investigatif
Analisis dan pembahasan
Good corporate governance
55
Afhita Dias Rukmawati 2011 yang berjudul “Persepsi Manajer dan Auditor Eksternal mengenai Efektivitas Metode Pendeteksian dan Pencegahan Tindakan
Kecurangan Keuangan”. Penelitian ini bertujuan untuk menguji persepsi manajer dan auditor eksternal mengenai efektivitas metode pendeteksian dan pencegahan
tindakan kecurangan keuangan, prosedur atau teknik yang diyakini efektif mengurangi tindakan kecurangan keuangan dan software atau teknologi yang
efektif mendeteksi dan mencegah tindakan kecurangan keuangan. Khairansah 2005 dalam Majalah Surya
mengatakan Prosedur audit investigasi dilakukan melalui lima tahapan, yaitu: penerimaan data awal, telaah
dan analisis data, indikasi adanya korupsi atau tidak, perencanaan audit dan pelaksanaan audit. Adapun tahap pelaksanaan audit sendiri terdiri atas tahap
observasi, pemeriksaan dokumen dan wawancara Efektivitas pelaksanaan
prosedur audit investigatif dapat tercapai apabila auditor mampu memenuhi standar-standar pelaksanaannya. Terdapat beberapa standar mampu memenuhi
standar-standar pelaksanaannya. Terdapat beberapa standar atau ukuran mutu dalam pelaksanaan audit investigative. Diantaranya yaitu para auditor tidak bisa,
karenanya tidak boleh, memberikan jaminan bahwa mereka bisa menemukan fraud. Klien dapat membatasi upaya menemukan fraud di atas jumlah tertentu
dengan penngertian bahwa potensi menemukan fraud ini bergantung kepada waktu dan keahlian yang digunakan.
56 Siska Dwi Hartini 2010 mengungkapkan hasil penelitiannya sebagai berikut
kemampuan auditor memiliki hubungan dan memiliki pengaruh terhadap efektivitas pelaksanaan prosedur audit investigatif dalam pembuktian kecurangan sebesar 36.
Theodorus M. Tuanakota 2007:227-228 Ada beberapa prosedur pelaksanaan audit investigative dalam pembuktian kecurangan ada prosedur-
prosedur yang berasal dari prosedur-prosedur pelaksanaan audit laporan keuangan. Dalam audit investigative, prosedur-prosedur audit laporan keuangan
bersifat eksploratif, mencari “wilayah garapan” atau probing misalnya dalam review analitikal maupun pendalaman misalnya dalam confirmation dan
documentation.
57
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1.
Penelitian deskriptif yang merupakan penelitian terhadap fenomena atau populasi tertentu yang diperoleh peneliti dari subjek berupa : individu,
organisasional, industri atau perspektif yang lain, dimana penelitian ini bertujuan untuk menjelakan karakter subjek yang diteliti, mengkaji
beberapa aspek dalam fenomena tertentu dan menawarkan ide masalah untuk pengujian atau peneliti selanjutnya.
2. Penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan peneliti dengan
mempelajari buku-buku yang memuat tentang judul penelitian serta dokumen lain yang berkaitan dengan judul penelitian.
3.2 Definisi Variabel Operasional
Definisi variabel operasional adalah menjelasan konsep yang sedang diteliti
berdasarkan karakteristik yang diamati dimana memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena
.
Tujuan dari variable operasional adalah agar peneliti dapat mencapai suatu alat ukur yang yang
sesuai dengan hakikat variabel yang sudah di definisikan konsepnya, maka peneliti harus memasukkan proses atau operasionalnya alat ukur yang akan digunakan untuk
kuantifikasi gejala atau variabel yang ditelitinya.
Adapun definisi operasional dari variabel penelitian ini adalah analisis akuntansi forensik dan audit investigatif yang dilakukan dalam pelaksanaan
prosedur audit di perusahaan sehingga diterapkannya good corporate governance.
58
3.3 Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Kuncoro 2009 : 148 mengemukakan data sekunder adalah “data yang telah
dikumpulkan oleh pihak lain”.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menginterpretasikan dan menganalisis data kualitatif, hal ini merupakan tugas
yang paling sulit dalam melakukan metode deskriptif. Pengumpulan data ini juga dilakukan secara manual yaitu dengan mencari data melalui referensi pustakawan.
Peneliti melakukan studi pustaka library research dengan mengumpulkan beberapa jurnal ekonomi dan buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti.
59
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum 4.1.1 Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder yang diperoleh dari referensi buku-buku yang berhubungan dengan materi judul
skripsi yang dipilih oleh penulis dan mengunduh data dari jurnal dan artikel- artikel yang terdapat di internet lihat pembahasan 4.3.1-4.5. Data yang
diambil yaitu teori-teori mengenai akuntansi forensik, audit investigasi dan good corporate governance yang terkait dengan prosedur audit. Penelitian ini
penulis lakukan dengan studi deskriptif.
4.2 Skandal-skandal Akuntansi di Indonesia 4.2.1 PT. Kimia Farma Tbk
PT. Kimia Farma Tbk menerima sanksi denda dari BAPEPAM sebesar Rp100 juta atas rekayasa laba yang dilakukannya. Hal ini justru ditemukan
oleh auditor Hans Tuanakotta Mustofa HTM yang merupakan auditor pemberi opini audit atas laporan keuangan bermasalah milik PT. Kimia
Farma. Mereka mengetahui hal ini saat mendapat penugasan melakukan audit laporan keuangan sebagai bagian dari proses restrukturisasi Kimia Farma
dalam rangka Divestasi Kantor Menteri BUMN.
60
PT Kimia Farma melakukan mark up laba sebesar Rp 32,6 miliar dimana KAP HTM menemukan kesalahan dalam penilaian persediaan dagangan
sebesar Rp10,7 miliar dan kesalahan pencatatan penjualan pada unit industri bahan baku sebesar Rp 2,7 miliar sehingga membuat laporan laba menjadi
lebih tinggi, yaitu sebesar Rp 132 Miliar dari yang seharusnya sebesar Rp 99,5 miliar. Ada 2,3 berasal dari penjualan dan sebesar 24,7 dari laba bersih.
Kesalahan lainnya yang Kimia Farma lakukan adalah overstated sebesar Rp 8,1 miliar pada persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar pada unit logistik
sentral. Proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Bapepam memutuskan bahwa
kasus Kimia Farma dikategorikan sebagai tindak pidana karena merupakan rekayasa keuangan dan menyesatkan publik. Sedangkan hasil pemeriksaan
terhadap auditor HTM Bapepam menilai proses audit yang dilakukan masih sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik dan tidak ditemukannya
adanya unsure kesengajaan membantu manajemen Kimia Farma dalam penggelembungan laba tersebut. Namun proses audit yang dilakukan oleh
HTM tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma. Oleh karena ketidakmampuan auditor
mendeteksi kecurangan, HTM diwajibkan membayar sejumlah Rp 100 juta untuk disetor ke Kas Negara.
61
4.2.1 Bank Lippo