b. Tabungan Mudhārabah
Dalam mengaplikasikan, penyimpanan atau deposan berhak sebagai shahibul maal pemilik modal dan bank sebagai mudharib pengelola.
Dana tersebut digunakan bank untuk melakukan pembiayaan mudh
ārabahijarah. Dapat pula dana tersebut digunakan bank untuk melakukan pembiayaan mudh
ārabah. Hasil usaha ini akan dibagikan berdasarkan nisbah yang disepakati bila bank menggunakannya untuk
melakukan pembiayaan mudh ārabah.
10
3. Landasan Hukum Tabungan Wadiah dan Tabungan Mudhārabah dalam
Praktik Perbankan
a. Landasan syariah
Ketentuan hukum mengenai wadiah dapat ditemukan dalam al-Quran, Hadis dan Ijmak.
1 Al-Quran
Terdapat dalam surat an-Nisa 58:
ﺀ ﺴ ٥
11
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh
kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
10
Heri Sudarsono, op, cit,. 57
11
Al Quran al Karim, Surat An-Nisa ayat 58
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat. ”
12
Q.S. An Nisa4:58 Maksud ayat ini, memurut para mufasir orang yang ahli tafsir
berkaitan dengan penitipan kunci ka’bah sebagai amanah Allah pada Utsman bin Thalhah, seorang sahabat Nabi SAW.
13
2 Hadis
Ketentuan hadis mengenai mengenai prinsip wadiah yang diriwayatkan oleh Abu Daud , yaitu :
ﺺ ﯥ ﯥ
٥ ﯥ ﻻ ّ
ﻚ ﻻ
ﺨ ﻚ ﺨ
.
Artinya: “Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW
bersabda “Sampaikanlah tunaikanlah amanat kepada yang berhak
menerimanya dan jangan membelas khianat kepada orang yang telah menghinatimu,”H.R. Abu daud dan Tarmizi
14
Berdasarkan hadist tersebut, para ulama fiqh sepakat mengatakan
bahwa akad wadiah titipan hukumnya boleh dan disunatkan, dalam rangka saling tolong-menolong antara sesama manusia. Oleh sebab itu,
Ibnu Qudamah 541-620H 1147-1223M, pakar fiqh Hambali menyatakan bahwa sejak zaman Rasulullah sampai generasi-generasi
berikutnya telah menjadi ijma amali konsensus dalam praktek bagi
12
Terjemahan Al Quran al Karim, Surat An-Nisa ayat 58
13
Nasrun, Haroen, Fiqh Muamalat Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007, Cet. 2, 245
14
A, Qadir Hasan, dkk, Nainul Authar Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2001, Cet 3, Jilid 4, 891
umat Islam dan tidak ada seorang ulama fiqh pun yang mengingkarinya.
15
3 Ijmak
Para ulama dari zaman dahulu sampai sekarang telah menyepakati akad wadiah ini karena manuasia memerlukannya dalam kehidupan
bermuamalat.
16
Sedangkan dasar hukum dari akad mudh ārabah dapat kita jumpai
dalam al-Quran, al-Hadis dan ijma 1
Al-Quran Terdapat dalam surat al-Muzzamil ayat 20, yaitu :
…
....
ﱢ ٥
٠٢
17
Artinya : “…
orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah
…”
Q.S Al-Muzammil: 20
Dalam ayat ini diterangkan, bahwa manusia wajib malakukan aktivitas
mudh ārabah untuk memenuhi hajat hidupnya agar ketika beribadah
kepada Allah SWT. penuh dengan kekhusyuan. Pencarian karunia ini semata-mata utuk mengabdi kepada Allah SWT.
18
15
Ibnu, Qadamah, Al-Mugni jilid 2, 382
16
Tim Pengembangan Perbakan Syariah Institut Bankair Indonesia, Bank Syariah:Produk dan Implimentasi Operasiona Jakarta: Djambatan, 2003, 59
17
Al Quran al Karim, Surat al-Muzzamil ayat 20
18
Terjemahan Al Quran al Karim, Surat al-Muzzamil ayat 20
2 Hadis
Ketentuan hukum dalam hadis dapat kita jumpai dalam hadis yang diriwayatkan oleh Thabrani:
ﷲ ﻀ ﺲ ٥
ﺲ ﺴ ﻜ
ﻚ ﺴ ﻻ ﺤ ﺼ ﺸ ﻀ
ﻔ ﺇ ﻔ ﻔ
ﻜ ﺸ ﻻ
ﻻ ﺠ ﺠ ﻔ ﺴ
ﷲ ﺼ ﷲ ﺴ ﺸﻎ ﻔ ﻀ ﻚ
“Diriwayatkan dari Ibnu abbas bahwa Sayyidina bin abdul Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia
mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau bembeli ternak. Jika
menyalahi peraturan tersebut yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada
Rasulullah SAW dan Rasulullahpun membolehkannya”. H.R. Thabrani
19
Berdasarkan hadis diatas, dapat dipahami bahwa Rasulullah SAW.
pernah menyerahkan harta sebagai mudh ārabah, akan tetapi beliau
mansyaratkan kepada pengelola harta mudh ārabah ini dengan baik
sehingga dapat membawa keuntungan bagi kedua belah pihak. 3
Ijma Telah dicapai kesepakatan konsensus terhadap akad mudh
ārabah dikalangan ulama, bahkan sejak para sahabat.
19
Muhammad, Syafi’I Antonio, Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendikiawan, Cet 1, 172
b. Landasan Hukum positif
Dasar hukum atas produk perbankan syariah berupa tabungan dalam hukum positif Indonesia adalah UU No. 10 tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.
Disamping itu juga terdapat dalam pasal 36 huruf a poin 2 PBI No.
624PBI2004 lampiran tentang Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Intinya menyebutkan
bahwa bank wajib menerapkan prinsip syariah dan prinsip kehati-hatian dalam kegiatan usahanya melakukan penghimpunan dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan investasi antara lain berupa tabungan berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.
Dan juga terdapat dalam Fatwa DSN No. 02DSN-MUIIV2000 tanggal 2 Mei yang intinya menyatakan bahwa untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan dan dalam menyimpan kekayaan, memerlukan jasa perbankan. Salah satu produk
perbankan dibidang penghimpunan dana dari masyarakat adalah tabungan, yaitu simpanan dana yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat-syarat tertentu yang telah disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, danatau lainnya yang dipersamakan
dengan itu.
Berdasarkan Fatwa DSN-MUI ini tabungan yang dibenarkan secara syariah adalah yang berdasarkan prinsip mudh
ārabah dan wadiah, dengan ketentuan sebagai berikut:
1 Ketentuan umum berdasarkan prinsip mudhārabah
a Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau
pemilik dana, dan bank sebagai mudharib atau pengelola dana. b
Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
dan mengembangkannya, termasuk didalamnya melakukan mudharabah dengan pihak lain.
c Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai
dan bukan piutang. d
Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah atau dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
e Bank sebagai mudharib menutupi biaya operasional tabungan
dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya. f
Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.
2 Ketentuan umum berdasarkan prinsip wadiah
a Bersifat simpanan.
b Simpanan bisa diambil kapan saja on call atau berdasarkan
kesepakatan.
c Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk
pemberian ‘athaya yang bersifat sukarela dari pihak bank.
4. Implementasi Prinsip Wadiah dan Mudhārabah dalam Produk Tabungan