c Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk
pemberian ‘athaya yang bersifat sukarela dari pihak bank.
4. Implementasi Prinsip Wadiah dan Mudhārabah dalam Produk Tabungan
Perbankan Syariah
Produk funding bank syariah dalam bentuk tabungan dapat memilih konsep wadiah maupun mudharabah. Aplikasi akad wadiah dan mudh
ārabah secara teknis terdapat dalam pasal 3 dan 5 PBI No. 746PBI2005, yaitu
sebagai berikut: a.
Tabungan yang menggunakan akad wadiah pasal 3 1
Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertindak sebagi pemilik dana titipan,
2 Dana titipan disetor penuh kepada bank dan dinyatakan dalam jumlah
nominal, 3
Tidak diperbolehkan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada nasabah,
4 Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah.
b. Tabungan yang menggunakan akad mudhārabah pasal 5
1 Bank bertindak sebagai pengelola dana dan nasabah bertindak sebagai
pemilik dana, 2
Dana disetor penuh kepada bank dan dinyatakan dalam jumlah nominal,
3 Pembagian keuntungan dari pengelolaan dana investasi dinyatakan
dalam bentuk nisbah, 4
Pada akad tabungan berdasarkan mudhārabah, nasabah wajib menginvestasikan minimum dana tertentu yang jumlahnya ditetapkan
oleh bank dan tidak dapat ditarik oleh nasabah kecuali dalam rangka penutupan rekening,
5 Nasabah tidak diperbolehkan menarik dana diluar kesepakatan,
6 Bank sebagai mudharib menutup biaya operasi tabungan atau deposito
dengan mnggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya. 7
Bank tidak diperbolehkan mengurangi bagian keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan,
8 Bank tidak menjamin dana nasabah, kecuali diatur berbeda dalam
perundang-undangan yang berlaku. Bank syariah memberikan bonus kepada nasabah yang memilih produk
berupa tabungan wadiah. Besarnya bonus yang akan diterima oleh nasabah penabung tidak boleh ditentukan di awal akad, melainkan sepenuhnya
diserahkan kepada kebijaksanaan bank syariah yang bersangkutan. Nasabah dalam hal ini tidak menanggung resiko kerugian dan uangnya dapat diambil
sewaktu-waktu secara utuh setelah dikurangi biaya administrasi yang telah ditentukan oleh bank. Dengan demikian dalam produk bank berupa tabungan
wadiah ini didasarkan pada akad wadiah yad dhamanah, sehingga bank selaku pihak yang menerima titipan dana diperbolehkan memproduktifkannya.
Untuk jenis tabungan mudharabah memang ditujukan untuk memenuhi keinginan nasabah yang mengharapkan keuntungan atas uang yang disimpan
di bank. Besarnya keuntungan yang akan diterima oleh nasabah penabung telah ditentukan dalam nisbah tertentu di awal perjanjian. Secara yuridis
dengan memilih tabungan mudh ārabah nasabah mempunyai peluang
mendapatkan keuntungan, namun ia juga akan menanggung resiko kehilangan modal jika bank selaku mudharib mengalami kerugian.
Dengan menyediakan produk berupa tabungan mudh ārabah ini bank
mempunyai peluang mendapatkan keuntungan sebesar nisbah yang telah disepakati diawal, akan tetapi bank juga menanggung risiko dan penyaluran
dana landing berupa:
20
a. Terjadinya side streaming, yaitu penggunaan dana oleh nasabah selaku
mudharib di luar hal-hal yang telah disepakati. b.
Ketidakjujuran nasabah dalam memberikan laporan keuangan berupa laporan rugi laba dan atau neraca. Ini menimbulkan perolehan keuntungan
oleh bank menjadi tidak ada dan atau berkurang dari yang seharusnya. c.
Adanya kesalahan berupa kelalaian nasabah atau kesalahan yang disengaja.
20
Abdul Ghafur anshori, op,. cit, 89-93
Pihak nasabah penabung dengan demikian tidak ikut menanggung kerugian yang diderita oleh bank, akan tetapi kemungkinan ia tidak
mendapatkan keuntungan atas uang yang dipercayakan kepada bank syariah yang bersangkutan.
Dengan demikian produk yang disediakan oleh bank syariah lebih menunjukkan adanya keadilan dan meminimalisir unsur eksploitasi,
sehingga memenuhi asas muamalah yaitu keuntungan muncul bersama risiko dan perolehan pendapatan dengan biaya.
41
BAB III GAMBARAN UMUM
PT. BPRS AL SALAAM
A. Sejarah Singkat PT. BPRS Al Salaam
Sejarah berdirinya BPR Islam di Indonesia salah satu bentuk jenis Bank Perkreditan Rakyat di Indonesia yang tidak bisa dilepaskan dari sejarah BPR-BPR
pada umumnya.
1
Dalam hal ini usaha perbankan merupakan salah satu kegiatan bidang ekonomi yang beberapa tahun terakhir meningkat dengan pesat. Apalagi
dengan keluarnya peraturan No 7 tahun 1992 tentang Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Memungkinkan berdirinya bank-bank yang baru sangat dinantikan oleh
sebagian besar masyarakat Indonesia. Bank Perkreditan Rakyat yang status hukumnya disahkan dalam paket
kebijaksanaan keuangan moneter dan perbankan melalui PAKTO tanggal 27 Oktober 1998, pada hakikatnya merupakan penjelmaan model baru dari lumbung
desa dan bank desa. Dengan beraneka ragam namanya yang ada khususnya di Pulau Jawa sejak akhir 1890-an hingga tahun 1967 sejak dikeluarkannya UU
perbankan, status hukumnya diperjelas dengan izin dari mentri keuangan. Dengan adanya keharusan izin tersebut, diikuti dengan upaya-upaya pembenahan terhadap
badan-badan kredit desa yang berproses menjadi lembaga keuangan bank.
1
Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga yang Trekait Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2004, Cet 4, 125