Instrumen, Kapasitas dan Proses Perencanaan Wilayah Pesisir

masyarakat nelayan di Kabupaten Langkat masih melaksanakan kearifan tradisional seperti upacara jamu laut. Menurut mereka ada kaitan yang erat antara pesta jamu laut dengan banyaknya hasil ikan yang diperoleh. Upacara jamu laut adalah suatu penyelenggaraan upacara selamatan yang berhubungan dengan kehidupan di laut. Dengan perkataan lain dalam upacara jamu laut juga terkandung suatu perjamuan makan yang ditujukan kepada makhluk supra alami, penghuni dan penguasa laut, sehingga akan memperoleh imbalan keselamatan dan berkat darinya. Tujuan utama jamu laut adalah menjalin hubungan antarsesama manusia dengan alam agar tercipta harmoni demi menjamin hubungan solidaritas sosial di dalam struktur dan organisasi sosial masyarakat nelayan setempat, baik antara individu sebagai anggota warga kelompok masyarakat dengan komunitas hidupnya, antara berbagai generasi dan antara berbagai lapisan sosial yang ada di dalamnya. Sementara itu di dua kabupaten lainnya kearifan tradisional yang berkaitan dengan pengelolaan pesisir tidak ada lagi.

5.5. Instrumen, Kapasitas dan Proses Perencanaan Wilayah Pesisir

Proses perencanaan di wilayah pesisir pada akhirnya bermuara kepada tersedianya instrumen perencanaan yang berbentuk dokumen perencanaan. Instrumen perencanaan dalam kaitan dengan pengelolaan wilayah pesisir di Sumatera Utara, biasanya diawali dari penyusunan Rencana Strategis, diikuti dengan Rencana Zonasi, Rencana Pengelolaan dan Rencana Aksi. Rencana Strategis biasanya disiapkan untuk wilayah yang luas seperti tingkat propinsi; tetapi dalam prakteknya Universitas Sumatera Utara juga disusun untuk tingkat kabupatenkota dikarenakan mandat pengelolaan sumberdaya alam yang diberikan dalam Undang-Undang 32 Tahun 2004. Dalam program Marine Coastal Resource Management MCRM, Rencana Zonasi Pemintakatan, Rencana Pengelolaan dan Rencana Aksi diharuskan untuk tingkat kabupaten, namun boleh juga dilakukan pada daerah propinsi agar prakarsa pembangunannya dapat terfokus dan memiliki prioritas.

5.5.1. Instrumen Perencanaan

Berdasarkan hasil wawancara terhadap informan dan studi dokumen di tiga kabupaten yang diteliti diperoleh hasil bahwa ketiga kabupaten yang diteliti telah menyusun dokumen perencanaan pengelolaan pesisir. Artinya dari segi dokumen perencanaan ketiga kabupaten yang diteliti memiliki kapasitas yang baik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.40 berikut ini. Tabel 5.40. Keberadaan Dokumen Perencanaan Pengelolaan Pesisir di Lokasi Penelitian KondisiKabupaten No. Jenis Dokumen Langkat Deli Serdang Asahan 1. RENSTRA Ada Ada Ada 2. Rencana Pengelolaan Ada Ada Ada 3. Rencana Zonasi Ada Ada Ada 4. Rencana Aksi Ada Ada Ada Sumber: Data Olahan Hasil Penelitian. Pada tataran masyarakat, perencanaan pengelolaan wilayah pesisir disetujui oleh sebagian besar responden. Tabulasi atas jawaban responden tentang ini diperoleh hasil bahwa sebanyak 30 responden atau 9,1 sangat menyetujui adanya perencanaan pengelolaan, dan sebanyak 174 orang atau 52,8 responden mengatakan Universitas Sumatera Utara setuju. Adapun sebanyak 126 orang atau hanya 38,1 responden menyatakan tidak menyetujui adanya perencanaan pengelolaan wilayah pesisir. Lebih jelas mengenai hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.41. Tabel 5.41. Pendapat Responden Masyarakat tentang Perencanaan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir n=330 Lokasi Responden No. Pendapat Konsep Perencanaan Langkat Deli Serdang Asahan Jumlah 1. Sangat Setuju 11 10 9 30 2. Setuju 44 62 68 174 3. Tidak Setuju 34 49 43 126 Total 89 121 120 330 Sumber: Hasil Wawancara, 2008. Alasan persetujuan responden mengenai perlunya rencana pengelolaan pesisir sebagian besar mengatakan karena perencanaan berpengaruh pada upaya peningkatan kemajuan desa tempat di mana mereka tinggal. Tidak itu saja, ada yang mengatakan bahwa mereka sangat setuju dengan adanya perencanaan karena bisa menjaga kondisi lingkungan tetap atau bahkan lebih baik. Alasan lainnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat mengingat pembangunan harus direncanakan sesuai dengan keadaan dan keinginan masyarakat desa. Sedangkan alasan responden yang hanya mengatakan setuju dengan perencanaan adalah agar ada pengaturan yang jelas dalam hal pemanfaatan sumberdaya alam, agar ada perubahan di desa mereka dan akhirnya akan meningkatkan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Hal lain yang menarik menurut responden adalah bahwa perencanaan diperlukan agar desa mereka terjaga dari kerusakan, bahkan ada yang menjawab untuk mengembangkan wisata di desa tersebut. Adapun alasan responden tidak Universitas Sumatera Utara setuju konsep perencanaan adalah karena pembangunan hanya membuat yang kaya semakin kaya, juga karena pembangunan tidak berguna sebab menutup dan menghalangi keindahan desa. Ada juga yang mengatakan tidak setuju karena pembangunan tidak pernah menyentuh rakyat, dan karena pembangunan tidak optimal untuk rakyat. Selain itu ketidaksetujuan mereka karena setiap proses perencanaan pasti ada korupsi dan merusak lingkungan hidup serta tidak tepat sasaran. Sedangkan alasan responden tidak tahu tentang proses perencanaan adalah karena tidak ada informasi, tidak pernah dengar, dan tidak ada sosialisasi. Berbarengan dengan jawaban responden tentang persetujuan mengenai rencana pengelolaan kawasan pesisir yang mayoritas mengatakan sangat setuju dan setuju, analisa data terhadap jawaban mengenai persetujuan perlu tidaknya program MCRM dijawab dengan kondisi yang agak bertolak belakang. Hanya sebanyak satu orang atau hanya 0,3 responden saja yang menyatakan sangat setuju adanya program MCRM dan hanya 10 orang atau sekitar 3 yang menyatakan setuju sedangkan sisanya sebanyak 319 orang atau 96,7 menyatakan tidak setuju. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.42 berikut ini. Tabel 5.42. Pendapat Responden tentang “ICMMCRMP” n=330 Lokasi Responden No. Jawaban Responden Langkat Deli Serdang Asahan Jumlah 1. Sangat Setuju 1 1 2. Setuju 1 9 10 3. Tidak Setuju 87 121 111 319 Total 89 121 120 330 Sumber: Hasil Wawancara, 2008. Universitas Sumatera Utara Banyaknya responden yang tidak setuju tahu tentang ICMMCRMP bisa dimaklumi sebab sebagian besar mereka memang tidak mengetahui apa itu ICMMCRMP secara utuh. Ketidaktahuan masyarakat umum tentang MCRMP dapat dimaklumi sebab terminologi MCRMP memang tidak begitu familiar di masyarakat walaupun ketika peneliti menjelaskan lingkup program MCRMP semua responden yang tidak kenal istilah MCRMP kemudian mengiyakan kalau program seperti ICM MCRMP pernah dilakukan di sekitar wilayah mereka. Dengan demikian secara umum dapat pula diketahui bahwa minimnya masyarakat yang menjawab sangat setuju dan setuju dengan keberadaan program MCRMP dapat pula mengindikasikan bahwa sosialisasi program ICMMCRMP yang sudah berjalan ternyata kurang dilakukan dengan baik sebab tidak tersebar merata informasinya di tingkat masyarakat. Selanjutnya ditanyakan kepada responden jika tahu, bagaimana keterlibatan responden dalam MCRM. Menurut mereka keterlibatan mereka hanya pada proses awal saja. Namun demikian, substansi keberadaan MCRM di mana mereka terlibat dalam pelaksanaannya telah mengajarkan kepada mereka tentang model dan pola pengelolaan kawasan laut dengan baik. Selain itu adanya bimbingan dalam pengelolaan kawasan pesisir di desa mereka. 5.5.1.1. Lembaga yang melaksanakan proses perencanaan Instansilembaga yang tempat responden bekerja adalah Bappeda, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Kehutanan, Dinas Perhubungan, Bapedalda, Dinas Pariwisata, dan LSM. Sejalan dengan latar belakang kelompok responden yang Universitas Sumatera Utara berasal dari instansi formal yang ada, ketika ditanyakan mengenai lembaga mana yang bertanggung jawab dalam mengelola kawasan pesisir pantai; sebanyak 23 responden menyatakan lembaga yang bertanggung jawab untuk melakukan perencanaan kawasan pesisir adalah BAPPEDA, sebanyak 17,2 menyatakan DKP, 8,2 menjawab Dinas Kehutanan, 4,9 Dinas Pariwisata, 4,1 Bapedalda, 5,7 berasal dari NGO. Sisanya sebanyak 36,1 menjawab bahwa pihak yang bertanggung jawab melakukan perencanaan mencakup berbagai lembaga pemerintah mulai dari Badan Ketahanan Pangan, Kelurahan, BPD, Dinas PU, Dinas Pertanian, Kabag Hukum, Kelompok Nelayan, LBH, PPL, Dinas Perindag dan Koperasi serta tokoh masyarakat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.43. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, diketahui bahwa dari responden kelompok petugas yang terlibat dalam pelaksanaan perencanaan pengelolaan memiliki latar belakang yang beragam. Namun demikian seluruhnya dianggap memiliki lingkungan dan wewenang kerja yang secara langsung terkait dengan seluruh proses pengelolaan kawasan pesisir. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.43. InstansiLembaga yang Dianggap Bertanggung Jawab untuk Melakukan Perencanaan Pengelolaan Kawasan Pesisir Instansi yang Bertanggung Jawab Mengelola Kawasan Laut dan Pesisir F BAPPEDA 28 23,0 Dinas Kelautan dan Perikanan 21 17,2 Dinas Kehutanan 10 8,2 Dinas Perhubungan 1 0,8 Bapedalda 5 4,1 Dinas Pariwisata 6 4,9 NGO 7 5,7 Instansi Lainnya Termasuk Masyarakat 44 36,1 Total 122 100,0 Sumber: Hasil Wawancara, 2008. 5.5.1.2. Analisa tentang instrumen perencanaan Secara umum dapat dikatakan bahwa dokumen perencanaan yang dibutuhkan dalam pengelolaan kawasan pesisir yang meliputi: Renstra, Rencana Zonasi, Rencana Pengelolaan dan Rencana Aksi di tiga kabupaten telah ada. Ini artinya untuk indikator keberadaan dokumen masing-masing kabupaten memperoleh nilai atau skor yang baik. Konsep perencanaan dalam pandangan masyarakat umum dinilai sangat perlu. Oleh karena itu sebagian besar masyarakat yang diwawancarai merasa bahwa perencanaan adalah bagian penting dari sebuah kegiatan pengelolaan kawasan atau sumberdaya. Hanya saja, masyarakat di masing-masing kabupaten yang diteliti merasa bahwa konsep perencanaan yang saat ini masih seadanya akibatnya mayoritas masyarakat hanya menyatakan setuju atas konsep perencanaan namun tidak mengerti apa dan bagaimana sebuah perencanaan itu dibuat. Hal yang sama tampaknya tidak jauh berbeda dengan pemahaman masyarakat terhadap konsep pengelolaan kawasan Universitas Sumatera Utara pesisir secara terpadu atau yang dikenal dengan MCRPICM. Dari 330 masyarakat yang ditanyai mayoritas malah tidak menanggapi dengan nilai skor yang termasuk buruk atau dengan kata lain mereka menilai tidak begitu setuju dengan konsep MCRPICM. Lebih jelas tentang ini dapat dilihat pada Gambar 5.13. 0,5 1 1,5 2 2,5 3 S k a la P e n il a ia n 1 =B u ru k R e n d a h 2 =S e d a n g 3 = B a ik T in g g i Langkat Deli Serdang Asahan Tanggapan terhadap Perencanaan Tanggapan Terhadap MCRMPICOM Gambar 5.13. Diagram tentang Penilaian Masyarakat terhadap Konsep Perencanaan dan MCRMPICM Universitas Sumatera Utara Adapun skor yang diperoleh masing-masing indikator pada komponen instrumen perencanaan, adalah sebagai berikut: Tabel 5.44. Skor Komponen Instrumen Perencanaan SkorLokasi No. Jawaban Responden Langkat Deli Serdang Asahan 1 Renstra 3 3 3 2 Rencana Zonasi 3 3 3 3 Rencana Pengelolaan 3 3 3 4 Rencana Aksi 3 3 3 5 Tanggapan terhadap Perencanaan 1,7 1,68 1,72 6 Tanggapan terhadap MCRMPICM 1,03 1 1,08 Rataan 2.45 2,44 2,46 Total Rataan 2,45 Sumber: Data Olahan Hasil Penelitian. Data di atas menunjukkan bahwa tidak perbedaan yang signifikan antara ketiga kabupaten mengenai skor instrumen perencanaan.

5.5.2. Kapasitas Perencanaan Wilayah Pesisir

Kapasitas yang melaksanakan proses perencanaan pada penelitian ini dilihat dari indikator sumberdaya manusia, organisasi, aturan dan kerjasama. Indikator sumberdaya manusia diukur dari pendidikan formal para aktor atau petugas yang terlibat dalam penyusunan dokumen MCRMP, keaktifan dalam lembaganya, keaktifan dalam kegiatan MCRMP, tingkat penghasilan, dan kesesuaian kompetensi dengan kegiatan perencanaan. Dengan demikian sumber data untuk menjelaskan hal ini seluruhnya diperoleh dari petugas yang bekerja di instansi yang terkait. Universitas Sumatera Utara 5.5.2.1. Kondisi sumberdaya manusia Sebagian besar responden memiliki usia yang produktif sebab secara umum berusia 20 tahun sampai dengan 50 tahun walaupun terdapat juga responden yang berusia di atas 50 tahun. Lebih jelas tentang ini dapat dilihat pada Tabel 5.45 berikut: Tabel 5.45. Usia Responden Petugas yang Berhasil Diwawancarai Lokasi Responden No. Kelompok Usia Responden Langkat Deli Serdang Asahan Jumlah 1. 21 – 30 Tahun 4 6 5 15 2. 31 – 40 Tahun 10 11 14 35 3. 41 - 50 tahun 17 18 16 51 4. 51 Tahun 11 4 6 21 Total 42 39 41 122 Sumber: Hasil Wawancara, 2008. Sebanyak 76 orang atau 62,3 responden memiliki pendidikan formal tamat Perguruan Tinggi dengan kualifikasi diploma D I, D II dan D II dan sarjana S1. Sedangkan sebanyak 44 responden menyatakan tamat SMA atau SMP dan selebihnya 2 orang menyatakan hanya tamat SD. Data ini menunjukkan bahwa secara umum pendidikan formal responden yang terlibat dalam proses perencanaan relatif mencukupi walaupun belum bisa dikatakan baik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.46. Tabel 5.46 Pendidikan Formal Terakhir Responden Petugas Lokasi Responden No. Tingkat Pendidikan Formal Responden Langkat Deli Serdang Asahan Jumlah 1. Tamat SD 1 1 2 2. Tamat SMP SLTP dan SMASLTA 16 12 16 44 3. Tamat Perguruan Tinggi 25 27 24 76 Total 42 39 41 122 Sumber: Hasil Wawancara, 2008. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil wawancara, sebanyak 68 responden menyatakan tidak memiliki pendidikan non formal, hanya 32 saja yang menyatakan memiliki pendidikan formal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada berikut ini. Tabel 5.47. Pendidikan Non Formal Responden Pendidikan Non Formal F Ada 39 31,9 Tidak Ada 83 68,1 Total 122 100,0 Sumber: Hasil Wawancara, 2008. Indikator lain yang bisa digunakan untuk mengukur kualitas sumberdaya manusia yang terlibat dalam proses perencanaan adalah tingkat penghasilan. Berdasarkan hasil wawancara, sebanyak 60 orang atau 49,2 responden menyatakan memiliki penghasilan di atas Rp. 2.000.000-, sebanyak 59 orang atau 48,4 memiliki penghasilan antara Rp. 1.000.000 sd Rp. 2.000.000,- dan sisanya sebanyak 3 orang atau sekitar 2,4 responden memiliki penghasilan di bawah Rp. 1.000.000;. Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki penghasilan yang belum memadai. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.48. Tabel 5.48. Penghasilan Responden PetugasBulan n=122 Lokasi Responden No. Penghasilan Langkat Deli Serdang Asahan Jumlah 1. Di bawah Rp.1.000.000,- 1 2 3 2. Rp. 1. 001.000 – 2.000.000 13 21 25 59 3. Rp. 2.000.000 29 17 14 60 Total 42 39 41 122 Sumber: Hasil Wawancara, 2008. Universitas Sumatera Utara Indikator sumberdaya manusia lainnya yang juga harus diketahui sebagai upaya untuk mengetahui kualitas perencanaan berjalan baik atau tidak adalah kompetensi sumberdaya manusia yang ada apakah sesuai atau tidak dengan keperluan atau kualifikasi dalam perencanaan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir yang berlangsung. Sebanyak 11 orang atau 9 responden menyatakan sumberdaya manusia yang melaksanakan perencanaan pesisir sangat sesuai dengan kompetensi dan kualifikasi. Adapun sebanyak 89 orang atau 73 relatif sesuai dengan kompetensi dan kualifikasi dan sisanya sebanyak 22 orang atau 18 menyatakan kurang dan atau tidak sesuai dengan kompetensi dan kualifkasi yang dibutuhkan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.49 berikut ini. Tabel 5.49. Kompetensi Sumberdaya Manusia yang Terlibat dalam Proses Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu Lokasi Responden No. Kompetensi Penyusun Perencanaan Langkat Deli Serdang Asahan Jumlah 1. Sangat Sesuai dengan Kebutuhan 3 2 6 11 2. Sesuai dengan Kebutuhan 27 34 28 89 3. Tidak Sesuai dengan Kebutuhan 12 3 7 22 Total 42 39 41 122 Sumber: Hasil Wawancara, 2008. Kondisi sumberdaya penyusun perencanaan kawasan pesisir yang ada di tiga daerah yang diteliti menunjukkan kondisi yang hampir sama dan kesemuanya dapat dikelompokkan dalam keadaan yang rendah. Rendahnya persentase responden petugas yang menyatakan bahwa kualitas sumberdaya yang terlibat dalam Universitas Sumatera Utara perencanaan pengelolaan perlu segera diatasi guna meningkatkan mutu proses perencanaan yang telah berlangsung. Mengenai indikator lain yang terkait dengan proses perencanaan yang juga perlu diketahui adalah keaktifan petugas yang terlibat dalam perencanaan di lembaga tempatnya bekerja sekarang ini. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa sebanyak 80 orang responden atau sekitar 65,6 menyatakan aktif lebih dari 5 tahun, sebanyak 34 orang atau 27,9 responden menyatakan telah aktif di lembaganya antara 2-4 tahun dan sebanyak 8 orang atau 6,5 responden menyatakan aktif di lembaganya hanya sekitar 1-2 tahun. Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah memiliki masa aktif di lembaganya untuk jangka waktu yang tidak begitu lama. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.50. Tabel 5.50. Lama Aktif Responden di InstitusiLembaga yang Terkait dengan Proses Perencanaan Pengelolaan Lokasi Responden No. Lama Aktif Langkat Deli Serdang Asahan Jumlah 1. 1-2 Tahun 3 5 8 2. 2 – 4 Tahun 16 7 11 34 3. Lebih dari 5 Tahun 26 29 25 80 Total 42 39 41 122 Sumber: Hasil Wawancara, 2008. Hal lain yang juga perlu ditanyakan kepada responden adalah menyangkut keaktifan mereka dalam kegiatan atau program perencanaan pengelolaan wilayah pesisir. Berdasarkan data yang diperoleh ini diketahui bahwa jumlah responden yang aktif terus menerus dalam kegiatan pengelolaan wilayah pesisir di kabupaten adalah kecil. Adapun responden yang terlibat dalam program perencanaan dan pengelolaan Universitas Sumatera Utara pesisir tidak secara terus menerus jumlah relatif besar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.51 berikut ini. Tabel 5.51. Lama Aktif dalam Kegiatan MCRMP di Kabupaten n=122 Lokasi Responden No. Lama Aktif dalam Program MCRMP Langkat Deli Serdang Asahan Jumlah 1. Tahun 2006-2007 Tahun 2005-2007 19 20 25 64 2. Tahun 2004-2007 15 4 3 22 3. Tahun 2003-2007 Tahun 2002-2007 8 15 13 36 Total 42 39 41 122 Sumber: Hasil Wawancara, 2008. Parameter lain yang juga penting dilihat dalam komponen sumberdaya manusia adalah kapasitas dan atau kemampuan tenaga penyusun dokumen perencanaan yang dibutuhkan dalam pengelolaan kawasan pesisir. Ini dikarenakan, keberadaan sumberdaya manusia yang ada dan terlibat dalam penyusunan dokumen perencanaan kawasan memiliki pengaruh besar terhadap kualitas dokumen yang disusun. Pentingnya kualitas sumberdaya manusia dalam penyusunan dokumen perencanaan disebabkan dalam proses menjaring, merumuskan dan mengimplementasikan rencana membutuhkan keseriusan serta keahlian tertentu. Tidak hanya menguasai konsep teoritis dan peraturan yang ada, seseorang yang dilibatkan dalam merumuskan dokumen perencanaan juga selayaknya memiliki kemampuan analisis dan praktis yang memadai. Berikut ini akan diuraikan tanggapan responden dari kelompok yang mewakili instansi yang lingkup tugasnya berhubungan dengan pengelolaan kawasan pesisir yang dimulai dengan pembahasan Universitas Sumatera Utara tentang kualitas sumberdaya manusia yang terlibat dalam penyusunan Renstra, Rencana Zonasi, Rencana Pengelolaan Kawasan dan Rencana Aksi. Mengenai kualitas sumberdaya manusia yang terlibat dalam penyusunan Renstra, diketahui bahwa dari 122 orang yang diwawancarai, sebanyak 21 orang atau 17,2 menyatakan kalau sumberdaya yang dilibatkan dalam menyusun Renstra sudah sangat sesuai dan sangat berkompeten. Sementara itu, sebanyak 76 orang responden atau 62,3 menyatakan bahwa kualitas sumberdaya yang terlibat dalam menyusun renstra sesuai dan kompeten. Sedangkan sisanya sebanyak 25 orang atau 20,5 menyatakan sumberdaya yang terlibat dalam menyusun renstra tidak memiliki kompentensi dan tidak sesuai keahliannya dengan kebutuhan. Penjelasan yang lebih rinci tentang hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.52 berikut: Tabel 5.52. Kondisi Sumberdaya Manusia yang Terlibat dalam Menyusun Renstra Lokasi Responden No. Penilaian tentang Kondisi Sumberdaya Penyusun Renstra Langkat Deli Serdang Asahan Jumlah 1. Kurang sesuai dengan kompetensi 10 7 8 25 2. Sesuai dengan kompetensi dan kualifikasi 23 30 23 76 3. Sangat sesuai dengan kompetensi dan kualifikasi 9 2 10 21 Total 42 39 41 122 Sumber: Hasil Wawancara, 2008. Data yang dimuat dalam tabel di atas juga memberikan informasi bahwa pada umumnya sumberdaya yang ikut terlibat dalam menyusun dokumen Renstra dianggap responden sesuai dengan kebutuhan walaupun hal ini masih bisa diperdebatkan. Kenyataan ini dapat dipahami sebab latar belakang pendidikan formal sebagian besar Universitas Sumatera Utara sumberdaya yang terlibat dalam menyusun Renstra di masing-masing kabupaten rata- rata tamatan perguruan tinggi namun masih ada juga petugas yang hanya tamatan SLTA atau sederajatnya. Kesesuaian yang dimaksud dalam proses penyusunan Renstra belum sepenuhnya bisa memenuhi keahlian yang dibutuhkan sebab pendidikan sarjana yang dimiliki oleh sumberdaya di instansi terkait juga tidak sepenuhnya relevan dengan bidang kerja yang menjadi tanggung jawabnya. Hal yang demikian ini tampaknya menjadi persoalan umum yang dijumpai di masing- masing daerah penelitian. Tidak hanya mengenai kualitas sumberdaya yang terlibat dalam menyusun, hal lain yang kiranya juga perlu dikaji adalah pertanyaan tentang bagaimana posisi Renstra sebagai bahan rujukan dalam menyusun rencana pengelolaan wilayah? Mengenai hal ini diperoleh hasil bahwa sebanyak 58,8 atau sekitar 72 orang dari 122 yang diwawancarai mengatakan bahwa program yang dilaksanakan oleh instansi tempat ia bekerja telah merujuk renstra sebagai acuan dalam pembuatannya. Sedangkan selebihnya yakni sebanyak 41,2 atau sekitar 50 orang menyatakan kebalikannya. Sebagian responden yang menyatakan bahwa renstra tidak sepenuhnya menjadi rujukan oleh instansi dalam membuat program dapat dilihat dari adanya fakta bahwa selama ini banyak program yang dilaksanakan oleh berbagai instansi yang secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan pengelolaan kawasan pesisir sifatnya masih tumpang tindih dan amburadul yang ditandai dengan tidak adanya koordinasi dan pengawasan secara terpadu. Untuk lebih jelas mengenai jawaban Universitas Sumatera Utara responden tentang kedudukan Renstra sebagai rujukan dalam membuat program oleh lembaga yang ada dapat dilihat pada Tabel 5.53 berikut ini. Tabel 5.53. Tanggapan Responden tentang Status Renstra Sebagai Rujukan dalam Pembuatan Program Pengelolaan Pesisir Kedudukan Renstra dalam Rencana Pengelolaan Mengacu F Ya, Program disusun dengan merujuk Renstra 72 58,8 Tidak, Program dibuat tanpa merujuk Renstra 50 41,2 Total 122 100,0 Sumber: Hasil Wawancara, 2008. Wawancara secara mendalam yang dilakukan kepada 122 responden menunjukkan bahwa Renstra tidak dijadikan rujukan atau dijadikan rujukan dalam membuat program dapat dilihat pada Tabel 5.54 berikut: Tabel 5.54. Beberapa Alasan Responden dalam Menilai Perencanaan dan Pelaksanaan Program dalam Kaitannya dengan Renstra yang Ada Alasan yang Menyatakan Program Telah Merujuk Renstra Alasan yang Menyatakan Program Tidak Merujuk Renstra Dalam membuat program lembaga selalu memperhatikan dokumen dan aturan yang ada Sebagian besar program dibuat hanya untuk menghabiskan anggaran semata Program yang ada saat ini telah menunjukkan hasil yang baik Banyaknya program yang tidak dikoordinasikan antarlembaga sehingga banyak yang gagal Tingkat kegagalan program yang ada sangat rendah Pengawasan terhadap program yang ada tidak berjalan dengan baik Laju kerusakan kawasan pesisir berkurang atau bisa dihambat Tingkat kerusakan kawasan laut dan pesisir semakin tinggi Seperti yang sudah dijelaskan di atas, selain Renstra dokumen perencanaan juga mencakup Rencana Zonasi. Proses penyusunan Rencana Zonasi jelas juga membutuhkan keahlian dan keterampilan yang lebih spesifik. Persoalan tentang Universitas Sumatera Utara kualitas sumberdaya manusia yang terlibat dalam proses penyusunan Rencana Zonasi ditanggapi beragam oleh responden. Namun demikian secara garis besar dari 122 responden yang diwawancarai sebanyak 44 orang atau 36,1 menyatakan bahwa sumberdaya yang ada dalam menyusun Rencana Zonasi tidak sesuai kualitas dan kompetensinya. Sedangkan yang menyatakan bahwa sumberdaya manusia yang dilibatkan dalam penyusunan Rencana Zonasi adalah sesuai ada sebanyak 69 orang atau sekitar 56,5. Sedangkan responden yang menyetujui bahwa sumberdaya yang dilibatkan dalam menyusun Rencana Zonasi telah sangat sesuai kualitas dan kompetensinya hanya ada 9 orang atau 7,4. Tabel 5.55 berikut akan memperjelas gambaran tentang kesesuaian kompetensi dan kualifikasi sumberdaya manusia menurut para responden. Tabel 5.55. Kondisi Sumberdaya yang Terlibat dalam Menyusun Rencana Zonasi Pengelolaan Wilayah Pesisir n=122 Lokasi Responden No. Penilaian terhadap Kondisi Sumberdaya Penyusun Rencana Zonasi Langkat Deli Serdang Asahan Jumlah 1. Kurang sesuai dengan kompetensi 12 18 14 44 2. Sesuai dengan kompetensi 29 18 22 69 3. Sangat sesuai dengan kompetensi 1 3 5 9 Total 42 39 41 122 Sumber: Hasil Wawancara, 2008. Sejalan dengan kenyataan bahwa sebagian besar responden menyatakan Renstra telah dijadikan rujukan dalam membuat program, maka sebagian besar responden yang ditanyai hal sama terhadap Rencana Zonasi persentase jawabannya juga tidak jauh berbeda kondisinya. Berdasarkan hasil wawancara, sebanyak 52,2 Universitas Sumatera Utara responden atau sekitar 64 orang menyatakan bahwa program yang sudah direncanakan dan dilaksanakan oleh berbagai instansi yang ada sudah mengacu kepada Rencana Zonasi, tetapi sebanyak 47,8 responden menyatakan bahwa program pengelolaan saat ini tidak mengacu kepada rencana zonasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.56 berikut ini. Tabel 5.56. Program Pengelolaan Pesisir yang Ada Saat ini Mengacu Kepada Rencana Zonasi yang Disusun Program Mengacu Pada Rencana Zonasi F Ya 64 52,2 Tidak 58 47,8 Total 122 100,0 Sumber: Hasil Wawancara, 2008. Ketika kepada para responden juga ditanyai persoalan kualitas sumberdaya manusia yang dilibatkan dalam penyusunan rencana pengelolaan kawasan pesisir, hasil yang diperoleh ternyata juga tidak jauh berbeda dengan kondisi kualitas sumberdaya manusia yang dilibatkan dalam menyusun Renstra dan Rencana Zonasi. Hal yang demikian ini tergambar jelas dalam Tabel 5.57 berikut: Tabel 5.57. Kondisi Sumberdaya Manusia yang Terlibat dalam Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir di Kabupaten Lokasi Responden No. Penilaian terhadap Sumberdaya Penyusun Rencana Pengelolaan Langkat Deli Serdang Asahan Jumlah 1. Kurang sesuai dengan kompetensi 11 10 11 32 2. Sesuai dengan kompetensi 26 22 25 73 3. Sangat sesuai dengan kompetensi 5 7 5 17 Total 42 39 41 122 Sumber: Hasil Wawancara, 2008. Universitas Sumatera Utara Data dalam tabel di atas jelas memperlihatkan bahwa mayoritas responden menyatakan dalam penyusunan rencana pengelolaan kawasan pesisir, kualitas sumberdaya manusia yang ada sesuai, yakni sebanyak 73 responden atau 59,8. Adapun jumlah responden yang menyatakan bahwa sumberdaya manusia yang terlibat dalam penyusunan Rencana Pengelolaan Kawasan sudah sangat sesuai hanya ada 17 orang atau hanya 13,9. Sementara yang menyatakan bahwa kualitas dan kompetensi sumberdaya yang terlibat dalam menyusun rencana pengelolaan kawasan adalah tidak sesuai jumlahnya hampir dua kali lebih banyak dari yang menyatakan sudah sangat sesuai, yakni sebanyak 32 orang atau 26,3. Kondisi ini sekali lagi menggambarkan bahwa kualitas sumberdaya yang ada dalam menyusun dokumen rencana pengelolaan kawasan pesisir berada dalam kategori sedang. Sehingga perlu peningkatan kualitas sumberdaya yang dilibatkan dalam menyusun rencana pengelolaan kawasan pesisir agar sesuai dengan kebutuhan yang ada. Tidak hanya sama dalam menilai keadaan kualitas sumberdaya manusia yang dilibatkan dalam membuat dokumen rencana pengelolaan kawasan, pola persentase atas jawaban yang diberikan responden mengenai pertanyaan kesesuaian program yang dijalankan oleh lembaga yang ada terutama lembaga tempat ia bekerja dengan dokumen rencana pengelolaan kawasan juga sama dengan penilaian mereka tentang keberadaan dokumen Renstra dan Rencana Zonasi. Data yang diperoleh di lapangan memperlihatkan kondisi bahwa terdapat 52 responden atau lebih tepat sebanyak 63 orang mengatakan bahwa program yang disusun oleh lembaga yang berkecimpung dalam pengelolaan kawasan pesisir telah merujuk dokumen rencana pengelolaan Universitas Sumatera Utara wilayah pesisr sebagai dasarnya. Sementara itu, sisanya ada sebanyak 59 orang atau 48 responden mengatakan bahwa program yang disusun dan dijalankan oleh lembaga yang ada tidak merujuk pada dokumen rencana pengelolaan kawasan pesisir yang telah ada. Tabel 5.58. Program Pengelolaan Pesisir yang Ada Saat Ini Mengacu Kepada Rencana Pengelolaan yang Disusun n=122 Kedudukan Rencana Pengelolaan dalam Membuat Program F Ya 63 52,0 Tidak 59 48,0 Total 122 100,0 Sumber: Hasil Wawancara, 2008. Akan halnya dengan proses penyusunan dokumen Rencana Aksi, dalam pandangan responden juga tidak berbeda kualitas sumberdaya manusia yang dilibatnya. Menurut 41 orang responden atau sekitar 33,6, proses penyusunan Rencana Aksi yang ada saat ini tidak melibatkan personel yang memiliki kualifikasi dan kompetensi yang dibutuhkan. Sementara jumlah responden yang mengatakan bahwa kualitas sumberdaya yang ada dalam menyusun Rencana Aksi telah sesuai kompetensi dan kualifikasinya sebanyak 72 orang atau sekitar 59. Persentase responden yang menjawab bahwa kualitas sumberdaya manusia yang ada dan dilibatkan dalam membuat dokumen Rencana Aksi telah sangat sesuai dengan kebutuhan hanya ada 9 orang atau hanya 7,4. Kondisi ini sekali lagi menunjukkan bahwa kualitas sumberdaya manusia yang ada dalam berbagai lembaga yang secara langsung berhubungan dengan pengelolaan kawasan pesisir perlu mendapat Universitas Sumatera Utara perhatian. Walaupun secara umum mereka telah memiliki gelar sarjana, tampaknya linearitas keilmuan mereka dengan bidang tugas mereka masih belum diperhatikan dalam proses perekrutannya. Untuk lebih jelas mengenai persentase jawaban responden tentang kualitas sumberdaya manusia yang dilibatkan dalam membuat dokumen Rencana Aksi dapat dilihat pada Tabel 5.59. Tabel 5.59. Kondisi Sumberdaya Manusia yang Terlibat dalam Menyusun Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir Lokasi Responden No. Penilaian terhadap Sumberdaya Penyusun Rencana Aksi Langkat Deli Serdang Asahan Jumlah 1. Kurang sesuai dengan kompetensi 8 17 16 41 2. Sesuai dengan kompetensi 31 19 22 72 3. Sangat sesuai dengan kompetensi 3 3 3 9 Total 42 39 41 122 Sumber: Hasil Wawancara, 2008. Data yang dimuat pada Tabel 5.59 di atas sekali lagi memberi gambaran bahwa peningkatan kualitas kompetensi dan kualifikasi sumberdaya manusia yang diperlukan dalam menyusun dokumen yang terkait pengelolaan kawasan pesisir perlu dilaksanakan sesegera mungkin baik secara formal maupun informal. Peningkatan kualitas ini menjadi hal yang sangat perlu diperhatikan sebab kegagalan dalam melibatkan sumberdaya yang berkualitas dalam penyusunan seluruh dokumen pengelolaan kawasan apapun termasuk kawasan pesisir akan bisa berdampak pada rendahnya kualitas dokumen yang seharusnya dijadikan rujukan dalam bertindak oleh lembaga-lembaga yang ada. Universitas Sumatera Utara Pentingnya peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam proses penyusunan Rencana Aksi tampaknya juga sejalan dengan kondisi Rencana Aksi yang ada. Berdasarkan tabulasi atas jawaban responden diperoleh hasil bahwa hanya 50 responden yang menyatakan kalau dokumen Rencana Aksi juga dijadikan rujukan dalam merancang dan melaksanakan program oleh berbagai lembaga yang ada. Sementara yang menyatakan bahwa Rencana Aksi tidak pernah dijadikan pedoman dalam bertindak atau dalam merumuskan program juga diakui oleh 50 responden lainnya. Gambaran kondisi ini dapat dilihat pada Tabel 5.60 berikut. Tabel 5.60. Program Pengelolaan Pesisir yang Ada Saat Ini Mengacu Kepada Rencana Aksi yang Disusun Penilaian tentang Kedudukan Rencana Aksi dalam Membuat Program yang Disusun F Ya 61 50,0 Tidak 61 50,0 Total 122 100,0 Sumber: Hasil Wawancara, 2008. Bila memperhatikan uraian yang dipaparkan sebelumnya, maka kita akan mengetahui bahwa komponen sumberdaya manusia yang dilibatkan dalam penyusunan proses perencanaan juga mempengaruhi kualitas perencanaan pengelolaan pesisir pantai Timur Sumatera Utara secara umum. Ini artinya peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang dilibatkan dalam merumuskan berbagai dokumen perencanaan pengelolaan kawasan pesisir berpengaruh pada lahirnya sebuah dokumen pengelolaan yang juga berkualitas. Universitas Sumatera Utara Bila memperhatikan keberadaan komponen sumberdaya manusia serta data yang diperoleh di lapangan mengenai beberapa parameter yang diharapkan dapat mengukur kualitas sumberdaya manusia penyusun dokumen instrumen perencanaan pengelolaan wilayah pesisir di tiga kabupaten yang diteliti diperoleh skor untuk variabel secara variatif dengan kecendrungan perbedaan yang tidak begitu besar. Lebih jelas tentang hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.61 berikut: Tabel 5.61. Skor atas Komponen Sumberdaya Manusia SkorLokasi No. Paramater Sumberdaya Manusia Langkat Deli Serdang Asahan 1. Pendidikan Formal 2.57 2.69 2.56 2. Penghasilan 2.69 2.41 2.29 3. Kompetensi 1.79 1.97 1.98 4. Keaktifan dalam Lembaga 2.26 2.67 2.49 5. Keaktifan dalam MCRMP 1.74 1.87 1.71 6. Kapasitas Penyusun Renstra 1.98 1.87 2.61 7. Kapasitas Penyusun Rencana Zonasi 1.74 1.51 1.78 8. Kapasitas Penyusun Rencana Pengelolaan 1.86 1.92 1.85 9. Kapasitas Penyusun Rencana Aksi 1.02 1.64 1.68 Rataan 1.96 1.85

2.10 Total Rataan