Tabel 5.27. Indikator Sosial Ekonomi
Kategori No.
Indikator 1
2 3
I. Fisik dan Lingkungan
1 Kondisi Rumah
Tepas dan Papan
Semi Permanen
Permanen 2
Kepemilikan Rumah Menumpang
Kontrak Hak milik
3 Penggunaan Air Bersih
PAM Sumur
Sungai
II. Ekonomi
4 Pekerjaan
Menganggur Temporer
Serabutan Tetap
5 Pendapatan
1.000.000 1.000.000 –
2.000.000 2.000.000
6 Pengeluaran
2.000.000 1.000.000 –
2.000.000 1.000.000
7 Kepemilikan Lahan
PertambakanKeramba Apung
Tidak ada Menyewa
Milik Sendiri
III. Pendidikan
8 Pendidikan Formal
Tidak dan tamat SD
Tamat SMP dan SLTA
Tamat PT
Keterangan: untuk indikator ini kuantifikasi sulit dilakukan sehingga skoring tidak dilakukan.
Pendapatan dan pengeluaran responden sebagai salah satu indikator yang menggambarkan elemen sosial ekonomi masyarakat pesisir Timur Sumatera Utara,
dapat dilihat pada Gambar 5.6. Kondisi pendapatan dan pengeluaran responden tidak jauh berbeda. Namun demikian, di Kabupaten Asahan, jumlah responden dengan
pendapatan 2 juta jumlahnya lebih banyak bila dibandingkan dengan kabupaten lain yang diteliti. Jumlah responden dengan pengeluaran yang sama besarnya juga
terbanyak di Kabupaten Asahan.
Universitas Sumatera Utara
10 20
30 40
50 60
70 80
J u
m la
h R
e s
p o
n d
e n
n =
3 3
Pendapatan Pengeluaran
Pendapatan Pengeluaran
Pendapatan Pengeluaran
Langkat Deli
Serdang Asahan
K ondisi Pendapatan dan Pengeluran
Rp. 500.000 R p
500.000 ‐ 2.000.000 R p.
2.000.000
Gambar 5.6. Diagram tentang Kondisi Pendapatan dan Pengeluaran Responden
Sementara itu, kondisi PDRB masing-masing kabupaten yang diteliti dapat dilihat pada Gambar 5.7.
Universitas Sumatera Utara
5 10
15 20
25 30
35 40
45 50
P e
rs e
n ta
s e
Langkat Deli
S erdang Asahan
P ertanian P ertambangan
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air
Bangunan P erdagangan,
Hotel dan restoran P engangkutan
dan Komunikasi K euangan,
Persewaaan dan J asa Perusahaan J asa
‐jasa
Gambar 5.7. Diagram Kondisi PDRB Kabupaten yang Diteliti Tahun 2006
Sektor kawasan pesisir yang mengandung potensi kelautan dan perikanan tampaknya belum sepenuhnya dijadikan basis pembangunan ekonomi. Ini
digambarkan dari tidak adanya kontribusi sektor kelautan secara tersendiri terhadap PDRB di setiap kabupaten. Kalaupun seandainya sektor ini telah digabung dengan
sektor lain dalam penghitungan kontribusinya terhadap PDRB, maka hal tersebut kurang layak sebab besarnya potensi yang bisa diperoleh dari pemanfaatan
Universitas Sumatera Utara
sumberdaya di sektor ini akan lebih baik kalau sektor ini dianggap sektor tersendiri. Komponen lain yang juga bisa digunakan untuk menggambarkan kondisi sosial
ekonomi responden adalah kondisi perumahan dan status kepemilikan responden. Mengenai hal ini dapat digambarkan melalui diagram berikut:
10 20
30 40
50 60
70 80
90
Ju m
la h
R e
s p
o n
d e
n n
= 3
3
L angkat Deli
S erdang Asahan
P apan Tepas
S emi Permanen
P ermanen Milik
S endiri Menyewa
S ewa Tanpa Bayar Menumpang
Gambar 5.8. Kondisi dan Status Kepemilikan Rumah Responden
Mayoritas responden di tiga kabupaten yang diteliti memiliki rumah papan tepas dengan status milik sendiri. Walaupun mereka memiliki kemampuan untuk
mempunyai rumah, namun mayoritas responden hanya membangun rumah dengan kondisi papantepas karena lingkungan pesisir tidak memungkinkan mereka untuk
membangun rumah permanen. Sejalan dengan kondisi rumah, kepemilikan sarana
Universitas Sumatera Utara
produksi lain yang juga bisa menjadi indikator bagi perekonomian masyarakat di pesisir adalah kepemilikan terhadap tambak dan keramba apung. Untuk lebih jelas
tentang hal ini dapat dilihat pada diagram berikut:
20 40
60 80
100 120
140
J u
m la
h R
e s
p o
n d
e n
N =
3 3
Kepemilikan Tambak
Kepemilikan Keramba
Apung Kepemilikan
Tambak Kepemilikan
Keramba Apung
Kepemilikan Tambak
Kepemilikan Keramba
Apung Langkat
Deli Serdang
Asahan Ada,
milik sendiri Ada,
Menyewa Tidak
Ada
Gambar 5.9. Diagram tentang Kepemilikan Tambak dan Keramba Apung
Universitas Sumatera Utara
Luasnya lahan tambak yang ditemukan di kabupaten yang diteliti ternyata tidak sepenuhnya merupakan milik masyarakat lokal. Sebagian besar lahan tambak
yang terdapat di sepanjang pantai Timur Sumatera Utara dimiliki oleh pengusaha yang tinggal di Medan, Jakarta dan ibukota kabupaten. Ini mengindikasikan bahwa
penguasaan terhadap lahan potensial di kawasan pesisir bukan oleh masyarakat pesisir. Masuknya modal juga menjadi faktor yang mempengaruhi alih fungsi hutan
mangrove menjadi lahan tambak. Bila menggunakan data yang telah dipaparkan di atas sebagai kriteria miskin
yang disosialisasikan oleh Departemen Komunikasi dan Informatika, maka mayoritas nelayan yang diteliti adalah miskin. Dari 14 kriteria miskin yang ada, ada tiga
kriteria yang menyatakan mereka masih tidak miskin yaitu: 1 hanya sedikit sekali responden yang memiliki pendapatan di bawah Rp. 600.000bulan, 2 mayoritas
memiliki sumber energi penerangan dari PLN dan 3 hasil pengamatan menunjukkan kalau masyarakat yang dikaji mayoritas bisa makan tiga kali sehari. Sementara itu 11
kriteria miskin yang diungkapkan oleh Pemerintah seperti: luas lantai tempat tinggal kurang dari 8 m
2
orang, bangunan dan dinding rumah terbuat dari tanahbambukayu murahantidak diplesterberatap rumbia, tidak memiliki fasilitas buang air besar,
sumber air bersih tidak dari PAM, tidak mengkonsumsi dagingsusuayam seminggu sekali, hanya bisa membeli pakaian baru setahun sekali, tidak sanggup membayar
biaya pengobatan di poliklinikpuskesmas dan lainnya masih dijumpai secara merata di komunitas nelayan yang tinggal di pesisir Timur Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
Terlepas bahwa ada sebagian kriteria miskin versi Departeman Sosial yang tidak melekat dalam kehidupan masyarakat pesisir Timur Sumatera Utara, namun
secara garis besar kondisi sosial masyarakat yang diteliti menunjukkan gejala yang sama dengan hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh banyak ahli tentang
kehidupan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat nelayan. Trend kemiskinan yang melekat pada masyarakat pesisir Timur Sumatera juga dapat diamati dari aspek
kepemilikan terhadap faktor-faktor produksi. Bila merujuk pada temuan yang diperoleh dalam penelitian ini, maka luasnya lahan tambak dan banyaknya jaring
apungbagan yang dapat ditemukan di sepanjang pesisir Timur Sumatera Utara ternyata hanya sebagian kecil yang dimiliki oleh masyarakat lokal. Ini artinya,
pengelolaan sumberdaya pesisir yang bersifat eksploitatif saat ini lebih didominasi oleh pelaku dengan modal besar.
Bila memperhatikan uraian pada bagian atas, maka salah satu temuan dalam penelitian ini adalah temuan yang mendukung disertasi bahwa kehidupan masyarakat
pesisir cenderung berkaitan erat dengan fenomena kemiskinan sebagaimana yang terjadi di masyarakat nelayan di Pulau Jawa, Sulawesi dan pulau-pulau lainnya.
Untuk mendukung temuan yang mendukung disertasi bahwa kemiskinan merupakan bagian yang sulit dipisahkan dari kehidupan komunitas masyarakat pesisir dapat
diketahui dari skor yang diperoleh menyangkut komponen sosial ekonomi masyarakat Pantai Timur Sumatera Utara, sebagaimana dimuat dalam Tabel 5.28
berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.28. Skor Indikator Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir
SkorKabupaten No. Indikator
Langkat Deli Serdang Asahan
1. Kondisi
rumah 2,51 2,5 2,28
2. Tingkat pendidikan
1,6 2,41
1,45 3. Penghasilan
1,2 1,18
1,17 4. Pengeluaran
1,2 1,38
1,47 5. Kepemilikan
rumah 2,6
2,55 2,43
6. Kepemilikan Lahan
Tambak 0,5
0,03 7. Kepemilikan
KerambaJaring Apung 0,3
Rataan 1,41 1,43 1,25
Total Rataan 1,36
5.4. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Terkait Kondisi Sumberdaya Pesisir