Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
Islam Iran terjadi, AS menentang kebijakan Iran tersebut bahkan menghentikan pensuplaian bahan bakar uranium ke Iran dengan tujuan agar Iran menghentikan
pengayaan program nuklirnya. Oleh sebab itu, program pengayaan nuklir Iran yang bertujuan damai tersebut terhenti. Dengan semangat perjuangan, Imam Khomeini
beserta rakyat Iran terus menyerukan anti AS dan Barat dan melandaskan perjuangan yang suci dengan tujuan menegakkan keadilan dan menentang penindasan Timur dan
Barat atas dunia Muslim Kazhim dan Hamzah 2007, h. 41. Nuklir Iran sempat dikembangkan kembali pada masa Presiden Rafsanjani
dan Presiden Khatami. Akan tetapi, pengembangan nuklir Iran tersebut mengalami kevakuman. Pertama, Presiden Hashemi Rafsanjani yang menjadi presiden pada
periode tahun 1989-1993 dan 1993-1997 memiliki kebijakan perbaikan hubungan rapprochement
kebijakan membuka hubungan kerjasama dengan Barat. Menurut Heriyanto 2006, h. 72 Kebijakan ini didasari pada tiga pertimbangan, pertama, Iran
tidak bisa mengubah peta politik kawasan. Kedua, Iran harus berusaha untuk menyelaraskan pada keseimbangan kekuatan yang baru di kawasan. Ketiga, untuk
memulai hubungan dengan Arab Saudi karena negara ini merupakan negara utama di dewan Kerjasama Teluk. Sasaran utama kebijakan Presiden Rafsanjani adalah
memulihkan kerugian besar yang terjadi selama 8 tahun perang Irak-Iran, dan untuk menegaskan kembali pengaruh Iran di kawasan. Presiden Rafsanjani sempat
mengembangkan nuklir Iran pada 1996. Namun, pengembangan nuklir tersebut tidak bertahan lama akibat adanya bencana kebocoran di salah satu instalasi nuklir bagian
Utara Iran Rahman 2003, h. 164.
Berikutnya adalah pada masa Presiden Muhammad Khatami yang menjadi Presiden Iran periode tahun 1997-2001 dan 2001-2005. Kebijakan dan politik luar
negeri Presiden Khatami melanjutkan yang telah diterapkan Presiden Rafsanjani. Hanya saja Presiden Khatami lebih melakukan pendekatan yang terbuka dan bersifat
kerjasama kepada negara-negara di seluruh dunia terutama Barat dan bangsa Arab. Kepada pejabat-pejabat Kementerian Luar Negeri Iran, Khatami menegaskan Iran
ingin mempunyai hubungan luar negeri dengan semua negara-negara, mencakup negara-negara industri atas dasar rasa hormat dan kepentingan timbal balik. Presiden
Khatami juga pernah mengembangkan teknologi nuklir pada 2003 Rahman 2003, h. 206. Namun, pengembangan nuklir yang dilakukan Presiden Khatami kembali
mengalami kevakuman akibat adanya tekanan AS dan Israel. Kazhim dan Hamzah 2007, h. 35 mengatakan bahwa berbeda dengan
kepemimpinan dua presiden sebelumnya, Presiden Mahmoud Ahmadinejad teguh mengemban amanah Imam besar Iran Ayatullah Khomeini untuk melanjutkan agenda
Revolusi Islam Iran. Presiden Ahmadinejad menyebut kepemimpinannya sebagai Revolusi Iran ketiga karena menentang hegemoni AS dan Israel. Beliau adalah tokoh
konservatif Iran yang sangat loyal terhadap nilai-nilai Revolusi Islam Iran 1979. Pada awal kepemimpinannya sebagai Presiden Iran yaitu pada 5 Agustus 2005, Presiden
Ahmadinejad langsung menyerukan program nuklir Iran sebagai tiket menuju kemerdekaan sejati dan kemandirian dari hegemoni asing Kazhim dan Hamzah
2007, h. 159. Hal ini dikarenakan program nuklir Iran memiliki keuntungan bagi kepentingan nasional Iran. Pertama, pertarungan mendatang di tingkat regional dan
global berporos pada masalah sumber daya energi, negara atau aliansi pemenang
bidang ini akan menjadi kekuatan besar di dunia yang mungkin tak tertandingi. Bila Iran mampu mengamankan sumber-sumber daya energinya maka kemandirian Iran
sebagai negara visi peradaban tidak lagi akan terganggu. Kedua, program nuklir adalah konsensus seluruh rakyat Iran dari semua lapisan dan faksi Kazhim dan
Hamzah 2007, h. 159. Program nuklir Iran kini meluas menjadi kasus internasional. Tekanan dan
hambatan dari AS dan Sekutunya terus mengganggu laju perkembangan nuklir Iran. Bahkan, AS dan Sekutunya menggunakan segala cara untuk menghentikan program
nuklir Iran. Di awal perjalanan pengembangan nuklir Iran, Presiden Ahmadinejad menyatakan bahwa program nuklir Iran bertujuan damai dan tidak untuk
mengembangkan senjata pemusnah masal. Namun, AS tidak menghiraukan hal ini dengan tidak mempercayai pernyataan Presiden Ahmadinejad tersebut. Berbagai cara
AS melakukan tekanan terhadap Iran, hingga membawa isu nuklir Iran ke DK-PBB Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan menjatuhkan beberapa sanksi
apabila Iran terus mengembangkan program nuklirnya Desti 2007, h. 86. Tidak hanya itu, ancaman akan menyerang Iran melalui jalur militer baik darat, laut,
maupun udara pun dikeluarkan AS. Ahmadinejad bukanlah Presiden yang mudah gentar, Iran tidak terganggu dengan tekanan-tekanan tersebut. Seiring berjalannya
pengembangan nuklir, Presiden Ahmadinejad mensiasati perlunya peningkatan jalur militer untuk menepis ancaman dan tekanan dari AS.
Sejak pertengahan 2005 Presiden George W. Bush telah beberapa kali melakukan pembicaraan mengenai serangan militer ke Iran Kazhim dan Hamzah
2007, h. 137. Misalnya, Presiden Bush bekerjasama dengan Israel dan NATO North Atlantic Treaty Organization
dalam bidang militer untuk merencanakan perang nuklir terhadap Iran Kazhim dan Hamzah 2007, h. 140. Bila rencana ini terjadi
maka dampak yang terjadi akan semakin meluas hingga ke seluruh dunia. Untuk melawan kemungkinan serangan militer AS dan Sekutunya, Iran
memperkuat basis militernya dengan menambah produksi tank, angkutan perang, rudal kapal selam, dan pesawat tempur sejak tahun 1992 Kazhim dan Hamzah 2007,
h. 165. Iran juga mengembangkan misil fajr-3, hoot kowsar, rudal fateh-110, syahab- 3 yang merupakan misil-misil balistik Iran yang dapat menjangkau pangkalan-
pangkalan militer AS di Teluk Persia dan negara-negara Arab Kazhim dan Hamzah 2007, h. 141. Misil-misil tersebut mampu mendeteksi wilayah sejauh radius 5.000
km. Tidak hanya didukung oleh alutsista Alat Utama Sistem Persenjataan, kekuatan militer Iran juga didukung oleh struktur militer dan jenis angkatan bersenjatanya. Iran
memiliki dua jenis angkatan bersenjata, yaitu angkatan bersenjata regular dan kesatuan Garda Revolusi Islam yang lebih dikenal dengan Sepah Pasdaran Kazhim
dan Hamzah 2007, h. 166. Tahun 2007 total keseluruhan jumlah pasukan kedua jenis angkatan bersenjata tersebut 545.000 personil Kazhim dan Hamzah 2007, h. 166.
Angkatan militer jenis Sepah Pasdaran ini memiliki milisi sukarelawan yang disebut dengan Basij. Basij memiliki 90.000 anggota aktif, 300.000 anggota cadangan dan
11.000.000 personil yang siap dimobilisasi setiap waktu Kazhim dan Hamzah 2007, h. 166. Hal inilah yang menjadi dilema para petinggi gedung putih dan perwira
pentagon untuk melakukan serangan terhadap Iran.
Kazhim dan Hamzah 2007, h. 171 menyatakan bahwa serangan militer AS terhadap Iran akan memukul banyak kepentingan AS sendiri. Selain itu, strategi
balasan militer Iran kepada AS juga sangat tersusun dengan bagus, baik dari serangan gerilyawan darat, serangan udara dengan jet-jet tempur milik Iran, maupun melewati
jalur laut dengan kapal-kapal perang Iran yang memiliki teknologi pendeteksi jarak jauh Kazhim dan Hamzah 2007, h. 171. Sejauh ini Iran tidak akan lebih dulu
menyerang AS. Namun, sebaliknya AS pun akan berfikir ulang untuk menyerang Iran mengingat ketangguhan militer Iran yang sangat meningkat.
Peningkatan militer Iran tersebut sebagai modal keberanian Iran untuk terus mengembangkan teknologi nuklir yang menjadi hak setiap bangsa untuk kepentingan
damai. Kemudian, strategi AS untuk menjadikan Israel sebagai kekuatan utama di Timur Tengah belum berhasil, terbukti dengan kegagalan AS dan Israel dalam
menggempur pasukan Hizbullah dalam perang 33 hari di Lebanon, yaitu dengan 3.000 pasukan Hizbullah berhasil melawan dan memukul mundur 50.000 pasukan
Israel yang dibantu oleh pasukan militer AS Kazhim dan Hamzah 2007, h. 31. Kemudian, dengan kegagalan AS dalam menggempur Iran di Teluk Persia ketika
terjadinya perang antara Iran-Irak tahun 1980-1988 Sihbudi 1999, h. 115. AS Memanfaatkan situasi dengan mengirimkan pasukan armada lautnya yang pernah
dikerahkan pada Perang Dunia ke II, akan tetapi Iran berhasil menggempur balik pasukan AS dan Irak dengan menimbulkan beberapa kerusakan material dan fisik
Sihbudi 1999, h. 117. Oleh karena itu, atas dasar inilah penulis merasa tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai Respon Amerika Serikat Terhadap
Pengembangan Teknologi Nuklir Iran 2005-2010.