Program Pengembangan Teknologi Nuklir Iran 2005-2010
alternatif pengalihan sumber energi listrik dari minyak ke teknologi nuklir, maka cadangan minyak Iran akan aman dan biaya produksi listrik melalui teknologi nuklir
jauh lebih murah ketimbang mengkonversi minyak menjadi tenaga listrik. Kedua, teknologi nuklir sebagai bargaining power Iran di kawasan Timur Tengah terhadap
Israel selaku sekutu dekat AS yang menentang pengembangan teknologi nuklir Iran. Ketiga, pengembangan teknologi nuklir sebagai momen untuk menunjukkan bahwa
Iran merupakan negara yang patut diperhitungkan kekuatannya baik di kawasan maupun di dunia.
Pengembangan teknologi nuklir Iran telah dilakukan sejak Iran dipimpin oleh Presiden Muhammad Shah Reza Pahlevi pada tahun 1960 Ansari 2008, h. 80.
Ketika itu hubungan bilateral antara Iran-AS terjalin dengan baik. AS memanfaatkan penguasaan terhadap minyak Iran untuk dijual kembali di pasar internasional, dan
Iran di bawah kepemimpinan Shah Reza memanfaatkan AS demi kelanggengan kekuasaannya Ansari 2008, h. 74. Akan tetapi, pasca Revolusi Islam 1979
kerjasama bilateral Iran-AS baik yang menyangkut kerjasama riset pengembangan teknologi nuklir diputuskan secara sepihak oleh AS Rahman 2003, h. 204. Hal ini
terjadi karena pasca Revolusi Islam Iran, politik luar negeri Iran dengan AS berbeda haluan. Pemerintah Iran dipimpin oleh kelompok Wilayat El-Faqih selaku lembaga
tertinggi di pemerintahan Iran di atas lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif KBRI Teheran 2009 dengan pemimpin utamanya Imam Ayatullah Khomeini yang
sangat bertentangan dengan kebijakan luar negeri AS Rahman 2003, h. xx. Pasca Revolusi Islam Iran 1979, pengembangan teknologi nuklir Iran
mengalami kevakuman selama kurang lebih 17 tahun dan kembali dikembangkan
pada 1996 di bawah kepemimpinan Presiden Hashemi Rafsanjani yang mengadakan kerjasama nuklir dengan Cina dan Rusia Rahman 2003, h. 205. Akan tetapi,
pengembangan teknologi nuklir ini mengalami bencana kebocoran serpihan radiasi dari salah satu reaktor nuklir di bagian Utara Iran, sehingga mengharuskan Presiden
Rafsanjani memvakumkan riset teknologi nuklirnya tersebut Rahman 2003, h. 164. Kemudian, isu nuklir Iran kembali muncul pada akhir Mei 2003 masa kepemimpinan
presiden Muhammad Khatami yang langsung mendapat kritik dari AS dan mengatakan bahwa Iran dapat saja mengembangkan senjata nuklir Rahman 2003, h.
205. Akibat ikut campurnya AS dalam riset pengembangan teknologi nuklir Iran, maka proses pengembangan nuklir Iran terancam keberadaannya. AS dengan segala
dalihnya menentang pengembangan nuklir Iran dan pada akhirnya nuklir Iran kembali mengalami kevakuman sejak 2003.
Pengembangan teknologi nuklir Iran kembali dilakukan pada masa kepemimpinan Presiden Mahmoud Ahmadinejad yang menjadi presiden Iran pada
2005. Dalam pidato kenegaraannya yakni pada 9 April 2006, Presiden Ahmadinejad mengatakan bahwa “program pengembangan nuklir Iran kembali diaktifkan semenjak
vakum dari masa pemerintahan Presiden Khatami Kazhim dan Hamzah 2007, h. 159. Presiden Ahmadinejad
mengatakan bahwa “program pengembangan nuklir Iran memiliki banyak manfaat pada semua bidang kehidupan, termasuk untuk riset
kedokteran, pertanian dan teknologi” Labib et al. 2006, h. 190. Labib et al. 2006, h. 187 mengatakan bahwa ada beberapa alasan logis yang
mengharuskan Iran untuk mengembangkan teknologi nuklir. Pertama, teknologi nuklir adalah hak legal bangsa Iran yang sudah menjadi tuntutan semua lapisan
masyarakat dan politisi Iran. Kedua, teknologi nuklir merupakan teknologi paling maju, sehingga pengembangan teknologi ini akan memberikan suatu dilematis kepada
AS dan negara-negara Barat yang selalu menghalangi kemajuan riset teknologi negara-negara Muslim di dunia. Ketiga, teknologi nuklir dengan mudah akan
menempatkan Iran ke dalam kategori negara maju secara cepat. Hal ini dikarenakan nuklir Iran bertujuan damai untuk kebutuhan energi listrik, riset kedokteran, dan riset
teknologi. Oleh sebab itu, Iran akan mendapatkan keuntungan ekonomi yang besar baik dari hasil Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir PLTN yang jauh lebih murah
ketimbang alternatif lainnya, maupun dari hasil penjualan ekspor minyak mentah dan gas ke semua negara di seluruh dunia. Keempat, pencapaian keberhasilan
pengembangan teknologi nuklir Iran ini akan menjadi semangat besar bagi rakyat Iran yang telah merasakan pahitnya tekanan, embargo, dan kekangan AS beserta
Sekutunya setelah Revolusi Islam Iran 1979. Rahman 2003, h. 166 mengatakan bahwa setelah diadakannya kerjasama
antara Iran dengan Rusia pada Januari 1996 mengenai pengembangan teknologi nuklir, Iran meneruskan pembangunan empat reaktor nuklir aktif yang digunakan
untuk pengembangan uranium dan plutonium, dan tiga reaktor nuklir khusus untuk riset teknologi nuklir. Empat reaktor nuklir yang digunakan untuk pengembangan
bahan plutonium dan uranium diantaranya adalah reaktor Bushehr, Natanz, Arak, dan Asfahan, sedangkan reaktor nuklir yang khusus untuk meriset teknologi nuklir
diantaranya adalah reaktor nuklir yang dibangun di kota Teheran, Yazd, dan Kharaj Rahman 2003, h. 166-167.
Pembangunan reaktor-reaktor nuklir tersebut tidak terlepas dari bantuan kerjasama Iran dengan beberapa negara maju lainnya dibidang teknologi seperti
Rusia, Cina dan Jerman. Kerjasama antara Iran-Rusia dibangun pada Januari 1996, kerjasama antara Iran-Cina pada bidang energi nuklir belum lama disepakati pada
Oktober 2004, dan kerjasama teknologi nuklir Iran-Jerman mulanya telah dibangun pada masa Shah Reza Pahlevi pada 1974. Akan tetapi, mengalami pemutusan hingga
Jerman kembali menghidupkan kerjasamanya pada 1996 Gogary 2007, h. 157; Rahman 2003, h. 164-166. Salah satu bentuk kerjasama yang diberikan Jerman
kepada Iran adalah pengiriman 50 teknisi nuklir Jerman untuk mengoperasikan instalasi nuklir dan mentransfer ilmu teknologi nuklir kepada ilmuwan-ilmuwan Iran,
dengan tujuan Iran dapat mengembangkan teknologi nuklir dengan kemampuan dalam negerinya Rahman 2003, h. 164. Ini merupakan suatu bentuk realita bahwa
Jerman walaupun sekutu AS tetap melanjutkan kerjasama nuklir dengan Iran. Hal ini dikarenakan Jerman negara Barat pertama yang telah lama menjalin kerjasama nuklir
dengan Iran sejak 1974 dan juga telah menanamkan investasi besar pada proyek pengembangan teknologi nuklir Iran Shoelhi 2007, h. 181; Jamaan 2007, h. 41.
Shoelhi 2007, h. 170 mengatakan bahwa untuk lebih meyakinkan pengembangan teknologi nuklirnya untuk tujuan damai, maka Iran bersedia tunduk di
bawah aturan dan inspeksi IAEA untuk melakukan pemeriksaan terhadap fasilitas nuklirnya. Selebihnya, Iran juga tunduk di bawah aturan dan pasal-pasal yang berlaku
pada hukum ketetapan NPT. Aturan tersebut mengenai negara-negara di dunia berhak untuk mengembangkan teknologi nuklir untuk keperluan damai dan mencegah
transfer senjata nuklir kepada negara lain Gogary 2007, h. 304. Akan tetapi,
pengembangan nuklir Iran mendapat kritik dan tekanan dari AS dan Sekutunya, walaupun pengembangan teknologi nuklir Iran telah sepenuhnya tunduk dan berada
di bawah pengawasan IAEA dan NPT. Menurut Gogary 2007, h. 315 AS dan Sekutunya curiga terhadap argumen Iran yang menyatakan bahwa program nuklirnya
untuk keperluan damai hanyalah kedok semata untuk menyembunyikan maksud yang sebenarnya yakni mengembangkan senjata nuklir. Dengan berbagai cara, Presiden
Ahmadinejad meyakinkan kepada dunia internasional bahwa Iran memang benar- benar membutuhkan penambahan kapasitas listrik yang setiap tahunnya meningkat
Gogary 2007, h. 315. Jika hanya mengandalkan dari pompa minyak dan gas maka dalam jangka panjang Iran akan mengalami krisis energi ditengah lonjakan harga
minyak dunia yang terus meningkat. Labib et al. 2006, h. 181; Gogary 2007, h. 315.