Posisi Iran Dalam Keanggotaan NPT

mengatakan bahwa tujuan utama dibentuknya NPT adalah untuk membatasi jumlah negara pemilik senjata nuklir pada lima negara anggota DK-PBB. Negara-negara tersebut diantaranya AS, Rusia, Inggris, Perancis dan Cina. Diluar negara-negara tersebut, tidak ada negara lain yang diperbolehkan mengembangkan senjata nuklir. Akan tetapi, Israel, India dan Pakistan tidak terikat dengan perjanjian NPT, hal ini dikarenakan ketiga negara tersebut tidak bersedia menjadi anggota NPT dan tidak menandatangani ratifikasi NPT Gogary 2007, h. 277. Hal inilah yang menyebabkan Israel, India dan Pakistan dengan mudah mengembangkan senjata nuklir tanpa kontrol dari IAEA dan kerangka perjanjian NPT. Berbeda dengan Iran yang pengembangan teknologi nuklirnya berada dalam kerangka perjanjian NPT dan jaminan ketetapan hukum NPT Jamaan 2007, h. 45. Hal ini justru menjadi dilema AS dan Sekutunya karena menganggap bahwa Iran akan mengembangkan senjata nuklir Shoelhi 2007, h. 170. Padahal sudah terbukti bahwa Iran tergabung dalam keanggotaan NPT dan berada dalam pengawasan IAEA. Justru sebaliknya, Gogary 2007, h. 277 mengatakan bahwa Israel selaku sekutu AS di Timur Tengah tidak tergabung dalam keanggotaan NPT dan tidak bersedia instalasi nuklirnya untuk diperiksa oleh IAEA. Akan tetapi, AS melihat pengembangan teknologi nuklir Iran sebagai ancaman bagi eksistensi Israel selaku sekutunya di Timur Tengah. Oleh sebab itu, walaupun Iran telah terikat dengan NPT dan IAEA, AS tetap mencoba menghalangi pengembangan teknologi nuklir Iran dengan menerapkan standar ganda nuklir di kawasan Timur Tengah, dengan mendukung kepemilikan senjata nuklir milik Israel guna melawan teknologi nuklir yang dikembangkan Iran Rahman 2003, h. 206. AS berspekulasi apabila Iran dapat menguasai riset teknologi nuklir maka secara otomatis Iran dapat menyaingi bahkan melebihi riset teknologi Israel. Menurut pemerintah Washington, ini akan membahayakan posisi Israel di Timur Tengah, karena Iran menjadi negara yang diperhitungkan di Timur Tengah baik dari segi militer, ekonomi maupun pengembangan kemajuan teknologinya Jamaan 2007, h. 55. Pasal X dalam kerangka perjanjian NPT menegaskan bahwa “negara-negara anggota NPT dapat mencabut keanggotaannya dari NPT apabila kepentingan nasionalnya terancam” Jamaan 2007, h. 50. Apabila AS dan Sekutunya terus mencoba menghalangi pengembangan teknologi nuklir Iran, maka Iran dapat keluar dari keanggotaan NPT. Labib et al. 2006, h. 190 mengatakan bahwa Iran berkepentingan mengembangkan teknologi nuklir untuk tujuan sipil negaranya, yakni untuk kebutuhan listrik domestik, riset kesehatan, lingkungan dan keperluan pertanian. Oleh sebab itu, tekanan AS yang mencoba menghentikan pengembangan nuklir Iran dianggap mengganggu kemajuan domestik Iran. Jamaan 2007, h. 50 mengatakan bahwa dalam bargaining posisinya, Iran pernah mengancam akan keluar dari keanggotaan NPT akibat tekanan AS terhadap pengembangan nuklirnya yang tidak beralasan logis. Hal ini menyebabkan AS dan Sekutunya bersedia melakukan negosiasi dengan Iran. Apabila AS tidak mengendorkan sikapnya, maka Iran benar-benar mencabut keanggotaannya dari NPT. Apabila ini benar-benar dilakukan Iran, maka secara teknis pengembangan nuklir Iran akan sulit dikontrol. Seperti yang dikatakan pemerintah Inggris lebih baik mengembangkan nuklir untuk keperluan damai seperti Iran, daripada mengembangkan nuklir untuk pengembangan senjata militer seperti Israel yang diberikan perlidungan oleh AS Jamaan 2007, h. 50. Pasal IV dalam hukum ketetapan NPT menyatakan bahwa “negara anggota NPT berhak mengembangkan nuklir untuk keperluan damai dan pengembangannya d ijamin oleh hukum internasional NPT” Jamaan 2007, h. 48-49. Dari pasal tersebut terlihat bahwa pengembangan teknologi nuklir Iran merupakan pengembangan yang legal sesuai dengan hukum ketetapan NPT. Bahkan, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengata kan bahwa “tidak ada bukti Iran melanggar kesepakatan perjanjian NPT, dengan demikian pengembangan nuklir untuk tujuan damai pun mendapat jaminan hukum NPT” Jamaan 2007, h. 47. Untuk lebih menunjukkan keterbukaannya kepada dunia internasional, maka Iran menandatangani protokol tambahan NPT yang memberi akses terbuka bagi IAEA untuk melakukan inspeksi secara mendadak tanpa pemberitahuan sebelumnya ke instalasi nuklir Iran Jamaan 2007, h. 47-48. Hal ini secara jelas menunjukkan bahwa pengembangan teknologi nuklir Iran sepenuhnya untuk keperluan sipil dan tidak mengarah kepada pengembangan senjata pemusnah masal.

D. Kebijakan Peningkatan Militer Iran

Shoelhi 2007, h. 157 mengatakan bahwa kebijakan mengenai peningkatan militer Iran telah dilakukan pasca perang Irak-Iran yang terjadi pada 1980-1988. Ketika perang tersebut, Iran belum memilik senjata militer yang memadai. Iran hanya memiliki rudal-rudal jarak pendek yang dinamakan rudal Scud B dengan daya jelajah 300 km dan Scud C 600 km Rahman 2003, h. 192. Sehingga Iran harus menghentikan perang karena serbuan rudal-rudal taktis Irak yang mengguncang kota- kota besar Iran seperti Teheran dan Asfahan secara intensif. Pasca perang Irak-Iran, pemerintah Iran semakin menyadari arti pentingnya keberadaan rudal-rudal taktis dalam sebuah peperangan baik untuk bertahan dari serangan lawan ataupun menggempur lawan. Oleh sebab itu, pemerintah Iran menyiapkan dana US 8 Juta untuk meningkatkan persenjataan militernya Shoelhi 2007, h. 163. Kerjasama militer Iran ini tidak dilakukan hanya dengan Korea Utara saja. Iran juga melakukan kerjasama dengan Cina dan Rusia yang sudah dimulai pasca perang Irak-Iran. Rahman 2003, h. 194 mengatakan bahwa kerjasama Iran dengan Cina menghasilkan produksi rudal balistik jarak menengah yakni 800 km hingga 1000 km yang dinamakan rudal balistik Scud B dan Iqab. Kemudian kerjasama dengan Korea Utara menghasilkan rudal balistik Scud B versi Korea Utara dengan daya jelajah 300 km dan rudal balistik Shanian 1 dan Shanian 2 yang masing- masing memiliki daya jelajah 500-800 km Rahman 2003, h. 194. Kerjasama Iran dengan Rusia juga tidak kalah pentingnya, Rusia membantu Iran dalam produksi rudal balistik yang dinamakan Shahab 1, Shahab 2, dan Shahab 3 Gogary 2007, h. 271. Rahman 2003, h. 195 mengatakan bahwa memasuki tahun 1998, Iran telah memiliki teknologi rudal balistik yang bernama Shahab 1, Shahab 2 dan Shahab 3. Dikembangkannya rudal Shahab ini merupakan bargaining position Iran terhadap posisi Israel di Timur Tengah selaku sekutu dekat AS Rahman 2003, h. 195. Dengan tujuan, menandingi bahkan melebihi kekuatan militer Israel agar terciptanya suatu Balance of Power militer di kawasan Timur Tengah Rahman 2003, h. 198.