Diplomasi Iran Dalam Mempertahankan Pengembangan Teknologi

teknologi nuklir Iran melalui jalur militer Shoelhi 2007, h. 181. Gogary 2007, h. 258 mengatakan bahwa seperti yang dikatakan Neil Fergusson seorang profesor sejarah dari Universitas Harvard yang mengatakan bahwa kasus nuklir Iran semakin memanas hingga pada akhirnya AS akan membawa sengketa ini kepada pengakuan Kongres AS atas Undang-Undang pembebasan Iran dari bahaya senjata nuklir. Keinginan AS untuk menyerang Iran melalui jalur militer pun terbukti. Pada 17 April 2006 tercatat bahwa AS telah menulis rancangan serangan untuk menghancurkan situs nuklir Iran dan juga menumbangkan Presiden Ahmadinejad Hersh 2006, dikutip dalam Shoelhi 2007, h. 177. Rancangan serangan yang akan dilakukan AS ini memiliki kesamaan ketika AS menginvasi Irak, yakni nuklir hanyalah titik tolak belaka, namun tujuan dari penyerangan tersebut sesungguhnya untuk mengamankan kebutuhan minyak dan energi AS terutama setelah beberapa negara kawasan Timur Tengah mengurangi pasokan minyak ke AS Shoelhi 2007, h. 177. Akan tetapi, keinginan AS untuk menyerang Iran hanya berujung sebatas pembicaraan. Hal ini dikarenakan AS tidak memiliki alasan-alasan yang cukup untuk melakukan serangan militer terhadap Iran dan AS perlu mempertimbangkan posisi Cina dan Rusia yang berada dibalik pengembangan nuklir Iran Gogary 2007, h. 306. Gogary 2007, h. 314 menegaskan bahwa Presiden Ahmadinejad dalam rapat akbar di kota Meibot berkata “segala ancaman dan tekanan kepada Iran tidak akan berdampak sedikit pun bagi kemauan rakyat Iran untuk terus mengembangkan teknologi nuklirnya”. Kemudian ditambahkan oleh perkataan Ali Akbar Velayati selaku penasihat urusan luar negeri Iran yang mengatakan bahwa “segala macam bentuk resolusi terhadap Iran akan dianggap illegal”. Hal ini dikarenakan sejak awal dikembangkannya kembali proyek nuklir Iran pada 2005, Iran menyadari bahwa upaya mengaktifkan reaktor nuklir untuk tujuan sipil adalah legal dan mendapat jaminan hukum internasional NPT dan IAEA Jamaan 2007, h. 45. Iran menyadari permasalahan yang akan melanda Timur Tengah adalah krisis energi yang multidimensional Jamaan 2007, h. 45. Kazhim dan Hamzah 2007, h. 162 mengatakan bahwa jika negara-negara di kawasan Timur Tengah hanya mengandalkan minyak dan gas sebagai sumber devisa, maka kawasan Timur Tengah akan terancam krisis ekonomi yang berkepanjangan. Iran terus melancarkan diplomasinya demi kelangsungan pengembangan teknologi nuklirnya. Iran pun bersedia untuk melakukan diplomasi secara damai kepada AS dan Sekutunya untuk meyakinkan bahwa pengembangan nuklirnya tidak patut untuk dicurigai Jamaan 2007, h. 46. Bahkan, Iran juga mengajak AS dan Sekutunya untuk mengecek langsung ke lokasi instalasi nuklir Iran dengan tujuan AS dan Sekutu benar-benar mempercayai bahwa tidak ada penyelewengan terhadap pengembangan teknologi nuklir Iran Shoelhi 2007, h. 171. Keterbukaan Iran atas teknologi nuklirnya ini tidak sebatas hanya kepada AS, Sekutu, IAEA dan NPT. Shoelhi 2007, h. 171 menambahkan bahwa Iran juga terbuka kepada masyarakat internasional dengan memperbolehkan wisatawan luar negeri untuk mengunjungi instalasi nuklir Iran. Kebijakan tersebut diberlakukan karena telah terbukti berdasarkan inspeksi IAEA bahwa Iran tidak terindikasi sedang mengembangkan senjata nuklir Jamaan 2007, h. 48. Perjuangan jalur diplomatik Iran terus berlanjut. Labib et al. 2006, h. 183 mengatakan bahwa pada September 2005 telah terjadi sebuah perundingan di Markas Besar PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York antara Iran dengan AS beserta Sekutunya yakni Inggris, Perancis dan Jerman. Dalam perundingan tersebut Iran didesak untuk menghentikan program pengembangan teknologi nuklirnya, jika tidak maka Iran akan mengalami embargo disetiap bidang Shoelhi 2007, h. 172. Akan tetapi, Presiden Ahmadinejad menyangkalnya dengan mengatakan “jangan berani-berani mengancam kami dengan segala rupa sanksi atau kalian akan menyesalinya” Labib et al. 2006, h. 184. Selain itu, melalui sikap diplomasinya yang tegas dan berprinsip Presiden Ahmadinejad menanyakan pada AS dan Sekutunya bahwa “bila nuklir itu berbahaya, mengapa ada negara yang dibiarkan menggunakannya? Dan bila nuklir itu berguna, mengapa ada pihak yang tidak diperbolehkan men ggunakannya?” Labib et al. 2006, h. 185. Para diplomat AS dan Sekutu terdiam menanggapi perkataan Presiden Ahmadinejad tersebut, apalagi setelah Presiden Ahmadinejad mengatakan bahwa “memperoleh teknologi nuklir untuk tujuan damai adalah tuntutan untuk seluruh rakyat Iran dan pejabat sebagai wakil rakyat harus berupaya sekuat tenaga untuk merealisasikan tuntutan tersebut ” Labib et al. 2006, h. 185. Labib et al. 2006, h. 188-189 juga mengatakan bahwa dalam berbagai perundingan yang dilakukan dengan negara-negara yang menentang pengembangan teknologi nuklir Iran, Presiden Ahmadinejad menyimpulkan bahwa AS dan Barat tidak begitu mengkhawatirkan pengembangan teknologi nuklir Iran ke arah pengembangan senjata nuklir, namun yang ditakutkan AS dan Barat adalah kemandirian, pengetahuan, dan kemajuan pemuda-pemudi Iran dibidang teknologi nuklir. Selebihnya, AS dan Barat mencoba mencegah pengembangan riset teknologi negara-negara Muslim di Timur Tengah yang tidak sejalan dengan kepentingan nasional AS Shoelhi 2007, h. 169. Hal ini sangat bertentangan dengan pasal IV NPT yang menyatakan bahwa “semua negara di dunia berhak memanfaatkan tenaga nuklir secara damai dan wajib melaporkan semua kegiatan yang terkait program nuklirnya kepada IAEA Jamaan 2007, h. 48-49. Presiden Ahmadinejad sempat menggunakan strategi diplomasi yang mengancam bahwa Iran akan keluar dari keanggotaan NPT apabila Iran terus mendapatkan sanksi dan tekanan dari pihak AS dan Sekutu, kemudian ancaman ini berdampak pada mengecilnya tekanan-tekanan dari AS dan Sekutu Jamaan 2007, h. 50. B.2. Diplomasi Iran Terhadap IAEA International Atomic Energy Agency IAEA International Atomic Energy Agency merupakan badan atom internasional yang khusus menangani negara-negara di dunia yang mengembangkan teknologi nuklir. IAEA dibentuk pada 1957 dan merupakan lembaga pemerintah yang berada di bawah naungan PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa. IAEA berkontribusi untuk menggalakan perdamaian dunia, menjaga keamanan dunia, mencegah penyebaran senjata nuklir, dan mendukung serta membantu pengembangan teknologi nuklir untuk keperluan damai dan keperluan sipil Karyono 2005, h. 25. Dalam peranannya, IAEA memiliki hak dan kewajiban untuk mengontrol negara-negara yang memiliki nuklir. Hal ini bertujuan untuk memastikan agar pengembangan teknologi nuklir tersebut aman dan tidak menuju pada pengembangan senjata nuklir. Salah satu contohnya adalah Iran, IAEA berhak memeriksa pengembangan teknologi nuklir yang dilakukan Iran. Hal ini sesuai dengan tiga pilar kerangka kerja IAEA dan juga perjanjian kesepakatan antara IAEA dengan pemerintah Iran. Karyono 2005, h. 25 mengatakan tiga pilar kerangka kerja IAEA tersebut adalah: 1. Melakukan usaha perlidungan dan verifikasi dengan cara melakukan inspeksi langsung ke instalasi nuklir sutu negara di bawah perjanjian legal antara IAEA dengan negara yang diawasinya untuk memastikan aktivitas pengembangan nuklir yang damai. 2. Menjaga keamanan dan keselamatan dengan menerapkan standar keamanan, kode, panduan, dan asisten kepada negara yang mengembangkan teknologi nuklir. 3. Membantu pengembangan teknologi nuklir, untuk tujuan riset teknologi dan ilmu pengetahuan seperti nuklir yang bertujuan untuk kesehatan, pertanian, energi, lingkungan dan keperluan sipil lainnya. Atas dasar tiga pilar inilah IAEA memiliki hak dan kewajiban untuk memeriksa dan melakukan pemantauan terhadap negara-negara yang memiliki nuklir. Akan tetapi, IAEA hanya berhak memeriksa suatu negara hanya kepada negara- negara yang telah melakukan perjanjian kesepakatan dengan IAEA. Diluar negara yang tidak melakukan perjanjian kesepakatan, IAEA tidak memiliki hak untuk memeriksa pengembangan nuklir negara tersebut Karyono 2005, h. 27. Misalnya, Israel terbukti mengembangkan senjata nuklir yang instalasinya bernama Dimona yang letaknya berada di puncak gurun Negev Gogary 2007, h. 280. Akan tetapi, Israel tidak pernah mengungkapkan pengembangan senjata nuklirnya tersebut kepada dunia internasional dan tidak bersedia diinspeksi langsung oleh IAEA Karyono 2005, h. 51-52. Selain itu, Rahman 2003, h. 206 menambahkan bahwa perlindungan yang diberikan AS untuk melindungi sekutunya Israel di Timur Tengah, menambah kesulitan IAEA untuk melakukan pemeriksaan terhadap instalasi nuklir Israel. Pasalnya, AS mendesak IAEA untuk tidak melakukan pengawasan terhadap nuklir Israel dengan mengalihkan perhatian kepada pengembangan nuklir yang dilakukan Iran Rahman 2003, h. 206. Perlindungan AS terhadap Israel terungkap setelah AS melakukan berbagai macam cara untuk mendesak Iran agar menghentikan pengembangan teknologi nuklirnya. Terbukti, AS telah mendorong IAEA untuk melakukan scaning monitoring dengan melakukan perubahan skema terhadap instalasi nuklir Iran menjadi pengembangan senjata nuklir Jamaan 2007, h. 31. Akan tetapi, IAEA tidak menemukan bukti bahwa Iran sedang melakukan pengembangan senjata pemusnah masal Gogary 2007, h. 314. Hal ini semakin menurunkan kepercayaan IAEA terhadap AS yang bertindak hanya mementingkan kepentingan negaranya dan Sekutunya tanpa menghormati kedaulatan negara lain yang telah melakukan kesepakatan kerjasama dengan IAEA. Jamaan 2007, h. 45 mengatakan bahwa sejak awal pengumuman pengembangan teknologi nuklirnya pada 2005, Iran telah menyatakan bahwa pengembangan teknologi nuklirnya adalah legal dan damai untuk keperluan sipil serta mendapat jaminan hukum dari ketetapan IAEA dan NPT. Namun, permasalahan yang muncul justru dari pihak IAEA yang tidak dapat bersikap tegas kepada AS dan Sekutunya. Pasalnya, AS membantu pengembangan senjata nuklir India dan Israel yang jelas-jelas bukan anggota NPT dan tidak melakukan kesepakatan dengan IAEA Jamaan 2007, h. 45. IAEA juga tidak dapat menerapkan standar keadilan terhadap negara-negara yang telah mengadakan perjanjian dengannya. Pasalnya, IAEA terus melakukan pengawasan dan pengecekan terhadap instalasi nuklir Iran yang sudah jelas melalui pernyataan ElBaradei selaku mantan ketua IAEA yang menyatakan bahwa tidak terindikasi Iran sedang melakukan pengembangan senjata nuklir Gogary 2007, h. 314. Namun dilain hal, IAEA melupakan negara-negara yang jelas mengembangkan senjata nuklir seperti Israel, Pakistan, India dan Korea Utara. Negara-negara tersebut luput dari pengawasan IAEA dan tidak bersedia melakukan kerjasama dengan IAEA untuk dilakukan pengawasan dan pengecekan terhadap instalasi nuklirnya Jamaan 2007, h. 45. Berikut adalah daftar tabel negara-negara yang memiliki senjata nuklir beserta dengan jumlah hulu ledaknya: No. Negara Jumlah Hulu Ledak Status 1. AS Amerika Serikat 9.600 Aktif 2. Rusia 9.600 Aktif 3. Perancis 450 Aktif 4. Cina 400 Aktif 5. Israel 200 Aktif 6. Inggris 185 Aktif 7. India 60 Aktif 8. Pakistan 30 Aktif Tabel 3.A. Sumber: Anggota grup nuklir, Adel El-Gogary, 2007, “Ahmadinejad “The Nuclear Savior of Teheran ”, Sang Nuklir Membidas Hegemoni AS dan Zionis”, hal. 279-281. Dari data tabel tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa negara-negara pemilik senjata nuklir tidak mementingkan keamanan kawasan dan dunia. Hal ini dikarenakan hulu ledak nuklir yang dimiliki negara-negara tersebut sangat mengancam keutuhan negara lain dan melanggar prinsip dan tujuan perdamaian yang diusung oleh PBB Jamaan 2007, h. 52. Kemudian, Iran selaku negara pemilik nuklir yang bertujuan damai pun menyatakan keberatannya atas senjata nuklir yang dimiliki negara-negara tersebut. Akan tetapi, IAEA selaku badan yang memiliki otoritas tertinggi dalam hal nuklir tidak dapat memberikan ketegasan kepada negara-negara tersebut Jamaan 2007, h. 48. Di sinilah terlihat suatu fenomena ketidakadilan dunia. Akan tetapi, Jamaan 2007, h. 49 mengatakan bahwa sejak menandatangani kesepakatan dengan IAEA, pengembangan teknologi nuklir Iran selalu berada dalam jalur ketetapan NPT dan IAEA. Selain itu, Pemerintah Iran juga menyatakan bahwa pengembangan teknologi nuklir Iran untuk tujuan sipil bukan untuk pengembangan senjata militer Shoelhi 2007, h. 170.

C. Posisi Iran Dalam Keanggotaan NPT

Nuclear Non-Proliferation Treaty NPT Nuclear Non-Proliferation Treaty dibentuk pada 1 Juli 1968 di New York, Amerika Serikat Jamaan 2007, h. 36. Pembentukan NPT ini diusulkan oleh Irlandia dan negara yang pertama menandatangani adalah Finlandia Jamaan 2007, h. 36. NPT mulai aktif sejak 5 Maret 1970 setelah diratifikasi oleh Inggris, Uni Soviet sekarang Rusia, AS, dan 40 negara lainnya Jamaan 2007, h. 36. Selanjutnya pada 11 Mei 1995 lebih dari 170 negara bergabung bersama NPT dan melanjutkan perjanjian tanpa batas waktu dan syarat Jamaan 2007, h. 37. Karyono 2005, h. 30 mengatakan bahwa tujuan utama dibentuknya NPT adalah untuk membatasi jumlah negara pemilik senjata nuklir pada lima negara anggota DK-PBB. Negara-negara tersebut diantaranya AS, Rusia, Inggris, Perancis dan Cina. Diluar negara-negara tersebut, tidak ada negara lain yang diperbolehkan mengembangkan senjata nuklir. Akan tetapi, Israel, India dan Pakistan tidak terikat dengan perjanjian NPT, hal ini dikarenakan ketiga negara tersebut tidak bersedia menjadi anggota NPT dan tidak menandatangani ratifikasi NPT Gogary 2007, h. 277. Hal inilah yang menyebabkan Israel, India dan Pakistan dengan mudah mengembangkan senjata nuklir tanpa kontrol dari IAEA dan kerangka perjanjian NPT. Berbeda dengan Iran yang pengembangan teknologi nuklirnya berada dalam kerangka perjanjian NPT dan jaminan ketetapan hukum NPT Jamaan 2007, h. 45. Hal ini justru menjadi dilema AS dan Sekutunya karena menganggap bahwa Iran akan mengembangkan senjata nuklir Shoelhi 2007, h. 170. Padahal sudah terbukti bahwa Iran tergabung dalam keanggotaan NPT dan berada dalam pengawasan IAEA. Justru sebaliknya, Gogary 2007, h. 277 mengatakan bahwa Israel selaku sekutu AS di Timur Tengah tidak tergabung dalam keanggotaan NPT dan tidak bersedia instalasi nuklirnya untuk diperiksa oleh IAEA. Akan tetapi, AS melihat pengembangan teknologi nuklir Iran sebagai ancaman bagi eksistensi Israel selaku sekutunya di Timur Tengah. Oleh sebab itu, walaupun Iran telah terikat dengan NPT dan IAEA, AS tetap mencoba menghalangi pengembangan teknologi nuklir Iran dengan menerapkan standar ganda nuklir di kawasan Timur Tengah, dengan mendukung kepemilikan senjata nuklir milik Israel guna melawan teknologi nuklir yang dikembangkan Iran Rahman 2003, h. 206. AS berspekulasi apabila Iran dapat