Penjenuhan toluen Pembuatan Ekstrak Etanol Sabut Pinang EESP

21 cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105ºC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan Depkes, 1995. Perhitungan kadar sari yang larut dalam air terhadap serbuk simplisia dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 56.

3.4.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96 di dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, setelah itu disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara sampai kering. Sisa yang diperoleh dipanaskan pada suhu 105ºC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 96 dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan Depkes, 1995. Perhitungan kadar sari yang larut dalam etanol terhadap serbuk simplisia dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 56.

3.4.5 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan ke dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pijaran dilakukan pada suhu 600ºC selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan Depkes, 1995. Penetapan kadar abu total juga dilakukan terhadap ekstrak etanol sabut pinang. Perhitungan penetapan kadar abu total serbuk simplisia dan ekstrak etanol sabut pinang dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 57. 22

3.4.6 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dididihkan dalam asam klorida encer sebanyak 25 ml selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas, lalu dipijar sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan Depkes, 1995. Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam juga dilakukan terhadap ekstrak etanol sabut pinang. Perhitungan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam pada serbuk simplisia dan ekstrak etanol sabut pinang dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 58.

3.5 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia terhadap serbuk simplisia dan ekstrak etanol sabut pinang, meliputi pemeriksaan alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, tanin dan steroidtriterpenoid.

3.5.1 Pemeriksaan alkaloid

Sebanyak 0,5 g sampel ditimbang, kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan lalu disaring. Filtrat dipakai untuk tes alkaloid. Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalam masing-masing tabung reaksi dimasukkan 0,5 ml filtrat. Pada tabung I : ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer, terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning. Pada tabung II : ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff, terbentuk endapan berwarna coklat atau jingga kecoklatan. 23 Pada tabung III : ditambahkan 2 tetes pereaksi Bourchardat, terbentuk endapan berwarna coklat sampai kehitaman. Alkaloid disebut positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua atau tiga dari percobaan di atas Depkes, 1995.

3.5.2 Pemeriksaan flavonoid

Sebanyak 10 g sampel ditimbang, ditambahkan 10 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna merah atau kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol Depkes, 1995.

3.5.3 Pemeriksaan glikosida

Sebanyak 3 g sampel ditimbang, lalu disari dengan 30 ml campuran dari 7 bagian etanol 96 dengan 3 bagian air suling 7:3 dan 10 ml asam klorida 2 N, kemudian direfluks selama 10 menit, didinginkan, lalu disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal II asetat 0,4 M dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform 2:3, perlakuan ini diulangi sebanyak 3 kali. Sari organik dikumpulkan dan ditambahkan Na 2 SO 4 anhidrat, disaring, kemudian diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50ºC, sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Sari air digunakan untuk percobaan berikut, 0,1 larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian diuapkan di atas penangas air. Sisa penguapan ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes larutan pereaksi Molish, lalu ditambahkan dengan perlahan-lahan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuk 24 cincin ungu pada batas kedua cairan, menunjukkan adanya ikatan gula glikon atau glikosida Depkes, 1995.

3.5.4 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g sampel ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok kuat- kuat selama 10 detik. Terbentuk busa setinggi 1 sampai 10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin Depkes, 1995.

3.5.5 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5 g sampel ditimbang, kemudian dididihkan selama 3 menit dalam 100 ml air suling lalu didinginkan dan disaring. Filtrat ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi III klorida 1, jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin Farnsworth, 1966.

3.5.6 Pemeriksaan steroidtriterpenoid

Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Sisa penguapan ditambahkan beberapa tetes pereaksi Liebermann-Burchard. Timbulnya warna biru atau biru hijau menunjukkan adanya steroid, sedangkan warna merah, merah muda atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid Harborne, 1984.

3.5.7 Pemeriksaan pektin

Sebanyak 5 g sampel ditimbang, ditambahkan 15 ml air suling yang telah diasamkan dengan asam klorida 0,1 N sampai mencapai pH 1,5, kemudian dipanaskan di atas penangas air pada temperatur 95 ° C selama 40 menit, diserkai, diuapkan sampai menjadi setengah volume awal. Filtrat didinginkan kemudian 25 dilakukan pengendapan dengan menambahkan etanol 95 yang telah diasamkan dengan 2 ml asam klorida pekat per satu liter etanol. Perbandingan filtrat dengan etanol yang ditambahkan adalah 1:1,5. Proses pengendapan dilakukan selama 12 jam, kemudian disaring. Pektin dikatakan positif jika terbentuk endapan seperti gel Hariyati, 2006.

3.6 Pembuatan Ekstrak Etanol Sabut Pinang EESP

Pembuatan EESP dilakukan secara maserasi menggunakan etanol 80. Prosedur pembuatan ekstrak secara maserasi, yaitu sebanyak 10 bagian serbuk simplisia dimasukkan ke dalam sebuah bejana, tuangi dengan 75 bagian etanol 80, tutup, biarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, serkai, lalu cuci ampas dengan etanol 80 secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Dipindahkan ke dalam bejana tertutup, biarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari. Dienap tuangkan atau disaring Depkes, 1979. Maserat yang diperoleh diuapkan menggunakan rotary evaporator pada temperatur ± 40 o C sampai diperoleh ekstrak kental kemudian dikeringkan menggunakan freeze dryer pada suhu -40 °C. Bagan kerja pembuatan ekstrak etanol sabut pinang dapat dilihat pada Lampiran 8, halaman 54.

3.7 Percobaan Efek Antidiare

Pengujian efek antidiare meliputi penyiapan hewan percobaan, penyiapan bahan kontrol negatif, bahan kontrol positif, bahan uji, induktor diare dan pengujian efek antidiare.

3.7.1 Penyiapan hewan percobaan

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah tikus putih 26 berjenis kelamin jantan dengan berat rata-rata 200 gram sebanyak 30 ekor. Dibagi dalam 6 kelompok dimana setiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Tikus diaklimatisasi terlebih dahulu selama 2 minggu sebelum penelitian, kemudian diberi makanan dan minuman secara teratur, serta dijaga kebersihan kandangnya. Penelitian menggunakan hewan telah mendapat persetujuan etik dari Komite Etik Penelitian Kesehatan FK USU dan Komite Etik Penelitian Hewan FMIPA USU Animal Research Ethics CommitteesAREC, dikenal dengan ethical clearance atau kelayakan etik yang merupakan keterangan tertulis untuk penelitian yang melibatkan mahluk hidup manusia, hewan dan tumbuhan. Surat ethical clearance dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 48.

3.7.2 Penyiapan bahan

Bahan yang digunakan meliputi suspensi CMC Na sebagai kontrol negatif, suspensi loperamid HCl Imodium® sebagai kontrol positif atau pembanding, suspensi ekstrak etanol sabut pinang EESP sebagai bahan uji dan oleum ricini sebagai induktor diare.

3.7.2.1 Pembuatan suspensi CMC Na 1 bv

Sebanyak 1 g CMC Na ditaburkan ke dalam lumpang yang berisi air suling panas sebanyak 20 ml, ditutup dan dibiarkan selama 30 menit hingga diperoleh massa yang transparan, digerus lalu diencerkan dengan air suling hingga 100 ml Anief, 2004. Perhitungan dosis dan volume pemberian suspensi CMC Na 1 bv dapat dilihat pada Lampiran 13, halaman 62.

3.7.2.2 Pembuatan suspensi loperamid HCl dosis 1 mgkg bb

Tablet Imodium yang mengandung 2 mg loperamid HCl, ditimbang sebanyak 20 tablet. Tablet digerus dan diambil serbuk sebanyak 900 mg. Serbuk