elemen yang lainnya pada setiap tingkat hirarki secara berpasangan sehingga didapat nilai tingkat kepentingan elemen dalam bentuk pendapat kualitatif.
Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukanperingkat relatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria kualitatif, maupun kriteria kuantitatif,
dapat dibandingkan sesuai dengan judgment yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas
Dari hasil analisis dampak lalulintas, dapat diketahui dampak-dampak yang lain, yang sangat mungkin terdapat dampak positif dan negatif dari ruas jalan.
Dampak negatif tersebut tentunya membutuhkan juga penanganan, agar pengembangan jaringan jalan nantinya akan memberikan hasil yang optimum.
Penilaian tersebut dibuat dalam bentuk matriks, selanjutnya nilai matriks tertinggi merupakan rangking tertinggi yang selanjutnya diusulkan sebagai prioritas
penanganan jaringan jalan.
2.4 Analisis kebutuhan peningkatan ruas jalan
2.4.1 Analisis kebutuhan pergerakan
Salah satu dasar penentuan tingkat kebutuhan peningkatan ruas jalan di Kabupaten Samosir, perlu diketahui besarnya kebutuhan pergerakanvolume dan
karakteristik lalulintasnya pada masa tertentu. Untuk masa yang akan datang, besaran dan karakteristik lalulintas tersebut dapat diprediksi melalui tahapan pemodelan
transportasi.
Irwan Suranta Sembiring : Studi Penentuan Prioritas Peningkatan Ruas Jalan Studi Kasus : Ruas Jalan Provinsi Di Kabupaten Samosir, 2008.
2.4.2 Analisis kinerja ruas jalan
Dalam mengevaluasi permasalahan lalulintas perlu ditinjau klasifikasi fungsi dan sistem ruas-ruas jalan yang ada. Klasifikasi berdasarkan fungsi jalan dibedakan
antara jalan arteri, kolektor dan lokal, sedangkan berdasarkan sistem jaringan terdiri dari jalan primer dan sekunder Tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota,
Dirjen Bina Marga, 1997. Jalan luar kota adalah jalan dengan ruas yang tidak ada pengembangan yang
menerus pada sisi manapun, meskipun mungkin terdapat pengembangan permanen yang jarang terjadi seperti rumah makan, pabrik atau perkampungan. Kios kecil dan
kedai pada sisi jalan bukan merupakan pengembangan permanen. Jenis jalan luar kota yang didefenisikan pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 pada umumnya
sama dengan jenis jalan perkotaan, kecuali tidak dicantumkannya jalan satu arah dalam daftar jenis jalan luar kota.
Ruas jalan didefenisiskan sebagai suatu panjang jalan : a.
Diantara dan tak terpengaruh oleh simpang utama, dan b.
Mempunyai rencana geometrik dan arus serta komposisi lalulintas yang serupa di seluruh panjangnya.
Titik dimana karakteristik jalan berubah secara berarti berarti otomatis menjadi batas ruas sekalipun tidak ada simpang didekatnya. Ruas jalan luar kota secara umum
diharapkan jauh lebih panjang dari ruas jalan perkotaan atau semi perkotaan karena pada umumnya karakteristik geometrik dan karakteristik lainnya tidak sering berubah
dan simpang utamanya tidak selalu berdekatan. Panjangnya mungkin puluhan
Irwan Suranta Sembiring : Studi Penentuan Prioritas Peningkatan Ruas Jalan Studi Kasus : Ruas Jalan Provinsi Di Kabupaten Samosir, 2008.
kilometer, tetapi perlu untuk menetapkan batas ruas dimana terdapat perubahan karakteristik yang penting, walupun ruas yang dihasilkan lebih pendek.
Karakteristik utama jalan yang akan mempengaruhi kapasitas dan kinerja jalan luar kota apabila dibebani lalulintas antara lain: geometrik, arus, komposisi
pemisah arah, pengendalian lalulintas, hambatan samping, fungsi dan guna lahan. Kinerja untuk ruas jalan luar kota dapat dinilai dengan menggunakan
parameter lalulintas sebagai berikut: 1.
VCR Volume Capacity Ratio 2.
Kecepatan Pergerakan Rata-rata 3.
Tingkat Pelayanan
2.4.2.1 Volume Capacity Ratio VCR
Nilai VCR untuk ruas jalan di dalam ‘daerah pengaruh’ didapat berdasarkan hasil survei volume lalulintas di ruas jalan serta survei geometrik untuk mendapatkan
besarnya kapasitas pada saat ini eksisting Kapasitas jalan diartikan sebagai jumlah maksimal kendaraan yang dapat
dilewati suatu ruas jalan tertentu dalam periode tertentu tanpa kepadatan lalulintas yang menyebabkan hambatan waktu, bahaya atau mengurangi kebebasan pengemudi
dalam menjalankan kendaraanya pada kondisi jalan dan lalulintas yang ideal. Kondisi ideal dapat dipenuhi dengan mengikuti kondisi seperti lebar jalur tidak kurang dari
3,5 m, kebebasan samping tidak kurang dari 1,75m, standar geometrik jalan yang
Irwan Suranta Sembiring : Studi Penentuan Prioritas Peningkatan Ruas Jalan Studi Kasus : Ruas Jalan Provinsi Di Kabupaten Samosir, 2008.
baik, hanya dilalui oleh kendaraan penumpang dan tidak ada batas kecepatan. Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan, Dirjen Bina marga, 1988.
Kapasitas jalan biasanya dinyatakan dengan kendaraanjam atau smpjam dan menggunakan rumus:
C = C x FC
W
x FC
SP
x FC
SF
………………………………… 2.3 dimana :
C = Kapasitas jalan
C = Kapasitas dasar
FC
W
= Faktor penyesuaian lebar jalan lalulintas FC
SP
= Faktor penyesuaian pemisah arah FC
SF
= Faktor penyesuaian hambatan samping
Besarnya faktor pertumbuhan lalulintas didasarkan pada tingkat pertumbuhan normal dan tingkat pertumbuhan bangkitan yang ditimbulkan oleh adanya
pembangunan. Nilai VCR untuk berbagai kondisi dapat dikelompokkan seperti yang diterlihat pada Tabel 2.5
Tabel 2.5 Nilai VCR pada berbagai kondisi VCR
Keterangan
0,75 Kondisi Stabil
0,75 – 1,0 Kondisi tidak stabil
1 Kondisi Kritis
Irwan Suranta Sembiring : Studi Penentuan Prioritas Peningkatan Ruas Jalan Studi Kasus : Ruas Jalan Provinsi Di Kabupaten Samosir, 2008.
2.4.2.2 Kecepatan Pergerakan Rata-rata
Kecepatan adalah laju dari suatu pergerakan kendaraan dihitung dalam jarak persatuan waktu kmjam. Kecepatan dirumuskan sebagai berikut:
…………..………………………………… 2.4 dimana:
V = kecepatan kmjam d = jarak km
T = waktu untuk melintasi detik
Dalam suatu arus lalulintas tiap kendaraan berjalan dengan kecepatan yang berbeda-beda. Dengan demikian, dalam arus lalulintas tidak dikenal adanya suatu
karakteristik kecepatan kendaraan tunggal, tetapi distribusi dari kecepatan kendaraan secara keseluruhan. Distribusi kecepatan kendaraan yang berlainan itu nilai rata-
ratanya dapat digunakan sebagai dasar untuk menggolongkan arus lalulintas secara keseluruhan.
Kecepatan pergerakan rata-rata dibagi dua bagian, yaitu: a.
Kecepatan rerata waktu dan kecepatan rerata ruang Pada suatu aliran lalulintas kendaraan tidak selalu berjalan secara seragam,
tetapi bergerak pada kecepatan yang berbeda. Permasalahan yang timbul kapan, dimana, dan bagaimana mendapatkan ukuran kecepatan yang
representative pada suatu aliran lalulintas, bukanlah hal yang sederhana.
Irwan Suranta Sembiring : Studi Penentuan Prioritas Peningkatan Ruas Jalan Studi Kasus : Ruas Jalan Provinsi Di Kabupaten Samosir, 2008.
Sebagai contoh kecepatan kendaraan-kendaraan yang diambil datanya pada suatu titik pengamatan pada periode waktu tertentu. Kecepatan ini dikenal
sebagai kecepatan sesaat spot speed. Sebagai alternatif adalah kecepatan dari keseluruhan kendaraan yang menempati suatu panjang yang diambil pada saat
yang sama atau juga dengan pemotretan udara suatu jalan yang dilakukan dua kali pada interval waktu terpisah, maka dapat diperoleh kecepatan dari tiap
kendaraan dengan cara membagi jarak tempuh dengan interval waktu. Metode bagaimana ukuran kecepatan diambil dan bagaimana cara perhitungannya
sangat berpengaruh pada hasil dan interpretasi dari besarnya angka yang diperoleh.
Dua metode untuk menghitung nilai rata-rata kecepatan adalah: kecepatan rata-rata waktu time mean speed, TMS dan kecepatan rata-rata
ruang space mean speed, SMS. Time mean speed TMS didefenisikan sebagai kecepatan rata-rata dari seluruh kendaraan yang dilewati suatu titik
dari jalan selama periode waktu tertentu atau nilai rata-rata dari spot speed. Rumus dari time mean speed :
…………………………………………. 2.5 Dimana: n = jumlah kendaraan yang diamati
U
i
= spot speed tiap kendaraan yang diamati
Irwan Suranta Sembiring : Studi Penentuan Prioritas Peningkatan Ruas Jalan Studi Kasus : Ruas Jalan Provinsi Di Kabupaten Samosir, 2008.
Atau …………………………………………. 2.6
Dimana: L = panjang ruas jalan yang ditempuh kendaraan t
i
= waktu yang diperlukan tiap kendaraan yang diamati untuk menempuh jarak L
Adapun space mean speed SMS, merupakan kecepatan rata-rata seluruh kendaraan yang menempatimelintasi penggalan jalan selama periode
waktu tertentu. Perhitungan SMS didasarkan pada rata-rata waktu tempuh t
i
yang diambil dari seluruh kendaraan yang melintasi suatu panjang jalan L. Tiap-tiap kendaraan melintas pada kecepatan U
i
, sehingga waktu tempuhnya untuk melintasi jarak L adalah :
……………………………………….………. 2.7
Dengan demikian, rata-rata waktu tempuh dari n kendaraan adalah: ………………………………………….
2.8
Adapun kecepatan rata-rata berdasarkan pada rata-rata waktu tempuh , yang merupakan space mean speed SMS adalah rata-rata harmonis dari spot
speed, yang dirumuskan : ………………………………………….
2.9
Irwan Suranta Sembiring : Studi Penentuan Prioritas Peningkatan Ruas Jalan Studi Kasus : Ruas Jalan Provinsi Di Kabupaten Samosir, 2008.
b. Kecepatan rata-rata bergerak dan kecepatan rata-rata perjalanan
Kecepatan rata-rata bergerak average running speed dan kecepatan rata-rata perjalanan average travel speed adalah dua bentuk space mean
speed yang sering digunakan untuk menentukan ukuran-ukuran dalam bidang rekayasa lalulintas. Prinsip keduanya sama yakni kecepatan yang merupakan
jarak tempuh dibagi dengan rata-rata waktu untuk menempuh bagian dari suatu ruas jalan yang diukur.
Waktu perjalanan travel time adalah waktu keseluruhan yang dipergunakan untuk melintasi bagian dari suatu jalan terukur, sedangkan
waktu bergerak running time adalah keseluruhan waktu yang diperlukan oleh kendaraan pada saat bergerak untuk melintasi bagian dari jalan yang
terukur. Beda prinsip keduanya adalah travel time meliputi seluruh waktu termasuk waktu berhenti, sedangkan running time hanya waktu saat
kendaraan bergerak saja.
2.4.2.3 Tingkat Pelayanan
Indikator Tingkat Pelayanan pada suatu ruas jalan menunjukkan kondisi secara keseluruhan ruas jalan tersebut. Tingkat Pelayanan ditentukan berdasarkan
nilai kuantitatif seperti: VCR, kecepatan pergerakan, dan berdasarkan nilai kualitatif seperti kebebasan pengemudi dalam bergerakmemilih kecepatan, derajat hambatan
lalulintas serta kenyamanan.
Irwan Suranta Sembiring : Studi Penentuan Prioritas Peningkatan Ruas Jalan Studi Kasus : Ruas Jalan Provinsi Di Kabupaten Samosir, 2008.
Terdapat dua definisi tentang tingkat pelayanan suatu ruas jalan, yaitu: a.
Tingkat pelayanan tergantung arus. Hal ini berkaitan dengan kecepatan operasi atau fasilitas jalan, tergantung pada
perbandingan antara arus terhadap kapasitas. Oleh karena itu, tingkat pelayanan pada suatu jalan tergantung pada arus lalulintas.
Adapun tingkat pelayanan pada ruas jalan menurut Peraturan Menteri Perhubungan nomor KM 14 tahun 2006 tentang Manajemen dan Rekayasa
Lalulintas di Jalan diklasifikasikan atas: I.
Tingkat pelayanan A, dengan kondisi: 1
Arus bebas dengan volume lalu lintas rendah dan kecepatan tinggi; 2
Kepadatan lalu lintas sangat rendah dengan kecepatan yang dapat dikendalikan oleh pengemudi berdasarkan batasan kecepatan
maksimumminimum dan kondisi fisik jalan; 3
Pengemudi dapat mempertahankan kecepatan yang diinginkannya tanpa atau dengan sedikit tundaan.
II. Tingkat pelayanan B, dengan kondisi:
1 Arus stabil dengan volume lalu lintas sedang dan kecepatan mulai
dibatasi oleh kondisi lalu lintas; 2
Kepadatan lalu lintas rendah hambatan internal lalu lintas belum mempengaruhi kecepatan;
3 Pengemudi masih punya cukup kebebasan untuk memilih kecepatannya
dan lajur jalan yang digunakan.
Irwan Suranta Sembiring : Studi Penentuan Prioritas Peningkatan Ruas Jalan Studi Kasus : Ruas Jalan Provinsi Di Kabupaten Samosir, 2008.
III. Tingkat pelayanan C, dengan kondisi:
1 Arus stabil tetapi kecepatan dan pergerakan kendaraan dikendalikan oleh
volume lalu lintas yang lebih tinggi; 2
Kepadatan lalu lintas sedang karena hambatan internal lalu lintas meningkat;
3 Pengemudi memiliki keterbatasan untuk memilih kecepatan, pindah lajur
atau mendahului. IV.
Tingkat pelayanan D, dengan kondisi: 1
Arus mendekati tidak stabil dengan volume lalu lintas tinggi dan kecepatan masih ditolerir namun sangat terpengaruh oleh perubahan
kondisi arus; 2
Kepadatan lalu lintas sedang namun fluktuasi volume lalu lintas dan hambatan temporer dapat menyebabkan penurunan kecepatan yang besar;
3 Pengemudi memiliki kebebasan yang sangat terbatas dalam menjalankan
kendaraan, kenyamanan rendah, tetapi kondisi ini masih dapat ditolerir untuk waktu yang singkat.
V. Tingkat pelayanan E, dengan kondisi:
1 Arus lebih rendah daripada tingkat pelayanan D dengan volume lalu lintas
mendekati kapasitas jalan dan kecepatan sangat rendah; 2
Kepadatan lalu lintas tinggi karena hambatan internal lalu lintas tinggi; 3
Pengemudi mulai merasakan kemacetan-kemacetan durasi pendek.
Irwan Suranta Sembiring : Studi Penentuan Prioritas Peningkatan Ruas Jalan Studi Kasus : Ruas Jalan Provinsi Di Kabupaten Samosir, 2008.
VI. Tingkat pelayanan F, dengan kondisi:
1 Arus tertahan dan terjadi antrian kendaraan yang panjang;
2 Kepadatan lalu lintas sangat tinggi dan volume rendah serta terjadi
kemacetan untuk durasi yang cukup lama; 3
Dalam keadaan antrian, kecepatan maupun volume turun sampai 0.
Tingkat pelayanan yang diinginkan pada ruas jalan pada sistem jaringan jalan primer sesuai fungsinya, untuk:
a. jalan arteri primer, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya B; b. jalan kolektor primer, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya B;
c. jalan lokal primer, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya C; d. jalan tol, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya B.
Tingkat pelayanan yang diinginkan pada ruas jalan pada sistem jaringan jalan sekunder sesuai fungsinya untuk:
a. jalan arteri sekunder, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya C; b. jalan kolektor sekunder, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya C;
c. jalan lokal sekunder, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya D; d. jalan lingkungan, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya D.
Tingkat pelayanan dan karakteristik operasi terkait untuk jalan arteri primer menurut Peraturan Menteri Perhubungan nomor KM 14 tahun 2006 tentang
Manajemen dan Rekayasa Lalulintas di Jalan terlihat pada Tabel 2.6.
Irwan Suranta Sembiring : Studi Penentuan Prioritas Peningkatan Ruas Jalan Studi Kasus : Ruas Jalan Provinsi Di Kabupaten Samosir, 2008.
Tabel 2.6 Tingkat pelayanan dan karakteristik operasi untuk jalan arteri primer
Tingkat Pelayanan
Karakteristik Operasi Terkait
A
Arus bebas
Kecepatan lalu lintas 100 kmjam
Jarak pandang bebas untuk mendahului harus selalu ada
Volume lalu lintas mencapai 20 dari kapasitas yaitu 400 smp perjam, 2 arah
Sekitar 75 dari gerakan mendahului dapat dilakukan dengan
sedikit atau tanpa tundaan B
Awal dari kondisi arus stabil
Kecepatan lalu lintas 80 kmjam
Volume lalu lintas dapat mencapai 45 dari kapasitas yaitu
900 smp perjam, 2 arah C
Arus masih stabil
Kecepatan lalu lintas 65 kmjam
Volume lalu lintas dapat mencapai 70 dari kapasitas yaitu
1400 smp perjam, 2 arah D
Mendekati arus tidak stabil
Kecepatan lalu lintas turun sampai 60 kmjam
Volume lalu lintas dapat mencapai 85 dari kapasitas yaitu
1700 smp perjam, 2 arah E
Kondisi mencapai volume kapasitas 2000 smp perjam, 2 arah
Kecepatan lalu lintas pada umumnya berkisar 50 kmjam
F
Kondisi arus tertahan
Kecepatan lalu lintas 50 kmjam
Volume dibawah 2000 smp per jam
Sumber : Peraturan Menteri Perhubungan nomor KM 14 tahun 2006
Irwan Suranta Sembiring : Studi Penentuan Prioritas Peningkatan Ruas Jalan Studi Kasus : Ruas Jalan Provinsi Di Kabupaten Samosir, 2008.
Hubungan Tingkat pelayanan dan arus lalulintas terlihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Tingkat pelayanan tergantung arus
Indikator yang dijadikan acuan tingkat pelayanan jalan adalah rasio antara volume lalulintas terhadap kapasitas ruas jalan.
b. Tingkat pelayanan tergantung fasilitas.
Tingkat pelayanan tergantung pada jenis fasilitas dan bukan arusnya. Jalan bebas hambatan mempunyai tingkat pelayanan yang tinggi, sedangkan jalan sempit
mempunyai tingkat pelayanan rendah Gambar 2.3.
Irwan Suranta Sembiring : Studi Penentuan Prioritas Peningkatan Ruas Jalan Studi Kasus : Ruas Jalan Provinsi Di Kabupaten Samosir, 2008.
Gambar 2.3 Hubungan antara nisbah waktu perjalanan kondisi aktualarus bebas dengan nisbah volumekapasitas
2.4.3 Model Bangkitan Pergerakan
Tujuan dasar tahap bangkitan pergerakan adalah menghasilkan model hubungan yang mengaitkan tata guna lahan dengan jumlah pergerakan yang menuju ke suatu
zona atau jumlah pergerakan yang meninggalkan suatu zona. Zona asal tujuan pergerakan biasanya juga menggunakan istilah trip end. Model ini sangat dibutuhkan
apabila efek tata guna lahan dan pemilikan pergerakan terhadap besarnya bangkitan dan tarikan pergerakan berubah sebagai fungsi waktu.
Tujuan dari model bangkitan pergerakan adalah untuk memprediksi besarnya tarikan serta bangkitan suatu daerah zona di masa yang akan datang. Untuk itu,
model bangkitan pergerakan perlu dikalibrasi berdasarkan data pada saat sekarang.
Irwan Suranta Sembiring : Studi Penentuan Prioritas Peningkatan Ruas Jalan Studi Kasus : Ruas Jalan Provinsi Di Kabupaten Samosir, 2008.
Multiple Linear Regression Analysis adalah teknik statistik yang sering digunakan dalam menurunkan memperkirakan Bangkitan Pergerakan pada masa yang
akan datang, dimana dua atau lebih variable faktor bebas yang mempengaruhi jumlah pergerakan. Teknik ini mengukur sampai sejauh mana pengaruh dari setiap
faktor dalam hubungannya dengan faktor lainnya. Bentuk persamaan dari analisis adalah sebagai berikut :
Y = k +b1X1 + b2X2 + ..... + bnXn .......................................... 2.10
Dimana: Y - adalah pergerakan zona dalam bentuk orang atau barang,
X1 - hingga Xn adalah variable yang berhubungan dengan tata guna tanah,
karakteristik sosial-ekonomi.
2.5 Kriteria Umum Peningkatan Ruas Jalan
Beberapa kriteria umum yang digunakan dalam peningkatan jalan sebagai berikut:
a. Evaluasi Penetapan Hirarki dan Kelas Jalan
Hirarki jalan sangat ditentukan oleh peranan pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayahkawasan di tingkat nasional dengan semua jasa
distribusi yang kemudian berwujud kita. Hal ini akan jelas jika dikaji terlebih dahulu tata guna lahan land use atau master plan sehingga akan lebih
memberikan informasi tentang jenjang simpul distribusi jasa.
Irwan Suranta Sembiring : Studi Penentuan Prioritas Peningkatan Ruas Jalan Studi Kasus : Ruas Jalan Provinsi Di Kabupaten Samosir, 2008.