memunculkan sikap primordialisme dan dominasi elit tradisional.
28
Hal ini nampak jelas dalam pelaksanaannya di wilayah Banten, khususnya Kabupaten
Lebak.
C. Otonomi Daerah
Otonomi daerah dan desentralisasi secara praktis dalam penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat dipisahkan. Namun, dapat dibedakan. Karena itu tidak
mungkin membahas masalah otonomi daerah tanpa mempersandingkannya dengan konsep desentralisasi. Berdasarkan yang dikutip B.N. Marbun, Bagir
Manan menyatakan ,
„Desentralisasi adalah otonomi, dan desentralisasi tidak sama dengan otonomi. Otonomi adalah salah satu bentuk desentralisasi. Desentralisasi
bukan asas melainkan proses, dan yang asas adalah otonomi’.
29
Pada periode sebelumnya, konsep demokrasi, otonomi, dan desentralisasi ini pernah disampaikan oleh Mohamad Hatta sejak tahun 1932. Dalam pandangan
politiknya yang berjudul “Ke Arah Indonesia Merdeka”, bahwa desentralisasi bukan sentralisasi, yang menjadi cita-cita tolong-menolong dalam asas
kolektivisme yang tumbuh dalam masyarakat Indonesia. Selanjutnya ia mengatakan bahwa Indonesia yang terbagi atas pulau-pulau dan berbagai
golongan bangsa perlu mengagendakan otonomi agar tiap-tiap golongan kecil dan besar, mendapat hak untuk menentukan nasibnya sendiri.
30
28
Lili Romli, Jurnal Domokrasi dan HAM, Demokrasi Lokal dan Pilkada, Jakarta, Habibie Center, hal. 3
29
B.N. Marbun, Otonomi Daerah 1945-2010, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 2010, hal. 184-185.
30
Syamsuddin Haris, Membangun Format Baru Otonomi Daerah, Jakarta, LIPI. 2006, hal. 6.
Pengertian mendasar mengenai otonomi daerah itu sendiri adalah, “kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri ”, berdasarkan aspirasi masyarakat
sesuai dengan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungan yang beragam dan bernilai strategis. Disini diutamakan bangsa serta kesatuan wilayah
dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional. Sedangkan pengertian desentralisasi adalah
penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
31
Dalam pengertian tersebut daerah otonom adalah daerah yang memiliki kewenangan
untuk mengatur rumah tangganya sendiri dan memiliki tanggung jawab menjaga nasionalisme.
Otonomi dalam makna sempit dimaknai sebagai “mandiri’. Sedangkan
dalam makna yang lebih luas adalah suatu daerah yang diberikan kewenangan oleh pemerintah pusat untuk mengurus daerahnya sendiri dalam pembuatan dan
pengambilan keputusan mengenai kebutuhan daerahnya sendiri.
32
Terdapat dua nilai dasar mengenai otonomi daerah yaitu, nilai unitaris dan nilai desentralisasi
territorial. Nilai unitaris diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak akan
mempunyai kesatuan pemerintahan lain didalamnya yang bersifat negara. Kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa, dan negara Republik Indonesia
31
Syaukani HR., Kapita Selekta Otonomi Daerah, Jakarta, Nuansa Madani. 2002, hal.13.
32
A. Ubaedilah. Pendidikan Kewarganegaraan Civic Education : Pancasila, Demokrasi,
Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta, ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2 012, hal.
179.
tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan negara.
33
Sementara nilai dasar desentralisasi teritorial tentang batasan wilayah kekuasaan yang diwujudkan
dalam penyelenggaraan pemerintah di daerah dalam bentuk otonomi daerah. Mengenai hal tersebut, desentralisasi sebagaimana didefinisikan
Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB adalah:
“desentralisasi terkait dengan masalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat yang berada di ibu kota negara baik melalui cara
dekonsentrasi, misalnya pendelegasian, kepada pejabat di bawahnya maupun melalui pendelegasian kepada pemerintah atau perwakilan
daerah.”
desentralisasi sebagai proses perpindahan kekuasaan politik, fiskal dan administratif kepada unit pemerintah sub nasional. Oleh karena itu perlu adanya
pemerintah daerah melalui pemilihan lokal. Bertitik tolak dari uraian di atas, tujuan dari otonomi daerah merupakan
sebuah simbol kepercayaan dari Pemerintah Pusat terhadap masyarakat di daerah yang dirumuskan dalam tiga ruang lingkup yaitu politik, ekonomi, sosial dan
budaya.
34
Dalam bidang politik, otonomi merupakan rangkaian dari desentralisasi dan demokrasi untuk menciptakan kepala pemerintahan di daerah secara
33
Made Suwandi, Konsepsi Dasar Otonomi Daerah Indonesia. Jakarta. 2002. Diakses pada 19 april 2011, dari situs http
:raconquista.files.wordpress.com2 00904minggu-ii-suwandi-
konsepsi-otda.pdf
34
A. Ubaedilah. Pendidikan Kewarganegaraan Civic Education : Pancasila, Demokrasi,
Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta, ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2 005, hal.
156-157.
demokratis. Hal ini diharapkan agar pemerintahan yang tercipta sesuai dengan kebutuhan daerahnya masing-masing.
Pada bidang ekonomi, otonomi daerah telah membuka peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk
mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerah. Dengan demikian otonomi di bidang ekonomi ini akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
daerah. Selanjutnya adalah dibidang sosial, otonomi ini diharuskan adanya pengelolaan harmonisasi sosial dan budaya agar nilai-nilai kedaerahan tetap
kondusif dalam merespon perkembangan modernisasi. Otonomi Daerah ini juga memberikan peluang terbentuknya provinsi
Banten pada tahun 2000 yang di tetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2000 tentang pembentukan Provinsi Banten.
D. Perilaku Politik