dikenal sebagai jawara-ulama dan mengembangkan white magic sebagai sumber kekuatan fisiknya. Kedua, kaum jawara yang menggunakan elmu
hideung yakni ilmu kepandaian untuk memperoleh kekebalan diri kadugalan yang tidak
berdasarkan ajaran Islam. Ilmu ini biasa juga disebut elmu rawayan atau elmu urang Baduy.
79
Bagi masyarakat Banten, khususnya Kabupaten Lebak, ilmu ini merupakan sarana untuk memperoleh kekebalan diri kadugalan yang proses
pencapaiannya tidak berdasarkan agama Islam. Menurut tokoh cendekiawan Banten Tihami bahwa karakter jawara pada
awalnya merupakan ekspresi ketundukan kepada kiayi, karena pada abad ke-19 jawara bermula dari murid kiayi. Oleh karenanya, menjadi hukum pantangan
kawalat bagi jawara manakala ia melawan kiayi yang akan menyebabkan kehilangan kekuatan magi. Hubungan kiayi dan jawara seperti hubungan anak-
orang tua sehingga guru harus ditunduki dan dihormati. Terlebih jawara-kiayi sangat erat hubungannya sebab kiayi merupakan sumber pemberi resep-resep
magi.
80
3. Jawara Pada Masa Orde Lama
Tidak banyak referensi yang dapat ditelusuri mengenai peranan jawara pada masa Orde Lama. Keberhasilan para jawara dalam mengusir kolonial adalah
salah satu sejarah yang mengantarkan kemerdekaan Indonesia. Pada masa ini peran jawarapun mengalami perubahan. Peran jawara tidak lagi melakukan
perlawanan terhadap penguasa pemerintahan. K.H. Baijuri seorang cendikiawan
79
Nina H. Lubis, Banten Dalam Pergumulan Sejarah : Sultan, Ulama, Jawara. Jakarta,
Pustaka LP3ES Indonesia, hal. 127-128.
80
Tihami, Kiayi dan Jawara Banten : studi
tentang agama, magi, dan kepemimpinan di desa pesanggerahan Serang, Banten, hal. 21
di Kabupaten Lebak mengatakan bahwa jawara pada masa ini terbagi menjadi dua, pertama,
jawara kembali pada “orang tuanya” mendampingi para kiayi dalam proses penyiaran agama Islam. Kedua, jawara yang terkontaminasi dalam arus
pusaran politik lokal maupun nasional.
81
Jawara yang berpulang pada orang tuanya menjadi tameng para kiayi, hal ini dimaksudkan dalam penyiaran agama Islam jika ada kekacauan. Jawara
senantiasa mengajarkan, mengamalkan ajaran Islam, dan menjaga ketentraman masyarakat. Sedangkan jawara yang terkontaminasi dalam arus politik pada masa
kemerdekaan, terus dimunculkan sebagai sosok yang memiliki kekuatan magis. Mereka dimanfaatkan sebagai salah satu alat penekan bagi para politikus di
Indonesia.
82
Paradigma inilah yang dipahami oleh masyarakat terhadap sisi lain jawara hingga kini.
4. Jawara Pada Masa Orde Baru
Pelaksanaan sistem demokrasi Pancasila pada rezim Orde Baru yang otoriter adalah dengan penyederhanaan sistem kepartaian yang kemudian
memunculkan kekuatan yang dominan yaitu Golongan Karya Golkar dan ABRI. Partai Golkar merupakan partai pemerintah yang menjadi hegemoni dalam setiap
pelaksanaan pemilu di masa Orde Baru. Rezim ini mencengkram semua sendi- sendi masyarakat yang mengakar pada tingkat lokal, merapatkan barisan pada
penguasa rezim atau rela diberangus.
81
Wawancara pribadi dengan K.H. Baijuri di Rangkasbitung. Pada tanggal 1 November 2012.
82
Tb. Ismaetullah Al-abbas, Apa Dan Siapa Orang Banten? : Pandangan Hidup,
Kosmologi dan Budaya. Serang, Biro Humas Setda Provinsi Banten, 2005.
hal. 31-32.
Sedangkan kedekatan jawara dengan ABRI di era Orde Baru dapat diidentifikasi dalam berbagai hal, misalnya kedudukan jawara sebagai guru silat
di ABRI. Selain itu jawara pula turut serta dalam terjun ke daerah-daerah konflik di Timor-Timur, Aceh dan Papua. Bahkan jawara dapat mempromosikan
kenaikan pangkat terhadap seorang anggota militer.
83
Kedekatan jawara dengan ABRI ini merupakan sebuah bukti keberadaan jawara sebagai elit sosial Banten
yang memiliki pengaruh besar, tidak hanya di tingkat lokal bahkan nasional. Kedekatan jawara dengan elemen-elemen pemerintah ini kian memperkuat
dominasi jawara dalam politik lokal di Banten. Pada masa Orde Baru Jawara sebagai elit tradisional di Banten merupakan
salah satu patron klien pemerintahan Orde Baru dan partai Golkar. Jawara dengan penguasa rezim mempunya kedekatan ideologis berupa anti demokrasi
bertanagan besi yang sesuai dengan karakternya. Sedangkan jawara dengan partai Golkar merupakan simbiosis mutualisme antara jawara dan DPD Golkar
Banten. Jawara merupakan simpul penting Golkar di Banten. Relasi jawara dan partai Golkar sendiri berada pada dua organisasi kejawaraan, yaitu BPPKB
Badan Pembinaan Potensi Keluarga Banten, PPPSBBI Persatuan Pendekar Persilatan dan Seni Budaya Banten Indonesia dan TTKDH Tjimande, Tarik
Kolot, Djeruk Hilir.
84
Kedua organisasi ini memiliki jaringan yang luas di tingkat nasional dan yang mengakar ditingkat lokal.
83
Ahmad Abrori. Perilaku Politik Jawara Banten Dalam Proses Politik Di Banten. Tesis Fisip Universitas Indonesia
84
Andi Rahman Alamsyah, Islam, Jawara Demokrasi. Jakarta, PT Dian Rakyat, 2010, hal. 76.
Hubungan antara jawara dan Golkar yang terbentuk karena alasan sejarah, kedekatan ideologi, kultural maupun patron klien yang saling menguntungkan
keduanya. Hubungan patron klien antara jawara-Golkar merupakan hubungan yang tidak bisa dipisahkan, Golkar sebagai patron jawara mendapat dukungan
yang besar, partai Golkar-jawara yang secara historis merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kiyai ini mendapat dukungan meraup massa santri yang tersebar
di pesantren-pesantren maupun non santri, unsur pemerintahan, dan unsure-unsur masyarakat lainnya. Sedangkan jawara sebagai klien medapatkan perlindungan
hukum, ekonomi, sosial, dan politik. Dengan jaringan tersebut, Golkar memperoleh dukungan yang besar dalam setiap pelaksanaan pemilu, pembuatan
kebijakan politik, dan memperkokoh posisi Golkar-Orde Baru. Sedangkan jawara mendapatkan posisi-posisi kunci dalam struktur partai politik Golkar sendiri yang
juga masih bertahan hingga kini.
5. Jawara Pada Masa Reformasi