bergabung ke dalam organisasi sukarela baik bersifat politik maupun tidak. Saat mengikuti pemilu mereka cukup berbangga hati.
Budaya politik partisipan utamanya banyak terjadi di negara-negara dengan tingkat kemakmuran dan keadilan yang cukup tinggi. Jarang budaya
politik partisipan terdapat di negara-negara yang masih bercorak otoritarian, totaliter, ataupun terbelakang secara ekonomi. Atau, jika tidak makmur secara
ekonomi, maka budaya politik partisipan muncul dalam sistem politik yang terbuka seperti Demokrasi Liberal.
F. Partisipasi Politik
Partisipasi politik merupakan ciri khas dari modernisasi politik. Dalam negara demokratis pemikiran yang mendasari konsep partisipasi politik ialah
bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat, yang dilakukan berdasarkan kegiatan bersama untuk menetapkan tujuan-tujuan serta masa depan masyarakat dan untuk
menentukan orang-orang yang akan memegang tampuk pimpinan. Jadi, partisipasi politik merupakan pengejawantahan dari penyelenggara kekuasaan politik yang
absah oleh rakyat. Demokratisasi yang mapan secara umum dianggap karena tingginya
partisipasi politik dari masyarakat. Tingginya tingkat partisipasi ini menunjukan bahwa warga negara mengikuti dan memahami masalah politik serta ingin
melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan pengambilan kebijakan. Anggota masyarakat yang berpartisipasi dalam proses politik, misalnya pemberian suara
dalam pemilihan umum atau kegiatan lain, merupakan dorongan kesadaran oleh keyakinan bahwa melalui kegiatan bersama itu kepentingan mereka itu akan
tersalurkan atau sekurang-kurangnya akan diperhatikan, dan sedikit banyak masyarakat dapat mempengaruhi tindakan dari mereka yang berwenang untuk
membuat keputusan yang mengikat. Dengan kata lain, mereka percaya bahwa kegiatan mereka mempunyai efek, dan ini dinamakan political efficacy.
51
Adapun fungsi partisipasi politik itu sendiri menurut Lane yang dikutip Rush dan Althoff, terdapat empat fungsi. Yaitu:
52
1. Sebagai sarana mengejar kebutuhan ekonomis.
2. Sebagai sarana untuk memuaskan suatu kebutuhan penyesuaian sosial.
3. Sebagai sarana untuk mengejar nilai-nilai khusus.
4. Sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dan psikologis tertentu.
Secara umum
definisi partisipasi
meiliki perbedaan
dalam mengartikannya. Yakni sebagai berikut
: 1.
Herbert Mc. Closky yang dikutip oleh Miriam Budiardjo 1998, mendefinisikan partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari
warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung dalam proses
pembentukan kebijakan umum.
53
2. Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson mendefinisikan partisipasi
politik adalah kegiatan seorang warganegara atau kelompok yang
51
Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Politik : Sebuah Bunga Rampa
i, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia. 1998, hal. 3.
52
Michael Rush dan Philip Althoff. Pengantar Sosiologi Poiltik, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada. 2000, hal. 181
53
Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Politik : Sebuah Bunga Rampa
i, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia. 1998, hal. 2.
bertujuan dalam mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah. Tindakan-tindakan partisipasi politik yang negatif juga pada dasarnya
dapat dikatakan sebagai tindakan partisipasi politik
54
3. Pendapat lain diajukan oleh Norman H. Nie dan Sidney Verba dimana Nie
dan Verba yang juga dikutip oleh Miriam Budiardjo 1998, menjelaskan partisipasi politik sebagai kegiatan pribadi warga negara yang legal yang
sedikit banyak langsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat- pejabat negara dan atau tindakan-tindakan yang diambil mereka.
55
Uraian diatas mengenai partisipasi politik dilihat dengan perilaku seseorang yang melakukan patisipasi politik atau tidak dan dari motivasi atau
keberadaan daya pendorong dan faktor-faktor pengaruh bagi seseorang tersebut. Artinya partisipasi politik masyarakat dapat terpengaruh oleh kondisi dan
lingkungan masyarakat itu sendiri. Masing-masing masyarakat memiliki perbedaan partisipasi politik, yang
disertai dengan kadar politik yang juga bervariasi. Dalam hal ini, Milbrath yang mengemukakan 4 empat faktor yang mendorong orang berpartisipasi politik,
yang dikutip oleh Toto Pribadi sebagai berikut:
56
1. Adanya perangsang, 2. Faktor karakteristik pribadi seseorang yang berwatak sosial dan punya kepedulian
besar terhadap problem masyarakat biasanya mau terlibat dalam aktivitas politik, 3. Faktor karakter sosial seseorang yang menyangkut status sosial ekonomi yang
54
Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson, Partisipasi Politik : Tak Ada Pilihan
Mudah , Jakarta, Yayasan Obor Indonesia. 1998, hal. 3.
55
Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Politik : Sebuah Bunga Rampa
i, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia. 1998, hal. 2.
56
Toto Pribadi, dkk. Sistem Politik Indonesia, Jakarta, Universitas Terbuka. 2006, hal. 34.
akan ikut mempengaruhi persepsi, sikap dan perilaku seseorang dalam politik, 4. Faktor situsai dan lingkungan politik yang kondusif membuat orang dengan
senang hati berpartisipasi dalam kehidupan politik. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam
proses politik menurut Myron Weiner yang dikutip Arifin Rahman mengungkapkan ada lima faktor penyebab timbulnya partisipasi yaang luas:
57
1. Modernisasi; komersialisasi pertanian, industrialisasi, urbanisasi,
intelektualitas, pendidikan, dan pengembangan media komunikasi. 2.
Perubahan-perubahan struktur kelas sosial. 3.
Pengaruh kaum intelektual dan komunikasi massa modern. 4.
Konflik antara kelompok-kelompok pemimpin politik; kompetisi perebutan kekuasaan dalam mempresentasikan partisipasi masyarakat.
5. Keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial, ekonomi, dan
kebudayaan.
Apabila dilihat dari bentuknya, Partisipasi politik memiliki dua ketegori
bentuk. Pertama, ada yang sifatnya mandiriotonom. Yaitu individu dalam melakukan kegiatannya atas dasar inisiatif dan keinginan sendiri-sendiri, atau
individu yang sudah cerdas dalam politik yang merasa memiliki tanggung jawab politik sebagai warga Negara. Yang Kedua, disebut dengan Mobilized Political
57
Arif Rahman. Sistem Politik Indonesia. Surabaya, SIC. 2002. hal. 130
Participation. Yaitu, partisipasi yang dilakukan karena diminta atau digerakan oleh orang lain dan bahkan dipaksa oleh kelompoknya.
58
Menurut Samuel P. Huntington, partisipasi politik dapat dikategorikan kedalam bentuk-bentuk sebagai berikut :
59
1. Electoral actifity, adalah kegiatan yang secara langsung ataupun tidak
langsung berkaitan dengan pemilu termasuk dalam kegiatan ini adalah ikut serta memberikan dana sebuah kampanye partai politik, memberikan
suara, dan mengawasi perhitungan pemilihan suara. 2.
Lobbying, tindakan seseorang atau kelompok menemui seseorang dengan masksud mempengaruhi seseorang untuk turut serta dalam masalah
tertentu. 3.
Organizational Actifity, keterlibatan warga masyarakat kedalam berbagai organsasi sosial dan politik baik sebagai anggota.
4. Contacting, yaitu partisipasi yang dilakukan oleh warga Negara dengan
langsung mendatangi maupun menghubungi lewat media. 5.
Violence, adalah cara yang ditempuh melalui jalan kekerasan untuk mempengaruhi kebijaakan.
Bentuk-bentuk partisipasi seseorang tampak dalam aktivitas-aktivitas politiknya dan memiliki perbedaan bentuk dan intensitasnya. Orang yang
melakukan partisipasi secara tidak intensif yaitu kegiatan kegiatan yang tidak
58
Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson, Partisipasi Politik : Tak Ada Pilihan
Mudah , Jakarta, Yayasan Obor Indonesia. 1998, hal. 8.
59
Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson, Partisipasi Politik : Tak Ada Pilihan
Mudah , Jakarta, Yayasan Obor Indonesia. 1998, hal. 17.
banyak menyita waktu dan biasanya tidak berdasarkan prakarsa sendiri, aeperti memberikan suara dalam pemilu. Sebaliknya, orang yang secara aktif dan
melibatkan diri secara penuh dalam politik jumlahnya sangat sedikit dan terbatas. Seperti meencalonkan diri sebagai Presiden, anggota legislatif, dan sebagainya.
60
Pernyataan tersebut dideskripsikan Miriam Budiarjo dan Rafael Raga Maran secara klasifikasi piramida pada lampiran ke-3. Dimana pada puncak kelas teratas
terdapat orang-orang menduduki jabatan politik maupun jabatan birokratis, karena mereka dianggap mempunyai kepentingan langsung dengan pelaksana kekuasaan
politik formal.
61
Partisipasi dalam bentuk partai politik dan kelompok kepentingan dapat bersifat aktif maupun pasif. Partisipasi aktif merupakan kegiatan seseorang dalam
aktivitas politik dengan menduduki jabatan-jabatan tertentu dalam suatu organisasi politik, memberikan dukungan keuangan, atau membayar iuran anggota
dan aktif menjaga melaksanakan Anggaran Dasar Partai.
62
Mochtar Mas’oed mengutip Collin Andrews membagi partisipasi menjadi dua bentuk yang Konvensional dan Non-Konvensional.
63
kegiatan konvensional adalah bentuk partisipasi politik yang normal dalam demokrasi modern, yang
dapat berupa : pemberian suara Voting, diskusi politik, kegiatan kampanye, membentuk dan bergabung dengan kelompok kepentingan, dan komunikasi
individual dengan pejabat politik dan administratif. Sedangkan partisipasi non-
60
Miriam Budiarjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama. 2003, hal. 8
61
Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta, Rineka Cipta. 2001, hal.149.
62
Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta, Rineka Cipta. 2001, hal.149.
63
Mochtar Mas’oed, Perbandingan Sistem Politik, Yogyakarta, Suara Bebas, 2006 hal. 46.
konvensional adalah kegiatan yang dilakukan secara legal maupun illegal dan revolusioner yang bisa berbentuk : pengajuan petisi, demonstrasi, konfrontasi,
aksi mogok, kekerasan politik dan anarkhisme politik.
BAB III PROFIL KABUPATEN LEBAK DAN SEJARAH JAWARA
A. Profil Kabupaten Lebak